Anda di halaman 1dari 18

1

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Suku Alamat MRS Agama Pekerjaan Status No. RM : Tn. DD : 25 tahun : Laki-laki : Jawa : Johan RT 1/9, Trangsang, Gatak, Sukoharjo : 09 September 2012 : Islam : Swasta : sudah menikah : 18xxxx

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA) A. Keluhan Utama Nyeri pada perut kanan bawah. B. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Sukoharjo mengeluhkan mengeluh nyeri pada perut kanan bawah sejak 1hari yang lalu, nyeri dirasakan terus menerus, pasien mengaku sebelumnya nyeri dirasakan diulu hati dan kemudian berpindah sangat nyeri diperut kanan bagian bawah. Pasien mengeluh mual dan muntah ( 3 kali sehari), nafsu makan

menurun, pusing (+). BAB sebelum sakit biasa. BAK lancar berwarna kuning. C. Riwayat penyakit dahulu Keluhan yang sama sebelumnya Asma Hipertensi DM Alergi D. Riwayat Keluarga Keluhan yang sama sebelumnya Asma Hipertensi DM Alergi : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : diakui, Sejak 3 tahun yang lalu : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

III.PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Baik Kesadaran Vital Sign : Compos Mentis : TD : 100/800 mmhg N : 82 X / mnt Kulit Kepala : dbn S : 37,9 C P : 20 X / mnt

Mata Telinga Hidung Mulut Thorax Pulmo

: Conjunctiva anemis ( -/- ), sclera ikterik ( -/- ) : Secret ( -/- ) : Secret ( -/- ) : Lidah Kotor tidak ada, gigi karies tidak ada

: Inspeksi Palpasi Perkusi

: Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - ) : Ketinggalan gerak nafas ( - ) : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi ( -/- ), Wheezing (-/-) Jantung : Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus Cordis tak tampak : Ictus Cordis teraba di SIC IV : Redup

Auskultasi : Regular, bising ( - ) Abdomen : Inspeksi : distensi (-), darm countur (-), darm steifung (-)

Auskultasi : Peristaltik baik Palpasi : nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, massa (-) Perkusi : timpani pada empat kuadran. Pekak alih ( - ) Inguinal Urogenital : tanda-tanda radang (-), massa (-), dalam batas normal : tanda-tanda radang (-), tidak ada kelainan : Akral hangat +/+, edema -/-, luka atau ulkus -/-

Ekstremitas atas

Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, edema -/-, luka atau ulkus -/-

Tulang belakang : kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)

IV.

STATUS LOKALIS

Abdomen Kuadran Kanan Bawah : distensi (-), darm countur (-), darm steifung (-)

Inspeksi

Auskultasi: bising usus (+) normal

Palpasi

: nyeri tekan kuadran kanan bawah (titik Mc

Burney), massa (-).

Perkusi

: timpani pada empat kuadran abdomen.

Pemeriksaan tambahan (khusus)


Rovsings sign (+) Psoas sign (+)

Obturator sign (+) V. RESUME ANAMNESA Laki-laki umur 25 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Sebelumnya pasien mengeluh nyeri dari uluh hati kemudian turun ke kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus dan rasa seperti ditusuk-tusuk. Terdapat mual dan muntah. Pasien tidak mengeluh demam.
VI.

RESUME PEMERIKSAAN FISIK: Keadaan umum: sedang Kesadaran: baik Vital sign (tensi, nadi, nafas, suhu): suhu sedikit meningkat Pemeriksaan fisik lokalis regio abdominal kuadran lumbalis dextra Inspeksi: pada abdomen kuadran inguinalis dextra tidak terdapat adanya massa, tanda-tanda radang, ulserasi, sikatrik.

Palpasi: pada abdomen kuadran inginalis dextra tidak teraba massa, nyeri tekan (+) Psoas sign (+) Obturator sign (+) Rovsing sign (+)

VII. PEMERIKSAAN

LABORATORIUM Bilirubin total: 0,49 Bilirubin direk: 0,19 SGOT: 19,86 SGPT: 9,96 Alkali Phospatase: 83 Total protein: 5,9 Urea: 15,40 Creatinin: 0,6

Hb : 12,9 WBC : 9.380 PLT : 134.000 HCT : 33,6 BT : 330 CT : 600 Albumin:3,2 Globulin: 2,7
VIII.

DIAGNOSIS Abdominal pain e.c susp appendisitis kronis exaserbasi akut

IX. DIFERENSIAL DIAGNOSIS BSK, ISK


X.

USULAN PEMERIKSAAN : USG, UL, Hasil USG 1. Apendiks: ukuran melebar 0,7 cm, tepi irregular, 2. Renal kanan kiri: dalam batas normal, batu (-) 3. Vesika urinaria: dinding menebal, dobel lapis (+), batu (-) 4. Ass: apendisitis akut

XI. RENCANA TERAPI : Appendicitis kronis exaserbasi akut Pro appendiktomi

XII.

RL 20 tpm Cefazoline 1 gr/12 jam Ketorolac 15 gr/8 jam Metronidazol 500mg / 24 jam

PROGNOSIS : dubia ad bonam

XIII. FOLLOW UP PEMERIKSAAN FISIK (12/09/12) Tanda vital : TD : 110/80mmHg FR : 20x/menit FN : 88x/menit Suhu : 37,3 C (pengukuran di axila) Pemeriksaan fisik umum KU : sedang Keadaan sakit : sedang Kesadaran/GCS : composmentis/E4V5M6 K/L : anemis -/-, ikterus -/Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat THORAX : C: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-) P: ves +/+, rh -/-, wh -/ABDOMEN : distensi (-), BU (+) N, NT (+) EKSTREMITAS : akral hangat +/+ , edema -/-, hiperemi -/Ass: Appendicitis kronis exaserbasi akut Terapi: pro apendiktomi Laporan operasi: Pre operasi: Appendicitis kronis exaserbasi akut Intra operasi:

1.

Posisi supine dalam general anastesi, dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan betadine.

2.

Insisi 3 tempat sepanjang 2 cm untuk memasukkan instrumen/ trocar/ teres/ CO2/ kamera eksplorasi appendiks, didapatkan infiltrat dan pus(+) banyak dan perlengketan pada daerah appendiks, diputuskan untuk melakukan laparotomi

3.

Insisi abdomen pada bawah umbilikus, 11 cm, dimulai dengan membuka cutis, fasia, muscel, dan peritonium

4.

explorasi Appendiks, terdapat mesenterium dan secum daerah pelvis. Appendiks parasecal melekat pada dinding colon asenden dan omentum,

5. dilakukan appendiktomi retrograt, dan dijahit perdarahan. 6. Perlengketan dibebaskan dan didilusi dengan NaCl 0,9% 7. Luka dicuci dengan betadine cair, dan ditutup lapis demi lapis dengan meninggalkan drain tube 8. Operasi selesai Post operasi: apendisitis akut dengan peri apendikuler infiltrat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA APENDISITIS

A. DEFINISI Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.2 Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.2 Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.1 B. ETIOLOGI Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling

sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.1,2 Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.2 C. PATOGENESIS Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.1,2 Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.1 Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan

10

apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.1 Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1,2 Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.1 Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.2 D. MANIFESTASI KLINIK Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.

11

Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.2,3,4. Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.2,4
1.

Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang

sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. 2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.2,3 1. Pada anak-anak Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan

12

terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 2. Pada orang tua berusia lanjut Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi. 3. Pada wanita Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. E. PEMERIKSAAN
1.

Pemeriksaan Fisik2,3,4 pada apendisitis akut sering ditemukan

Inspeksi :

adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan

13

terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
2.

apendiks

yang

meradang

terletak

didaerah

pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.1,6 Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.3,5

14

Perbandingan pemeriksaan penunjang Apendisitis akut Ultrasonografi CT-Scan Sensitivitas 85 % 90-100 % Spesifisitas 92 % 95-97 % Akurasi 90-94 % 94-100 % Keuntungan Aman Lebih akurat Relatif tidak mahal Mengidentifikasi abses dan flegmon lebih baik Dapat mendiagnosis Mengidentifikasi apendiks normal lebih baik kelainan lain pada wanita Baik untuk anak-anak Kerugian Tergantung operator Mahal Sulit secara teknik Radiasi ion Nyeri Kontras Sulit di RS daerah Sulit di RS daerah F. DIAGNOSIS Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.2

Sistem skor Alvarado Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak,

15

orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran, 1996). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif (Seleem; Amri dan Bermansyah, 1997). Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan , temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah d an lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10 Skor Alvarado untuk diagnosis apendisitis akut Gejala dan tanda Nyeri berpindah Anoreksia Mual-muntah Nyeri fossa iliaka kanan Nyeri lepas Peningkatan suhu > 37,50C Jumlah leukosit > 10x103/L Jumlah neutrofil > 75% Total skor: G. DIAGNOSIS BANDING 1. Gastroenteritis

Skor 1 1 1 2 1 1 2 1 10

16

Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol. 2. Kolik Ureter Dextra Pada kolik, nyeri dirasakan muncul tiba-tiba, tajam dan kambuh-kambuhan. Pemeriksaan spesifik terhadap apendisitis menunjukkan hasil yang negatif. 3. Limfadenitis Mesenterika Limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar. 4. Kelainan Ovulasi Tidak ada tanda radang. Nyeri dirasakan pada pertengahan siklus menstruasi. 5. Infeksi Panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. 6. Kehamilan di Luar Kandungan Hampir ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik 7. Kista Ovarium Terpuntir Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok dubur. Tidak terdapat demam. 8. Endometriosis Eksterna Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar. 9. Divertikulitis

17

Karena letaknya pada ileum terminal, sehingga bisa memberikan gambaran yang hampir mirip dengan apendisitis. G. TATA LAKSANA Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.2,6 PEMBAHASAN Pada pasien ini diagnosis ditegakkan dengan rasa nyeri dirasakan di ulu hati pada pagi hari lalu pindah ke daerah sekitar pusar lalu bertambah nyeri terutama di perut kanan bawah pada siang harinya. Hal tersebut menunjukkan adanya keluhan nyeri berpindah yang spesifik pada penderita Apendisitis. Kemudian dilanjutkan dengan hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya proses inflamasi pada titik McBurney. Karena itu pasien harus dilakukan pembedahan untuk mengambil apendix yang telah meradang tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

18

[1] Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313. [2] Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. EGC, Jakarta, 2010,hlm.639645. [3] Zeller, J.L., Burke, A.E., Glass, R.M., Acute Appendicitis in Children, JAMA, http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/298/4/482, 15 Juli 2007, 298(4): 482. [4] Simpson, J., Humes, D. J., Acute Appendicitis, BMJ, http://www.bmj.com/cgi/content/full/333/7567/530, 9 September 2006, 333: 530-536. [5] Mittal, V.K., Goliath, J., Sabir, M., Patel, R., Richards, B.F., Alkalay, I., ReMine, S., Edwards,M., Advantages of Focused Helical Computed Tomographic Scanning With Rectal Contrast Only vs Triple Contrast in the Diagnosis of Clinically Uncertain Acute Appendicitis, Archives of Surgery, http://archsurg.ama-assn.org/cgi/content/full/139/5/495, Mei 2004, 139(5): 495-500 [6] Grace, Pierce. A., Neil R. Borley., At a Glance, Edisi 3. Erlangga, Jakarta, 2007, hlm.106-107.

Anda mungkin juga menyukai