Anda di halaman 1dari 17

1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Sumatera Selatan perairan rawa banjiran merupakan kawasan 65% wilayah berupa rawa, payau, lebak dan sungai. Perairan rawa banjiran di Provinsi Sumatera Selatan adalah penghasil ikan air tawar utama bagi kebutuhan masyarakat sekitar. Salah satu potensi perikanan yang terdapat di Sungai Musi adalah ikan sepatung (Pristolepis grooti) (Nizar, 2005 dalam Asriansyah, 2008). Ikan dari famili Nandidae ini merupakan ikan yang masih liar dan studi tentang ikan ini masih terbatas. Ikan tersebut merupakan jenis ikan yang khas terdapat di ekosistem rawa banjiran dan merupakan salah satu komponen ekologi yang penting. Ikan sepatung ini masih merupakan ikan konsumsi bagi masyarakat lokal, walaupun secara ekonomis masih bernilai relatif rendah tetapi kelestariannya perlu dijaga (Nizar, 2005 dalam Asriansyah, 2008). Selain untuk ikan konsumsi, ikan ini juga dimanfaatkan sebagai ikan hias karena memiliki corak warna pada tubuh yang menarik (Mercy et al., 2003). Pemanfaatan ikan sepatung sebagai ikan konsumsi memberikan dampak pada tingkat penangkapan yang intensif. Jika hal ini terus terjadi, maka akan memberikan ancaman terhadap sumber daya ikan ini. Oleh karena itu, sedini mungkin dilakukan upaya pengelolaan terhadap sumber daya ikan ini (Ernawati et al., 2009). Oleh karena itu, studi tentang biologi reproduksinya perlu diketahui. Salah satu aspek penting dalam usaha budidaya adalah keberhasilan reproduksi atau pembenihan untuk menghasilkan larva dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Faktor penentu tingkat keberhasilan reproduksi adalah penampilan 1

reproduksi induk yang prima yang ditandai dengan mudahnya untuk memperoleh induk ikan matang gonad dan kualitas telur. Pembenihan merupakan proses awal dari budidaya ikan. Dalam proses ini, ikan dipelihara hingga menghasilkan benih dengan berbagai ukuran. Secara garis besar, kegiatan pembenihan meliputi pembuatan kolam, persiapan pemijahan, pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, serta pemeliharaan larva dan benih. Untuk teknik pemijahan ikan sepatung yang sejauh diketahui hanya pemijahan secara alami dengan batu-batuan sebagai substratnya. Untuk itu, pada praktikum ini dilakukan kegiatan pemijahan secara semi-alami pada ikan sepatung.

B. Tujuan Adapun tujuan praktikum yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai materi yang diperoleh diperkuliahan. 2. Memperoleh pengalaman lapangan sehingga dapat meningkatkan wawasan mahasiswa dalam bidang manajemen hatchery. 3. Analisis usaha ikan sepatung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistematika dan Morfologi Ikan Sepatung (Pristolepis grooti)

Klasifikasi ikan sepatung menurut Kottelat dan Whitten (1993 dalam Asriansyah, 2008), adalah sebagai berikut : Filum Sub filum Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies Nama internasional Nama lokal : Chordata : Vertebrata :Actinopterygii : Perciformes : Nandidae : Pristolepididae : Pritolepis : Pristolepis grooti : Indonesian leaffish : Sepatung (Sungai Musi, Palembang), Batang dan Ketung (Sungai Kampar, Riau) Ikan sepatung memiliki ciri-ciri yaitu warna tubuh putih kekuningan dengan corak 8-10 corak pita warna melintang dan hanya bagian belakang yang tampak jelas pada dewasa serta bentuk tubuh pipih. Garis linea lateralis (LI) lengkap yang terputus, pada ikan ini juga terdapat sisik bagian pipi dan memiliki bentuk mulut terminal yang dapat disembulkan. Ikan sepatung memiliki 3,5 sisik antara gurat sisi dan pertengahan sirip punggung serta memiliki bagian sirip perut yang tidak mencapai dubur. Profil punggung bagian depan sedikit mencembung. Ikan sepatung memiliki bentuk ekor membundar (Kottelat dan Whitten, 1993 dalam Asriansyah, 2008). 3 B. Habitat dan Penyebaran

Ikan sepatung merupakan jenis ikan yang termasuk kelompok black fish dengan habitat di daerah rawa banjiran dan beriklim tropis dengan suhu berkisar antara 22-25C. Ikan ini masuk ke rawa-rawa terutama pada musim penghujan saat permukaan air naik untuk melakukan pemijahan, pembesaran dan mencari makan (Kottelat dan Whitten, 1993 dalam Asriansyah, 2008). Distribusi ikan sepatung terdapat di Sungai Musi (Sumatera Selatan), Sungai Kampar (Riau), Borneo, Bangka dan Belitung. Selain itu, kelompok dari famili Nandidae ini juga ditemukan dibagian utara Amerika Serikat, Afrika Barat, kawasan Asia Tenggara (Kottelat dan Whitten, 1993 dalam Asriansyah, 2008) India, IndoChina, Sydney dan Kepulauan Malaysia (Anand, 1993).

C. Kebiasaan Makan

Seperti yang kita ketahui, makan adalah kebutuhan setiap makhluk hidup tidak terkecuali ikan. Pemberian makanan pada ikan merupakan faktor penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Makanan yang baik mengandung protein, karbohidrat, lemak dan lain-lain. Menurut Fitrinawati (2004) dalam Asriansyah (2008) ikan membutuhkan makanan yang dipergunakan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Asriansyah (2008) kebiasaan makanan ikan sepatung baik jantan maupun betina diperoleh komposisi makanan yang relatif sama dimana jenis makanan yang dikonsumsinya dikelompokkan ke dalam 7 kelompok jenis makanan yaitu tumbuhan air, detritus, insecta, Baccilariophyceae,

Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Desmidiaceae. Namun, ikan ini juga dapat memakan makanan dari golongan zooplankton dan cacing Tubifex. Ketersediaan makanan bagi ikan sepatung di daerah rawa banjiran sangat mencukupi untuk kebutuhan makanannya. Keadaan lingkungan di daerah rawa banjiran ini pula sangat baik sehingga menjadi habitat bagi ikan sepatung. Sehingga terdapat hubungan antara daerah rawa banjiran yang merupakan habitat yang sesuai bagi ikan sepatung karena memiliki kondisi lingkungan yang baik, ketersediaan makanan yang cukup dan merupakan daerah penyebaran organisme sebagai makanan ikan tersebut (Asriansyah, 2008).

D. Analisis Usaha Ikan merupakan salah satu jenis ikan yang potensial untuk dikembangkan. Demikian pula dalam rangka penganekaragaman konsumsi protein diperkirakan konsumsi ikan juga meningkat. Orang semakin menyadari bahwa ikan tidak mengandung kolestrol sehingga aman untuk kesehatan jantung. Untuk itu, budidaya ikan perlu dipacu agar kebutuhan dalam negeri maupun ekspor terpenuhi (Suyanto, 2006). Perikanan budidaya di Indonesia merupakan salah satu komponen yang penting di sector perikanan. Hal ini berkaitan dengan perannya dalam menunjang persediaan pangan nasional, penciptaan pendapatan dan lapangan kerja serta mendatangkan penerimaan negara dari ekspor. Perikanan budidaya juga berperan dalam mengurangi beban sumber daya laut. Di samping itu perikanan budidaya dianggap sebagai sektor penting untuk mendukung perkembangan ekonomi

pedesaan. Areal potensial untuk perikanan budidaya terdiri dari kolam, sawah (mina padi) dan perairan umum. Perikanan budidaya di perairan umum meliputi karamba dan kolam. Perairan umum yang cocok untuk budidaya ikan berupa sungai, danau, waduk dan lain-lain. Kegiatan budidaya ikan yang dilakukan di perairan umum haruslah ramah lingkungan, produktif dan mempertimbangkan pemakaian lainnya. Belum ada masyarakat yang membudidayakan ikan sepatung ini, kebanyakan masyarakat mendapatkan ikan sepatung dari hasil penangkapan di sungai-sungai pada saat air sungai surut. Untuk itu, pembudidayaan ikan sepatung ini perlu dilakukan untuk mencegah kepunahan spesies ikan tersebut.

E. Kualitas Air Parameter-parameter kualitas air yang mendukung dalam pemeliharaan ikan sepatung antara lain adalah sebagai berikut : a. Suhu Salah satu faktor penting pada organisme akuatik adalah suhu. Suhu sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan pertumbuhan suatu organisme. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anand (1993), suhu untuk genus Pristolepis berkisar 29,1 C- 34,4 C. b. Derajat Keasaman (pH) Nilai pH merupakan suatu indikator tingkat keasaman perairan. Menurut Roule (1935) dalam Anand (1993), sebagian besar ikan mampu mentolerir pH antara 7-8. Untuk genus Pristolepis ini pH yang mampu ditolerir berkisar 7,1-7,4.

c. Oksigen Terlarut (DO)

Organisme akuatik mendapatkan suplai oksigen yang digunakan untuk bernapas dari oksigen terlarut dari perairan dan ini merupakan faktor pembatas untuk kehidupan akuatik beberapa spesies organisme. Menurut Anand (1993), untuk genus Pristolepis dapat mengkonsumsi oksigen terlarut dengan kisaran 5,4 mg/l-6,4 mg/l. Adapun faktor yang mempengaruhi oksigen terlarut yaitu suhu, lama penyinaran, kuantitas fitoplankton, aktivitas biologi, ketersediaan bahan organik dan lainnya.

F. Manajemen Pembenihan Untuk manajemen tempat hidup atau tempat budidayanya ikan sepatung bisa dipelihara di kolam ataupun akuarium. Menurut Nikolsky (1963) dalam Anand (1993), rasio kelamin berbeda dari satu populasi ke populasi yang sama. Seperti yang diketahui, dimana angka pada betina lebih tinggi daripada jantan, contohnya pada Pristolepis malabaricus perbandingan rasio jantan dan betina adalah 1:1,2. Dari hasil regresi hubungan panjang-berat ikan sepatung jantan dan betina diperoleh pola pertumbuhan adalah allometrik positif. Untuk perbandingan rasio kelamin ikan betina dan jantan pada P. grooti didapatkan 1:1,68 dengan indeks kematangan gonad betina lebih besar daripada jantan dan fekunditas yang diperoleh adalah 2.301 butir dan kisaran diameter telur ikan adalah 0,36-0,91 mm dan pola pemijahan ikan diduga total spawning (Ernawati et al., 2009). Menurut Susanto dan Khairul (2001) dalam Mercy et al (2003), induk yang ideal adalah ikan yang sudah dewasa dan hasil pembesaran di kolam sehingga dapat dipilih dan harus memenuhi syarat adalah unggul dan sudah cukup umur serta sehat. Secara umum, ukuran ikan yang siap memijah yaitu ukuran total 7-15 cm dengan

berat 70-88 g. Induk jantan dan betina dipelihara dalam akuarium berbeda yang berukuran dengan bebatuan sebagai substratnya. Namun, untuk Pristolepis ini pada ukuran 10-14,5 gram untuk betina dan 10,5-15 gram jantan sudah bisa memijah.

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum Manajemen Hatchery dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012 bertempat di Laboratorium Lapangan Budidaya Perairan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

B. Alat dan Bahan 1. Bahan Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum Alat Spesifikasi Kolam terpal 1m x 1m x 1m Spuit suntik 0,1 ml Lap pH meter DO meter Termometer Ketelitian 0,01 mg/l Ketelitian 1C Kegunaan Tempat pemeliharaan ikan Untuk penyuntikan Untuk mengalasi induk pada saat penyuntikan Mengukur pH air Mengukur oksigen terlarut Mengukur suhu

2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Bahan yang digunakandalamPraktek Lapangan Bahan Spesifikasi Ikan Sepatung Jantan : 18,27 g Betina : 35,81 g; 12,5 g Tubifex Ovaprim 9 C. Cara Kerja Dalam melakukan praktikum ini terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yaitu :
1. Persiapan wadah

Kegunaan Ikan uji Pakan Hormon

10

Pertama-tama pembuatan kolam terpal dengan ukuran 1m x 1m x 1m. Kemudian kolam diisi air setinggi 30 cm dan diendapkan selama satu minggu untuk menghindari syndrome new tank pada kolam baru. Setelah itu, induk-induk ikan dipelihara di kolam terpal tersebut sampai tahap penyuntikan. 2. Pemijahan

Alat-alat dan bahan yang digunakan untuk pemijahan terlebih dahulu dibersihkan dan disiapkan sebelum melakukan kegiatan praktikum ini. Induk ikan yang akan digunakan diambil dari . Untuk penyuntikan ikan betina dilakukan dua kali penyuntikan dengan dosis 0,5 ml/kg bobot tubuh ikan, sedangkan untuk ikan jantan hanya dilakukan satu kali penyuntikan.
3. Pemeliharaan larva

Setelah ikan melakukan pemijahan, sperma dan telur yang terbuahi akan menetas menjadi larva. Larva-larva tersebut dipelihara dengan wadah yang beraerasi untuk penambahan oksigennya, karena seperti yang kita ketahui larva-larva ikan membutuhkan oksigen yang cukup untuk hidupnya. D. Parameter yang Diamati Adapun parameter yang diamati pada saat praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Ciri-ciri calon induk yang sudah matang gonad Menurut Susanto dan Khairul (2001) dalam Mercy et al (2003), induk yang ideal adalah ikan yang sudah dewasa dan hasil pembesaran di kolam sehingga dapat

11

dipilih dan harus memenuhi syarat adalah unggul dan sudah cukup umur serta sehat. Untuk Pristolepis ini ukuran 10-14,5 gram untuk betina dan 10,5-15 gram jantan sudah matang gonad. Untuk ciri-ciri lainnya berpedoman pada pembagian tingkat kematangan gonad menurut penelitian yang sudah dilakukan oleh Anand (1993). 2. Fekunditas

Setelah telur dikeluarkan oleh induk betina, hitung fekunditasnya. Menurut Ernawati et al.(2009), fekunditas ikan sepatung yang diperoleh adalah 2.301 butir dan kisaran diameter telur ikan adalah 0,36-0,91 mm dan pola pemijahan ikan diduga total spawning. 3. Parameter kualitas air

Parameter kualitas air kolam pemeliharaan calon induk yang akan diukur adalah suhu, pH dan DO. Pengukuran pH dan DO dilakukan seminggu sekali sedangkan suhu diukur setiap hari.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada praktikum Manajemen Hatchery ini menggunakan ikan sepatung sebagai ikan uji. Untuk konstruksi kolam pemeliharaan, pada praktikum ini

12

menggunakan wadah terbuat dari kolam terpal berukuran 1m x 1m x 1m. Selama pemeliharaan dilakukan pengukuran pertumbuhan yang terdiri dari panjang dan berat. Data pertumbuhan panjang dan berat yang diperoleh pada pemeliharaan benih ikan nila dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Data pertumbuhan ikan sepatung No Berat Awal Berat Akhir (g) (g) 1 35,81 35,9 2 18,27 18,28 3 12,5 12,9 Rerata Panjang Awal (cm) 11 9,2 8,7 Panjang Akhir (cm) 11,1 9,2 8,8

Adapun teknik pembenihan yang dilakukan pada praktikum ini adalah pembenihan semi-alami dimana teknik ini dilakukan dengan penyuntikan menggunakan hormon ovaprim. Dosis yang dipakai adalah 0,5 ml/ kg bobot tubuh dan penyuntikan pada jantan dilakukan 1 kali sedangkan betina 2 kali penyuntikan. Selanjutnya, ikan jantan dan betina dibiarkan memijah sendiri. Jumlah larva yang dihasilkan untuk setiap pasang induk atau dalam satu siklus pembenihan 2.301 butir/induk (Ernawati et al.,2009), Presentase kelangsungan hidup larva yang dihasilkan sering mengalami penurunan pada tiap siklusnya. Menurut Djarijah (2005), tubuh larva yang baru menetas belum sempurna, tetapi larva tersebut telah memiliki makanan cadangan berupa kuning telur. Biasanya, kelangsungan hidup larva tergantung pada kualitas cadangan makanan berupa kuning telur tersebut. Namun, untuk kegiatan praktikum kali ini ikan tidak memijah. Belum matang gonad ataupun tingkat stres bisa penyebab yang menjadikan ikan ini tidak memijah. Selain itu juga, faktor penting yang harus diperhatikan adalah kualitas air yang pada umumnya berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan dan tingkat stress ikan.

13

Adapun parameter yang diamati pada praktikum ini adalah suhu, oksigen, dan pH, dengan masing-masing hasil pengukuran suhu, pH dan DO awal 28 oC, 6,64, dan 3,1 ppm sedangkan suhu, pH dan DO akhir 28 oC, 6, dan 3,1 ppm. Dari data berikut diketahui bahwa kualitas air, suhu dan DO selama pemeliharaan ikan dibawah kisaran toleransinya yaitu 29,1C- 34,4C, hasil pengukuran dibawah kisaran optimal inilah yang menyebabkan stress pada ikan sehingga pertumbuhan dan proses pematangan gonadnya terhambat.

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

14

1. Konstruksi wadah pemeliharaan yang digunakan yaitu menggunakan kolam terpal berukuran 1m x 1m x 1m. 2. Teknik pemijahan yang dilakukan menggunakan teknik pemijahan semi alami. 3. Ikan sepatung (P. grooti) yang disuntik dengan hormon ovaprim tidak memijah. 4. Belum matang gonad dan tingkat stres ikan merupakan faktor utama yang menyebabkan ikan tidak memijah.

B. Saran Persiapan praktikum yang matang dan penyediaan sarana prasarana yang baik dan lengkap akan menunjang kegiatan praktikum dan menghasilkan hasil yang optimal. Selain itu juga, hendaknya antara asisten dan praktikan terjalin hubungan yang solid sebagai tim sehingga tidak ada komunikasi yang

14 DAFTAR PUSTAKA Anand, Sherly P. 1993. Studies on The Biology of Pristolepis malabaricus (Perciformes; Teleostei). Thesis. Zoology Research Centre. Catholicate College. Pathanamthitta. Asriansyah, Aries. 2008. Kebiasaan Makanan Ikan Sepatung (Pristolepis grootii) di Daerah Aliran Sungai Musi, Sumatera Selatan. Skripsi. Departemen

15

Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Djarijah, A. S. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta. Ernawati, Y, S.N. Aida, dan H.A. Juwaini. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Sepatung, Pristolepis grootii Blkr. 1852 (Nandidae) di Sungai Musi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(1) : 13-24. Mercy, T.V, E. Jacob and R.K. Thomas. 2003. Studies on The Reproductive Behaviour of The Common Catopra, Pristolepis marginata Jerdon (Nandidae-Perciformes) Under Captive Conditions. College of Fisheries. Kerala Agricultural University, Panangad. Cochin 682506. India. India Current Science, 84(11) : 1468-1473. Suyanto, R. 2006. Nila. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lampiran : Analisis Usaha Adapun asumsi dalam usaha budidaya ikan sepatung ini adalah sebagai berikut : a.
b. c.

Modal Rp 500.000,Pemeliharaan lele menggunakan kolam terpal berukuran 1x1x1 meter Survival rate 80%

16

1. Biaya Investasi Tabel 4. Biaya investasi No Komponen 1 Terpal 2 Kayu bulat 3 Paku 4 Serok kecil 5 Baskom/ember Jumlah 1x1x1m 2 batang 1/2 kg 1 buah 1 buah TOTAL Harga Satuan (Rp) Rp 6.000,-/m Rp 5.000,-/batang Rp 7.500,Rp 5.000,-/buah Rp 15.000,-/buah Biaya (Rp) Rp 18.000,Rp 10.000,Rp 7.500,Rp 5.000,Rp 15.000,Rp 55.500,-

2. Biaya Produksi a. Biaya tetap Tabel 5. Biaya tetap No Komponen 1 Terpal 2 Kayu bulat 3 Paku 4 Serok kecil 5 Baskom/ember Jumlah 1x1x1m 2 batang 1/2 kg 1 buah 1 buah TOTAL Harga Satuan (Rp) Rp 6.000,-/m Rp 5.000,-/batang Rp 7.500,Rp 5.000,-/buah Rp 15.000,-/buah Biaya (Rp) Rp 1.500,Rp 833,Rp 625,Rp 417,Rp 1.250,Rp 4.625,-

b. Biaya variabel Tabel 6. Biaya variabel No 1 Komponen Induk Jumlah 1 kg (isi 30 ekor dengan bobot ratarata 33,3 gr 20 canting Harga Satuan (Rp) Rp 25.000,-/ekor Biaya (Rp) Rp 25.000,-

2 3

Pakan (cacing Tubifex) Biaya lainlain (Probiotik, obatobatan, vitamin)

Rp 15.000,-/canting

Rp 300.000,Rp 114.875,-

17

TOTAL Total biaya produksi = Biaya tetap + Biaya variabel = Rp 4.625,- + Rp 439.875,= Rp 444.500,3. Pendapatan 1 ekor induk menghasilkan 2.301 telur Mortalitas 80%, jadi diperoleh 1.841 telur Total benih yang dihasilkan Harga jual ikan = 15 ekor betina x 1.841 telur = 27.615 benih = Rp 250,-/ekor Pendapatan = Hasil panen x Harga jual = 27.615 benih x Rp 250,= Rp 6.903.750,4. Keuntungan Keuntungan

Rp 439.875,-

= Total pendapatan Total biaya produksi = Rp 6.903.750 Rp 444.500,= Rp 6.459.250,-

Anda mungkin juga menyukai