Anda di halaman 1dari 31

BAB I LATAR BELAKANG Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang serius di berbagai negara seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat mangkir kerja atau sekolah dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktivitas serta menurunkan kualitas hidup. Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025. Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki laki (52,86%). Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai Negara yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke gawat darurat, rawat inap, kesakitan

dan bahkan kematian karena asma. Berbagai argumentasi diketengahkan seperti perbaikan kolektif data, perbaikan diagnosis dan deteksi perburukan dan sebagainya. Akan tetapi juga disadari masih banyak permasalahan akibat keterlambatan penanganan baik karena penderita maupun dokter (medis). Kesepakan bagaimana menangani asma dengan benar yang dilakukan oleh National institute of health national heart, lung and blood institute (NHLBI) bekerjasama dengan World Health Organization (WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para dokter dan tenaga kesehatan untuk melakukan penatalaksanaan asma yang optimal sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian asma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. DEFINISI Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan. Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat. II. 2. EPIDEMIOLOGI Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia , hal itu tergambar dari data studi survey kesehatan rumah tangga di berbagai propinsi di Indonesia. Survey kesehatan rumah tangga 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronchitis kronik dan emfisema. Pada survey kesehatan rumah tangga 1992, asma, bronchitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortality) ke -4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronchitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Bagian anak FKUI melakukan studi prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta Pusat pada 1995-1996 dengan menggunakan kuesioner modifikasi dari ATS 1978, ISAAC dan Robertson, serta melakukan uji

provokasi bronkus secara acak . seluruhnya 1296 siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan -18 tahun 4 bulan , didapatkan 14,7 % dengan riwayat asma dan sebesar 5,8 % dengan recent ashma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan studi prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2234 anak usia 13-14 tahun melalui kuesioner ISAAC dan pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus pada sebagian subyek yang dipilih secara acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent ashma ) 8,9 % dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5 %. Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur seluruhnya 6662 responden usia 1370 tahun (rata-rata 35,6 tahun)emndapatkan prevalensi asma sebesar 7,7 % dengan rincian laki-laki 9,2 % dan perempuan 6,6 %. II.3. FAKTOR RESIKO Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a. Atopi Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus. b. Hiperreaktivitas bronkus Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai

rangsangan alergen maupun iritan. c. Jenis Kelamin Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini

adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. d. Ras e. Obesitas Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran terjadinya pernapasan asma. dan meningkatkan kemungkinan Meskipun

mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

1. Faktor Pencetus Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.

Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah : 1. Faktor Lingkungan a. Alergen dalam rumah

b. Alergen luar rumah 2. Faktor Lain a. Alergen makanan b. Alergen obat obat tertentu c. Bahan yang mengiritasi d. Ekspresi emosi berlebih e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan. II.4. PATOGENESIS Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik. Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.

Gambar 1. Patogenesis Asma

Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma Mediator Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan A2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF) Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan E2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF) Chymase Radikal oksigen Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin Hidroxyeicosatetraenoic acid Radikal oksigen Enzim proteolitik Faktor inflamasi dan sitokin Pengaruh terhadap asma

Kontruksi otot polos

Udema mukosa

Sekresi mukus

Deskuamasi epitel bronkial

II.5. KLASIFIKASI Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,

pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut beratringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya. Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut) : 1. Asma saat tanpa serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1) Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa

2. Asma saat serangan Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-

ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan

II.6. DIAGNOSIS Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi. Pemeriksaan Laboratorium Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden). Pemeriksaan Penunjang o Spirometri Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator. o Uji Provokasi Bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkan

diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin. o Foto Toraks

Pemeriksaan seperti gagal

foto kiri,

toraks

dilakukan saluran

untuk nafas,

menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa jantung obstruksi pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

II.7. DIAGNOSIS BANDING Bronkitis kronik Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang

mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.

Emfisema paru Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya.

Gagal jantung kiri Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.

Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

II.8. TATALAKSANA Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan. Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-

medikamentosa dan pengobatan medikamentosa : Pengobatan non-medikamentosa

Penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pengendali emosi Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega. Pengontrol (Controllers) Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol : Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifiers Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) Lain-lain

Glukokortikosteroid inhalasi Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi

adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi Dewasa Obat Beklometason dipropionat Budesonid Flunisolid Flutikason Triamsinolon asetonid Anak Obat Beklometason dipropionat Budesonid Flunisolid Flutikason Triamsinolon asetonid 200-500 ug 200-400 ug 500-1000 ug 100-250 ug 400-1000 ug Dosis rendah 100-400 ug 100-200 ug 500-750 ug 100-200 ug 400-800 ug 500-1000 ug 400-800 ug 1000-2000 ug 250-500 ug 1000-2000 ug Dosis medium 400-800 ug 200-400 ug 1000-1250 ug 200-500 ug 800-1200 ug >1000 ug >800 ug >2000 ug >500 ug >2000 ug Dosis tinggi >800 ug >400 ug >1250 ug >500 ug >1200 ug Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Glukokortikosteroid sistemik Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak. Metilsantin

Teofilin

adalah

bronkodilator

yang

juga

mempunyai

efek

ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Agonis beta-2 kerja lama Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil. Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2 Onset Cepat Durasi (Lama kerja) Singkat Fenoterol Prokaterol Salbutamol/ Albuterol Terbutalin Pirbuterol Lambat Leukotriene modifiers Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil). Salmeterol

Lama Formoterol

Pelega (Reliever) Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah Agonis beta2 kerja singkat Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan bronkodilator lain). Antikolinergik Aminofillin Adrenalin dengan

Agonis beta-2 kerja singkat Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma Metilsantin Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

Antikolinergik Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide. Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Cara pemberian pengobatan Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas efek sistemik minimal atau dihindarkan beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral. II.9. KOMPLIKASI Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 1. Status asmatikus

2. Atelektasis 3. Hipoksemia 4. Pneumothoraks 5. Emfisema II.10. PROGNOSIS Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang. Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka

kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.

BAB III PRESENTASI KASUS I. IDENTITAS

Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Agama Tanggal periksa puskesmas II. ANAMNESIS a. Keluhan utama b. Keluhan tambahan

: Sdr. J : 32 tahun : laki-laki : Genuk RT 02 RW 03 : Swasta : Islam : 24 september 2012

: sesak nafas : batuk berdahak

c. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluh sesak nafas pada malam hari sebelum memeriksakan diri ke puskesmas. Sesak nafas terasa berat di dada dan sering kambuh. Sesak nafas dipengaruhi oleh adanya debu dan ketika pasien merasa lelah. Pasien juga merasa timbulnya bunyi mengi (ngik-ngik) pada saat timbulnya serangan sesak nafas. Pasien merasakan sesak terutama malam hari. Saat memriksakan diri ke puskesmas pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa. Serangan sesak nafas dalam satu bulan terjadi satu kali. Pasien masih dapat tidur terlentang dan berbicara lebih dari satu kalimat. Pasien juga mengeluh batuk sejak malam hari sebelum periksa ke puskesmas, batuk berdahak berwarna putih kental dan kadang batuk sukar d keluarkan, badannya terasa lemah dan pusing. Pasien tidak merasakan nyeri dada kiri seperti tertindih berat beban berat yang menjalar ke bahu, lengan dan jari tangan. d. Riwayat penyakit dahulu Riwayat alergi Riwayat penyakit jantung Riwayat penyakit ginjal : : alergi debu : disangkal : disangkal

Riwayat penyakit kuning atau hati : disangkal e. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat penyakit jantung Riwayat alergi III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Vital sign : kooperatif : compos mentis : T : 110/80 mmhg R : 28 x/menit S : 36,7 C BB : 65 kg Status generalis 1. Pemeriksaan kepala Bentuk kepala Rambut Nyeri tekan 2. Pemeriksaan Mata Palpebra Konjungtiva Sclera Pupil 3. Pemeriksaan telinga 4. Pemeriksaan Hidung (-/-) 5. Pemeriksaan Mulut dan Faring : bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), ikterik (-), hiperemis (-), caries (+) 6. Pemeriksaan Leher : edema (-/-), ptosis (-/-) : anemis (-/-) : ikterik (-/-) : reflek cahaya (+/+) : otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-) : nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-), rinore : mesocephal, simetris :warna hitam, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut. : tidak ada : disangkal : ibu pasien alergi udang

Trakea Kelenjar tiroid Kelenjar lnn JVP 7. Pemeriksaan Dada Paru-paru Paru bagian depan Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: deviasi trakea (-), struma (-) : tidak membesar : tidak membesar, nyeri (-) : tidak meningkat

: dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-) : vocal fremitus kanan = kiri : sonor pada semua lapang paru : suara dasar suara tambahan : vesicular : ronki basah kasar pada paru kanan

dan kiri, wheezing pada paru kanan dan kiri. Paru bagian belakang Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : simetris : vocal fremitus kanan = kiri : sonor pada kedua paru : suara dasar suara tambahan : vesicular : ronki basah kasar pada paru kanan

dan kiri, wheezing pada paru kanan dan kiri Jantung Inspeksi Palpasi : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis teraba d SIC V LMC, kuat angkat

Perkusi Kanan atas

: batas jantung SIC II LPS dextra

Kanan bawah SIC IV LPS dextra

Kiri atas Kiri bawah Auskultasi Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi Superior Inferior

SIC II LMC sinistra SIC V LMC sinistra : S1 > S2 reguler : datar : peristaltic usus (+) normal : supel, nyeri tekan (-), H=dbn, lien tidak teraba : timpani, undulasi (-), pekak sisi (-) : deformitas (-), jari tabuh (-), ikterik (-), sianosis (-), edema (-) : deformitas (-), ikterik (-), sianosis (-), edema (-)

8. Pemeriksaan abdomen

9. Pemeriksaan Ekstrimitas

V. KESIMPULAN PEMERIKSAAN Anamnesis Sesak nafas berbunyi ngik-ngik diawali karena menghirup debu dan terjadi saat malam hari, satu bulan terjadi serangan satu kali dan pasien masih bias beraktivitas seperti biasa. Batuk berdahak berwarna putih kental, badan lemah, dan pusing Terdapat riwayat alergi debu dan ibu pasien mempunyai alergi udang

Pemeriksaan fisik pulmo Paru-paru Paru bagian depan Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-) : vocal fremitus kanan = kiri : sonor pada semua lapang paru : suara dasar suara tambahan : vesicular : ronki basah kasar pada paru kanan dan kiri,

wheezing pada paru kanan dan kiri.

Paru bagian belakang Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : simetris : vocal fremitus kanan = kiri : sonor pada kedua paru : suara dasar suara tambahan : vesicular : ronki basah kasar pada paru kanan dan kiri,

wheezing pada paru kanan dan kiri VI. DIAGNOSIS KERJA Asma bronchial serangan akut derajat ringan VII. TATA LAKSANA NON FARMAKOLOGI Edukasi : 1. Memperkenalkan seluk beluk asma 2. Menentukan klasifikasi 3. Mengenali dan menghindari pencetus Pengendalian debu rumah: Cuci sarung bantal, guling,sprei, selimut dengan air panas (55-60 C) paling lama 1 minggu sekali Ganti karpet dengan lantai kayu atau linoleum Ganti furniture berlapis kain dengan berlapis kulit Bila menggunakan pembersih vakum, pakailah filter HEPA dan kantung debu 2 rangkap Cuci dengan air panas segala mainan kain. 4. Mengatasi serangan asma dengan tepat 5. Memeriksakan diri dengan teratur 6. Menjaga kebugaran dan olahraga

Menyarankan untuk berolahraga, senam asma Menyarankan untuk berhenti merokok Menyarankan untuk menggunakan masker bila berkendara atau berada pada lingkungan yang berdebu. FARMAKOLOGI 1. Salbutamol 3 x 1 X 2. Ambroxol 3 x 1 X 3. Vitamin B complek 1 x 1 IV

BAB IV PEMBAHASAN KASUS

a. Diagnosis asma bronchial pada pasien ini dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan sesak nafas pada malam hari, terasa berat di dada dan sering kambuh. Sesak nafas dipengaruhi oleh adanya debu dan ketika pasien merasa lelah. Pasien juga merasa timbulnya bunyi mengi (ngik-ngik) pada saat timbulnya serangan sesak nafas dan adanya riwayat alergi pada ibu kandung pasien. b. Pada saat anamnesis ditanyakan tentang pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa. Serangan sesak nafas dalam satu bulan terjadi satu kali. Pasien masih dapat tidur terlentang dan berbicara lebih dari satu kalimat untuk mengetahui derajat asma pasien yang termasuk derajat ringan. Pasien juga ditanyakan tentang keluhan yang lain tidak merasakan nyeri dada kiri seperti tertindih berat beban berat yang menjalar ke bahu, lengan dan jari tangan untuk mengetahui adanya kemungkinan sesak akibat angina pectoris. c. Hasil temuan yang paling menonjol saat pemeriksaan fisik adalah adanya wheezing pada saat ekspirasi dan adanya takipneu. Penatalaksanaan pada pasien sudah sesuai teori yaitu diberikan bronkodilator oral dan obat simptomatik. Pengobatan non farmakologi juga telah diberikan kepada pasien berupa edukasi penyakit asma bronchial.

DAFTAR PUSTAKA 1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 87. 2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 300.
3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available

from : http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall 4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008. 5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-5

Anda mungkin juga menyukai