Anda di halaman 1dari 169

KATA PENGANTAR

egitu

banyaknya

permintaan,

buku

tentang

pelaksanaan

Sembahyang dan mantram-mantram ringan yang bisa dipelajari untuk diri sendiri serta mengisi hari tua, yang dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga. Kenyataan inilah yang mendorong penulis untuk mengumpulkan beberapa buku yang dipakai sebagai dasar untuk merealisasikan maksud tersebut, sehingga penulis sebut dengan Mantra dan Belajar Memantra ini. Setelah dilakukan koreksi oleh Editor, maka judul tulisan tersebut berubah menjadi MANTRA DAN BELAJAR ANEKA MANTRA (Kumpulan Berjenisjenis Mantra). Karena Mantra pada dasarnya terdiri dari tiga konsep yaitu Mantra, Tantra dan Yantra. Mardiwasito menulis (1985:339,582,711) bahwa yang dimaksud dengan Mantra dari sudut kata berasal dari sanskerta dan berubah kedalam bahasa Indonesia menjadi Mantera yang artinya jampi (penahan/japa), doa atau mantrakratu pembaca mantera (hanya berwujud kata-kata), Tantra yang juga artinya mantra tetapi lebih menekankan ilmu sihir (gaib, mistik) dan yang dimaksud dengan Yantra adalah alat untuk merenungkan Dewa. Secara mudahnya dapat dipahami mantra adalah ucapan mengandung nilai-nilai magis, Yantra adalah upakara sebagai alat untuk memusatkan konsentrasi dan Tantra adalah gerakan tangan yang bersifat magis yang juga disebut dengan Mudra. Dalam tahap pembelajaran ini, aksara tidak diisi secara lengkap seperti, contoh: Mah dyau prthiv ca na ima yajammikatm; Piprtm no bhamabhi. Tetapi akan ditulis Mahi dyauh prthiwi ca na imam yajnamimiksatam; Piprtam no bharimabhih. Maksudnya buku ini untuk, memudahkan belajar membaca dan mendengarkan suara sendiri. Sebab menurut pandangan penulis, kalau diisi lengkap, keinginan untuk membaca akan berkurang, karena harus belajar tanda baca terlebih dahulu. Karena dalam hal ini, sekali lagi masih taraf belajar. Nanti kalau sudah lancar membaca, maka akan ditingkatkan sesuai dengan tanda bacanya.

Mempelajari Weda (dan atau mantra) mencakup kegiatan yang amat luas. Kita mulai dari belajar membaca, mendengar ucapan-ucapan yang benar, menterjemahkannya, mengertikan arti kata, menginterpretasikan, merenungkannya kembali, merumuskan hasil-hasil pemikiran yang terkandung dalam Weda, menjelaskan dengan melihat relevansinya dengan gejala-gejala alam, kesemuanya itu merupakan satu paket proses belajar weda. Mengajar dan belajar mantra Weda tidaklah sama dengan membaca biasa. Sangat idealnya usaha belajar dimulai sejak usia masih muda. Ketentuan umur dalam sistem catur Asrama dapat dijadikan patokan pegangan kapan kita bisa mulai belajar Weda. Umur termuda empat tahun dan paling terlambat kalau telah mencapai umur 22 tahun. Salah satu faktor terpenting dalam belajar membaca dan mengajarkannya adalah pengenalan huruf dengan suaranya (ini yang ideal, tapi kalau baru belajar, silahkan bacabaca dan dengar-dengar suara sendiri dulu). Disamping itu masalah intonasi atau tekanan suara yang tepat akan ikut pula menentukan. Karena itu yang pertama-tama adalah menguasai huruf (secara umum dulu/latin nanti kalau sudah meningkat baru menginjak ke dewanegari) dengan baik sehingga seorang anak dapat dapat memodulisasi suara dengan baik dan dapat pula mendengar dengan jelas perbedaan suara yang dibaca orang lain. Adapun pengucapan huruf-huruf yang dimaksud itu adalah huruf-huruf (aksara) dewanegari yang dipakai dalam bahasa Sanskerta atau mantra-mantra baik ditulis dalam huruf Dewanegari maupun tulisan Latin. Secara umum huruf itu dapat dibagi menjadi dua yaitu huruf hidup dan huruf mati. Huruf hidup adalah: a, a, i, i, u, u, e, ai, o, au, r, rr, lr, llrr, dan huruf mati: k, kh, g, gh ng (n), c, ch, j, jh, n, t, th, d, dh, n, t, th, d, d, n, p, ph, b, dh, m s, (sn), (c), . Ks (ksh), tra, jn. (Puja, 1985:112-113) Pada hakekatnya belajar merupakan proses dinamika yang seyogyanya dilakukan seumur hidup. Tetapi sebelum memantra, lakukanlah pembersihan diri dengan Mantra, seperti: Mantram sebelum Belajar Memantra (Sang Hyang Aji Panusangan). Sama nilainya kita telah mewinten tiga kali. Idepaku anganggo Aji kotamah, Amangsa-amangsung aku tan pabersihan, aku pawaking setra suka kang akasa,

suka kang peretiwi, tan ana aku keneng sebelan, apan aku teke abersihin awak sariranku, teka bersih bersih-bersih-bersih. (Gambar, 1986:51-52) Mempelajari Weda dengan setulus hatimu. Samudre te hrdayamapswantah sam tw wantwoadhrutpah; Yajasya tw yajapate suktoktau namo wke widhema yat swh. O yang berumah tangga, hendaknya engkau mempelajari weda dengan setulus hatimu, yang penuh dengan sabda-sabda bimbingan mulia, dikendalikan oleh prana, berbuat dalam perbuatan mulia. Semoga engkau menikmati makanan, buah-buahan dan air, Dalam bimbingan kasih sayang, kami menuntun engkau melakukan kewajiban hidup dalam perkawinan dengan penuh keyakinan. Yadnya mantra harus dilakukan oleh setiap kepala rumah tangga. Mah dyau prthiv ca na ima yajammikatm; Piprtm no bhamabhi. O suami yang patut dipuji dan yang sehat dan istri yang bersabar hati, berkehendak untuk memenuhi kesenangan dan melakukan yadnya dalam rumah tangga. Semoga engkau berdua menyediakan kami makanan dan pakaian.* Weda dan atau Mantra dapat dipelajari sendiri. Ara iwa rathanabhau prane sarwan pratistham, rco yajudwamsi yajnah ksatram brahmaca. Ibarat jeruji dipasang pada porosnya roda sebuah kereta demikian pula halnya segala sesuatu ditetapkan dan digantungkan pada prana. Melalui prana dan pengendaliannya itu orang dapat belajar Weda sendiri, mis Rg.Weda, Yayur Weda, Sama Weda (dan Atharwa Weda) dan dari itu orang dapat melakukan maha yadnya atau orang-orang bijaksana dan terpelajar. Dapat memperlihatkan kebijaksanaannya yang benar atau seseorang tentara dapat memperlihatkan keberaniannya yang mengagumkan. Prasana Upanisad (Puja, 1985/86:21-22). Yang masih mengumbar hawa-nafsu, sebaiknya jangan mempelajari Weda. Wedante paramam guhyam purakalpe pracoditam naprasantaya datawyam naputrayasisyaya wa punah. Misteri yang paling dalam dan paling agung dari Ajaran Wedanta, yang telah diberikan oleh Brahman kepada kita di zaman dahulu kala, hendaknya jangan diberikan kepada orang-orang yang masih belum mampu menguasai hawa nafsu - hawa nafsunya, walaupun dia anak laki-laki kita atau siswa kita yang kita cintai. Yasya dewa para bhaktir yatha dewe tatha gurau, tasyaite kathita hy arthah, prakasante mahatmanah, prakasante mahatmanah.

Kepada orang-orang yang berjiwa luhur, yang mempercayai sepenuhnya kepada Brahman, yang dengan tulus memuja Brahman dan menghormati Guru, hendaknya kita berikan rahasia Ajaran Kitab Suci Upanisad ini, agar mereka dapat mengetahui dan dapat mengamalkan Ajaran Kitab Suci Upanisad ini, akan berwajah yang berseri-seri. (Sweta Swatara Upanisad, Adyaya ke VI:22,23). Namun demikian, dalam konteks ini pembelajaran dilakukan untuk orang dewasa, dengan harapan bahwa orang dewasa secara Pisik dan Psikologi (jiwa dan ilmu pengetahuan) sudah matang, sehingga hasil pembelajarannya dapat berguna paling tidak bagi dirinya sendiri. Dan tidak tertutup kemungkinan untuk keluarga, negara dan bangsa, untuk menciptakan kedamaian Denpasar, 10 Juni 2006 Penulis

DAFTAR ISI
Judul............................................................................ Kata Pengantar............................................................ Daftar Isi...................................................................... Pendahuluan................................................................ 1. Pengertian Mantram.............................................. 2. Belajar Mantram.................................................... 3. Mantram Umum..................................................... 3.1. Sebelum Mantram Tri Sandya ........................ 3.2. Mantram Tri Sandya ....................................... 3.3. Sikap Sembahyang dan Kramaning Sembah . 3.4. Panca Sembah ............................................... 4. Mantram dalam Yadnya........................................ 4.1. Mantram Widhi Yadnya................................... 4.2. Dewa Yadnya.................................................. 4.2.1. Menghaturkan Dupa ................................... 4.2.2. Metabuh arak/ berem ................................. 4.2.3. Mersihin eteh-eteh upakara ........................ 4.2.4. Ngutpeti Toya Ring Sangku ........................ 4.2.5. Padmasana Ring Toya ................................. 4.2.6. Dewa Pratista .............................................. 4.2.7. Sembah Kuta Mantra................................... 4.2.8. Utpeti Kang Toya ........................................ i v xi 1 5 9 10 10 10 12 12 15 15 17 17 18 18 18 18 18 18 18

4.2.9. Sembah Siwa Amerta .................................. 18 4.2.10. Aturi Kang Toya Puspa, Gandaksata, Wija 18 4.2.11. Ngarga Tirta .............................................. 19 4.2.12. Akena bija ................................................. 19 4.2.13. Ngaskara Bajra ......................................... 20 4.2.14. Anglukat Banten ....................................... 20 4.2.15. Mantra Pengulapan ................................... 21 4.2.16. Sembah Hyang di Ring Merajan Sanggah Kemulan ................................................... 21 4.2.17. Sembah Hyang di Merajan Kemimitan/Paibon 4.2.18. Sembah Hyang di Kawitan Ratu Pasek ..... 22 4.2.19. Sembah Hyang di Purnama /Tilem ............ 22 4.2.20. Sembah Hyang di Pura Desa Mwang Bale Agung........................................................ 23 4.2.21. Sembah Hyang di Pura Puseh ................... 23 4.2.22. Sembah Hyang di Pura Dalem .................. 24 4.2.23. Sembah Hyang di Pura Prajapati ............... 24 4.2.24. Tata Cara Persembahyangan dalam Piodalan 4.3. Pitra Yadnya ................................................... 26 4.3.1. Tirta Puwa Pangentas Wong Preteka ......... 26 4.3.2. Nyiratin Tirta Sawa .................................... 27 4.3.3. Tumuwut sang pitre adi nyasa ring catur desa (Ngentas) ......................................... 28 4.3.4. Menekan Tangan ....................................... 28 4.3.5. Kramaning Pamuspaning Pitra .................... 28 4.4. Rsi Yadnya ..................................................... 28 4.4.1. Guru Pada Namas Karo ............................... 29 4.4.2. Dwijendra Astawa........................................ 29 4.4.3 AUM Upacara Resi Yadnya ........................... 30 4.4.3.1. Wiku Panjer .............................................. 32 4.4.3.2. Wiku Cendana .......................................... 32 4.4.3.3. Wiku Ambeng ........................................... 32 4.4.3.4. Wiku Pangkon .......................................... 32 4.4.3.5. Wiku Palang Pasir .................................... 33 4.4.3.6. Wiku Saba Ukir ........................................ 33 4.4.3.7. Wiku Sangara ........................................... 33 4.4.3.8. Wiku Grohita ............................................ 33 4.4.3.9. Wiku Bramacari ....................................... 33 4.4.3.10. Wiku Grahasti ........................................ 33 4.4.3.11. Wiku Wanaprasthi .................................. 34 4.4.3.12. Wiku Sanyasi ......................................... 34 4.5. Manusa Yadnya ............................................. 35

21

24

4.5.1. Kelahiran Bayi ............................................ 35 4.5.2. Ngastawa Sang Hyang Kumara .................. 35 4.5.3. Mabiye kawon ............................................ 36 4.5.4. Potong rambut, molongin karna, metatah . . 36 4.5.5. Smara Ratih (Menek Bajang) ...................... 39 4.5.6. Pakeling saha Seha ..................................... 40 4.5.7. Mawinten .................................................... 40 4.6. Bhuta Yadnya ................................................. 41 4.6.1. Susunan Bhuta Yadnya ............................... 41 4.6.2. Yadnya Sesa................................................ 42 4.6.3. Pengelebaran caru-caru............................... 42 4.6.4. Panca Mahabhuta........................................ 43 4.6.5. Mantram Caru dewasa ala........................... 50 4.6.6. Belajar Mantram Genta atau Bajra............... 50 4.7. Ngayab Banten............................................... 51 4.7.1 Pelaksanaan Upacara................................... 51 4.7.2. Menyalakan Dupa........................................ 52 4.7.3. Amusti Karana............................................. 52 4.7.4. Sucikan Tangan........................................... 52 4.7.5. Nyucikan Badan........................................... 52 4.7.6. Ngaturan Tirta.............................................. 52 4.7.7. Panyubyokaunan dan Prayascita................. 52 4.7.8. Ngastawa Lis................................................ 53 4.7.9. Menjalankan Pabyakaunan.......................... 53 4.7.10. Ngaturang Prayascita................................ 53 4.7.11. Ngelebar Segeh......................................... 54 4.7.12. Mekala Hyang............................................ 54 4.7.13. Pasang Tri tatwa........................................ 55 4.7.14. Bebanten Suci............................................ 55 4.7.15. Ngaturan Prayascita.................................. 55 4.7.16. Astawan Banten Malinggih ring Paruman. . 56 4.7.17. Ngastiti Tetebusan..................................... 57 4.7.18. Ngaturin Betara Kukusarum....................... 57 4.8. Penghormatan, Dewa yang Berstana di GunungGunung........................................................... 57 4.8.1. Penghormatan di Gunung Andakasa......... 57 4.8.2. Pengormatan di Gunung Mangu.................. 57 4.8.3. Penghormatan di Gunung Watukaru............ 58 4.8.4. Penghormatan di Gunung di Gung Kawi...... 58 4.8.5. Penghormatan di Gunung Batur.................. 58 4.8.6. Penghormatan di Gunung Beratan/Dhanu Bratan 4.8.7. Penghormatan di Penataran Beskih/Gunung Agung

58 58

4.8.8. Penghormatan di Gunung Agung................. 58 4.8.9. Nunas Tirta ke Gunung Agung..................... 58 4.8.10. Maturan Canang Prascita (Tebasan Durmanggala) 4.8.11. Ngadegang Betara Nyatur ring Banten...... 59 4.8.12. Ngastawa Betara dan Pengiringe maka sami 4.8.13. Nedunang Betara ke Pengubengan........... 60 4.8.14. Nedungan Betara sami (dari Jawadwipa, dan Selam/Allah/Islam).................................... 60 4.8.15. Pengadegang ring suci.............................. 62 4.8.16. Ngabijiang (tempat mata air) Ida Betara sami 4.8.17. Tirta Pemarisudha...................................... 63 4.8.18. Nganteban Guling Bebangkit..................... 63 5 Upakara Ngawit Mekarya Wewangunan................ 63 5.1. Upakara.......................................................... 63 5.1.1. Dasar Bambang........................................... 63 5.1.2. Canang Pependem....................................... 63 5.1.3. Caru Pengeruak dan Mantra........................ 64 5.1.4. Banten Pengeruak dan Mantra.................... 64 5.1.5. Sarana dan Mantra...................................... 65 5.1.6. Upakara dan Mantra Mengukur (nyikut) Karang 5.1.7. Piteges Sesajen............................................ 66

59 59

62

65

6. Nganteb Piodalan Alit............................................ 67 6.1. Persiapan Muput Piodalan Alit......................... 67 6.1.1. Muput Tirta Gede (Sapta Gangga)............... 67 6.1.2. Setelah selesai muput tirta Gede, kemudian dipercikan................................................... 68 6.1.3. Ngawit Nanggen Genta................................ 68 6.1.4. Ngastawa Tirta............................................. 69 6.1.5. Pengurip Tirta.............................................. 69 6.1.6. Jaya-Jaya Tirtha............................................ 69 6.2. Muput Piodalan Alit di Merajan/Sanggah......... 70 6.2.1. Byakaonan................................................... 70 6.2.2. Durmanggala (Pangastawa)......................... 70 6.2.3. Pengulapan (Pangastawa)........................... 70 6.2.4. Prayascita (Pangastawa).............................. 71 6.2.5. Lis (Pangastawa).......................................... 71 6.2.6. Ngosokan Lis (Pengastawa)......................... 71 6.2.7. Ngastawa linggihang dewa di Palinggih/Sanggah 6.2.8. Mendak Kepanggung di jaba (Baruna Astra) 72 6.2.9. Ngayat segehan ring Natah Umah............... 72 6.2.10. Medatengan ring Sanggah......................... 72

71

6.2.11. 6.2.12. 6.2.13. 6.2.14. 6.2.15. 6.2.16. 6.2.17. 6.2.18. 6.2.19. 6.2.20. 6.2.21. 7

Mapiuning Indik Piodalan........................... 73 Nganteb banten di pelinggih sami............. 73 Ngayab Banten Piodalan............................ 74 Ngayab Banten Pangemped lan Soda aturan Ngayab Penagi/Sesangi............................. 74 Ngayab banten Sambutan durung ketus Gigi Tri Sandya.................................................. 75 Muspa (Ngaggem Panca Sembah)............. 77 Margiang Benang Tebus............................ 78 Pengaksama ring Dewa Betara.................. 78 Nyimpen Bajra........................................... 79

74 75

Dewata Pawamana Soma...................................... 79 7.1. Resi Kasyapa, asita Atau Dewala.................. 79 7.1.1. Canda Gayatri (Sukta 13).......................... 79 7.1.2. Canda Gayatri (Sukta 14).......................... 80 7.1.3. Canda Gayatri (Sukta 15)............................ 81 7.1.4. Canda Gayatri (Sukta 16)............................ 82 7.2. Upacara Bajang Colong................................... 82 7.2.1. Banten Pasuwungan.................................... 82 7.2.2. Banten Pengelukatan di Dapur.................... 82 7.2.3. Banten Ring Sumur...................................... 83 7.2.4. Banten Ring Sanggah Kemulan.................... 84 7.2.5. Banten Bajng Colong................................... 87 7.2.6. Upacara Natab Sambutan............................ 89 7.2.7. Panglukatan Mala........................................ 99 7.2.8. Lindu Gemana.............................................. 100 7.2.9. Penglukatan Panca Geni (Orang Tilas)......... 101 7.2.10. Pecaru Gering Tempur............................... 102 7.2.11. Penglukatan Siwa Geni.............................. 103 7.2.12. Caru Manca Rupa (dagingnya bisa diganti) 7.2.13. Salwiring Pemanes Karang........................ 104 7.2.14. Pengasih Buta Muang Dewa...................... 108 7.2.15. Dwijendra Astawa...................................... 108 7.2.16. Surya Sewana (Bila sakit tidak ada obatnya) 7.2.17. Mantram Sebelum belajar Memantra......... 110 7.2.18. Pawisik Dewi Maya Asih............................. 111 7.2.19. Melapas Wewangunan Utama, Madya dan Nista 7.2.20. Pesimpenan............................................... 115 7.2.21. Mantram Arca Muang Mapendem Pedagingan Meru......................................................... 115 7.2.22. Katiban Durmanggala................................ 116 7.2.23. Puja Mawinten............................................ 116

103

109

113

7.2.24. Ananggap Dana......................................... 117 7.2.25. Penenang Jiwa yang Menderita.................. 117 7.2.26. Ilmuwan Mengerjan Ilmu Untuk Kebaikan Manusia.................................................... 118 7.2.27. Persembahan Weda Mantra....................... 118 7.2.28. Arti Penting Penguncaran Mantra.............. 119 7.2.29. Makanan disucikandengan Yadnya............ 120 7.2.30. Yadnya Menseimbangkan Dunia................ 120 7.2.31. Keturunan yang Melakukan Yadnya (bertambah) Baik....................................... 121 7.2.32. Tuhan Pencipta Tata Surya........................ 121 7.2.33. Menyebarkan Sistem Pendidikan dalam Weda 7.2.34. Yadnya dengan Mantra Weda dalam Gayatri 7.2.35. Yang Jahat Harus Disingkirkan................... 123 7.2.36. Mengenal Tuhan Melalui Penglihtan Spiritual 7.2.37. Mensucikan Hati dan Jiwa.......................... 124 7.2.38. Membersihkan Air Sumur dalam Weda...... 125 7.2.39. Yadnya Sejak Jaman Dulu Menurut Weda. . 125 7.2.40. Semoga saya tida pernah melanggar-Nya. 125 7.2.41. Jagalah Kami dengan Sinar Pengetahuan Spiritual.................................................... 126 7.2.42. Negara yang Sejahtera.............................. 127 7.2.43. Susunan Pencernaan (Analisa) Ilmu........... 127 7.2.44. Sebelum Beryadnya Manusia Lebih Dulu dilindungi Tuhan........................................ 128 7.2.45. Aktif dalam Ilmu Pengetahuan adalah Yadnya 7.2.46. Semoga Kami melenyapkan dosa-dosa Musuh 7.2.47. Mengucapkan Mantra Gayatri tiap Hari, menurut Weda......................................................... 129 7.2.48. Mencapai kebesaran melalui Tulisan......... 130 7.2.49. Berilah kami tinggal dirumah yang menyenangkan 7.2.50. Engkau Ajarkan (Weda) kepada Rakyat..... 130 7.2.51. Yang meninggalkan Yadnya ditinggalkan oleh Tuhan 7.2.52. Karmaphala dalam Weda........................... 131 7.2.53. Persembahan dalam Pitara dalam Weda. . . 132 7.2.54. Dengan pengetahuan untuk mencapai Kedewasan 7.2.55. Korban Api sebagai Yadnya....................... 133 7.2.56. Api pemusnah segala macam Penyakit..... 133 7.2.57. Sinarnya api Naik Turun............................. 134 7.2.58. Weda diucapkan untuk memperoleh Pengetahuan Spiritual ................................................... 134 7.2.59. Pengetahuan Petir melalui Weda............... 134

121 123 124

128 128

130 131

132

7.2.60. 7.2.61. 7.2.62. 7.2.63. 7.2.64. 7.2.65. 7.2.66. 7.2.67. 7.2.68. 7.2.69. 7.2.70. 7.2.71. 7.2.72. 7.2.73. 7.2.74. 7.2.75. 7.2.76. 7.2.77. 7.2.78. 7.2.79. 7.2.80. 7.2.81. 7.2.82. 7.2.83. 7.2.84. 7.2.85. 7.2.86. 7.2.87. 7.2.88. 7.2.89. 7.2.90. 7.2.91. 7.2.92. 7.2.93. 7.2.94. 7.2.95. 8

Brahmacari selama 48 Tahun.................... 135 Suami yang bercahaya.............................. 135 Engkau Bercahaya laksana Matahari......... 136 Memberi Kesengan kepada Pengantin....... 136 Perkawinan Muda berpegangganglah kepada Kebenaran................................................. 137 kebahagiaan hari nin, esok dan setiap hari Lindungilah Perkawinanmu........................ 137 Suami tersayang dan Pemberani............... 138 Dosa yang sadar dan Dosa yang Tidak Sadar Guru Pemberi Rakhmat.............................. 139 Ajarkan dengan kata-kata yang manis...... 139 Memberi Pengetahuan Siang dan Malam... 140 Siapa Yajamana itu?.................................. 140 Orang terpelajar yang berpikiran Mulia..... 141 Selenggrakan Yadnya dengan Benar......... 141 Kerjakan Yadnya Rumah Tangga dengan Weda Mantra...................................................... 142 Mempelajari Weda dengan setulus hatimu 142 Weda Berkai satu, Dua, Tiga, Empat dan Delapan. Yadnya Mantra harus di laksnakan oleh Rumah Tangga....................................................... 143 Jinakan Pikiranmu dengan ucapan Weda Mantra Enam belas sifat dalam Berumah Tangga. 144 Enam Belas Kala........................................ 145 Ceritera Ketuhanan dari Weda................... 145 Untuk memperoleh sifat Mulia................... 145 Weda mengajarkan Azas Demokrasi.......... 146 Makna dan Fungsi Gayatri dalam Weda..... 146 Suami yang tidak Beragama...................... 147 Dhananjaya; memberi makan dan memelihara Tubuh........................................................ 148 Tiga puluh empat penyangga Yadnya........ 148 Prasana Upanisad...................................... 148 Penciptaan dan Penguasa.......................... 149 Resi wasistha, Dewata: Saraswan, Sayair: Gayatri...................................................... 154 Pemujaan Sawitri....................................... 163 Atharwa Weda........................................... 181 Sama Weda................................................ 191 Samkya Darsana........................................ 206

137

138

142

143

Weda dan Mantra................................................... 216

8.1. Weda............................................................... 8.2. Mantra............................................................ 8.3. Mantra Upasana dan Mantra Upadesa........... 8.3.1. Pungsi Mantram.......................................... 8.3.2. Nilai Magis Mantram.................................... 8.4. Pemujaan setiap hari..................................... 8.4.1. Puja.............................................................. 8.4.2. Kidung.......................................................... 8.4.3. Putru............................................................ 8.4.4. Majijiwan......................................................

216 218 219 220 220 221 221 222 223 223

9. Pembelajaran Orang Dewasa................................. 223 9.1. Orang dewasa dihargai kemandiriannya........ 227 9.2. Orang dewasa memiliki banyak pengalaman. 227 9.3. Orang dewasa mempunyai kesediaan belajar hal-hal relewan.......................................................... 227 9.4. Sastra sebagai alat komunikasi...................... 229 9.5. Proses Belajar................................................. 232 Bacaan Bacaan...................................................... 233

PENDAHULUAN

ilarang

belajar

mantra,

banyak

orang

takut

belajar

mantr,

karena belum mengerti apa itu sesungguhnya mantr disamping itu, sering mendengar sebuah kalimat; Ayw Wr tan sidhi phalani, jangan disembarangkan, perilaku yang sembarangan itu sangat tidak baik manfaatnya. Kemudian lebih lanjut tutur-dituturkan oleh tetua kita di Bali; D melajahin aksar modr/aksar suci nyanan buduh nas. Jangan mempelajari aksar Modr/aksar suci, nanti bisa gila. Dua pernyataan seperti ini sudah cukup menakutkan bagi orang Bali yang lugu dan hormat kepada tutur, orang tua dan orang yang disucikan. Maka kita tidak cukup menerima begitu saja, tutur tetua kita dan kalimat Ayw Wr tan sidhi phalani, dan D melajahin aksar modr/aksar suci nyanan buduh nas, kalimat ini harus ditelusuri lebih mendalam. Dari mana sesungguhnya kalimat tersebut muncul, dan dari buku mana dan apa tujuannya.

Kalimat tersebut muncul dari Purwa Adhi Gama Sesana, yang menyatakan: Yan han wwang kengin weruhing Sang Hyang Aji Aksara, mewastu mijil saking aksara, tan pangupadyaya/maupacara mwah tan ketapak, tanpa guru, papa ikang wwang yan mangkana. Bibijat wwang ika ngaranya, apan embas/lekad tanpa guru, kweh prabedanya, papinehnya bawak, yan benjangan padem wwang mangkana, atmanya menados entipning kawah Candra Ghomuka. Apan lampahnya numpang laku, kananda de para Kingkara Bala, yan manresti malih matemahan triyak yoni, amangguhaken kesengsaran. (Ringga Natha, 2003:3). Arti bebasnya, Jika ada orang yang ingin mempelajari Sang Hyang Aji Aksara Sastra Suci, hanya dengan mempelajari Sastra buku-buku tidak dilakukan upacara, tidak anugrahi ketapak melalui nyanjan, tidak memiliki guru, berdosalah orang yang seperti itu. Tidak memiliki Bapak dan Ibu orang yang seperti itu, karena kelahirannya tidak memiliki guru, roh-nya akan mengendap didasar neraka Candra Ghomuka. Karena perjalanannya tidak menentu, dihukumlah oleh pengikutnya Kingkara bala, kalau dia lahir kembali, dia akan menjadi kotoran air yang mendidih dan akan menemukan kesengsaraan. Dibenarkan belajar Mantra, kalimat yang menyatakan boleh belajar mantra menyatakan sebagai berikut: Kewala ikang amusti juga kawenangan wehania ri wwang durung Adiksa Dwijati, ring arep anembah Dewa, amreyogakena Sang Hyang ri daleming sarira. Arti bebasnya, kalau orang berkeinginan dengan sungguh-sungguh, diperkenankan juga kepada orang yang belum Adiksa Dwijati (dinobatkan sebagai pemangku atau sulinggih), asalnya disampaikan atau di buatkan upacara kecil (Canang sari) dihadap para Dewa, sebagai bukti ketulusan hati yang paling dalam untuk memahami dan mendalami apa yang disebut dengan Mantra, bagaimana tulisan mantra yang benar, dan bagaimana rengreng mantra harus disuarakan agar mampu menyentuh sapta petala, sapta cakra dan sapta Loka. Widyas ca wa awidyas ca, yac ca-anyad upadesyam. Sariram brahma prawisad rcah sama-atho-yajuh. Segala macam zat memasuki tubuh manusia seperti misalnya kebijaksanaan, pengetahuan praktis, dan setiap pengetahuan yang harus diajarkan, Tuhan yang Maha Esa Yang Maha Agung (Makhluk Teragung), Rgweda; Samaweda dan Yajurweda. (Athwaweda XI.8.23). Kalau diperhatikan kalimat tersebut inti pokoknya terletak pada, jika mempelajari Aksara Suci atau Modre harus: diupacarai, memiliki guru, dan jika melanggar akan memperoleh hukuman.

Konsep upacara ada tiga, diantara tiga masing-masing dapat dibagi menjadi tiga, sehingga menjadi sembilan konsep yang dapat dipakai sebagai pedoman Nistaning Nista, dan inti dari yadnya adalah ketulusan hati, jadi dengan upakara yang kecil (cukup) Canang Sari satu tanding disertai kesucian hati, maka konsep upakara dapat diatasi. Harus memiliki guru, yang disebut guru adalah: Guru Rupaka, Guru Pengajian, Guru Wisesa dan Guru Swadhiyaya. Dengan menghaturkan satu sesaji canang sari kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Swadhiyaya maka konsep guru telah kita lalui, maka dari itu seseorang belajar mantra akan terhindar dari segala kutuk dan hukum, sehingga dapat dikatakan bahwa untuk belajar mantra cukup dengan matur piuning di Sanggah Kemulan, yang ditengah sebagai simbolis Tuhan dalam Rumah Tangga yang sering disebut dengan Siwa Pramesti Guru. Belajar Mantra berarti sebuah yoga, dan yoga merupakan bagian dari enam aliran filsafat Hindu (niaya, waisasika, sangkia, yoga, mimansa, weddanta). Tantra sangat meyakinkan kita akan kekuatan yoga sebagai bentuk sadhana kubci pengendalian zaman ini. Yoga mempersatukan Jiwa (atma) dengan Tuhan (Paramatma), Astangga Yoga memberi perincian luas dan mendalam tentang delapan tingkatan yoga: yama (pengendalian diri), Nyama (penyucian lahir-bhatin), Asana (sikap duduk/tubuh), pranayama (pengaturan nafas), Pratyahara (pengendalian pengindraan), Dharana (perhatian memusat), Dyana (pemusatan pikiran), Samadhi (menyatunya subyek-subyek). Pada tingkatan nyama terdapat sepuluh mental yang harus dipenuhi, yaitu: Dana (sedekah), Ijya (sembahyang), Tapa (semadi), Dyana (pemusatan pikiran), Swadyaya (mempelajari weda-weda/mantra), Upastanigraha (mengendalikan sex), Brata (mengendalikan panca indria), Upanasa (berpuasa), Mona (mengendalikan kata-kata), Snana (membersihkan badan). Meskipun sejarah telah banyak memberi warnanya tetapi konsep astangga Yoga, tetap menjadi landasan pengertian tapa, brata sebagaimana disebutkan di atas. Secara alamiah yoga dialami sewajarnya oleh semua mahluk, karena sebenarnya sekali hanya dengan persatuan itulah semua yang ada itu ada. Keadaan inilah yang dijadikan landasan bersama dan pertama, namun keadaan sedemikian ini dalam praktek kehidupan sehari-hari sering dilupakan. Secara khusus dan teknis yoga adalah pengaktualisasikan identitas, yang sebenarnya telah ada walaupun tidak disadari. Tidak ada pengikat yang lebih kuat dari maya, dan tidak ada kekuatan yang lain yang mampu menghancurkan ikatan itu selain Yoga. Tattwajnana atau kesejatian adalah hadiah yang paling berharga dari semua bentuk laku shadnan yoga.

Zaman kali telah menurunkan kitab suci tantra, yaitu pengetahuan praktis yang langsung harus dipelajari dalam praktek. Kitab tersebut menuntut pemahaman hakekat yoga shadhana ritual. Pemahaman intensif memerlukan tingkat evolusi berpikir melalui praktek-prakteknya. (Granoka, 2000:15). Dari uraian di atas menunjukkan suatu larangan yang bersifat positif, agar didalam mempelajari Mantra mengikuti sistimatika dan etika bermantra. Bali sudah memahami mantra, agar dipergunakan sebagai jalan mensejahterakan kehidupan masyarakat untuk mencapai kedamaian bersama. Paling tidak mantram itu dipergunakan pertama untuk diri sendiri seperti mantram; Pembersihan Tangan, Pembersihan Dupa, Pembersihan Bunga dan Mantram Tri sandya. Kedua untuk keluarga, seperti: Otonan anak, otonan istri dan upacara odalan kecil di sanggah kemulan milik sendiri, artinya hanya sebatas dikalangan rumah sendiri dan dilakukan upakara secara kecil-kecilan. Etika yang harus dipegang oleh orang yang mempelajari mendalami spiritual adalah: Kitrcah cisyodhyapya ityaha: Acarya putrah cusrusur njadado dharmikah cucuh, aptah caktorthadah sadhu swodhyapya daca dharmatah. Menurut hukum suci, kesepuluh orang-orang berikutnya adalah putra guru (yaitu) ia yang berniat melakukan pengabdiannya, ia memberikan pengetahuan, yang sepenuh hatinya mentaati UU, orang yang suci, orang yang berhubungan karena perkawinan atau persaudaraan, orang memiliki kemampuan rohani, orang yang menghadiahkan uang, orang yang jujur dan keluarga (mereka) dapat dipejalari Weda atau mantra. Selanjutnya dinyatakan, seorang tidak boleh menceriterakan apapun kepada orang lain kecuali kalau ditanyai; demikian seseorang hendaknya tidak menjawab pertanyaan yang tidak wajar untuk dinyatakan, hendaknya orang-orang supaya bertingkah laku bijaksana diantara orang-orang yang memiliki pengetahuan yang sederhana. Diantara kedua jenis orang itu, yang menjelaskan sesuatu yang tidak wewenangnya dan yang menyatakan pertanyaan yang bukan wewenangnya salah satu dan keduanya, akan mengalami kekeliruan atau terkena bencana permusuhan oleh orang yang lain. Sebagai bibit yang baik tidak boleh ditaburkan pada tanah yang gersang, demikian juga pengetahuan yang suci tidak seharusnya disebarkan kepada keluarga-keluarga dimana kemasyurannya dan kekayaannya yang tidak didapat dengan kesucian atau tanpa penghormatan kepada yang suci. Pengetahuan suci mendekati seorang Sulinggih (su-berarti baik, linggih berarti tempat, maksudnya orang yang dipercaya dimasyarakat, telah memiliki sifat-sifat baik) dengan berkata: Aku adalah kekayaan anda,

peliharalah aku, jangan aku diserahkan kepada mereka yang tak percaya, dengan demikian aku menjadi amat kuat. Tetapi serahkan saya kepada seorang Sulinggih yang anda ketahui pasti ia yang sudah suci, yang bisa mengendalikan panca indranya, berbudi baik dan tekun. (Weda Smerti, 1977/1978:109-115). Silahkan, belajarlah Mantra dan Memantra berdasarkan kesucian hati, dan ketika telah memilikinya, manfaatkanlah sesuai dengan tata dan etika dimana harus diucapkan, dan dimana harus dipujakan. Kalau orang berkeinginan dengan sungguh-sungguh, diperkenankan juga memantra kepada orang yang belum Adiksa Dwijati. 1. Pengertian Mantram Mantram atau mantra yang biasa juga disebut Pj, merupakan suatu doa, berupa kata atau rangkaian kata-kata yang bersifat magis religius yang ditujukan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Mantram juga biasanya juga berisi permohonan dan atau puji-pujian atas kebesaran, kemahakuasaan dan keagungan Tuhan yang Maha Esa. Kata mantra berhubungan dengan kata Bahasa Inggris man, dan kata Bahasa Inggris mind dan metal, yang diambil dari kata latin ments (mind), yang berasal dari kata Yunani menos (mind). Menos, mens, metal, mind, dan kata mantra diambil dari akar kata kerja Sanskerta man, yang berarti untuk bermeditasi. Ia memiliki pikiran yang ia meditasikan. Ia berkonsentrasi pada kata sebuah mantra untuk meditasi. Sumber mantra. Mantra adalah suara yang berisikan perpaduan suku kata dari sebuah kata. Jagat raya ini tersusun dari satu energi yang berasal dari dua hal, yaitu dua sinar yaitu suara dan cahaya. Dimana yang satu tidak akan bisa berfungsi tanpa yang lainnya, terutama dalam ruang spiritual. Uni suara yang disebut dengan mantra bukanlah mantra yang didengar dari telinga; semua itu hanyalah manifestasi fisikal. Dalam keberadaan meditasi yang tertinggi, dari seseorang telah menyatu dengan Tuhan, yang ada dimana-mana, yang merupakan sumber dari semua pengetahuan dan kata. Bahasa filsafat India, menyebutkan sabda Brahman, kata-kata Tuhan. Semua pengetahuan tersedia bagi orang yang spiritual untuk dipakai dan diketahui. Dari sini kesadaran muncul dan menyentuh permukaan interior pikiran yang berhadapan dengan sang diri bukan merupakan indra-indra dan bagian dari dunia. Permukaan interior ini disebut dengan antah karana, pemikiran yang intuitif. Disini sinar kesadaran mengalir dan dari spiritual menghasilkan getaran mental. Pikiran bercampur dengan kesadaran yang bagaikan cahaya kilat. Dan pada momen mikro, yang sangat halus seperti keseluruhan buku weda atau semua ke 330 juta mantra mungkin akan muncul. Saat

pengetahuan muncul dari kedalaman buddhi kepermukaan luar, pikiran rasional menjadi pemikiran verbal. Kata-kata itu hanyalah proses manifestasi, getaran dari frekwensi yang lebih rendah dari pada yang terlebih dahulu ada. Pikiran verbal ini dalam pikiran, disebut sebagai vaikhari oleh ahli tata bahasa dan ahli filsafat, sebuah kata berbeda. Ini hanyalah tahap pertama dari vaikhari. Sehingga apa yang disebut dengan pemunculan kata sebenarnya adalah kata-kata terselubung pada frekwensi Kata yang paling rendah. Ini diselubungi oleh lapisan pikiran yang individual. Keterbukaan yang sebenarnya terdapat dalam meditasi yang paling tinggi yang merupakan dialog tanpa kata-kata atau pertukaran dengan Tuhan dan Jiwa. (Bharati, 2004: 3,29,30). Para ahli agama bahkan menyatakan bahwa mantram dapat menghalau berbagai macam bencana, rintangan maupun penyakit dan merupakan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan. Mantram juga dikatakan sebagai ladang energi atau energi illahi (Tuhan) yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup umat manusia. Dengan mantram, maka akan dihasilkan getaran energi Tuhan sesuai dengan matram yang diucapkan. Oleh karena itu setiap bersembahyang umat Hindu sebaiknya mengucapkan matram yang disesuaikan dengan tempat dan waktunya. Namun jika tidak memahami mantram yang dimaksudkan, mereka dapat bersembahyang dengan bahasa yang paling dipahami. Umat Hindu disarankan memahami dan mampu paling tidak mengucapkan Mantram atau Puja Trisandya dan Kramaning Sembah, dua jenis mantram yang amat diperlukan pada waktu bersembahyang (Suhardana, 2005:22-23) Ada bermacam-macam jenis mantra, yang secara garis besarnya dapat dipisahkan menjadi Vedik Mantra, Tantrika Mantra dan Puranik Mantra. Lalu setiap bagian ini selanjutnya dibagi mejadi sattwika, rajasika dan tamasika mantra. Mantra yang diucapkan guna pencerahan, sinar, kebijaksanaan, kasih sayang Tuhan tertinggi, cinta kasih dan perwujudan Tuhan, adalah sattwika mantra, dan mantra yang diucapkan guna kemakmuran duniawi serta anak cucu, merupakan rajasika mantra, sedangkan mantra yang diucapkan guna mendamaikan roh-roh jahat atau menyerang orang lain ataupun perbuatan-perbuatan kejam lainnya adalah tamasika mantra, yang penuh dosa dan perbuatan demikian yang mendalam disebut warna-marga atau ilmu hitam. Selanjutnya mantra juga dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian yaitu: 1). Mantra, yang berupa sebuah daya pemikiran yang diberikan dalam bentuk beberapa suku kata atau kata, guna keperluan meditasi, dari seorang guru; 2). Stotra, doa pada dewata, yang dapat dibagi lagi menjadi; (a). bersifat umum dan (b). bersifat khusus. Stotra umum guna kebaikan umum yang harus datang dari Tuhan sesuai dengan

kehendakNya, sedangkan doa khusus adalah doa-doa dari seorang pribadi kepada Tuhan untuk memenuhi beberapa keinginan khususnya; (3). Kawaca, atau mantra yang dipergunakan sebagai benteng perlindungan. (Maswinara, 2004:7-8). Seperti halnya mengucapkan mantram dalam melaksanakan Tri Sandya, sembahyang atau berdoa, maka dalam pengucapan mantram japa dibedakan atas empat macam sikap atau cara yakni: 1.1. Waikaram Japa, yaitu melaksanakan japa dengan mengucapkan mantram japa berulang-ulang, teratur dan ucapan mantram itu terdengar oleh orang lain. 1.2. Upamasu Japa, yaitu melaksanakan japa dalam hati secara teratur, berulang-ulang, mulut bergerak, namun tidak terdengar oleh orang lain. 1.3. Manasika Japa, yaitu melaksanakan japa dalam hati, mulut tertutup rapat, teratur, berulang-ulang, konsentrasi penuh, tidak mengeluarkan suara sama sekali. 1.4. Likhita Japa, yaitu melaksanakan japa dengan menulis berulang-ulang mantra japa di atas kertas atau kitab tulis, secara teratur, berulangulang dan khusuk (Titib, 1997:92) Jadi dari uraian di atas menunjukkan bahwa Mantram, juga disebut Puja, dan juga disebut Japa, merupakan suatu kata-kata yang diucapkan bersifat magis religius yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan segala manifestasinya. Yang berisi puji-pujian dan permohonan sesuatu, sesuai dengan keinginan. Hal ini disesuaikan dengan situasi dan tempat dimana, bagaimana dan mantram apa yang harus diucapkan. Kemudian dalam pengucapan mantram tersebut dijelaskan, semakin keras kita mengucapkan mantram maka nilainya semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil kita mengucapkan mantram maka nilainya semakin besar. Dan para penulispun juga dikatakan melaksanakan japa, maka dari itu karya tulis buku Mantra dan Belajar Memantra ini adalah sebagai Lakhita Japa, yang akan dibahas melalui tahap-demi tahap. 2. Belajar Mantram Secara umum mantram dari jaman dahulu sangat dilarang oleh tetua kita di Bali, dengan istilah Aywa Wr, tan sidha phalani, jangan disembarangkan/dibicarakan, nanti kemujizatannya akan hilang, hal seperti itu tidak baik. Tetapi jaman semakin berkembang, maka pernyataan tersebut perlahan-lahan berubah menjadi Ayu Wr, sidhi phalani, sangat baik untuk dibicarakan, dan utama manfaatnya. Dari kedua pernyataan tersebut menunjukkan, apabila suatu hal dilaksanakan dengan tujuan baik, maka

segala sesuatunya dapat dibicarakan atau di analisa, untuk mencapai kesempurnaan. Tetapi kalau pembicaraan untuk ke hal-hal yang negative, sebaiknya jangan dibicarakan karena akan mendatangkan malapetaka. Kemudian secara teori, memang ada unsur larangan untuk mengucapkan Mantram, tetapi ada juga unsur yang memberikan kesempatan untuk belajar mengucapkan mantram kalau hal itu dilakukan dengan tujuan baik. Larangan yang dimaksud untuk mengucapkan Mantram adalah: Yan hana wwang kengin weruhing Sang Hyang Aji Aksara, mewastu mijil saking aksara, tan pangupadyaya/maupacara muang tan ketapak, tanpa guru, papa ikang wwang yang mangkana. Apabila ada orang yang ingin belajar Sastra, dengan tidak memiliki guru, tidak dianugrahi (ketapak) berdosalah orang seperti itu. Tetapi kalau dilakukan dengan cara yang baik (sesuai situasi dan hati nurani yang belajar Mantra), hal tersebut diperbolehkan, walaupun belum memenuhi persyaratan tersebut di atas, yang bertujuan untuk memuja manifestasi Tuhan, dengan hati yang tulus ihklas untuk mengabdi tanpa pamrih. Kewala ikang amusti juga kawenangan, amreyogakena Sang Hyang ri daleming sarira. Maka dari itu marilah kita memantra dan Belajar memantra dengan, sredaning manah. 3. Mantram Umum 3.1. Sebelum Mantam Tri Sandya Sebelum Tri Sandya di mulai bersihkan: Tangan kanan dengan Mantram: Om Suddhamam Swaha Om bersihkanlah hamba Tangan kiri dengan Mantram: Om ati Suddha mam Swaha Om bersihkanlah hamba 3.2. Mantram Tri Sandya Om bhur bhuwah swah tat sawitur waremnyam bhargo dewasya dhimahi dhiyo yo nah pracodayat Om Narayana ewedam sarwam yad bhutam yac ca bhawyam niskalanko niranjano nirwikalpo nirakyatah suddho dewa eko narayana na dwityo asti kascit

Om Twam siwah twam mahadewah Iswarah parameswarah Brahma wisnusca rudrasca Purusah parikertitah Om Papa ham papakarmaham papatma papasambhawah trahiman pundarikkaksa sabahyabyantarah sucih Om Ksamaswa mam mahadewa sarwaprani hitangkara mam moca sarwa papebhyah palayaswa sada siwa Om Ksantawyah kayiko dosah ksantawyo wacika mama ksantawyo manaso dosah tat pramadat ksmaswa mam Om Santih, Santih, Santih Om Artinya: Om adalah bhur bhuwah swah Kita memusatkan pikiran pada kecemerlangan dan kemuliaan sang Hyang Widhi, semoga Ia memberikan semangat pikiran kita. Om Narayana adalah semua ini apa yang telah ada dan apa yang akan ada, bebas dari noda, bebas dari kotoran, bebas dari perubahan tak dapat digambarkan, sucilah dewa Narayana, Ia hanya satu tidak ada yang kedua. Om Engkau dipanggil Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma, Wisnu, Rudra, dan Purusa. Om Hamba ini papa, perbuatan hamba papa, diri hamba papa, kelahiran hamba papa, lindungilah hamba. Om Ampunilah hamba Sang Hyang widhi, yang memberikan keselamatan kepada semua mahluk, bebaskanlah hamba dari segala dosa, lindungilah oh Sang Hyang widhi Om Ampunilah dosa anggota badan hamba, ampunilah dosa perkataan hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelalaian hamba. (Propinsi Bali, 2000:42-44) 3.3. Sikap Sembahyang dan Kramaning Sembah 3.3.1. Kehadapan Sang Hyang Widhi, cakupan tangan diletakkan di atas dahi hingga ujung jari ada di atas ubun-ubun. 3.3.2. Kehadapan para dewa (dewata), ujung jari-jari tangan di atas, diantara kening.

3.3.3. Kepada Pitara (roh) Leluhur, ujung jari-jari tangan berada di ujung hidung. 3.3.4. Kepada sesama manusia, tangan dihulu hati, dengan ujung jarijari tangan mengarah ke atas. 3.3.5. Kepada para Bhuta, tangan di hulu hati, tetapi ujung jari-jari tangan mengarah kebawah. (Titib, 1997:92). 3.4. Panca Sembah 3.4.1. Sembah Puyung (cakupan tangan kosong) Om atma tattwatma suddha mam swaha Om atma, atmanya kenyataan ini, bersihkanlah hamba 3.4.2. Menyembah sang Hyang Widhi sebagai Sang Hyang Raditya (Sarana Bunga) Om adityasya param jyoti, rakta teja namostute, sweta pangkaja madhyastha, bhaskaraya namo stute. Om, Tuhan Yang Maha Esa, sinar Sang Hyang Surya yang maha hebat, Engkau bersinar merah, kami memuja-Mu, Engkau yang berstana ditengah-tengah teratai putih, hormat kepada-Mu pembuat sinar. 3.4.3. Menyembah Tuhan sebagai Ista Dewata, seperti persembahyangan Purnama Tilem. Dewata yang di puja adalah Sang Hyang Siwa yang berada dimana-mana. (Sarana Kawangen) Om nama dewa adhisthanaya, sarwa wyapi wai Siwaya, padmasana ekapratisthaya, ardhanareswaryiya namo namah. Om kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada di mana-mana, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat, kepada Ardhanareswari, hamba menghormat. 3.4.4. Menyembah Tuhan Sebagai Pemberi Anugrah. (Sarana Kawangen). Om Anugraha manohara, dewatdatanugrahaka, arcanam sarwa pujanam nama sarwa nugrahaka. Dewa dewi mahasiddhi, Yajnanga nirmalatmaka,

Laksmi siddhisca dirgayuh, Nirwighna sukha wrddhicsa. Om Engkau menarik hati, pemberi anugrah, anugrah pemberian dewa, pujaan semua pujaan, hormat pada-Mu memberi semua anugrah. Kemahasidian Dewa dan Dewi, berwujud yadnya, pribadi suci, kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan. 3.4.5. Sembah Puyung (Jari-jari dicakupkan tanpa bunga) Om dewa suksma paramacintyaya nama swaha Om hormat pada Dewa yang tak terpikirkan yang maha tinggi dan gaib. (Prop Bali, 200:56-59). 3.4.6. Ngaksama Jagadnatha (Sarana, Sekar, Genta) Ong ksama swamem jagadnatha Sarwa papa wiratarem Sarwa karya sidham dehi Prenamya sure swarem Ong twam surya twam siwa karen Twam rudra bahni laksanem Twahi sarwa gatokarah Mamo karyaprayojanm Ong ksama swamem maha saktyem Hyati ksma srayem gunatmakem Mascayet stata papa Sarwa loka darpanem Ong Ang Ksama sarwa purnem ya namah swaha. (Bangli, 2005:88) 3.4.7. Ngewaliang Ida Bhetara (sarana Sekar, Genta) Ong Ong Prama Siwa sunyatmane ya namah Ong Ong sudha Siwa niskalatmane ya namah Ong Ong sudha Rudra atyatmane ya namah Ong Ong Mahadewa niratmane ya namah Ong Mang Iswara paratmana yan namah Ong Ung Wisnu antaratmane ya namah Ong Ang Brahmatmane yan namah Ong Siwa ya namah, Ong Sadhasiwa ya namah, Ong Pramasiwa ya namah, Ong Ang Ah Siwa sunya ya namah, Ong Pat Windhu dewa ya namah, Om shanti, shanti, shanti Om. (Bangli, 2005:91) 4. Mantram dalam Yadnya

4.1. Mantram Widhi Yadnya Sebelum kita mulai menyebutkan mantram Sang Hyang Widhi Yadnya, maka terlebih dahulu perlu kita ketahui, macam yadnya. Secara umum dijelaskan bahwa dalam agama Hindu terdapat lima Yadnya yang disebut dengan Panca Yadnya. Karena Sang Hyang Widhi Yadnya diidentikkan dengan Dewa Yadnya. Tetapi dalam prakteknya, dan secara logika antara Sang Hyang Widhi dan Dewa tidak sama. Sang Hyang Widhi adalah simbolis Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan Dewa adalah Div, yang berarti Sinar. Sang Hyang Widhi itu adalah Tunggal dan Div atau Dewa itu adalah banyak, merupakan sinar suci dari Tuhan, sehingga dalam memujanyapun juga berbeda, seperti sikap tangan yang dinyatakan sebagai berikut: a). Sembahyang kehadapan Tuhan Yang Maha Esa (Sang Hyang Widhi), kedua tangan dicakupkan di atas dahi, sehingga ujung jari tangan berada di atas ubun-ubun, b).Bersembahyang kehadapan para Dewa (Dewata) cakupan jari tangan ditempatkan ditengah-tengah dahi dengan ujung kedua Ibu Jari tangan berada di antara kedua kening, c). Bersembahyang kehadapan Pitara, cakupan jari tangan ditempelkan diujung hidung, dengan kedua ujung ibu jari tangan menyentuh hidung, d).Bersembahyang kehadapan Bhuta, cakupan tangan diletakkan di hulu hati, dengan ujung jari menghadap kebawah. (Suhardana, 2005:10). Jadi sembahyang kehadapan Sang Hyang Widhi, adalah sembahyang kehadapan Tuhan dalam wujud Tunggal yang sifat-sifatnya dipuja oleh semua umat agama di dunia, dengan sebutan yang berbeda, yang terdapat dalam Sembah Puyung: Om Atma Tattwatma Suddha Mam Swaha. Ya Tuhan sucikanlah diri hamba Om Puspa Danta Ya Namah Ya Tuhan sucikanlah bunga ini Om Nama Dewa Adhi Sthana Ya Sarwa Wyapi Wai Siwa Ya Padmasana Eka Pratista Ya Ardhanaresawaryai Namo Namah. Ya Tuhan hamba memuja-Mu, sebagai Batara Siwa (Tuhan Yang Maha Agung) dan merasuk kesegenap mahluk. Ya Tuhan hamba memuja-Mu sebagai Yang Maha Tunggal. Om Ayur Wrddhir Yaso Wrddhih Wrddhih Prajna Sukha Sriyam

Dharma Santana Wrddhih Ca Santuet Sapta Wrddayah Om Yawan Merau Sthito Dewah Yawad Gangga Mahitale Candrakau Gagane Yawat Tawad wa wijayi Bha wet Om Dirgahyur Astu Tathastu Om Awignam Astu Tathastu Om Subam Astu Tathastu Om Sukam Bhawantu Om Purnam Bhawantu Om Sreyo Bhawatu Sapta Wrddhir Astu. Ya Tuhan semoga semua karunia berupa kebahagiaan, ketentraman, kebijaksanaan dan kebahagiaan yang diberikan kepada hamba, menjadi suluh batin hamba. Mudah-mudahan hamba saling mengasihi sesamanya dan semoga semua kegelapan pikiran menjadi sirna. Ya Tuhan hamba ibaratkan kebesaran-Mu sebagai Gunung Mahameru, hamba ibaratkan keluhuran-Mu didunia sebagai sungai Gangga, diangkasa sebagai matahari dan bulan. Semua itu ciptaan dan kebesaran Tuhan juga. Ya Tuhan semoga memberi panjang umur (nutuggang tuwuh) dan keselamatan dan tiada rintangan. Ya Tuhan semoga penjelmaan hamba baik, Ya Tuhan semoga penjelmaan hamba sempurna, Ya Tuhan semoga penjelmaan hamba selalu bahagia. Ya Tuhan semoga semuanya sejahtera. Om dewa Suksma Pramacintya Ya Namah Swaha. Om Santih, Santih, Santih, Om Ya Tuhan, terima kasih atas karuniamu, semoga damai di hati, damai di dunia dan damai selalu. (Suhardana, 2005:40-49) 4.2. Dewa Yadnya Yang termasuk dewa yadnya adalah setiap: 1). Klion, 2). Purnama, 3). Tilem, 4). Pager Wesi, 5). Tumpek Landep, 6). Galungan, 7). Kuningan, 8). Tumpek Bubuh, 9). Saniscara Umanis Watugung, 10). Banyu Pinaruh, 11). Soma Ribek, 12). Sabuh Mas, 13). Redite Umanis Ukir, 14). Anggara Klion Kulantir, 15). Anggara Klion Julung wangi, 16). Wrespati Wage Sungsang, 17). Paing Dunggulan, 18). Wage Dunggulan, 19). Wrespati Manis Dunggulan, 20). Wage Dunggulan, 21).Wrespati Umanis Dunggulan, 22). Sukra Paing Dunggulan, 23). Redite Wage Kuningan, 24). Soma Klion Kuningan, 25). Sukra Wage Kuningan, 26). Budha Klion Paang, 27). Sukra Wage Wayang, 28). Buda Wage Kelawu, 29). Sukra Manis Kelawu. (Pramadaksa, 1984). Setelah selesai melaksanakan puja matram di atas, maka dilanjutkan dengan mantram-mantram sebagai berikut:

4.2.1. Menghaturkan dupa. Om Ang Brahma-amerta dipa ya namah Om Ung Wisnu-amerta dipa ya namah Om mang Iswara-amerta dipa ya namah 4.2.2. Metabuh arak/ berem. Om Ang Kang Khasolkaya swasti-swasti, sarwa kala Bhuta bholta ya namah 4.2.3. Mersihin eteh-eteh upakara (mesarana sekar lan Bija): Om Grim Wausat ksama sampurna ya namah 4.2.4. Ngutpeti Toya Ring Sangku. Om I Ba Sa Ta I, Om Ya Wa Si Ma Na Om Mang Ung 4.2.5. Padmasana Ring Toya. Om Om Padmasana ya namah Om Om Anantasana ya namah 4.2.6. Dewa Pratista. Om Om Dewi-Dewi pratista ya namah 4.2.7. Sembah Kuta Mantra. Om Hrang Hring sah paramasiwa Aditya ya namah 4.2.8. Utpeti Kang Toya. Om Sa Ba Ta A I, Om Na Ma Si Wa Ya, Om Ang Ung Mang 4.2.9. Sembah Siwa Amerta. Om Hrang Hring Sah Paramasiwa-amerta ya namah 4.2.10. Aturi Kang Toya Puspa, Gandaksata, Wija. Om puspa danta yan namah (sekar) Om Sri Gandheswarya ya namah (miyik-miyikan) Om Kung Kumara Wija yan namah (bija beras) Om Ang Dhupa dipastra ya namah (dupa) 4.2.11. Ngarga Tirta. Om Gangga Dewi naha punyam Gangga salaca medina, Gangga terangga samyuktam, Gangga dewi namu namah. Om Sri Gangga Mahadewi, Anuksma-amrta jiwani, Ongkara aksara jiwatman, Tadd-amrta manoharam

Om Utpeti ka suram ca, Utpeti ka tawa goras ca, Utpeti sarwa hitan ca, Utpeti sri wahinan ya namah swaha. Raris ider kang toya ping tiga, saha uleng ning kayun: Om Bhur Bhuwah Swah swaha Mahaganggayai tirtha pawitrani ya namah swaha. Tumuli masirat ring raga: Om Ang Brahma-amrta ya namah Om Ung Wisnu-amrta ya namah Om Mang Iswara-ammrta ya namah 4.2.12. Akena bija. Mantra bija. Om Idham bhasman param guhyam, sarwa papa winasana ya, sarwa kalusa winasa ya, sarwa rogha winasana ya namah. Ngremeki bija (mengaduk, di atas tangan) Om bang Bamadwa guhya ya namah Om Bhur Buwah Swah amrta ya namah. Apasang bija. ring ring ring ring ring sirah : Om Ing Isana ya namah lelata : Om Tang tatpurusa ya namah tangkah : Om Ang Aghora ya namah bahu kanan: Om bang bamadewa ya nama bahu kiri : Om Sang Sadya ya namah

4.2.13. Ngaskara Bajra. Om Kara Sadasiwa Stham, Jagat Nata hitangkarah, Abhiwada wadanyam, Ghanta sabda prakasyate. Om Ghanta sabda mahasrestah, Ongkara parikirtitah. Candra nadha bhandu drestham, Spulingga Siwa twam ca. Om Ghantayur pujyate dewah, Abhawa-bawa karmesu Warada bIabdha sandenam, Wara Siddhi nih samsayam.

Maklener apisan (Ngaskara) : Om Om Om Maklener ping kalih : Om Ang Ung Mang Maklener ngelantur : Om Ang Kang Iswara ya namah 4.2.14. Anglukat Banten. Om Pakulun Hyang ning prana-prani, Hyang ning sarwa tamuwuh, pakulun manusa nira handa sih waranugrahanira, nanda tirta panglukatan, ledang paduka bhatara anglukat angebur dasa malaning bebanten kabeh, yang ana kalangkahing dening sona, kaiberan dening ayam, kacekel dening wong camah, kaporod dening wek, ya ta kaprayascitta denira Sang Hyang Sucinirma, mekadi sang Hyang Lewihing bebanten, wastu suddha paripurna. Om Siddhirastu ya namah swaha. 4.2.15. Mantra Pengulapan. Om Pakulun Sang Hyang Sapta petala, Sang Hyang Sapta dewata, Sang Hyang Wesrawana, Sang Hyang Trinadipancakosika, Sang Hyang Premana, mekadi Sang Hyang Urip Sira amanggihaken ri stanan nira sowing-sowang pakenaniing hulun hangeweruhi ri sira, nandha raksanan den rahayu, urip waras dirguyua sang inambean mwah sang unulapan. Om Siddhirastu ya namah swaha. (Natha,2003:12-24). 4.2.16. Sembah Hyang di Ring Merajan Sanggah Kemulan. Ong dewa-dewa tri dewanam, tri murti tri lingganam, tri purusah sudatmakem, sarwa jagat jiwatma takem. Ong guru dewa guru rupem, guru madya guru purwem, guru pantarem dewam, guru dewa sudha nityem. Om Brahma Wisnu Iswara dewan, jiwatmanem tri lokanem, sarwa jagat pratistanem, sudha klesa winasanem. Ong Ong guru paduka byonamah swaha 4.2.17. Sembah Hyang Kemimitan/Paibon/Dadya/Pedharman Om Brahma Wisnu Iswara dewam, Jiwatman trilokanam, Sawrwa jata pratistanam, Suddha klesa winasanam, Om Guru paduka dipata ya nama swaha. di Merajan

Ya Tuhan selaku Brahma, Wisnu Iswara, yang berkenan turun menjiwai isi tri loka, semoga seluruh jagat tersucikan, bersih serta segala noda terhapuskan oleh-Mu. Ya tuhan selaku Bapak alam hamba memuja-Mu. (Kaler, 1983:21) Ong Brahma Wisnu Iswara dewam, Tri Purusa suddhatmakam, Tri-dewa tri-murti lokam. Om Hyang Widhi dalam wujud-Mu sebagai Brahma, Wisnu Iswara, dewa tri purusa maha suci, Tri dewa adalah Tri Murti, semoga hamba terbebas dari segala bencana. Stuti Stava 157.1 dikutip oleh (Kanca, Tt:17). 4.2.18. Sembah Hyang di Kawitan Ratu Pasek. Om Siwa Rsi maha Tirtham, Panca rsi panca tirtham, Sapta Rsi Catur Yogam, Lingga rsi mah lingam. Om Ang Gong Gnijya namah swaha, Om Ang Gnijaya jagat patya namah, Om Ung Manik Jayas ca, sumerus ca, Sa ghanasca De Kuturan Bharadah ca ya namu namah swaha. Om Om Panca Rsi Sapta rsi paduka Guru byo namah swaha. (Ringga, 2003:27-28) 4.2.19. Sembah Hyang di Purnama /Tilem. Ong candra mandala sampurnam, candra yanti prenamyakem, candra dipa parem jotir, nama candra namo namah. Ong siddhi ragem namastute, dhara gopati madanem, wicak satya arawiyem, nama candra namo namah. Ong karma dhaksa jagat caksu, sarwa brana busitah, sweta manca kala runem, namo candra namo namah. Ong Ong candra dipate ya namah. (Bangli, IB,2005:35) 4.2.20. Sembah Hyang di Pura Desa Mwang Bale Agung. Om Isana sarwa widnyana, Iswara bhutanam, Brahmano dhipati Brahman, Siwastu Sada Siwaya. Om Siwa dipata ya namah.

Ya Tuhan, Hyang Tunggal yang maha sadar, selaku Yang Maha Kuasa menguasai seluruh mahluk, selaku Brahma raja dari pada semua Brahmana, selaku Siwa dan sada Siwa. Ya Hyang Siwa hamba menyembah pada-Mu (Kaler, 1983:21-22) Om Pranamya Bhaskara Dewam Sarwa klesa Winasanam Pranamya Ditya Siwartam Bukti mukti wara pradam Om Rang Ring Sah Prama Siwa Ditya Ya nama nama Swaha. (Suhardana 2005:68-69). 4.2.21. Sembah Hyang di Pura Puseh. Om Giripati maha wiryam, Mahapratista, linggam Sarwa Dewa Pranayam, Sarwa jagat pratistanam. Om Giripati dipata ya namah. (Suhardana

2005:68-69).

Ya Tuhan selaku giripati yang Maha Agung, Maha Dewa dengan lingga yang mantap, semua Dewa tunduk pada-Mu Om Giripati hamba memuja-Mu. (Kaler, 1983:21-22) 4.2.22. Sembah Hyang di Pura Dalem. Om Nam Dewa Adhistana Ya Sarwa wyapi wai Siwa Ya Padmasna Eka Pratistha Ya Ardhanaresswaryia nama namah. Om Catur Dibya Maha Sakti Catur asrame Bhatari Siwa Jafatpati Dewi Durga masarira Dewi. Ya Tuhan dalam wujud sebagai catur maha Dewi, Maha Kuasa, Maha Suci, Dewa dari semua Dewa, hamba memuja-Mu sebagai Dewa Durga/Dewa Siwa. (Suhardana 2005:62). 4.2.23. Sembah Hyang di Pura Prajapati. Om Brahma Prajapatih Sresthah Swayambhur warado ruruh Padmayonis catur waktro Brahma salam ucyate (Stuti & Stawa 483.4) Om Hyang Widhi dalam wujud-Mu sebagai Brahma Prajapati, pencipta semua mahluk, maha mulia, yang menjadikan dirinya sendiri, pemberi anugrah, Mahaguru, lahir dari bunga teratai,

memiliki empat wajah dalam satu badan maha sempurna, penuh rahasia, Hyang Brahma maha agung. (Titib,1997: 59) 4.2.24. Tata Cara Persembahyangan dalam Piodalan Om Ciwa sutram pawi-yapnya pawitram prajjapatti yo ayuswam bhala maste tejo, parama gohyanam tri gunam-tri gunatma kem. Om Ariwam surya koti pratam-candra koti redayem. Om bhur bhuwah swah tat sawitur warenyam bhargo dewasya pranato dimahi, dyoyo nah pracodayat. (Tri Bhuana Meru tumpang tiga) Om pranama Siwa Tang Ghayam, Ciwa tattwa prajanah, Siwasya pranoto nityam, canddhi kesayanamo stute. Newidyam Brahma Wisnuca baksamdewa sarwadya inala bhoti, sarwa karya,ca siddhinti. Maheswaram,

Jayatte-jaya mapungat ya carthi, jaca mapomesi, siddhi sekala mapuyat parama Siwaya labhate. Sang Hyang Widhi Om sarwa Dewa, Triloka sawangga sada-sidasah. Om Grim trepti laksanem. Om Grim Ksama heranya.

stutte,

sagenah

sapari

warah,

Astra Mantra dan Sthuti Om Ung Rah Phat Astraya namah Om Atma Tatwatma Sudhamam swaha Om Om Ksama sampurnaya namah swaha Om Sri Pasupataye Ung Phat Om sriyem bhawantu, sukham bhawantu, purnam bhawantu namah Sthiti Mantram Om Sang Bang Tang Ang Ing, Nang Mang Cing Wang Yang, Ang Ung Mang namah. Setelah pangelebaran Caru, pujian terhadap Sang Hyang Widhi Om Twam Ciwa, twam Mahadewa, Iswara-Parama swara, Bhatara Wisnusca purusa pari kirtitah.

Ksama swamam jagat natha sarwa papani rantaram sarwa karya kidandiki. Twam Suriya, twam Siwa karah, Twam Ing Rudra bhanilaksana, Twam Ing Swara Gata karah, namah karya prajayate, ksama swman sakti. Asta swarya gunatmakem, nasayet statem papem, sarwa halaka terpana ya namah. Anugraha hano haram, Dewa-data anugrahaken yarcanam, sarwa pujanem namah. Sarwa nugrahakem Dewa-Dewi maha idem, laksmi sidhisca dhirga yur nirwighnam sukha kretam. Penuntun Metirtha Ong Rah Phat Astraya namah. Om Gangga mrtiya namah Om Candra mrtiya namah Om Siwa suddhamam swaha Om Atma tattwatmaya nam. Om Widya tattwaya namah. Om Siwa tattwatwaya namah. Me Basme Ong Idam basma param guhyam, sarwa papa winasanam, Sarwa roga pramanem, sarwa klesa winasanem. Om Sri Samara wan amah.(Atmanadhi, 1972:82-86) 4.3. Pitra Yadnya 4.3.1. Tirta Puwa Pangentas Wong Preteka. Ong idam toyam wimalan dewam sarwa kali kalusa prasame namah swaha. Ye toyamciwon ce yah, ye toyem prameng srayem, brahma, wisnu, swaroma yem, tat to sima murti dewam. Ciwa angga Siwa samahen, Siwa Murti suka wahem, pawitram mangghalam, dwam sarwa manggalanne sanem, sarwa tirthem siyemsawem. Antaranta maye cubhem, nugrahanem bagawan dewi maye datem. Maheswaram, tirtha jatah pawitrakah, jale dewam rsi sangke, twe meweh sapwe mi yadi ye na sakti bhawisiyate.

Om ganerem maha tirthem, sarwa papa winasanem nama, ste bhagawan Gangga nama stuti nala muwapuh. Salilem winalem toyem-toyem tirtha swibbhawa wanem subiksa ye sama toye, dewanemlila nasanem. Gangga tirtha ye maha bhuta, maha nadhi tre priyem tatha sarwa dewati, deweye nameste ye namo namah. Hung hur suma gangga idem toyem. 4.3.2. Nyiratin Tirta Sawa Om jala siddhi maha sakti sarwa siddhi sarwa tirthem. Siwa mrtha manggala ye Sri Dewi sawa mutate, nama siwa ya namah. Nama windu awaye swarem prabhu ibhuh samma kerttem maka patakwa sanem. Om Atma tattwatna sudhamam swaha, Om Ksama sampurnaya namah, Om Sri Pasupatiye namah. 4.3.3. Tumuwut sang pitre adi nyasa ring catur desa, pamulihan sanghyang Atma (Ngentas) : Om Ang sarwa dewa bhiyo namah swaha (purwa/angga bajra mudra) Om Ang Sapta Rsi bhiyo namah swaha (daksine/mukha dada mudra) Om Ang Pitre bhiyo namah swaha (Utara hradaya/cakra mudra) Om Ang Saraswatiye bhiyo namah swaha (pascima/jihwa/nagapasa mudra) 4.3.4. Menekan Tangan. Om Ang Sapta Rsi bhiyo namah. (tangan kanan tiga kali) Om Ang Sapta Pitra bhiyo namah (tangan kiri tiga kali) Om Ang Sarwa Dewa bhiyo namah (tangan kanan lagi sekali). 4.3.5. Kramaning Pamuspaning Pitra. Utpatti, Sthiti, Pralina, Brahmangga, Siwangga: Triaksara, sami iti weta-wetanya. (Atmanadhi, 72:81-82) 4.4. Resi Yadnya Yang dimaksud dengan Rsi Yadnya, mawit sakeng pelaksanaan swadharmaning Sang Sadaka ring para janane sami, punika pisan sane ngawanang, I para jadmane wenten utang mabudi ring Sang Sadaka, kebawos Rsi Renam. Ring tepengan punika waluya kapatutang/dharmaning bhakti, satunggil diangken I Para Jana mangda mapunya ring Sang Sadaka sane pageh ngamong berate lan

swadharmaning kasulinggihan; sapunika taler panungkalikanya Ida Sang Hyang Sedaka ring Ida Para Jana. (Pramadaksa, 1984). (arti bebasnya: berawal dari pelaksanaan kewajiban Sang Sadaka (Sulinggih), terhadap masyarakat pada umumnya, itu yang menyebabkan, disebut dengan Rsi Rnam. Pada kesempatan ini sepertinya telah dibenarkan sebagai wujud bhakti, untuk berkorban dengan tulus ihklas ring Sang Sulinggih, yang secara terus menerus menjalani hidup sebagai Sulinggih; demikian juga sebaliknya Beliau sang Sulinggih terhadap masyarakat). Selanjutnya mengenai peraturan Sulingih telah diatur pada Himpunan Kesatuan Tafsir Terhadap. Aspek-Agama Hindu I-IX (1982-1982:14). Menyatakan bahwa: Tentang Kawikon/Sulinggih/Pendeta selaku Dwijati adalah suatu kedudukan khusus yang hanya bisa didapatkan dengan memenuhi syarat dan upacara menurut sesana serta sesuai dengan ketentuan-ketentuan Parisada. 4.4.1. Guru Pada Namas Karo Om Guru-pada namas karaan, dewa-dewa stiti guruh. Santi-pusti-wasat-karma, karya siddhis ca jayate; Om Guru-paduka-byo namah, Waham wata - desyami Guru-pada dasyat sada, nama namah swaha. (Pramadaksa, 1984). 4.4.2. Dwijendra Astawa. Ong brahmanem brahma murtinem, Brahmo siwa murti wiryem, Siwa sada siwa sirwatem, Siwa loka pratistanem, Brahma peraja dipem lokem, Dwijendra baskara meretem, Tatwad nyanem siwem, Yoga sidyem murtinem. Baskarem siwangga layem, Dewa mantarem sidhi wakyem dewa sandi sang yogatem, Brahma Wisnu Mahe Suarem. Siwa puja yoga meretem, Sarwa jagat pratistanem, Sarwa wigene winasanem, Sarwa roga wisnu cartem, Dwijendra purwa siwem, Brahmanem purwanem siwem, Bramana purwa tististanem, Sarwa dewa masarirem,

Surya merta pawiranem Yogi-yogi sarwa dewa, Brahma wangsabca, Brahma putra pratistanem, Sarwawa dewamca, Ong Guru dewem, Sadasiwa maha wirye, s Sarwa dewa pratistanem. Ong ganda pujiem Iswara nityem, Nada grutyem dewa mantrem, astawem dewa paragiyem, Ongkara mantra pujitem oma winayem maha wiryem, ya sarwa wigena wina sanem. Om Sriam bawantu swaha. Ong Brahmanem brahma murtiem, brahma siwa murti wiryem, siwa sada siwa meretem, siwa loka pratistanem. (Gambar, 1986:47-8). 4.4.3. AUM Upacara Resi Yadnya Selain pernyataan di atas, yang disebut dengan Resi Yadnya adalah penghormatan kepada nilai-nilai kebenaran yang sejati, yang biasanya dipegang oleh Bhagawanta, yaitu Resi yang dipercaya oleh Raja untuk menciptakan kesejahteraan dalam Suatu Negara. Lontar yang disalin oleh Sri Rhesi Anandakusuma, dan penulis ringkas, dengan isinya sebagai berikut: Di Gunung Agrapati ada seorang Maha Reshi yang bernama Purbhasomya, Beliau seorang wiku yang telah melaksanakan segala dharma dari sejak masih kanak-kanak. Kemudian datanglah seorang Raja yang bernama Bhanoraja, untuk memohon petunjuk agar mampu mengalahkan musuhnya yang memiliki kesaktian yang tidak terkalahkan, dan tidak terluka oleh segala macam senjata. Reshi Purbhasomya memberi petunjuk kepada baginda Raja agar melaksanakan,tiga macam syarat untuk mengalahkan musuhnya yaitu: Sang Hyang Astaka Widhi, Sang Hyang Purana Yadnya dan Sang Hyang raja Kerta. Sang Hyang Astaka Widhi, adalah seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat utama yaitu: Sang Hyang Agni, membakar musuh yang ada dalam diri manusia. Sang Hyang Samirana, harus mengetahui gerak-gerik rakyat yang bermaksud buruk atau baik. Sang Hyang Surya, memberikan penyuluhan dengan baik dan teratur. Sang hyang Indra, memberikan kemakmuran agar rakyat cinta kepada pemerintah. Sang Hyang Yama,

menegakkan hukum tanpa pilih kasih. Sang Hyang Baruna, memiliki pikiran yang cerdik dan menghukum penjahat negara. Sang Hyang Wesrama, memberikan penghargaan bagi rakyat yang berjasa. Sang Hyang Pertiwi, memberikan ajaran yang dimiliki, demi kemakmuran. Sang Hyang Purana Yadnya, memberikan hukuman sesuai dengan kesalahannya; kalau dia menggelapkan uang harus dikembalikan berupa uang, kalau ia membunuh maka dia harus dibunuh. Sang Hyang Raja Kerte, Hukumlah mereka yang bersalah dengan hukuman yang masih berlaku sesuai dengan Undang-Undang, jangan sampai menghukum orang atas keinginan sendiri. Setelah mendapat petunjuk, dari Reshi Purbhasomya maka Baginda Raja melaksanakan petunjuk itu dengan baik. Akhirnya musuh-musuh baginda Raja dengan mudah dapat dikalahkan. Pesan terakhir dari Reshi Purbhasomya, untuk mengangkat Reshi sebagai Bhagawanta dengan dua belas kreteria sebagai berikut: 4.4.3.1. Wiku Panjer, dengan tekun melakukan kewajiban siang maupun malam untuk mendapat dana punia (guru yaga), banyak mempunyai sisia, banyak bekerja sehingga mempunyai istri lebih dari seorang. 4.4.3.2. Wiku Cendana, wiku yang senantiasa berpegangan kepada sastra, memperlihatkan Candi Prasada, dengan maksud berguru kepada Dewa Parameswara dan berhasil memiliki ilmu yang utama. 4.4.3.3. Wiku Ambeng, bersama-sama belajar keluar negeri bersama pedagang, menjual ilmu pengetahuannya. Demikian saja pekerjaan-nya. 4.4.3.4. Wiku Pangkon, wiku yang tidak bersaksi. Pikirannya hanya berguru kepada Sang Hyang Widhi Wasa, hingga memiliki ilmu yang tinggi. 4.4.3.5. Wiku Palang Pasir, wiku yang mengajarkan ilmu kepada orang lain dengan memikat hati masyarakat (amancing updesa). Dengan cara demikian agar dapat guru yaga.

4.4.3.6. Wiku Saba Ukir, wiku yang membuat kebaikan dengan memberi petunjuk jalan (ngentas) kepada rohnya orang yang meninggal dunia, karena ia memerlukan mendapat mas perak. Begitulah ia laksanakan untuk mendapat guru yaga. 4.4.3.7. Wiku Sangara, Wiku mengawini wanita walaka. 4.4.3.8. Wiku Grohita, Wiku yang mempunyai Nabe lebih dari satu orang. 4.4.3.9. Wiku Bramacari, mempunyai pengetahuan yang baik dan tidak beristri dari sejak kecil hingga lanjut usia. Tidak mementingkan harta benda, hidup sederhana, bebas dari suka duhka dalam pergaulan di masyarakat. 4.4.3.10. Wiku Grahasti, wiku hidup berkeluarga, beristri dan berputra tinggal didesa atau dikota hidup dalam masyarakat, menerima tamu, memuja homa, berbakti kepada Dewa di kahyangan, teguh melakukan yoga semadhi, menyelesaikan (muput) upacara yadnya agar menerima guru yaga, dengan senang hati menolong orang yang menderita kesusahan, selalu berbuat kebajikan, tidak mempunyai keinginan mengumpulkan kekayaan. 4.4.3.11. Wiku Wanaprasthi, Wiku tinggal menetap ditengahtengah hutan, tidak beristri, berbakti kepada Dewa, kepada Sang Hyang Widhi Wasa, melakukan yoga semadhi, meningkat-kan filsafat kebatinan (ambek niskala), mengajar ilmu pengetahuannya kepada siapa yang memohonnya. 4.4.3.12. Wiku Sanyasi, Wiku senantiasa memperdalami kesusastraan, ahli dalam segala macam filsafat, mengembara di dunia, tidak tetap tinggal di masyarakat (ndatan ring negara krama), siang dan malam pandangannya sama, rajin menghadiahkan buku (mendana pustaka), telah sempurna tentang Tri Dharma (Dharma Tiga). Beliau tidak beristri. Pikirannya terasa terbang, dunia ini dipandang rumahnya. Itulah agar Sri Aji (Baginda Raja) memaklumi ada 12 macam wiku, wiku yang disebut dari angka 1 sampai

dengan angka 8 itu, dipandang wiku yang ada cacatnya (wiku ceda). Kalau wiku tersebut dipakai pendeta raja dan negeri; maka pemerintahan (keprabon) bisa menjadi goyah. Dari sebab itu patutlah dipakai Sri Aji memperhatikan benar-benar keadaan Wiku yang akan dipakai pendeta untuk istana dan negeri. Wiku yang disebut dari angka 9 sampai 12 dinamai Wiku catur Asrama, tidak bercacat, suci dan melakukan dharmanya wiku (dharmaning kawikon). Ada tiga lagi yang patut mendapat perhatian agar pemerintah tetap stabil, yaitu: 1.Suptamaya, dukun yang percaya kepada mimpian, 2.Ragamaya, dukun menurut kehendaknya sendiri, tidak bersandar Sastra, 3.Pradhanamaya, dukun yang mengeluarkan kata-kata yang beraneka macam. Kalau ketiga ucapan dukun itu Sri Jaya percaya saja, tidak boleh tidak negeri ini akan goncang dan menderita. (Anandhakusuma, 1994: 3-33) 4.5. Manusa Yadnya Yang dimaksud dengan, manusia yadnya terdiri dari dua belas tahapan yaitu: 1). Pawiwahan, Pagedong-gedongan, 3). Wawu hembas rare, 4). Kepus udel, 5). Roras rahina, 6). Bulan pitung dina, 7). Tigang sasih, 8). Nempugin, 9). Pawotanan, 10). Ngraja Singa, 11). Metatah, 12). Mapodgala atau Mawinten/Madwijati (sesuai dengan tingkat kemampuan seseorang, dan dipercaya oleh pendukungnya/masyarakat). 4.5.1. Kelahiran Bayi. (Keselamatan Bayi dan Ibunya) Om Brhatstsumnah prasawita newisiano Jagatah sthaturubhayasya yo wasu, Sa no dewah sawita sarna yacchatwasme Ksayaya triwartitamamhasah Rg. Weda IW.53.6 (Ya Tuhan Yang Maha Pengasih, yang memberi kehidupan pada alam, dan menegakkannya. Ia yang mengatur baik yang bergerak dan yang tidak bergerak, semoga ia Sawitar memberi rahmat-Nya kepada kami untuk ketentraman hidup, dengan kemampuan untuk menghindari kekuatan jahat). (Titib, 1997:78) 4.5.2. Ngastawa Sang Hyang Kumara. Om namah Kumara sad-anama ya, Siki dwa jaya prati mayaloke Sad-kreti kanandakara ya nityam,

Namao,stu tasme dwajawara pujitram. Om Rudra-atma kaya prati mayoloke, Brahmanya dewaya sikidwaja ya Senapratewa dahita ya nityam dewayam Namostu koncadala darana ya. Om Namah sada-agni ya wiyaka ya, Namo,sti kajrambha kayajaya nityam, Sasti-praya yam ala santriyate, Namah sadakurtkuta namo hana ya. Om ya namo, stu hanganila ya nityam, Namostu widya warada ya loke Namostu rohika wapiya, Huwah prakase warado namo stute (Ringga Natha, 2003: 64-65) 4.5.3. Mabiye kawon (Usapin taluh ayam Brumbun). Om Antiganing sawung pangawak Sang Hyang gale acndu, Sagilingan pagilingan male, Kalisakane lara roga, Mala papa petakane sianu kabeh, Ong sah osat namah, Ong bang bane dewa ya namah, Ong bhatare Bayu angiberaken lare roga, lare wigene papae klesane si anu, Ong seriya namu namah swaha. (Gambar, 1987:18) 4.5.4. Potong rambut, molongin karna, metatah. Om sang Sadaya namah (ring arep) Om Bang Bamadewaya namah (ring tengen) Om Tang Tat Purusaya namah (ring kalong) Om Ang Aghoraya namah (ring kiwa) Om Ing Isanaya namah (ring tengah). Mesesarik. Om Sang Sadyaya namah (alis) Om bang Bamadewaya namah (bahu tengen) Om Tang Tat Purusaya namah (tungir) Om Ang Aghoraya namah (bau kiwa) Om Ing Isanaya namah (hredaya) Om Rang Kaje sarase namah (bahu kiwa tengen) Om bhur Bhuwah swah Jwalon namah (Ratna kencana = pada kalih) Om Hring Kawacaya namah (sarwa angga) Om Bang netra ya namah Om Bang netraya namah, sidhi pari purnya namah (netra kalih)

Tepung Tawar. Om sdudha mala mari sidhi sasas dangku dirghayusa Om Ung Sapa panaya namah swaha Om Ang Pranama Siwaya namah Tetebusan Om Ang Maha Sidhiyam ya namah Kumur-Kumur Om Wakra sodhaya mam swaha Meraup Om gemana muktiya namah Mesesarik benang Om Purnatma, purnajiwa, Purnahayi, sampurna ya surya Candra madya pada Om Ung Sri-sriya wenasah. Pabersihan: Om Ang Bubu tirta harum Lis Om Nama Dewaya namah, Brahma Bayu lara roga Bhawantu sang malis-lis. Pengambiyan. Om Siddhi rastunya namah swaha Suci Om Suci rwa-suci rwapi, sarwa karmagate piwat, cintyyayet Dewa Wisraman, sebaya wiyanta suci. Peras. Om Ang Yang Om Ang Ung Mang- saraswati mrtaya namah Sudha siddhiyem prayojenem. Ah Ah Ah. Penganteban Peras. Om Ung Sarwa Dewa mrtaya namah, Sudhaman swaha. Pengisep Peras/daksina

Om Ung Mang Mahadewa Sudhaya namah Pangisep salwiring Banten Om Hyang maha mrta Srayu Dewata , Ang-Ah. Penganteb Sesantun/Daksina Om Ang Yang Sukham amrta Sang Jiwanya namah Pebangkit/Gelar sanga Om Durgha bhucari namah swah. Om Khala bhucari namah swaha. Sang Bang Tang Ing Nang Mang Sang Wang Yang Ang Ung Mang namah. Pengaksama. Om Ksama swamam Mahadewa, sarwa prani hitang karah maoca sarwa papebyah, phalayaswa sama namah swaha. Om Samastha ta Mahadewi bharawi prete baksini Bhagawate twasya Durgha dewa bwatasya sakhalam, niskalam twam Rudra tam somya daryatesya wa Twaya Dhurgabhuta watyeya namo namah. Pabuktian Bebangkit/Gelar sanga Om Buktiantu durgha kentara. Bhuktiantu khala kewaca. Buktiantu nhuta nem. Bhuktiantu pisaca sagyem. Om Sendat-sendat robyo namah Om rich kecarik caru kero bhiyo namah swaha. (Atmanadhi, 1972: 88-90). 4.5.5. Smara Ratih (Menek Bajang) Om Pradana purusa sayoga ya, Windu dwa bhoktra ya namah. Dewa-dewi sayoga ya, paramasiwa ya namah swaha. Om Ananggah Kamani patni, Puspeso mandhani thata. Kamo Dhanawati patni, Mandani mandana tahta. Om manobhawa shobani ca, Sri mati makara dhwjah.

Kandarpa Somawatis ca, Sri Jayani ca manmatah. Om Kama Dewa Ratih Patri, Swetari smara ewa ca, Anatur nandini patni, Manasi jas ca tarini. Om kamadewa ca tarini Om Om Kamadewa ca Ratiye namah swaha. 4.5.6. Pakeling saha Seha. Om Pakulun Sang Hyang Pradana Purusa, Makad sira Sang Hyang kamajaya kamarath, mansan nra handa sih wranugraha ri sira, Amembah angadekaken yadnya pekalan-kalam nira sang bipraya wiwaha, ledang paduka Bhatara pada tumedun pada malinggih ring rwaning kukus arum Om Pranamya bkaskara dewam, Arswa klesa winasanam. Pranamya aditya siwartham, bhuktu mukti wara prdam. Om Hrang Hring Sah paramasiwa dewa lingga ya namah. Ringga Natha (2003:39-40) 4.5.7. Mawinten Sang jagi ngemargiyang indik upacara-upakara Pawintenan alit kawastanin Pawintenan Bunga/Saraswati. Orang yang bermaksud melaksanakan tatacara upacara-upakara Pawintenan kecil disebut Pawintenan Bunga/Saraswati. Om, Saraswati Namastubyah; Warada Ama Rupini, Sidhi-rastu Karaksami; Sidhi Bhawantu Me Shadam. Om Pranamya sarwa Dewa-Aksara; Paratma Atma Ewangga; Rupa Sidhi Karoksabet; Saraswati Namnyam. Mano

Om, Padma Patra Nama Laksmi; Padma aksara Warni Nityam; Pahalabaye Dewi Tubiyam. Selanjutnya diteruskan dengan Mangajapa Duh Sira sang Mawinten, Wus pwa sira binersihan, Mawintengama, Manke sira wuswruha ring kasucian, Aywa tan mituhu pawarah, Aji, tumuta kita susilan ira Sang Hyang Ayu, gelarana yoha lah, Semandinta, aywa tan rastiti ring agama, Yati-ka dalan Kita, Bhakti ring Bhatara Den langgeng pwa juga sira,

omastitikna, Maning sariranta, Kunag yan Sira umalaku, tan weang panganna angulahakna Sang Agma, Aggengakena Dharmanya, Anulis Sarwa Sastra, suksma tutur utama, muang gelarana puja mantra, Yan wus samangkana polah niya, weang ngungguhakena banten ring prahyangan, yan tan samangkana, Karya letuh ngaraniya, apan urung wruha ring kasucian agama, apan kasupatut den Panca Maha Bhuta Mala sariranta, wenang Winiten de Sang Sada Yogiswara, Yan tan samangkana tan sida hilang panca malanta mangkana, pratiyaksakna pawarahing sang hyang Aji Suksma, sih nirmala. (Pramadaksa, 1984). 4.6. Bhuta Yadnya 4.6.1. Susunan Bhuta Yadnya Pertama: 1). Segehan Alit & Agung, 2). Panca sata, 3). Panca sanak, 4). Manca kelud 5). Rsi gana, 6). Walik Sumpah, 7). Lebuh Gentuh, 8). Tawur Agung, 9). Panca wali Krama, dan 10). Eka Dasa Rudra. Mantram caru termasuk yadnya sesa, adalah sebagai berikut: 4.6.2. Yadnya Sesa. Om Ang Kang Kasolkaya kanaya osak namah swaha swasti-swasti sarwa butha sukha pradanya namah. 4.6.3. Pengelebaran caru-caru. Om Tang Ang Ing Sang Bang Ung Ca Tat Om Gunung Gangga dipataye. Om Hreng Rajastraya namah. Om Phat-phat, Om Ang-Sura bhalaya namh. Om Ung Cakra bhala ya namah. Om Sang Bang Tang Ang Ing Panca Maha bhuta bhiyo namah. Asep-Asep Om Ang Dipastra ya namah Cecepan Air Om Angga sukha mrtaya namah Penastan/Cuci tangan O namo namah swaha Pakakurah Om Ung Mang kama ya namh

Panglukatan Om Iswara Umadewica Mahesora Laksmi Brahma Saraswati dewi, Ludra ni Santani dewi, Mahadewi, wisnu Bhatari Sridewi, Siwaditya,Candra dewi Sunya Siwata pujinem, Arda Nareswari linggam arcane ya namo namah. Om Iswara Bajrasta, Dupa Gniya Mahesora, Daksine Brahma Dandastra,Nerityem Rudra Moksalam, Pascima Mahadewa Pasca, Biyahyem Angkus Sangkara, Utara Wisnu Cakrastra Ersanya Sambhu Trisula Madya pada Ciwa Padma. Adah sabda Ciwa Cakra Undah Prama Siwa Dwaja. Akasa Guru Trisulam Danendra ya namo namah swaha. Pasupati Om sarwa wighna winasayantu Sarwa klesa-klesa winasayantu Sarwa duka winasaya Sarwa papa winacaya Sarwa papa winasaya namo namah swaha. (Atmanadhi, 1972:7880) 4.6.4. Panca Mahabhuta (serana: Genta dan Sekar) Akasa Ong akasa nirmala sunyem Rudra dewa byomantarem Siwa nirbhanem wiryanem Teja Ong tejo murthi nawa rupem Surya candra masarirem Sarwa teja diptadnyanem Arcanem sarwa dewanem. Bayu Ong akasa bayu murthinem Sarwa marana wicitem Mertyu kslsmtsks rodrem Jagatem pretista lenggem Apah Ong Ung Wisnu trinayem,

Catur dewa maha sidhyem Wighna klesa winasanem Raga dosa winurcitem Pertiwi Ong pretiwi sarirem Catur dewa Maha dewi Catur asrama bhetari Siwa bhumi maha sidhyem Ong Ong Rang Ring sah wosat, Sri pancamaha bhuta byomanah swaha. Durgha Stawa Ong sema kasta maha dewi Bherawi pretha baksini Baghawati durgha tasye Durgha dewi namonamah. Ong sekala niskalatmatwam Rodranta somya darayet Tasye durgha dewiywm tasye Durgha dewi namonamah Ong Ong sri durgha dewi dipate ya namah swaha Kala Stawa Ong byakta raksasa rupanca Webaksya twam capunah Somya rupa mawopnoti Twam wande waradham aum. Ong krura raksasa rupanca Wyakta ya rakta locanem Prape noti santo rupatwam Twam wande tri purantarem Ong Ong kala bhucaibyo namah swaha Butha Raja Stawa Ong bhuta raja maha krurem Saharsa kirana pradham Sadwaktrem sayutascewam Sakala swahitang karem Ong maha raksasa dasa bhujah Hiranyem garbhode sembawah

Bhuta preta simang rudhah Naga yadnya musubitah Ong Ong bhuta raja dipate ya namah. (Bangli, 2005:76-78) Ngayab Upakara ke Bhuta (Caru Panca Sata) Ong sang bhuta baruna, purwa desanira, umanis panca warnania. Iti tadah sajinira penek puti ayam puti, rinacaca winangun urip, ajaken wadwa kalanira limang atus limang puluh lima, anadah ta sira, wusra manganannginum, atatanjan, mantuk sira maring kayangan nira sowang-sowang. Ong Sang Namah. Ong bhuta jangitan, daksina desanir, pahing pancawarnania, brahma dewatania. Iti tadah sajinira penek bang, ayam wiring winangurip, ajaken wadwanira sangangatus sangang puluh sanga, anadah ta sira wisira amangananginum satetanjan, mantuk pwa sira ring kaynagn nira sowang-sowang. Ong Bang Namah. Ong bhuta lembu kanya, pascima desanira, pon pancanira, mahadewa dewatania. Iti tadah sajinira penek kuning ayam buwik rinancana nangun urip, ajaken wadwa kala nira pitung ngatus pitung puluh pat, anadah ta sira wisira amangananginum satetanjan, mantuk pwa sira ring kayangan nira sowang-sowang. Ong Tang Namah. Ong sang bhuta aruna, utara desanira, wisnu dewatania. Iti tadah sajina penek ireng ayam ireng rinacana winangun urip, ajaken wadwa wadwa kala nira petangatus petang puluh pat, anadah ta sira, wusira anadah amangananginum satetanjan, mantuk pwa sira ring kaynagn nira sowang-sowang. Ong Ang Namah Om pakulun sira sang bhuta tiga sakti, madya desanira, kliwon panca warnania, bhetara siwa dewatanira. Iti tadah sajinira penek amanca warna, iwak ayam isa, rinancana winangun urip, ajakaken kala wadwanira wulungatus wulung puluh wolu, wusira anadah ta sira, wusira anadah amangananginum satetanjan, mantuk pwa sira ring kaynagn nira sowang-sowang. Ong Ing Namah. Siratin Caru (Sarana Tirta). Ong Ung rahpattastra ya namah Ong atma tatwatma sudhamam swaha

Ong sri pasupati ung pat Ong Sang Bang Tang Ang Ing, Nang Mang Sang Wang Yang. Ang Ung Mang. Ngayab Caru (Sarana Genta) Om pakulun kaki bhetara kala, paduka bhetari durgha, ra kaki bhetari gana, sannhyang panca muka. Aywa sira anyangkala swakarya punanu, apan sampun angaturaken caru kabaya kala, amukti sira sarwa enak, sama lolya, sama suka, lugraha sangadruwe caru kadhirghayusan, kasadya rahayuan mwang kaubagan, teka waras, waras, waras. Ong sidhi rastu tatastu swaha. Ong Ung rahpattastra ya namah Ong atma tatwatma sudhamam swaha Ong sri pasupati ung pat Ong Sang Bang Tang Ang Ing, Nang Mang Sang Wang Yang. Ang Ung Mang. Ngayab Caru (Sarana Genta) Om pakulun kaki bhetara kala, paduka bhetari durgha, ra kaki bhetari gana, sannhyang panca muka. Aywa sira anyangkala swakarya punanu, apan sampun angaturaken caru kabaya kala, amukti sira sarwa enak, sama lolya, sama suka, lugraha sangadruwe caru kadhirghayusan, kasadya rahayuan mwang kaubagan, teka waras, waras, waras. Ong sidhi rastu tatastu swaha. Ong bhuktyantu dgurga katarah Byaktyantu kala mawaca Bhuktyantu sarwa bhutanem Bhuktyantu pisaca sangyem Matabuh Arak Berem Ong durgha baktya loka bhoktra ya namah Ong bhuta loka bhoktra ya namah Ong kala loka bhoktra ya namah Ong piasca loka bhoktra ya namah Pengerarem Bhuta (Serana: Genta, sekar) Ong mrana bhuta mararem

Sri damba dara yanganem Sri mantra trigata swara Sri daradhi maha mantrem Ong agni madya rawicewa Rawi madya candrma Candra madya sukla bhawet Sukla madya stiwa-tiwa. Penglukatan Butha (Sarana: Genta, Tirta penglukatan) Ong lukatira bhuta dengen, sumurup ring bhuta kalika. Lukatira bhuta kalika sumurup ring bhatari dhurga Lukatira bhetari dhurga sumurup ring bhatari uma Lukatira bhetari uma sumurup ring bhatara guru Lukatira bhetara guru sumurup ring sang hyang tunggal Lukatira sang hyang tunggal sumurup ring hyang tan paran Sira juga sangkan paran prasida kalukat mala petaka kabeh. Ong sidhi rastu tatatstu swaha Ong ksma sampura ya namah swaha Ong Ong swasti swastisarwa bhuta suka pradhana ya namah swaha. Parurupan Bhuta (Sarana: Genta Sekar) Ong sang bhuta sweta, teka kita saking purwa dea, sumurup maring papusuhan mrnadi sang hyang Iswara. Ong Sang Sadya janten ya namah swaha Ong sang bhuta bang, teka kita sakeng daksina desa, sumurup maring hati, menadi sang hyang brahma. Ong Bang Bamadewa ya namah swaha. Ong sang bhuta pita, teka kita sakeng pascima desa, sumurup maring ungsilini, menadi sang hyang Brahma. Ong Bang Bamadewa ya namah Mahadewa. Ong Tang tatpurusa ya namah Ong sang bhuta ireng, teka kita sakeng utara desa, sumurup maring amprui, menadi sang bhetara Wisnu. Ong Ang Ahora ya namah. Ong indah kita sang bhuta manca warna, teke kita saking madya desa, sumurup masing sarandhuning sarira kabeh, menadi bhatara siwa guru. Irika ta anglukat sakwehing bhuta kala kabeh, pada alukat apupug denira bhatara siwa guru, mur sah pwa kita kabeh dadi dewa dewi. Ong sdhi rastu tatastu swaha

Ong Ang ksama sampurna ya namah swaha Ong guru padeke byonamah swaha. Pralinan Bhuta (Sarana: sekar, Bija genahing ring sanggah cucuk) Ong sang buta purusangkara, sira guruning bhuta kabeh, wangsulake bhuta nira riwusira mangananginum, mantuke sira ring kahyangan nira sowang-sowang. Ong bhuta sahira ya namah. Ong dukduk, dung dudung, rung rung, Ang Ung Ing Ing namah swaha. Ong a ta sa ba I, si wan a ma ya, Ong Mang Ang Ung ya nama swaha Ong Ung Ung bhuana sudha suksma ya namah swaha Ong Ong suksma ya namah. Kepanca Maha Bhutan Ong pretiwi dewa sampurnem Apah teja jiwatmanem Bayu akasa premanem Durgha yusa jagatrayem Ong Rang Ring sah wasat, prama siwa Panca maha bhuta byonamah swaha. 4.6.5. Mantram Caru dewasa ala Pakulun Bhuta wetala wisaya, Sang Kala Bhuta We-Uku, Sang Kala Dwimba Pepet, sang Kala Biantara, Dora, Waya, Sang Kala Sri jaya Mandala, Sang Kala Pancawara, Sang kala Sadwara, Sang Kala Sapta Wara, Sankala Astawara, Sang Kala Nawa Wara,Sang kala Dasasengker, Sangkala Gni Bwaka, Sang kala Dharma, Sang Kala, Sang Kala Bhuta Mrtyu, Sang Kala Bhuta Nganten, Sang Kala Kudang Kastu, Sang Kala Rumpuh, Sang Kala Dumrana,Saluhuring Sang Kala Raja Merana. Iki iki tadah sajin iri sedaya, Sama kabeh ring Sang adruwe caru. Kang Kininda, Kasukanira

Om dirga ayu rastu tadastu astu swaha. (Pramadaksa, 1976). 4.6.6. Belajar Mantram Genta atau Bajra. Mengambil Genta atau Bajra. Ong Ung Rah Pattsastra ya namah swaha Pengaksama Genta atau bajra

Ong Ongkara sadha siwa stah, Jagatnatha hitangkaram Abiwada wadanyah, Genta sabda prakasyatah. Ongkara prakerthitem, Candrada windhu nadhantem, Spu lingga siwa tattwanca. Ong gentayur pujitem dewa, Abhawa-bhawa kamesu, Waradham labda sandeyah, Ong Ang Kang kosal kaya swari ya namah swaha. (uniaken panjang/bunyikan panjang) (Swastika, 2006:66) Nyipen Genta Ong Ang namah, Ong Ung namah, Ong Mang namha (raris unyaken panjang) . (Bangli, 2005:91) Ong Ang Kosal Kaya Ya Namah Swaha Ong Sriyam Bhawantu, Purnam Bhawantu, Sukham Bhawantu, Om Santih Santih Santih Om. (Swastika, 2006) 4.7. Ngayab Bebanten Sebelum upakara dan upacara tersebut dimulai kita harus membersihkan diri, membersihkan sarana upakara dan mengistanakan para dewa pada upakara tersebut, seperti pada upakara /bebanten: 4.7.1. Pelaksanaan Upacara Sikap duduk tegak, tangan ditengadahkan diletakkan pada kedua belah lutut Omprasada stiti siwa nirmala ya namah Om padmasana ya namah Om lingga purusa ya namah swaha. 4.7.2. Menyalakan dupa/Ambil Dupa nyalakan, ganti setiap habis Om Ang Brahma dipastra ya namah Om dupa amertha ya namah Om lingga purusa ya namah sawaha. 4.7.3. Amusti Karana, tangan cakupkan pada dada atur nafas masuk lewat hidung Om Ang namah Om Ung namah

Om Ang namah 4.7.4. Sucikan Tangan Om Sudhamam swaha Om Ati sudamam swaha 4.7.5. Sucikan Badan, dengan sarana bunga. Om Puspadhanta ya namah Om Ang Ung Mang Siwa Sadha Parama siwa sabda bayu Idep sidhanta nirwighna ya namah Om Sidhi swaha ya namah Om Shah wosat prayoga ya namah swaha. 4.7.6. Ngastawa Tirta, sesuai dengan kegunaannya Om tirtayam tirta pawitram, Om Gangga pawitrani ya namah swaha, Om Ang Brahma ya namah, Om Ung Wisnu amerta gangga ya namah, Om Mang Iswara ya namah swaha. (lalu siratkan kepada yang akan dibersihkan/dilukat). 4.7.7. Ngaturang Pabyokaunan dan Payascita. Om bumi ginawe, sudha bumi sudha giri, sudha Brahman sudha sudha astu tad astu ya namah Om sa bat a ha i, Om a ta sa ba ha I wa sin a ma ya, prayascita yan namah Om a ta sa ba ha I na ma ya, sarwa klesa dasa maha geleh pate leteh prayascita ya namah swaha. (lalu cemplungkan bunga ke tirta) Om pakulun Bhatara Siwa Gni, apan sampun jangkep tengerin tri buana, mangkin ngadeg ring lis pabbiakaon muah lis padma 4.7.8. Ngastawa Lis, Ambil Lis lalu disucikan. Om pakulun pangadegning janur kuning, siwa rininggiting guru utusang sang hyang bhatara dewa kalabetaning sarwa dewa mangilangaken mala papa petaka geleh sarira. Om Sidhir astu nama siwa ya.

4.7.9. Menjalankan Pabyakaunan, lakukan disekitar pelaksanan upacara. Om Sang Hyang taya tanpa netra, tanpa cangkem, tanpa karna, tanpa hirung. Sang hynag taya jati sukla nirmala, sira angisuh

ishin sarwa dewa, angilangaken sarwa bhuta dengen, kala ring sarwa ta kabeh, indur doh kita sarwa bhuta, kala dengen ring pada bhatara kabeh, aywa ta sira masenetan ring manussa kabe, nyah ta kita ring janur jipang sabrang melayu. Om am mam nama ya namah. 4.7.10. Ngaturang Prayascita, (sama seperti di atas) Om Pratama sudha, dwitya sudha, tritya sudha, caturtya sudha, pancami sudha, sudha sudha wari astu. Om Hrim sram man swam yam sarwa roga wighna astu winasa ya rah ong phat. Om Hrim srim am tang sam bam im swarwa danda mala papa klesa wiansa ya namah um pahat. Om Hrim rim srim am tang sam bam im sarwa danda mala papa klese wanasa ya rah um phat. Om Sidhi guru srom shah wosat. Om sarwa wighna winasa ya, sarwa klesa winasa ya, sarwa rogha winasa ya, sarwa satru winasa ya, sarwa dusta winasa ya, sarwa papa winasa ya, tad astu nama swaha. 4.7.11. Ngelebar Segeh, dilaksanakan saat pabiyakaonan Pakulun sira sang kala purwa, akala sakti, sang kala peraja muka, sang bhuta preta, sang kala ngeluleng, aywa ta sira pati reroganing, Aywa ta kita pati ulik Sali gawe, Aywa kita amgoda manusan lan apasanakanku, Iti tadah sajinira penek lan terasi bang, Manawi kirang ta aturan nira durus tuku ring pasar agung, wus mangkana durus sira awali ring genag sowang-sowang, pomo pomo pomo. 4.7.12. Mekala Hyang. Pakulun Bhatara hyang kala, Kali, Kala Sakti Kala Petak, Kala Bang, Kala Ireng, Kala Jenar Kala Manca Warna, Kala Anggapati Kala Karogan Rogan, Kala Sepeten, sedahan Kala kanibehan, ojo sira nyengkala nyengkali manusan nira nagstiti dewa ring kahyangan sakti, reh ingsun sampun angugrahaken tadah saji ring bhatara Kala. Puniki ta bukti denira kabeh, pilih kabela nira kabeh. Om Kala Kali byobakto ya namah. Om ksama sampurna ya namah. Ong Ang sarwa klesa kesama swamam ya namah swaha. (lalu natab ke bawah dan lanjutkan ke Badan)

Om ang ung mang siwa sadha siwa parama siwa sabda bayu idep sudhanta nirwignhna ya namah. Om sidhi swasha ya namah. Om shah wosat prayoga ya namah swaha. Swastika,( 2006:4046). 4.7.13. Pasang Tri Tattwa Om Om Siwa Tattwaya namah Om Om Widya-tattwaya namah Om Om Atma-tattwaya namah Om, sujud kepada Om, elemen Siwa Om, sujud kepada Om, elemen Pengetahuan. Om, sujud kepada Om, elemen Atman. (Puja, 1976:251). 4.7.14. Bebanten Suci. Ong nama Siweya, tan kelabetang tulah kelawan carik muang pamidi, mogalupute ring lare roge, suang wigene hulun aminta sih lare toge, sih kerta nugrahe betare, ulun amuja ri paduka betare pakulun. (Gambar, 1987:24) 4.7.15. Ngaturang Parayascita, ring pilinggih sami. Pukulun sire sangkale purwe, kala sakti, sang kala paraje muka, sang bute perete, sang kala nguleleng, aje sire pati reroganing aje sire ulik sili gawe iki tadah saji nira, penek lan terasi bang, iki jinah satak likur,lawe satukel, menawi kirang tadahan sire, tuku sang sira ring pasar agung, pilih saka balanire, ajaken sanaknira, rowangire, anak putunira, anak rabinira, indah nira lunga kirangan kabeh amarah desa, aje sire kari ring kene, den pade kadep sidi rastu pangastu dangguru isuare nire, sang kala byobakte ya namah suaha. (raris eteh-etehang, pangeresik tepung tawarin lis). Ong I, be, sa, ta, he, sarwe male parayascite ye namah. Ong se ba, ta, ha, i, sarwe pape petake lara roge wigene parayascita ye namah, Ong A, te, se, ba, I, wa, si, na, me, ye, sarwe kelese dase male Genah pate leteh parayascite ye namu namah suahe. 4.7.16. Astawan Banten malinggih ring paruman Ong perenamie dewa sang linggan,

Sarwe kale bute sirnam, perenamian siwe Siwar tan sarwe jagat paramoditam. (selanjutnya Ngastawa betare sami). Ong Hyang Hyang Hyang, Sang Hyang Ayu Asihe pinakang ulun, Sire asung anugrahe ring pule pale mangilen-ilen padanira Sang Hyang samangkane puangulun inanugrahe denire Sang Hyang pasupati ide malinggih ring puncaking Gunung mahe meru ring jambu duwipe, Ong Ang Ang namah suahe, sebatahei, namasiweye. (selanjutnya ngaturan pasucian). Ong pakulun, ulun aminte sih nugraha ring paduka betare sakti, manusan betare angaturaken sari pemendak, sari pasucian sesarik, susur keramas, lenge wangi, maduluran wastre seperadeg maketigasan betare sinamian miwah toye pawitre pemasuhan tangan suku, pengeraratan ring pada betare pakulun, Ong to ye gangge pawitre ye namah suahe. (Gambar, 1987:8 - 14). 4.7.17. Ngastiti Tetebusan Ong purna candra, purna bayu den kadi langgenging surya candra. Mangkana tetep pageha ring bayu pramanira si Anu ring raga walunanira anangaken pala boga, seganti-ati sabda rahayu, anangguhana ratna kencana, Ong sah odat ya namah swaha. 4.7.18. Ngaturin Betara Kukusarum Om Hyang Hyang sukla parisudha ya namah swaha. (selanjutnya ngaturang tirta pakuluh). Ong pakulun sredah Betara Siwa, Amuncar amukti sakti anibekaken tirta kamandalu, winahan kundi manik makasudaning bwana kabeh maka uriping bwana agung bwana alit, anglebur ujar ala ipun ala mala petaka tuju teluh terenggana, desti tiwang prakasa prasama kalebur denira Siwatirta-Murti sakti. (Siratan tirta) Ong sidrastu ya namah swaha. (Anom, 1994:16-20) 4.8. Penghormatan, Dewa yang Berstana di Gunung-Gunung

4.8.1. Penghormatan di Gunung Andakasa Ong Ing Indra taya namah swaha 4.8.2. Penghormatan di Gunung Mangu Om Ang Kling Cling Adhikalayang de bhawa 4.8.3. Penghormatan di Gunung Watukaru Om Tang Jayanatri namo namah swaha Puncak Gunung Watukaru Om Ung Hyang watukaru dewa Saktiya namah 4.8.4. Penghormatan di Gunung Kawi Om Ung Manik wisesa Sakti Dewa Purusa ya namah swaha 4.8.5. Penghormatan di Gunung Batur Om Ang Sri Dewi Danhu Jiwa mrta sabumi swaha ya namah 4.8.6. Penghormatan di Gunung Beratan/Dhanu Bratan Om Ung Wesphawa Hyang Manikya namah swaha 4.8.7. Penghormatan di Penataran Besakih/Gunung Agung Om Tang Maha Dewa Sarwa Dewa Sruti Basukihan nama swaha 4.8.8. Penghormatan di Gunung Agung Om Hrang Hring Sah Bhatari Giri Putri Siwa Bumi Maha Sakti ya namah. (Atmanadhi, 1972:45-49) 4.8.9. Nunas Tirta ke Gunung Agung. Ong asung seredah Betara Sakti, Pakulun Hyang ring Gunung Agung, Hyang ring gunung lebah, Paduka betara amijilaken tirte trebesan, Telaga waja, panglukatan mijil saking gunung Manik tegal siku, ring saganing, Paduka Betara anglukat anglebur Malaning aturan ikang manusanira samadaya, Kene kerarahan, kara ramian ring kahyangan sakti, Teke moksah ikang mampeh maring wetan, maring kidul, maring kulon, Maring lor maring madia, tumiba ring tengahing segara, mabayolan wastu sidi rastu ya namah swaha (ucapkan tiga kali) 4.8.10. Maturan Canang Prascita (Tebasan Durmanggala) Ong pakulun Sang Hynag Kala Lunggleng, Aja sire pati papanyi Iki tadah sajinira penek kelawan terasibang, iwak antiga, jinah satak lima likur, lawe satukel.

Manawa ta kirang tadahira aywa sira usil silih gawe, tukunenta ring pasar Agung, lawe satukel, weh sanak rabinira, muang putunira. Ndah ta sira lunga amarah desa, aja sira maring engkene den pada sidi rastu. Ong kala bie bekta ya namah swaha. (Anom, 1994:10) 4.8.11. Ngadegang Betara Nyatur ring Banten Ong ang Brahma rakta warna, saraswati dewi bionama swaha. Ong ung Wisnu Kresnawarna Sridewi bio namah swaha. Ong mang Iswara swetawarna Umadewi bio namah swaha. Ong tang Ludra Durga dewi bio namah swaha. Ong Ong Sri Guru Jagatpurusa bio namah swaha. (raris ngingkupan betara sami) Ong gang ung mang, Ong Siwa Mata warna, giri putrid dipatio namah swaha. 4.8.12. Ngastawa Betara dan Pengiringe maka sami Ong Iswara purwantudewa, Heneyanta mahesora Brahma Daksina Dewata, neretian Rudra Dewata, pacimanca Mahadewa, wayabian sangkara statan, wisnu Utara Dewatam, Aiswarya Sambu Dewata, Madia Sadaswa, Sarwa dewa muciate. Ong Hyang sri Dewa Dewi amreta pasupatiye nama namah swaha. (Anom, 1994:12) 4.8.13. Nedunang Betara ke Pengubengan Ong Iswara Umadewi ca, Mahesora Laksmedewi, Brahma Saraswatidewi, Ludra Nisantanidwi, Mahadewa Umadewi, Siwadetia, Cadra Dewi, Guru Giriputridewi, sunya siwa ta pujanem, Ardhanareswari lingam, daksina Brahma danfastra; Nairiti Rudra moksalam, Pascima mahadewa pas, wayabyan angkus sangkaran, Utara Wisnu Cakrastara, arisanya Sambhu Trisula, Madia Sadasiwa padma, andah siwas ca Calirastra, urdah Pramasiwa dwajan, Guru Trisula dranam. (Anom, 1994:14) 4.8.14. Nedungan Betara sami (dari Jawadwipa, dan Selam/Allah/Islam)

Iki sehene rawuh ke jaba (pejati). Pakulun Paduka Batara Hyang Baruna, Manusanira anguntap anuhur Padanira batara samodaya, Sredah tumurun mara maring mrecapada. Manusanira angaturaken pejati, banten suci maduluran banten jotan dampulan. Sredah paduka batara malingga ring kayangan Agung, Maka panguluning jana pada, Katuran puja wali, peparenga samojaya, Ong sidhi rastu ya namah swaha. Sira masehe, saha kleneng angonteng. Pakulun batara sinuhun Agung, malingga ring punaking giri jambudwipa, sira tumurun mara maring Bali, malingga ring gunung Agung, kalih ring gunung Batur, sredah paduka batara asung lugraha agung rene pengampura, manusanira Batara angaturaken sarinan canang muang sarining tahun, sredah paduka batara anodyani. Aturan manusanira Batara ring marcapada, mangke manusan Batara andaha tirta pawitra, mijil sakeng predana purusa batara, maka uriping buana kabeh, kalukat kabeh, dening paduka batara, Ong sidirastu ya namah Swaha ya. Ngaturan Pedatengan Batara sami Selam Kapir pada mabale, muang bebangkit asoroh, magenah ring jaba. Ong indah ta kita sang Asedahan Panyarikan, Ajeg-ajeg jejeneng, Anglurah Agung Alit, tekaning sawadwa kala balanira Hyang Sinuhun, daweg sananggraha, sira pada katuran pesaji, pangaci-aci, iki tadah buktinira padatengan soga linggih iwak kawisan kang ngaran Selam Kapir, katekaning tadah bebangkit, aedan pada enaka mangan anginuma, pada elingana tadahan ira soang-soang, den sama suka sama loba sira makabehan, amukta sari sira. 4.8.15. Pengadegang ring suci Ong nama siwa ya,

Ong tan kalibeteng tulah pamidi, katulah carik, Luputing lara wigna, aminta sih kretenugraha Ri padanira batara Pukulun, Ong kusi anaka pulaket, maka pulacek, prajala-jala maha padma, Hyang Dewa mahapuspa, langganira padanira Hyang, ulacek padanira Hyang, sang Hyang wisesa sarwa resi, apan sira maka kundi manik kencana sang kasuhunan, Duk Batara Kala Sakti, Pakundan Gana Sakti, jangan Batara Kersika, tasik Betara Sakti Gana, pisang Sang Hyang Kumara, susuruha Batara Wisnu, apuha Betara Brahma, aus-aus Batara Mahadewa, awala Betara Siwa, sang Sambhu ring burat, Sanghyang ring para caru, banten sang Hyang suklapaksa, sdajenge Besawarna, ulame Batara Sedana Baruna, lalawuh Batara Mahesora, saerasa maka imbuhan, sadana manika arta, batara Sucinirmala, angiceni maka sari, sarining Batara Surya Nirmala, puja Batara Dharma. Nguniweh jagat wisesa, akasa lawan pratiwi, Raditia lawan ulan, Sang Tunggal lawan puja, Sang Hyang pramana sarining jagat, astu dening sang Hyang Saloka kapurna ya namah swaha. (Anom, 1994:18-20). 4.8.16. Ngabijiang (tempat mata air) Ida Betara sami Ong Ang Tabeya nama Siwa ya, Pakulun paduka Betara, semaya sira siniwi pangungguhing janapada, ulun angaturaken pangresikan, maka pasucen Betara soang-soang. Ong Betara Guru anepung tawarin sarwa dewata, Umilangaken mala wigna namah swaha. (Anom, 1994:15) 4.8.17. Tirta Pemarisudha Ong tirtajam tirtapawitram, Gangga ranu toja ganam, Suka Dewa masarirem, Sarwa karya prestisanem, Ong, Ong, Pramasiwa tirta ya namah (Anom, 1994:16) 4.8.18. Nganteban Guling Bebangkit. Ong Durga Jingu, Durga Bucari ya namah, Ong Buta Bucari ya namah swaha,

Sang Drema moha amangana sira ring pajuden, Sang Kala Ngadang amangana sira ring dalan Agung, Sang kala Kalung amanga sira ring pasar amukti ya sari-sari Wisura amuktya sari apupula sira kabeh, Mantuk ring dang Kahyangannira sowang-sowang I namah swaha. (Anom, 1994:23) 5. Upakara Ngawit mekarya Wewangunan 5.1. Upakara 5.1.1. Dasar Bambang. Tumpeng duang bungkul, mareruntutan jaje raka-raka magenepan, bene siap biying mapanggang, sampian tangge, banten punika maaled kulit peras. 5.1.2. Canang Pendeman. Canang burat wangi, canang pagerawos, canang tubungan, pasucian suang-suang atanding Kuangi, keraras, misi pipis solas (11) keteng, kuangene merajah ongkara merta. Dipuncakne, dagingin kwangen, misi pipis telung dasa telu (33) keteng. Sampian banten pendemane, mewadah bungkak nyuh gading sane matulis antuk ongkara, rarsi kaput antuk kasa, tegul antuk benar catur warna, luwire: putih, barak, kuning, selem. 5.1.3. Caru Pengeruak dan Mantra Ngaturang banten durmanggala, banten parascita, katur ring Sang Buta buana. Segeh agung ring Sang Buta dengen. Pakulun sang kale amangkurat, sang kala taun, sang kala bedawang jenar sang kala dumerane, sang kala wisese, mekadi sire rah nini betari durge, den suke anadah, caru aturanne sami, Ong sampurna ya namah swahe. 5.1.4. Banten Pengeruak dan Mantra Canang wangi, daksina abesik, maruntutan tetebasan jage satru abesik, segeh agung abesik, tatebasan sapuhan abesik, muah nasi kojongan abesik, katur ring pemali agung, satmaka manggen nyiluran jiwan sang nyapuh ring pretiwi, mali penek abesik, mabe bawang jae, kuangen misi padang lepas merurub kase.

Ong Sang Hyang pertiwi jati, makadi Sang Hyang akasa, Sang Hyang candra, Raditie, lintang trenggana mekadi sang Hyang dewata, ulun akerta nugraha, ring padanira pakulun, manusanire angadegaken, wewangunan, arca meru arcane, pangi HyangHyang ire Sang Hyang tari sandie, maka pangulaning jane pade. Ong Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang sang Wang Yang. 5.1.5. Sarana dan mantra saranane dasare sane medaging bate, merajah padme, medaging tulisan dasaksare, se be te a i na ma si we ye. Batu bulitan hitam, dagingin tulisan merajah, tri aksara, Ang Ung, Mang. Bate megambar Bedawang nale, ditundune medaging tulisan Angkare. Yan tan wenten bate paras wenang (sesuaikan dengan situasi dan kondisi). Mantram pengurup pasupati. Ong Ang Ung mang Brahme Wisnu perame saktiem raja pale loke nate murti saktiem, Gane teke parayo janem, Ong Ah rah patastreye yanamah, Ang Ah Ah, Ang Ang sidi bane ya namah suahe. 5.1.6. Upakara dan Mantra Mengukur (nyikut) Karang Daksina, katipat kelanan, canang tubungan marerep, peras penyeneng, sodayan, asep menyan, segaan takep api. Kita sang kala bumi, sang kala desa muka, Sang kala agung, kewasa sire mangane ringulun, Rungenen, pemastun ningulun, tule manuk tiga kali ucap (3x) Nyikut, karang, tegal, umah duk nyumunin Ong Ang Ung Mang dewa sikse, Sang Hyang gune, Karunganire Hyang Perama wisesa, wicet suahe. Pangimpas Buta Ong Ang bute siksa ayu werdi sarwe mingmang gune wisic wine siniem Nunas Tirta Suci. Ong padme sane ya namah, Ong i be sat a he, Ong ye na ma si we, Mang Ang Ung namah,

Ong Aum dewe paretiste ya namah. Ong sa bat a he i, Ong name siwe ye, Ang Ung Mang namah. Ong gangge saressuati sindu, wipase kausiki nadi, Samune mahe saresta sarayu ca maha Nadi, Ong gangga dewe maha punie, gangge sahe serame dini, Gangge terangge same yukti, gangge dewi, tadu name merthamjiwani, Ongkaresare buana pada mertha manahare, Ong utpatike sure sance utpetiwe garasce, utpeti sarwe itance, utpetiwe sari wahinan. 5.1.7. Piteges Sesajen Banten pengambean mapiteges = pemanggilan atas atma (urip) Banten sambutan mapiteges = mapekukuh sang hyang atma. Banten janganan mapiteges = pasuguh nyama catur. (Gambar, 1987:41-48) 6. Nganteb Piodalan Alit. 6.1. Persiapan Muput Piodalan Alit. 6.1.1. Muput Tirta Gede (Sapta Gangga) Ambil sekar. Om om rahpaht astra ya namah (sekare pentil kearep) Ambil dupa. Om ang dupa astra ya namah Ambil sekar. Om bayu sabda idep sudhanta nirwiggnam ya namah Om sidhi ya namah (pentil sekere kepedewekan) Ambil dupa. Om om wisnu alungguh haneng sesantun bhatara guru anugraha Ingsun sakeluwiring tinuja den insun tan amiruda ring sira (dupane celekang ring daksina) Ambil sekar. O mom rahphat astray an namah Om mang iswara ya namah

Om puspadanta ya amerta Sampalaya ya namah (sekere pulang ke rerean/sangku) Ambil dupa Om rum kewaca ya namah (sekere pentil kearep) Ambil sekar (pangastawa Sapta Gangga) Om sang Gangga ya namah Om sang Sindhu ya namah Om sang Saraswati ya namah Om sang Erawati ya namah Om sang Garoda ya namah Om sang Sandisuta ya namah Om sang Narmada ya namah (setiap mantra bait mantra mengambil sekar, dan masukkan ke keren/sangku) 6.1.2. Setelah selesai muput tirta Gede, kemudian dipercikan: Om jum siwa sampurna ya namah Om ang namah, om ung namah, om mang namah Om ing namah Om rang ring sah prama siwa amerta sampalawya ya namah swaha Om rahpat astray a namah angilangaken sarwe mala petaka ya namah Om basme idam purnam gohya angilangaken sarwe mala petaka ya namah Om puspa danta ya namah 6.1.3. Ngawit Nanggen Genta Om omkara sadaciwa stah, jagatnata hitangkarah abiwada wadanyah, genta sabda prakasyate. Genta sabda mahesratah, Omkara parikirtitah candranadha Bindu nedatam, spulingga Siwatatwatca Om gentayur pujiate deah, arbawa bawa karmasu waradah labda sandeyah warasidhi nir............sancayam Om Mang Om Ang................ Om Ang Om Mang......Om Om namah (......Suara genta) Ambil cendana bija. Om Ang Kang kasulkaya ya namah swaha (pentil kearep) 6.1.4. Ngastawa Tirta.

Om Gangga Sindhu sarswati suyamuna gondawari, narmada kaweri serayu, mahendra tenaya candrawati wemuka. Badra netrawati maha suranadhi kasya tascaya, punyaih purna jalih samudra saitaih, kurwantu mamanggalam. Om Sarwa pertiwi Brahma, Wisnu, Iswara Dewan Dewa putra Narmadha sarwada suda klesa suda petaka. Om awignam astu tatastu ya namah swaha Om Sudantu satu tatastu astu ya namah swaha Om purnamtu astu tatastu astu ya namah swaha Om sukantu astu tatastu astu ya namah swaha Om sriyantu astu tatastu astu ya namah swaha Om rang ringsah paramasiwa aditya ya namah swaha. 6.1.5. Pengurip Tirta. Om utpeti surasca, utpeti nawa gorasca, utpeti wiserti warinem, Om dirgayu ayu werdi, sakti karanam mertyu jaya sarwata roga diksnam, kusta derestam kalasem parabha candra bhaswaram. 6.1.6. Jaya-Jaya Tirtha. Om mertyu jaya dewasya, yanamami karnu kartayet dirgayusan suwe peptu, sabrama wijaya bawet. Om iyate menggalam mertyu stala satru winesanem kawi wesya rakta tiyem, sarwa bawa bawet bawat. Om Om Om Om Om ekasudha, saptawisudha. sudha sudha wariwastu tatastu astu ya namah awignem astu tatastu astu ya namah sriyam bawantu tatastu astu yan namah suciantu ya namah.

Om sri gundi suci nirmala ya namah Om kung kumara bija ya namah Om puspa danta ya namah Om agni ragenir jotir jotir Dupa dipastra ya samara tayem ya namah swaha. 6.2. Muput Piodalan Alit di Merajan/Sanggah

6.2.1. Byakaonan Om sadnya astra Mpu sarining wisesa tepung tawar amunahaken segau anglusuraken mala petaka cuntake kabeh. 6.2.2. Durmanggala (Pangastawa) Om indahta kita sang Kala Purwa, Sang Kala Sakti, Sang Kala Preta, Sang Kala Prajamuka, Sang Kala Ngulaleng, Sang Kala Karogan-Rogan ayua kita pati rorogani, ayuwe kita siligawe iki tadah sajinira penek lawan terasi bang iwak: (bawang jahe/antiga Bekasem /Ayam Ireng) yan manawi kirang tetadahan nira iki amet sarining daksina tukuken ring pasar agung kuwehan anak putun roang sira kinabehan aja sira kari ring kene den kedepsidhirastu Dang Guru Iswara. Om kala byonamah swaha, Om Bhuta byo namah swaha Om Durga byo namah swha, om Pisaca byo namah swaha. 6.2.3. Pengulapan (Pangastawa) Om Mang, Ung Ang, Om Ang Ung Mang, Ah Ah Om aksaram kertha buwana yadnya dirgayur Trigunaatmakm Dewa dewi bakti dewam Jagatnatha ya namah swaha 6.2.4. Prayascita (Pangastawa) Om I Ba Sa Ta A sarwa mala prayascita ya namah Om Sa Ba Ta A I sarwa pape petaka, lara roga wigna prayascita ya namah Om A Ta Sa Ba I sarwa klesa dasamala geleh pateleteh, cuntaka prayascita ya namah Om sidhi guru srongsat osat sarwa wigna winesanem. 6.2.5. Lis (Pangastawa) Om pangadenganing janur kuning, Siwa ringgiting guru Tumurun utusan yang dewa Betara Kalebataning sarwa dewata Angilangaken sarwa mala, papa petaka Geleh sarira Om sidhirastu nama ciwaya. 6.2.6. Ngosokan Lis (Pengastawa) Om mangadeg sira janur kuning Tumurun Dewa Siwa angadaken lis Busung mereka meringgit Winastu denira dea siwa

Maeron sarwaning laluwes Maweh ratna kumala intan, mawat emas tanpetune, Yate enggonan hulun angilangaken leteh letuh Kasude denira Dewa Siwa Waspu paripurna ya namah swaha 6.2.7. Ngastawa linggihang dewa di Palinggih/Sanggah Om pranamya Dewa sang lingam Sarwa dewata dewati dewanam Tas malingga ya winamah. Om Dewa nama maha Dewa mahat manem Guna suwarem sarwe lingga ranityam Tas malingga yainamah Om Brahma lingga ya namah Om Wisnu lingga ya namah Om Iswara linga ya namah Om nahadewa lingga ya namah Om sada Ludra lingga ya namah Om parama Siwa lingga ya namah Om Sarwa Dewa parastista ya namah Om sarwa dewa lingga sampurna ya namah. 6.2.8. Mendak Kepanggung di jaba (Baruna Astra) Om paduka batara Baruna, Manusanira anguntap anuwur paduka betara Kapendak dening canang kawisan Maduluran segehan panca warna wigraha paduka Betara pada nodya serdah paduka Betara melinggih ring parhyangan sinarengan katurang pujawali ring Betara kinabehan 6.2.9. Ngayat segehan ring Natah Umah Ih iki sang kala Bucari, miwah bala amangan Betara, iki atadah sehegan nira ring natas soang soang, ayuwe ta kita ngarubede, Om sidhirastu ya namah. 6.2.10. Medatengan ring Sanggah Om pranamya Dewa Sang lingam, sarwa buha kala sirnam, pranamya Siwa sirwatam,

sarwa jagat pramaditam. Om hyang sari hyang Ratu, miwah betara sami, manusanira angutaraken sarining pamendak, pasucian, sesarik, susur, keramas, lengewangi, maduluran tingasan sapradeg, katur ring padanira Batara kabeh, toya pawitra pewasuhan tangan, suku pangratan, malih paduka batara keatur Pejati pada prapta, wigraha paduka betara, pada nodya miwah angayap sari amukti sari. Ngayab kawas pedatengan (angkat) Om indahta kita sedan penyarikan, miwah bala waduan Betara kinabehan ajeg ajegta sira ajengan anglurah Agung Alit, sinarengan keaturan segehe linggih, iwak kawisan, pada ena kita ngelingan unggahanta soang-soang pada anadah, anginum, amukti sari kita asungane manusanira dirghyusa paripurna Om Ang Ah amerta ya namah Ang Ung Mang Siwa amerta ya namah swaha. 6.2.11. Mapiuning Indik Piodalan. Om paduka Betara Hyang Sari, Hyang Ratu, Hyang Guru miwah paduka Betara kinabehan iki manusa nira I.....................ngaturan piodalan dening peras, sodan, daksina, pajrempenan udel kurenan, guru iringan miwah saruntutannya. Kaatur ring paduka Betara kinabehan. 6.2.12. Nganteb banten di pelinggih sami. Om peramista peramisti paramarta namo namah Adi Dewa isanaya nakarya namah swha Om buktyantu sarwantu Dewa Butyantu sri lokanatha Segenah separa warha, suwarga sida sidhica. 6.2.13. Ngayab Banten Piodalan. Om kara dyanta sang rudram Guryam sakti pradipanam Tarpana sarwa pujanam

Prasidyantu astu sidhinam Sakaram nyan maha amerta Omkara candra nyante namah Namah nadha omkara amertha Boktayet Dewa Sampurna Om Hyang amuktiaken sari Om Hynag pretama Hyang Sama Hyang antinggala sari amerta Hyang Miwah sang butha Raksa Lan Nyoman Sakti Pengadangan Om Sidhi Hyang astu ya namah swaha. 6.2.14. Ngayab Banten Pangemped lan Soda aturan Om pranamya baskara dewam Sarwa klesa winasanem Prenamya ditya sarwatem Bukit mukti sarwa paranem Om sarwa baktem sampurna ya namah Om ksma sampurna ya namah Om treptyem ya namah Om rang ringsah parama siwa aditya ya namah 6.2.15. Ngayab Penagi/Sesangi Om paduka Hyang Sari, Hyang Ratu , miwah Betara kabeh, iki manusa nira I... punagi ipun katawur mangkin marupa ..... Om dirga ayu werdi sakti karanam mertyu jaya sarwata roga diksenem, kusta derestem kalesem, praba candra baswaram Om mertyum jaya dewesya, yanamami karnu kertiyet, dirgayusean suwe peptu, sambrama wijaya bawet. Om iyate manggalam mertyu setala satru winasanem, Kawiwesya rakte tayem, sarwa bawa bawat bawet. Om eka sudha, dwitya sudha, tritya sudha, catur tya suda, Panca wisudha, sad wisudha, sapta wisudha. Om suda suda wariwastu tatastu astu ya namah. 6.2.16. Ngayab banten Sambutan durung ketus Gigi Om kaki prajapati nini prajapati kemuandaningulun angilangaken mala petakaning wong rare sane durung kepus untu mangde tan nagletehin ring rat kabeh. Om sidirastu sampurna ya namah. 6.2.17. Tri Sandya

Sebelum Tri Sandya di mulai bersihkan: Tangan kanan dengan Mantram: Om Suddhamam Swaha (Om bersihkanlah hamba) Tangan kiri dengan Mantram: Om ati Suddha mam Swaha (Om bersihkanlah hamba) Mantram Tri Sandya, ngawit: Om bhur bhuwah swah tat sawitur waremnyam bhargo dewasya dhimahi dhiyo yo nah pracodayat Om Narayana ewedam sawam yad bhutam yac ca bhawyam niskalanko niranjano nirwikalpo nirakyatah suddho dewa eko narayana na dwityo asti kascit Om Twam siwah twam mahadewah Iswarah parameswaarah Brahma wisnusca rudrasca Purusah parikertitah Om Papa ham papakarmaham papatma papasambhawah trahiman pundarikkaksa sabahyabyantarah sucih Om Ksamaswa mam mahadewa sarwaprani hitangkara mam moca sarwa papebhayh palayaswa sada siwa Om Ksantawyah kayiko dosah ksantawyo wacika mama ksantawyo manaso dosah tat pramadat ksmaswa mam Om Santih, Santih, Santih Om 6.2.18. Muspa (Ngaggem Panca Sembah). Sembah puyung

Om atma tattwatma suddha mam swaha Pesaksi ring Surya Om Adityasya param jyotir Rakto tejo namostute Sweta pankaja madhyastha Bhaskaraya nanostute Sembah Ketuju ring Istedewata Om namo nama dewa adhisthanmaya Sarwa wyapi wai siwaya Padmasana eka pratistaya Ardhanareswariya namo namah Sembah Nunas panugrahan Om anugraha manaoharam Dewa datta nugrahakam Arcanam sarwa pujanam Namo sarwa nugrahakam Dewa dewi mahasidhi Laksmi siddhisca dirghayuh Nirwighna sukha wrddisca Muspa ring Sanggar Tawang/Padmasana Om aksam nirmalam sunyam Guru dewa byomantaram Siwa nirmalawiryanam Rekto omnkara wijayam Sembah Puyung Om Dewa suksma parama cintyaya nama swaha Om Santih, Santih, Santih, Om. Tumuli masirat ring raga: Om Ang Brahma-amrta ya namah Om Ung Wisnu-amrta ya namah Om Mang Iswara-ammrta ya namah Akena bija. Mantra bija. Om Idham bhasman param guhyam, sarwa papa winasana ya, sarwa kalusa winasa ya, sarwa rogha winasana ya namah. Ngremeki bija (mengaduk, di atas tangan)

Om bang Bamadwa guhya ya namah Om Bhur Buwah Swah amrta ya namah. Apasang bija. ring sirah : ring lelata : ring tangkah : ring bahu kanan ring bahu kiri :

Om Ing Isana ya namah Om Tang tatpurusa ya namah Om Ang Aghora ya namah : Om bang bamadewa ya nama Om Sang Sadya ya namah

6.2.19. Margiang Benang Tebus Om purna candra purna bayu, Den kadi langgengning surya candra Teteping pageh bayu premanannya Sang trimaggalaning yadnya Anganti-nganti sabad rahayu Ametuaken ratna kencana Om sah osat ya namah swaha. 6.2.20. Pengaksama ring Dewa Betara Om ksama swmam mahadewa Sarwa prani hitangkarah Mam moca sarwa papebyah Palayaswa sadasiwa Papoham papa karmham Papatma papa sembawah, Trahiman sarwa papebyah, kanacin mama raksatu. Ksantawya kayika dosah, Ksantaowyo wacika mama, Ksantawya manasa dosa, Tatpramadat ksama swamam. Hinaksaram hinapadam, hinamantram tatwaca, hina baktim hina werdhin, sada siwo namo stute. Mantrahinam kryahinam, baktihinam maheswara, yat pujinam mahadewa, paripurnem tadastume. 6.2.21. Nyimpen Bajra. Om Ang Ung mang,

Om Om namah, Om apah teja bayu mulih sira ring bayu sabda idep. Ragane ketisin/siratan tirta x3 lan inem. (Wesesa, 2001:6-13) 7. Dewata Pawamana Soma. 7.1. Resi Kasyapa, Asita atau Dewala 7.1.1. Canda Gayatri (Sukta 13) Melalui kain saringan Soma yang suci mengalir Ketempat khusus untuk Indra dan Wayu. Persembahkanlah nyanyian, engkau yang memohon pertolongan, kepada pawamana, kepada Pendeta yang dituang untuk menjamu Dewa-dewa. Tetes Soma yang memberi kekuatan besar agar jaya, Diiringi kidung untuk menjamu Dewa-dewa. Ya, sambil mengalir bawalah sejumlah makanan agat kami Dapat menengankan harta: Indu, bawalah kekuatan yang megah Semoga air yang mengalir memberi kami kekayaan melimpah, Dan kekuatan pahlawan, Tetes-tetes soma yang suci dicurahkan. Laksana kuda yang dipacu oleh kusirnya air dituang demi kejayaan mengalir melalui kain saringan. Tetes soma turun dengan suara gemuruh lakbana sapi perah Memanggil anaknya: Ia mengalir dari tangan Sebagai pemberi kebahagiaan yang dicintai Indra, O Pawamana Dengan suara gemuruh. Usirlah musuh-musuh kami. O Pawamana, mengusir mereka yang tak beriman, Memandang cahaya, duduk dalam mibar upacara. 7.1.2. Canda Gayatri (Sukta 14) Kesungai tempat peristirahatannya. Yang bijaksana mengalir membawakan lagu yang sangat dicintai. Ketika lima bangsa itu, giat melakukan kewajiban, Dengan nyanyian, membuatnya yang Perkasa. Lalu semua dea menikmati dengan gembira minuman yang memberikan kekuatan besar, bila telah bercampur susu. Dengan bebas ia mengalir, meninggalkan tempatnya. Dan bertemu dengan kawannya sendiri. Ia seperti pemuda yang tampan, dihias oleh putra-putri pendeta. Membuat susu seakan menjadi bajunya. Melalui jari jari halus, dan menginginkan susu, ia melewati jalan berliku-liku, dan mengeluarkan suara yang dimiliki.

Jari-jari yang cekatan mendekat, menghias dewa kekuatan. Mereka memegang punggung Kuda yang aktif. Engkau merupakan seluruh harta yang ada dilangit dan dibumi. Datanglah Soma, sebagai sahabat yang setia. 7.1.3. Canda Gayatri (Sukta 15) Melalui jari jari halus dengan nyanyian, Pahlawan ini datang dengan kereta yang kencang. Pergi menuju tempat indra. Dengan pikiran yang suci ia tekun memuja Dewa-dewa, tempat yang abadi berada. Laksana kuda yang baik ia dikendalikan, melalui jalan yang bersinar, kuda yang berani mengeluarkan kekuatannya. Ia mengacungkan tanduknya tinggi-tinggi, dan mengasahnya, banteng yang mengembalakan, kawasan sapi melakukan pekerjaan sebagai pahlawan. Ia bergerak, kuda yang kuat, dihias dengan sinar-sinar emas yang indah berkilauan. Yang menguasai air. Ia, melalui jalan yang kasar, memberikan harta kekayaannya Memasuki waduk-waduk. Manusia menghiasnya dalam tong, ia yang patut dihias, Ia yang memberikan makanan berlimpah. Dia, adalah, dihias oleh sepuluh jari dan tujuh lagu, Bersenjata lengkap, yang sangat membahagiakan. 7.1.4. Canda Gayatri (Sukta 16) Pemeras yang memeras Soma Mempersembahkan airmu yang memberi semangat dan kebahagiaan: getahmu mengalir laksana banjir. Dengan kekuatan kami alirkan air melalui saringan Dia yang memberi kekuatan dan sapi. Airnya bercampur dengan susu. (Sadia dan Gede Pudja, 1984:14-17). 7.2. Upacara Bajang Colong 7.2.1. Banten Pasuwungan. Banten ini berfungsi sebagai pembersihan terhadap jasmani anak, terdiri dari: peras, ajuman, daksina, suci sorohan alit, pengelukatan, pengambeyan, penyeneng, nasi enem ceper masing-masing dengan ikan/daging yang berbeda, daging ayam, itik, telur siput, daging babi dan kacang-kacangan. Kemudian dilengkapi dengan dua buah kuakang (sejenis jejahitan) yang berisi nasi lauk pauk dengan sesate, kemudian keduanya dialasi

dengan bokor yang berisi beras, sirih tempel, benang, telur ayam mentah dan uang 25 kepeng. 7.2.2. Banten Pengelukatan di Dapur Peras dengan tumpeng berwarna merah, ikannya ayam biying dipanggang, dilengkapi dengan ajuman, daksina, pengulapan, pengambeyan, penyeneng, dan sorohan alit masing-masing sebuah serta sebuah periuk yang berisi air dan bunga harum untuk mohon penglukatan. Puja Brahma Ring Pawon Om Brahma namas catur Muka, Brahma Angi rakta warnaca, Spatika warna Dewata Sarwa busana raktakham. Om Danda astra mahatika, Atma raksa nabi stana, Adya Agni surya spatika, Sarwa satru winasanam. Puja Pengelukatan Brahma. Om indah ta kita sang Utasana, Sira maserira sarwa baksa, Iki manusanira sang rare, Anedha anugraha Sang Hyang widhi, Mekadi Hyang Brahma, Angeseng lara rogha Wigna, Mala papa petaka ning ipun Sang rare, Wastu geseng dadi awu. Om Angre genir ujar alania ya namah. Selanjutnya mohon penglukatan ke Batara Wisnu. 7.2.3. Banten Ring Sumur Peras dengan tumpeng berwarna hitam, ikannya ayam hitam dipanggang, dilengkapi dengan ajuman, daksina, pengulapan, pengambeyan, penyeneng, dan sorohan air masing-masing sebuah serta sebuah periuk berisi air dan bunga harum untuk mohon pengelukatan. Puja Wisnu ring Sumur. Om Gangga meneng mijil saking pretiwi, Ingsun minta pemunah papa Mala petka lara rogha paripurna. Om Sidirastu tat astu ya namah swaha. Om Gangga sapta jiwa ya namah Om Gangga mili ya namah

Pakulun Sang Hyang Widhiwas Mekadi Sang HyanWisnu Hulun aminta sih kertha wara nugraha Sang rare menawi aktepuk kategek olih Sarwa Bhuta Menawi kari ring Sumur Agung Naweg angantuk akena bayu premanan Ipun ring ragha sira Hyang BhatariGanggapati. Om Sryham Bhawantu purham bhawantu Sukham bhawantu Om Sidhirastu tat astu nama swaha. Selanjutnya ke Leluhur. 7.2.4. Banten di sanggah Kemulan. Peras dengan tumpeng berwarna putih, ikannya ayam putih dipanggang, dilengkapi dengan ajuman, daksina, pengulapan, pengambeyan, penyeneneng, dan sorohan alit masing-masing sebuah periuk berisi air dan bunga harum untuk memohon pengelukatan. Pengelukan ring Kamulan. Om pakulun Sang Hyang Guru Reka Sang Hyang Kawiswara Sang Hyang Aji Saraswati, Suksma Sang Hyang Brahma, Wisnu Iswara Mekadi Sang Hyang Surya lintang trenggana Hulun andha nugraha Sang Hyang Tri Purusa Anglikat Dasamala lara rogha Wighna Danda Upadrawa Sang rare Om Sidhitastu tat astu nama swaha. Om Dewa Dewi Tri Dewanam Tri Murti Tri Lingganam Tri Purusa Sudhatmakam Sarwa Jagat Pratistanam. Om Guru Dewa Guru Rupham Guru Madyam Guru Purwam Guru Phataram Guru Dewa Sudha Nityam Om Brahma Wisnu Iswara Dewam Jiwatmanam Tri Lokanam Sarwa jagat pratistanam Sudha klesa winasanem

Wighna Dosa Winasanem Om Guru paduka dipata ya namah swaha Om dirgayur amrta ning ragha langgeng Angapus aken lara jwitane kang tinebas tebas Sira Sang Hang Hyang Pramana Amuwuh tuwuh Tunggunen

Om dirgayur amrtha urip sidharastu tat astu nama swaha. Om pratama sudha dwitya sudha tritya sudha caturtya sudha pancami sudha sudha sudha sudha wariastu ya namah swaha. Penglukatan Matakep Guungan Om Brahma Wisnu Iswara Dewam Tri Purusa Sudhatmakham Tri dewanam Tri Murti Tri Lokanam Sarwa Wighna Winasanam Om Pitha warna maha dewam Mretha pita purna jiwam Wighnam Klesa winasanam Sarwa rogha wimoksanam. Om kresna ratna wisnu Dewa Kresna tirtha Maha Punyhyam Sarwa durga Winasanam Sarwa Bhuta Wimoksanam. Om Siana rupham ratna pranam Sangkara Dewam Salnglinggam Gangga marupa pawitram Sarwa Dusta Winasanam. Om Ratna Birna Rupham Sambu Dewam Ngarcanam Mretha Sudha Mala Purnham Sarwa pataka nasanam. Om Nawa Ratna Rupha Dewam Surya Koti Pre Prabha Swaram Siwatma Siwa Murthanam Swara Wighna Winasanam. Om Sarwa papa sarwa kyasha Sarwa satru sarwa boyo winasanam Om prtatama sudha dwitya sudha tritya sudha

Catur sudha pancami sudha sudha sudha Sudha astu tat astu nama swaha. Om pretiwi apah bayu teja akasa pretiwi Sangkaning ganda mulih sangkaning pretiwi Apah rasa Apah Bayu ambek Bayu Teja rupa Teja Akasa Sabda Akasa Jangkep ikang panca tan matra Sidhi panglukatan pangleburan sarwa Mala ring rat bhuana kabeh. Puja Penebusan rare. Om Pakulun kaki semaya nini semaya Hulun aminta angliwat aken semayan ipun sang rare Luput akenan sakeng danda upadrawa lara rogha. Iki tadah sajin nira Aja sira anyengkalen Sang rare Apan sampun kajenenganne den kaki Citra gotra nini citra gotri. 7.2.5. Banten Bajang Colong. Sebuah buki/periuk tanah yang bagian bawahnya bolong/pecah diberi kalung tapis, kemudian didalamnya dimasukkan sebuah pusuh biyu (jantung pisang serta dilengkapi juga dengan pelapah daun kelapa yang bolong. Pusuh pisang tersebut disisipi uang tiga kepeng sedangkan papah bolong yang dihias yang diberi selimut popol bayi digantungi ketipat, belayak yang tidak ada isinya dan gantung-gantungan dari janur. Semua itu diberi hiasan dari kapur yang berupa tapak dara serta gambar muka manusia. Selebihnya dihiasi juga dengan penjor dari pelapah daun enau, pada lidinya diberi bunga pucuk merah seperlunya. Adapun bantennya adalah sebagai berikut: dua buah penek dihiasi dengan ceper, dilengkapi dengan jajan, buah-buahan dan canang burat wangi. Selanjutnya banten Bajang Colong adalah: peras, tulung, sesayut, buah-buahan, canang burat wangi, sampyan tangga kecil. Sedangkan ikannya adalah, ceper pertama berisi guling katak, ceper kedua berisi guling capung, ceper ketiga berisi guling balang, ceper keempat berisi guling ayam semulung (ayam kecil). Kemudian dilengkapi juga dengan tegen-tegenan. Setelah selesai upacara, semua banten ini diletakkan diperempatan jalan. Puja Ngayab Banten Bajang Colong.

Om Sang Hyang Korsika, Sang garga, sang Metri Sag Kurusya, sang pretanjala, I Malipa, I malipi, Mekadi Bapa Bajang Babu Bajang, Bapa Toya, Bapa Lengis, bapa Dodot, Bapa Semer, Bapa Papah, bapa Colong, Mwah Sawehning Maharan Siea Sarwa Bajang Susila, Nyama bajang satus dwangdasa kutus Iki tadah sajinira, denabecik, Menawi wenten kirangan ipun, Iki jinah satak selawe lan lawe satukel, Kukuken ring pasar agung. Apan ira ngawe ala ayu, Mangke ulun minta sih nigraha, turunen atamne Sang rare ring walunaya manih, Wastu pakulun sidha rahayu diegayusa, Seger waras emban sira sang rare Serahina utawi wengi. Om sang papah bajang, Sang bajang bolong, Sarwa sahananing bajang-bajang, Riwusta amukti sari, Pamuliha sira ring desanta sowang-sowang, Om Syah syah syah poma poma poma. Om sakwehning aran ira babu bajang kabeh, Jangan satungkeban, amukti sari sira, Aja sira anyumet anyedot, Asunggana rare ring ulun, enak amangan anginum, Aturu ameng-ameng lupute ring lara roga, sahut bagia ring sang kala ipun, Asing kirang asing luput sampun ta geng sinampura, aminta sira sari lan babekelan nira kabeh. Natab Bajang Colong Om dirgayusa awetning angapus aken balung pila pilu Angapusaken letuhing atmane sang rare Tungunwn ring Ira Sang Hyang bayu premana Amangguhaken tuwuh ipun dirgayusa awet ning urip. Om namanya samodaya Sama angadegana Angruata, ala traja kang tinebas tebas Kaprayascita sakwehing lara rogha wighna

Papa klesa ring sang rare. Om Sang Bang tang Ang Ing, Nang Man Sang Wang yang Om Sri pasupat um phat. (Sebagai upacara terakhir dimerajan adalah sembahyang bersama, terutama bagi sang anak. Dan dilanjutkan dengan natab banten tigang sasih di bale). 7.2.6. Upacara Natab sambutan. Diawali dengan proses upacara si anak turun tanah, mengelilingi lesung dan taman serta memakai seperangkat perhiasan, yang didapatkannya. Puja rare Tuwun (turun) Tanah. Om pakulun kaki citra gotra Nini citra gotra, hulun aminta nugraha, nurun aken sang rare ring lemah turun ayam ameng-ameng, Sarwa kencana sri sedana, Katur ring bhatari amamngkurat, Bhatari wastu, bhatari kadep. Iki aturan ipun sare hasta, Amerta urip waras dirgayusa, tan keneng geget wewidinan, asungane urip teguh timbul abujangga kulit, Akulit tembaga, Autot kawat, awalung wesi, anganti atungked bumbungan, Awates awatu makocok, Mulih aken pranamya maka kutus dwangdasa kutus, Maring ragha walunanya Sang cabang bayi. Puja Ngelinderin Lesung, (tempat menumbuk padi) Om sang wawu pada Anak sira si Tunggul ametung, Putun ira si karang jaran Sira anak anaking beligo Ingsun anak-anakan pusuh Ingsun anak-anakan batu Ingsun anak-anakan antiga Insun anak-anakan manusa Angantosaken lesung mesean Watu Kumalase Bentar piaruh pitu

Mangkana tuwh Sang sinambutan. Om sidhirastu tat asttu nama swaha. Puja Ngelinderin (mengelilingi) Taman. Om pakulun kaki semaya, Nini semaya, hulun aminta ngeliwat aken semaya Ne si rare ...... Mogha luput ring danda lupat lara rogha wighna sadamala. Iki tadah sajin nira kajengana den ira kaki citra gotra nini gotri. Puja ngemolihan Gelang Kaki. Om Padmasana yan namah Mang Ung Ang Om Dewa Prastista Ang Ung Mang Om Pratama Sudha Dwitya Sudha Tritya Sudha Caturya Sudha Pancami Sudha Sudha Sudha Sudha Astu Tat astu ya namah swaha Gelang Tangan. Om Karasana ya namah Mag Uang Ang Om dewa Pratista Ang Ung Mang Om pratama sudha Dwitya sudha tritya Sudha Caturya sudha Pancami Sudha Sudha Sudha Sudha Astu Tat Astu ya namah swaha. (selanjutnya adalah ritual natab). Puja Penyambutan. Om Pakulun kaki sambut, Nini Sambut, tan edanan sambut alit, Yang lunga mangetan, Mangidul, Mangalor Lan mangulon mwang maring madya, Niki si cabang bayi tinuntun dening prewatek Dewata, Pinayungan kala cakra, Pinangeran wesi, Sambut ulihana atma bayu premanan si cabang bayi maka satus duang dasa kutus mapeki ring ragha sariran ipun. Om Pakulun Prajapati,

Sang Citra Gotra, Hulun anedahe sih negraha ring kita, Daweg sambut ukapi atmane si Cabang Bayi. Om ayu wredhi yasa wredhi, Wredhi pradnyan sukha wredhisca, Dharma sentana Wredhica, Santume sapta wredhi. Surya Stawa Puja. Om Surya jagatpathi Dewam Surya netram tri bhuh lokham Dewa Dewam Maha Saktyam Brahma Surya Jagatpati. Om aditya syo paran jyotir Rekto teja nama stute Swetha pangkaja masyaste Bhaskare ya namo stute. Om Hrang Hring Syah Parama Siwa ditya ya namah swaha. Kumara Stawa Puja. Om kama Dewa Pita Warna Guru Dwayam Stita Nastham Singaraja maha Tanam Sarwa papa harat sidhi Dewa Kumara Rasasca Sarwa rogha praharanam Sarwa satru winasanam. Kawitan Stawa Puja. Om Dewa Dewi Tri Dewanam Tri Murti Tri Lingganam Tri Purusa Sudhatmakam Sarwa jagat pratisnamam. Om Guru Dewa Guru Rupham Guru Madyam Guru Purwam Guru Pantaram Dewam Guru dewa Sudha Nityam Om Brahma Wisnu Iswara Dewam Jiwatmanam Tri Lokanam Sarwa jagat Pratsinam

Sudha Klesa winasanam. Om guru Paduka Dipata Ya namah swaha. Samdaya Stawa Puja. Om Smadaya nama Siwa ya Daryastha Samyo Ganam Nmaste Bayu Akasa Sarwa Dewa Nugrahakam Sarwa Sarwam ya namah. Om Pretiwi Nama stute Basuki Candra Ditya Gana Kuwriya stawa Saraswati mahe Swaram Yama Indra Masangga ya Rawe Srewana Sangga Moha Dewa Bhakti ya nama swaha. Om Hrang Hring Syah parama siwa ya namah swaha. Puja pengaturan Toya pasucian. Om Toya gadem sathem samara payami Om toya gangga pawitrani ya namah Om Pang pradyarga Ca naman ya namah Om Cang Camanan sudha ya namah Om jang jihwa sudha ya namah Om Om pawitra ya namah Om Ang Ung Mang parama gangga ya namah Om sampurna ya namah swaha Puja Pamarisudha Banten. Om Purwa Thitam ya namah Patni rudra Tapa sidhi Dewa jatham sudha swamam Sentana nugrahakham karanam Om gori uma natha swamam Rudra Deha tapa sidhi Yasa Swatham guna pati Bhakti nugrahakham karanam Om Hrang Hring Syah Uma Dewi ya Namah swaha Puja Ngayab banten Sambutan Om Kradyanta Sang Rudram Ghuyam sakti pradi pranam

Tarpanam sarwa pujanam Prasidyantu astu sidhanam Saka ramyam maha amretha. Om kara candra nyamta Namah nama nada, Om kara amrtha boktayed dewa sampurna. Om Hyang Amuktyam sari Om Hynag pratama hyang sama Hyang Asntinggala sari amrtha Hyang Om Sidhirastu tat astu ya nama swaha Om bhuktyantu sarwa dewa Bhuktyantu Sri lakananta Saganah sapariwarah Swargah sada siwasca Om Dewa Bhoktra laksana ya namah swaha Om dewa Trepti bhoktra laksana ya namah swaha. Om widya dana ya namah Matanggana taya mahardya aran ira Duk hana ring pretiwi Akasa apah semara, Hyang tryo taya, Aran ira tinitisang tirtha khamandalu Siniratan maring swarga lokha Denya sang hyang jati nirmala Tumuwuh ta sira maring marcepada Manadi ta manusa lwih Tata rinambut sinambut ayu Sukertha ginawe, Saguna kayanta ,autama Sekadi tinuduh Sang Hyang Tri Purusa. Puja Natab Linting Om agni murub angabar abar Saking madya sakalangan Urubira gni ira bhatara Siwa Anglukat Anglebur sakwehing sungsung bayu pati sang rare. Puja Panglepas Awon. Om Pakulun bhatara brahma Wisnu Iswara, Manusanira Si cabang Bayi anglepas Awon Ipun ring Bhatari Tiga, pakulun anyuda leyuh ipun teka sudha lepas malan ipun.

Puja Sesayut Pageh Urip. Om Sang Hyang pramana mekadi Sang Hyang Urip, Ingsun aneda nugraha Sang Hyang Widhi, Urip waras dirgayusa Om apah bayu teja akasa pretiwi jiwatmanam pramanam. Om Dirgayur jagat amretha Sarwa merana wimur citram Om sudha sudha sudha Om Ang Ah amretha sanjiwani ya namah swaha. Puja Natab Kerai. Om Om Om Om Om Om Atma Paripurna ya namah jwita pari purna ya namah sarira pari purna sukha bagya pari purna ya namah Siwa amretha ya namah pranama Siwa amretha ya namah.

Puja Natab Peras. Om Panca wara bawet Brhama Wisna Sapta Waranca Sad awara Iswara Dewanca Asta wara Siwa jneyah. Om Dewa Byotayed peras Sidhirastu tat astu ya namah. Om eka wara dwi wara tri wara catur wara Panca wara Mhoktayed peras sidharastu Astu nya namah swaha. Puja Matebasan Om Nadaya Samadaya Sama anggadegana sama lakwa Lulur aditya angeruwata dasa mala Mal trian ipun Sang binersihin Matebasan taman sudhamala Sakalwirin dasamala Lara rogha papa klesa petakan ipun sang tinebas tebas Sudhamala la laha ring sang Hyang Biksantri. Om Sang Hyang malinglang Angeruwata mala Om Sang Bang Tang Ang Ing,

Nang Mang sang Wang Yang Om Suksma hrah phat astray a namah Om Sang Hyang Guru reka tenaya Manusan ning sira angaturaken sarwa sesayut pageh urip Katur ring paduka bhatara Samadaya. Om sudha sudha sudha ya namah sawha. Om Ang Ah amretha sanjiwani ya namah swaha. Puja Nyeneb. Om pranamya sira de sang lingam Dewa lingam maheswarah Sarwa dewata Dewati dewanam tasmai Lingga ya namah. Om Dewa rupha Mahadewa Mahatmanam dane Swara Lingga rupha wara nityam Tasmai lingga ya nama namah. Om nama stute lingga rupaya stiti lingga ya namah lingga rupha wara nityam Tasmai lingga ya nama namah Om Siwa lingam Om Om Sadha siwa lingam Om Om parama siwa lingam ya namah Om hrang hring syah lingga Ya namah swaha. (Swastika, 2006:99-134). Mantra watek dewata maider (Iswara astawa purwa sentanania) Ong giri murti sweta wrnan, Meru rajata baswarem purwa desa pretistanem. Purwa Iswara arcanem, sarwa sweta sudha niytem, Busanem ratna swetanem, manik. Surya sweta warnen, surya Koti praba jualem. Iswara dea salinggem, sarwa dewa pranamaykem, Purusa sweta pawitrem, santa juanem sudhem nityem. Iswara dewa murtinem, Wigena kelesa wina sanem, Sarwa buta winucatem, Sarwa wiyadi niratarem.

Sweta warananta Iswara dewaem, Sandi katuwem wigrahakeem Tatwa guyaksarem matem, Murdanem, tatwa salinggem. Suksma diyanem, maha wiryem, Suksma tatwem parajnyanem, Praba sweta trinayem, catur buyem murti swarem. Swakiyem wigrhakem, nana garagoyem swarem, Bajrakasara murti diyanem, Sarwa kriyem basmi citem. Pradnya widyem sara swatem, Sarwa karya prawitranem, Buh loka sarwa anayem, Iswara linggem. Sarwa praja pradi panem, Sarwa karya prawitranem, Jagat wigena wanasanem, Sarwa dusta wemoksanem. Pancawikrama deahem, Nugrahem sarwa lanem, Mukti bukti wiya palem, Labate sude sudanem. Yadnya dewem krayem, Iswara dewa mutinem, Sarwa jagat pretistanem, Wigena kelesa wina sanem. Sarwa pradnya sadasem, Suda papa wigena sawatem, Sarwa dewa pita narem, Moksanem sarwa roganem. Biksukem satri labatem, Macute wigena keranem, Satriya wibuh mukti buanem, Brahmanem waksidyem mantrem. Sarwa kriyo dusta citem, Satrunatwana sama saran, Jaya wiya sakti sriyem,

Sarwa durganem wikarem. Iswara dewa salinggem, Swarasirem praja binem, Sarwa buh bawinasanem, Sarwa jagat sudha niyem. Ong Mang Iswara dewarcanem, Boga weredya pala buktem srinan sedana, Wirya pala jiwatmakem. Ong Ung Iswara dewa ya namah swaha. (Made Gambar, 1986:23). 7.2.7. Panglukatan Mala. (gering lara, ila, muang gering tuju bayu, tuju angin. Dapat disembuhkan) Banten. Sahe seyayut, mewasta sesayut durga yusa, amerta Sanjiwa muah rikala nuju dina: budha Keliwon, Anggara Kliwon, Purnama, Tilem (Wetania). Wenang sangkepi sesayut, resigana, muah panglukatania, umertraya, Uma tirtha, nawa ratna, sakotamania. Penglukatan Uma Tirta. Om antinira Sang hyang Brahma, Sire ageseng lara wiggena, Pape klesanaingrat kabeh, Ong gangga suci nirmala, Sira sang hyang tirtha meretha, Mijil sakeng amprunira Sang Hyang Sadesiwa, Angenjutakna, papa klesening rat kabeh, Ong Sang Hyang gangga suci, Mijil sakeng papusuhan ira Sanga Hyang Prama Siwa Sira anirnakena lara roga wigena papa, Klesaning rat kabe, ong kara mantra, Mijil saking Brahma duaranira, Sang Hyang Guru Wisesa. Sira ta amburaknean sakwehing papa kelesa, danda upoadrwa ikang rat kabeh, ong nada windu ardha candra ya namah swaha. Ong saha sidhi proadnyanaya nama swala. Om gunung mas pucak manik, Akarikil nawa ratna, maha sumber sang Hyang amerta, Apancuran selaka, winadahan kundi manik, Kinepungi nawaratna inaranan Sang Hynh amerta Kamandalu,

Maka uripning pawatek dewata nawa sanga maka partitanin Pandita ratu, muang manusa ring maya pada, wenang ngawasakna ring ngagering, lupa lesu lelep arip, sakwehing lara wigena mala petaka upadrawaning bapa ibu kaki nini, yuyut, Om Awigne mastu lara sindihang. 7.2.8. Lindu Gemana. Om Basudarem mahadewem, Magendra suksmam adnyanem, asah molah tri lokanem, siwa sadha siwa, mutyem. Gemanem pertiwi dewi, mertha gemanem pawitrem, sarwa wigera winasanem, sarwa jagat dukartarem. Ong Yang Ung, Bhatari preiwi molah naga raja, Suka amaya namah, sarwa lara winasayem, premanem sidhem ya namah swaha. 7.2.9. Penglukatan Panca Geni (untuk orang tilas) (Iki wenang anggen ngelukat wong telas/tilas) Om Brahma kunda jagat patyem, Brahmanem loka seranem, Brahma kunda geni murtyem, Brahma murti sari rane. Ageni sweta murti dewem, Iswara dewa prestitem, Sarwa wigene sanem, Sarwa satru winasanem. Ageni rakta murti dewem, Brahma prastitem sari rarem, sarwa durna winasenem, Sarwa drwimoksanem., Ageni pita murti dewem, Madewa sudha salinggem, Sarwa keli kalu sanca, Sarwa papa aro-aro. Ageni kresna murti dewem, Wisnu dewa masarirem Bayu nirmala tuju teluh tranjana, ujar ala, ipenala ilang kang dosa mala,

Lebur awu jati amukri nirmala, Ung Sudha mala maring papa jati ening, Ong sidhi rastu ya namah swaha (Gambar,1986:14). 7.2.10. Pecaru Gering Tempur. (sasab merana wang akweh gering ngebus, ngelempuyeng, ring desa tepening samudra wisyan Betara Baruna miraga muah kalan betara Segara ngawisyanin. Tan pegat kageringan, gerubug, kapati-pati, kaduluran gering kecacar, maha bara ikang baya, toyo mawisa, asing pinangan dadi wisya, maawanan pati (mati), kaken pati, gering merana makuweh mati meweh ikang wang). Yan arep rahayu ikang rat, wenang ngadegaken sanggah tutuan ring Dalem, munggah suci laksana, duang soroh, denagenep, guling pebangkit, soring sanggar tutuan, pageneyan, saha gelar sanga, maduluran segean agung bawi butuan, maka penyambleh malih jadma kabeh ngaturang daksina muang canang. Om Budha murti webaksyanem, kala tri bute tri dweyem, sarwa praja wesar janem, prabhu wibuh suka wredyam. Budha rupe kaliyugem, buta raksasa sa pisacan, gana bute banas patyem, saha bute saha pranem. Durga pati budha rupem, Uma dewi Saraswatyem, Gangga gori perawak syanem, Durga dewi namo-namah. Santa rupem wibaksyanem, Sri dewi sarira dewi, Sarwa jagat sudhatmakem, Sattrya winoyo labatem. Brahma dewak sidhiogem, Dirgayusan jagatriyem, Jaga satru durga scityem, Sarwa wegena wina sanem. Pakulun Sang Hyang Budha loka-loka, Paduka Bhatara maka lingganing timangke,

Ndah wriping jagatraya, manusa paduka betara, Ngaturaken tadah sajinira, asing kirang, Asing luput, geng rena sinampuranem, Sira sangadruwe sajen nira. 7.2.11. Penglukatan Siwa Geni. Om Siwa Rudrem brahma takem, Agneni jualem masarirem, Sarwa roga basmi sitem, Sarwa petaka sampurnam. Sarwa wigene winasanem, Roga dosa wimur citem, Sarwa papa winesanem Klesa roga wimoksanem. Ong Ang Ah Siwageni, Prod bute ya namah, Sarwa lara winasanem, Siwa geni sudha ya namah Ah Ah. (Gambar, 1986:22-24). 7.2.12. Caru manca rupa. (dagingnya bisa diganti) (Asubang bungkem, bebek bulu sikep, sami ngajak suci, sami ngeed, asu kelod kauh genahnia, ingulah ketengan (66), dadi akarang, kambing kaja kauh genahnia, ingolah ketengan (11), dadai akarang, muang siap putih siungan, kauh genahnia, ingolah ketengan (7) dadi akarang. Sate siap selem kaja genahnia, ingolah ketengan (4) dadi akarang. Iki peretiyaksa kena/pedasang mekayun. (Agar diperhatikan dengan baik dan dikaji secara mendalam untuk kepentingan dengan tujuan kebaikan). Yan caru panca sanak tan milu kambing, angsa pada wenang, Pemadem bawi butuan, paksi kokokan wenang, Pemadem kidang bebek putih jambul wenang, Pemadem kebo, bebek selem (wenang), Pemadem kambing, sata kanguru, siyung wenang, Pemadem angsa sata buik bulu gadang wenang Yan tan wenang mademan banteng, wenang kukur anggen pateh ring banteng Yan tan wenang mademang ciciri (kuluk), Wenang bebek belang kalung angge, pateh ring asu. Yan tan mademang kambing, wenang siap kelawu gerungsang angge, pateh ring kambing

(Gambar, 1986:26-28). 7.2.13. Salwiring Pamanes Karang. Kapanjingan gelap, muang puun, wenang ngadegang pelinggihpelinggih padma, andap, palinggih Ida Sang Hyang Kala Maya, anadi kala deset, muah yan ana kayu rempak, pungkat muang punggel, tunggal panese, tan pegat amilara, muah yan ana Nyuh mecarang, jaka mecarang, biyu mecarang, muah wetunia kembar, tunggal panese, kadi ageni baya ngaran. Yan ana pakubuan, sebarang kuburan, keni ketampig antuk aturupungkat punggel karipu baya ngaran. Yanana sanggah pungkat muang paon, malih jineng pungkat tanpa kerana, muah katiban amuk kepanca baya, ngaran panes karang ika, yan tan magawe pungkate, panes karang ika. Ngaran kewala pinika cacad, tan wenang malih angge, wenang gentosin lakarnya, samian, muah yan ana wong mentik ring bataran salu, wong baya ngaran, panes yan ana samangkana, apan sampunang lakung ring petang dasa dina mangde puput mecaru, dados caru ika alitan, yan langkung ring petang dase dina, ikang ageng nagih caru. Yan ana karang tumbak, rurung, katumbak jalan, katumbak labak, katumbak jelinjingan, katumbak pangkung, panes karang ika; Sang Hyang Kala Durga agawe lara, wenang ngadekaken padma alit palinggih Ida Sang Hyang Durga Maya. Muah yan ana karang namping pempatan, muah marga tiga, namping pura, namping bale banjar, patuh panese. Muah yaning tabuan kulit, muah nyawan ring umah, ring salu (bale) ring pakubuan, patuh panese. Yan ring lumbung sanggah kemulan ayu ika. Muah yan ana ingon-ingon patik wenang-wenang (ubuan-ubuan) salah rupa, wetune, panes ika: wenang rarung kesegara, tugel gulune, kewandania tambek antuk duin blatung, talining budur, buangan ring paro nidi (ring segara ) raris gelarana panca tawur. Muah yan ana asu (kuluk) muah bangkung amanak tunggal, maung menadi nur, panes karang ika. Muang ya ana taru salah pati, muang manusa salah pati ring pekarangan, patuh panese karang ika, apan manusane menyama ring taru muah mamuatan idihang nasi, muang

baktini, yadin anggen banten, sami taru ika ajak urip katekaning pati Muang yan ngingsirang padengenan, muang lumbung pebrahman, tekening kandang, sembarang linggih widhi, ika teka wenang gingsirang, ika ngadekaken gering tan paingan. Malih caru karang kageringan, karang angker, umah sane ngenahan tan maren miyegan wenang acinin karang ika. Semuanya itu harus di buatkan tawur. Luwir carune (tawurnya). Ayam putih meolah, dadi limang tanding, sane atanding mesate lembat asem, pada petang katih suwang, wakulange winangun urip, tumpengnia pada medanan mecaru bilang bucuning karang, yan tan caruning ngimuh ikang kala buta kabeh, muang temahan dasania sanguduwe umah, tan mangga ya sania, wanguduwe umah, rahina wengi ketadah antuk kalan betari Durga. Yan sampun tawurin enak sang kala bute kabeh matemahan ayu sang ngadruwe umah. Iki Mantra: Ih kita buta jigra (jigra maya) marupa amanca warna, kita ratuning bute kala dengen, meanak i pemali pulung raksa, I nyundar andir, eka dasa ruang ira, kita agawa\e apanjingan yang lalah, kesandering gelap, aktiban amuk, kalebok amuk, kasiratang rah, mati megantung, saluwiring cuntaka kala baya, kapurna denira sang bute jira mangsa, Ong kesma sampurnaya namah, Sa. Ba. Ta. A. I. Na. Ma. Si. Wa. Ya Ong Ang Ong Mang. Puja Pemali Pakulun kaki pemali, Ni pemali ingsun angundurang pemali agung, Mapesengan I Gular Bumi. Paramantrining pemali, mangaran I Guyangati. Perbekel ipemali ngaran : I Tunjakati Sedaan ipemali ngaran : I Sanriati. Penyarikan ipemal ngaran : I Tumbak api.

Kasinoman ipemali ngaran : I Tuwek wesi. Bujangganing ipemali ngaran: I Muyang-Maying. Juru candek ipemali ngaran : I pular-Palir Dewaning pemalai ngaran : Sang ratu Mejaya. Panjak pemali ngaran: Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali Pemali bantang. tunggak. tunggek. paek. jengat. brahma. wisnu. pulung. suket. jalinjing. tukad. sawah. seme. desti teluh. moro. amgin.

Satus kutus ananing pemali, teke kita kabeh pada patuh lingkup, asanak ring punanu, sangadruwe caru punika ana ganjaran nira katur ring kaki pemali, nini pemali paingkup agung, asung anugraha, amukta ya sari lawan sama kira kabeh, wehana wado cara samodaya, sampun sira malih anggeringin, jadma manusa punanu wehana urip waras, dirgayusa tekaning anak putu nira kabeh, amukti ta sari ring kahyangan sira suang-suang. Ong sarwa pemala-pemali byoswaha. Apan aku umawak sang Hyang Brahma Jati. 7.2.14. Pengasih Buta Muang Dewa. Ingsun angadepana sang Hyang Tunggal, Rumasuk ring sariraning ingsun, trinadi sama baktya, dewa mantaramasya, buta wigraha masya, mausya sidya masya,

apan aku Sang Hyang Tunggal, amatuha tri nadi, sing teke patuh ikup ingkup ingkup ingkup. (Gambar, 1986:38). 7.2.15. Dwijendra Astawa. Ong brahmanem brahma murtinem, Brahmo siwa murti wiryem, Siwa sada siwa sirwatem, Siwa loka pratistanem, Brahma peraja dipem lokem, Dwijendra baskara meretem, Tatwad nyanem siwem, Yoga sidyem murtinem. Baskarem siwangga layem, Dewa mantarem sidhi wakyem dewa sandi sang yogatem, Brahma Wisnu Mahe Suarem. Siwa puja yoga meretem, Sarwa jagat pratistanem, Sarwa wigene winasanem, Sarwa roga wisnu cartem, Dwijendra purwa siwem, Brahmanem purwanem siwem, Bramana purwa tististanem, Sarwa dewa masarirem, Surya merta pawiranem Yogi-yogi sarwa dewa, Brahma wangsabca, Brahma putra pratistanem, Sarwawa dewamca, Ong Guru dewem, Sadasiwa maha wirye, s Sarwa dewa pratistanem. Ong ganda pujiem Iswara nityem, Nada grutyem dewa mantrem, astawem dewa paragiyem, Ongkara mantra pujitem oma winayem maha wiryem, ya sarwa wigena wina sanem. Om Sriam bawantu swaha. Ong Brahmanem brahma murtiem, brahma siwa murti wiryem, siwa sada siwa meretem, siwa loka pratistanem. (Gambar, 1986:47-8).

7.2.16. Surya Sewana (Bila sakit tidak ada obatnya). (Bila sakit tidak bisa disembuhkan dengan obat: Tidak boleh makan garam, dan segala macam daging binatang dan burung. Basuhlah diri anda dengan jeruk, dan setelah itu mandi seperti biasa, matirtha. Setelah itu lanjutkan Masurya Sewana, pusatkan pikiran kepada dewa Surya dan Sang Hyang Candra.) Jayem suarem maha merethem, puspadem sarwa nisithem, papa klese maha datem, mala petaka wisudha. Ong bajra patni niti dewem, Ong gangga dewa nugrahakem, Surya candra nugrahakem. Pusatkan pikiran pada Sang Hyang Candra. Ong Ang Sang Hyang Candra ring netra kiwa, Sabda iki Sang Hyang Cumerini, Rupa kadi purnama katon. Ong amertha dewi maha niti, Astawem maha seranem, Ratna pratista susuarsa, Predanta puspa seranem, Sri danta beraraba matanem, Jaya-jaya nama mertha, Puspa seri suara, Merik siksa sarwa predana, Ong Yang Srise Yang Prastawa. 1.2.17. Mantram sebelum Belajar Memantra (Sang Hyang Aji Panusangan). Pangleburan letuhan sarira, tan keni sebelen saluwuing magelah ring prajamandala, wenang sekama-kama apan Sang Hyang Mantra luwih utama, yan tasak ngerangsukin mantra iki, saksat mawinten ping telu, gelarana siang ratri Idepaku anganggo Aji kotamah, Amangsa-amangsung aku tan pabersihan, aku pawaking setra suka kang akasa, suka kang peretiwi, tan ana aku keneng sebelan, apan aku teke abersihin awak sariranku, teka bersih bersih-bersih-bersih. (Gambar, 1986:51-52)

7.2.18. Pawisik Dewi Maya Asih. (Pinuja kene desang Sedaka ndiata). Ong tat purusa ya namah, Sekari prabwa sang Hyang mantra, Menge iki kabaan denika manjing te kita, Kepanggung de sang Hyang maha Meru, Peresada mas manik, Asta dasa walu welas saginira, ijero sada, Kehanan Bhatare peremana, Catur duara, pat lawangnia, Kakemit dening dewata, tanembah ring betara Dharma, Utpeti Stiti Pralina, i telas mangkana, Iki pilih ikang babaan sekayunta, Yan saka wetan duara kayunta, Undiakenang mantra, Sarwa sadia ya namah swaha, Sekari prebawa Sang Hyang Mantra, Menge ikang baban denika. Yan sekidul duara keayanta, Undiakenang mantra Ong bang tat purusa ya namah swaha. Sekari perebawa Sang Hyang mantra menge ikang babaan denika. Yan sekepancina duara kayunta, Undiakena ikang Mantra Ong Ang Aggora ya namah swaha, Sekatri perebawa Sang Hyang Mantra, menge ikang babban denika. Yan sake lor duara kayunta, unia kenaMantra Ong Ang Agora ya namah swaha, Sekari perebawa Sang Hyang Mantra, menge babaan denika tumata kita ijero, nda tan kapangging betara Dharma sire, apan acintya swabawanira, uniakenang mantra Ong Ing I senaya namah swaha, Sekari perebawa Sang Hyang mantra, Upeti Stiti Prelina. Yatika ngilangakena papa tiga luirnya: Ong Ong Ong Ong I-ta-sa-ba- I, perelina ika, ya-na-ma-si-wa. na-ma-si-wa-ya. wa-si-ma-na-ya

Ong Mang Ung Ang, Ong Ang Ung Mang, Ong Ung Ang mang. , Pangredana Para dewa semua Ong peletak, peletik, Ong teluh adhi senduh Hyang nini dewata kabeh, Mangerenga suara arum abangkit, Ong teka pira menangis, Sang Hyang Meraja Hyang Betari Kunti ih wih ih nah jeng. (Gambar, 1986: 60-62). 7.2.19. Melapas Wewangunan Utama, Madya dan Nista.

Utama. Maguling pebebangkit, genep sekramaning bebagkit, suci (2), daksina gede, sesantunia genep, pengulapan, rantasan pasucian peras lis, tepung tawar isuh-isuh, secarik tetebusan, tatimpug, sopekarania penglukatan, sibuh peepek, kukusan anyar, segehan manca rupa metabuh luak, arak berem, muah maduluran tumpeng putih kuning, iwak ayam putih kuning (luh muani) pinanggang spelakan, raka-raka sekeweang, ika pinaka labaan banas patining taru mangkana kramania. Madya. Masuci (2) kewala mapula gembal, maekar taman, prayascita luwih, sesayut pengambeyan, pengulapan solasan dua likur, gerang, kurenan, tumpeng guru miawak bebek putih maguling, muang tempeng putih kuning, iwaknia ayam putih kuning luh muani sapelaken pinanggang raka sate weang, daksina gede mesatun genep, arta (1700), rantasan pasucian muang selanlanin panglukatan, kukus anyar, sbuh pekek, peras, lis, tepung capak, isuh-isuh bun rerakih muang tetebus, gelar sanga segaan manca warna, tetabuh tuak, arak berem, taekp api mangkana yan madya. Nista. Masuci abesik, (1) prascita luwih, sesayut pengambean, pangulapan, solasan dualikur, gereng sesantun den agenep, muang sepakramaning panglukatan, dena sangkep, kukus anyar, sibuh pepek, srantasan muah pasucia, peras lis, tepung tawar, isuh-isuh bun, rerakih tebusan, muah dulurana tumpeng putih kuning dena ageng, iwaknia ayam putih kuning luh muani

spelekan pinanggang, raka-raka sakewenang, ika pinaka tadahan banaspatining sarwa taru, aywa papeka, amurug, pewangunira Begawan Wiswakarma. Pemelaspas nasin Peralatan. Nasin kandik mebe ancruk; nasin timpas muang belakas mebe balang, Nasin paet mabe sibatah. Nasin pengotok mabe paya, nasin siku-siku mabe kelentong kelor, nasin sepat mebe pelas, nasin penyerutan mebe pakis (pangi), nasin pengutik mebe kecai, nasin undagi-undagi, nasi liamng pujung mebe kawisan, sahe tuak arak berem. Pemelaspan Utama, Madya, Nista puniki dulurana. Pengurip Bangunan. Ih sang Hyang Indra angreka, Saluwiring ginawe rerajahan, Ong Ang Mang Brahma Wisnu Iswara, angadakaen bayu sabda idep, Siwa sada siwa Perama siwa, anguripaken saluwiring sarwa ginawe, dumanis cayane sarwa wijaya, Ah Ah Ah. Ong Yang perama Wisesa, Siwa-Sadasiwa Peramawisesa, anguripana sarwa tumuwuh, anguripana buana kabeh, purwa, genian daksina, neruti, pancima, wiyabya, utara, ersania, masya, sor luwe, pada kaurip denira Sang Hyang Perama Wisesa, mamupul dadi sawiji, matemahan sang Hyang Ayu narawati asri apasang amereta, bumiwana urip, jeng, Ong seri bagia namah swaha. Ong bumi ginawe bumi, Sudha bumi, sudha ayu, Yudha nirmala, dewa metu ilang, Cobenem sudha mala, Neher sarira tuuh, Ong sarwa karya; Peresidha namah swaha. 7.2.20. Pesimpenan. Ibu paduka betari kapendem,

Wusamono denira kelangkahan kedekan, Wusano demira kelambukan, Lawan kumereb, wusano denira kesingan kawuyuhan, Wusano denira keenden kariyanan, Mangke ibu pakulun, Daweg nyeneng pakulun awewedaka, Alenge wangi, asinjang akampuh, Anak paduka betari, Angaturan alinggih maring padmasana, Amuktyasari atinggal sari, Uduh bapa anak ingsun, Nora ana karya sira, Angewruhakena iringsun, Ah-Ih, ater dening dewa laya. 7.2.21. Mantram Arca muang mapendem Pedagingan Meru. Ong sang Hyang Ibu pertiwi jati Mekadi Sang Syang Akasa, Sang Hyang aditya Candra lintang trenggana, Ulun aneda kerta nugraha, Nugraha ripadanira pakulun, Manusanira angadekakenne wewangunan, Arca meru arrcana, Pangiyang-ngiyangan nira Sang Huyang Trisandia, Mauluning jana pada, Ong-Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang. 7.2.22. Katiban Durmanggala. Iki pecarun karang katiben durmanggala, nanceb sanggah tutuan, muang suci abesik, jangkep saisin suci, pebangkit asoroh jangpet abesik, muang panca sata, itik putih kalungabesik muah asu bang bungkem abesik, sami winangun urip sami anut ring sesatenia, purwa (5), daksina (9), pascima (7), utara (4), madya (8) muang itik kalung ring madya genahnia, satenia kutus ping lima (40), asubang bungkem, satenia lima ping siya (45) kelod kauh genahnia, saba sanga genep caru madurga ngaran. Pakulun kaki betara Kala, Paduka Betari Durga, Rah kaki betara Gama, Sang Hyang Panca muka, Ayo sira nyangkala-nyangkali pekarangan punnanu, Apan sampun ngaturana caru kebeya kalan,

Amuktya te sira, Sama suka risanga deruwe caru kebaya kalan, Amuktya te sira, sama suka ringsanga deruwe caru, Teka-waras-teke-waras-teke-waras jurang luah wenang. 7.2.23. Puja Mawinten Ong Siwa nugraha, Nirmala ya namah, Manusa Sang Hyang amit, Angaturana pawintenanne punanu, Katureng pada betara-betari, Sakawisayan ipun, Amanca, amunis, undagi, Amangku widi, Tan ketamana upadrawa de betara yang mami, Kelawan sang mawitenang kejenenganga De Sang Hyang triya dasa sakti, Muah Kaki Begawan penyarikan, Sang Citra Gopta, sami sira anjenengana, Ong Ang kesama sampurna ya namah. 7.2.24. Ananggap Dana Ong Siwa data siwa bokta, Drwyamet siwatmakem, Ubaya siwa dam buyat, jata bota setatan. Adyo mesa palem butem, Adnyane sepalem juyanem, Adya mesa palem tapem, Adnyana sepalem juyanem, Dulura ayu werdi, muah dirga yusa. 7.2.25. Penenang Jiwa yang Menderita Agnestanurasi waco wisarja namdewawittaye twa grhnami wrhadgrawasi wanasratyah sa idam dewebhyohawih samiwa susami samiswa; Hawiskrdehi hawiskrdehi. Oh Yajna, engkau adalah badannya api; Engkau diselenggarakan dengan menguncarkan Weda Mantra, (dan) saya menyelenggarakannya untuk mendapatkan sifat-sifat mulia. Engkau adalah awan yang maha besar pemelihara atas tumbuh-tumbuhan obat. Sucikanlah sesaji kami, penenang jiwa menderita, untuk memberi kebahagiaan kepada yang pandai dan mensucikannya. Mereka yang membaca dan mengajarkan

Weda, menjadi mengetahui ceritera-ceritera dalam weda, memberi inspirasi kepada kami untuk melakukan yadnya. 7.2.26. Ilmuwan Mengajarkan Ilmu untuk Kebaikan Manusia. Kukutosi madujihwa isamurjamawada twaya wayaduamsamghataduam saghatam jesma warsa wrddhamasi prati twa warsawrddham wettuparaputtraduam aratayo pahatadduamrakso wayurwo wiwinaktu dewo wah sawita hiranyapanih pratigrbhnatwacchiddrena panina. Yadnya menjauhkan pencuri, menunjang dan memaniskan ucapan, (yajna) adalah berpahala untuk menghasilkan bahan makanan dan pemberi pengetahuan dan kekuatan. Semoga pelaksanaan yang seperti itu ditanamkan. Semoga kami dengan bantuan pahlawan orang-orang pemberani menang perang berulang kali. Yadnya adalah alat untuk menghasilkan hujan, semoga kami mengetahui engkau sebagai pengasil hujan. Kami harus berusaha menghapuskan perampok dan pemakai pikiranpikiran yang tidak suci, seperti udara dengan gerakan tangannya tertentu yang kuat pulang pergi yang menerima persembahan dan seperti halnya matahari yang cemerlang memancarkan cahayanya mengerahkan atom-atom menjadi api, demikianlah juga Tuhan dan para ilmuwan mengajarkan ilmu untuk kebaikan kemanusiaan. 7.2.27. Persembahan Weda Mantra. Agne brahma grbhniswa dharunamasyantariksam drduam ha brahmawani twa ksatrawani sajata wanyu padhami bhratwyasya wadhaya; dhartramasi diwam drduam ha brahmawani twa ksatrawani sajata wanyupadhami bharatrwyasya wadhaya; Wiswabhyastwawasbhya upadhamicita sthordhwacito bhrgunamangirasam tapasa tapyadhwam. O Tuhan, Engkau adalah penyangga alam semesta, terimalah pujian kami dipersembahkan melalui weda mantra dan kembangkanlah pengetahuan rokhani kami yang tidak habishabisnya. Untuk menghancur-kan musuh-musuh yang ada dalam diri, saya menyadari bahwa engkaulah yang ada dalam hati, penolong orang-orang terpelajar, Pemimpin Politik/Negara dan pembimbing pada jalan kewajiban sebagai macam golongan yang berbeda-beda. Engkau penyangga alam semesta, kami berdoa kepadaMu untuk menambah pengetahuan kami. Untuk menghancurkan musuh-musuh dalam diri, kami menghayati Mu dalam hati sebagai penolong orang-

orang yang terjujur pemimpin Negara dan pembimbing atas kewajiban bagi golongan yang berbeda. Kami memuja Engkau didalam hati, Yang Maha meliputi, Pemberi kebahagiaan dari segala yang ada. O Engkau manusia, tuntunlah kejalan kehidupan tapa dengan mengendalikan nafsumu dan menuruti orang-orang yang bijak, ilmuwan dan yang terpelajar. 7.2.28. Arti penting Penguncaran Mantra. Sarmasyawadhutaduam rakso, wadhuta aratayo ditwastwagasi twa ditirwettu; Dhisana si parwati prati twa, ditastwag wettu diwaskambhanirasi dhisana,si parwateyi prati twa parwati wettu. Yadnya adalah pemberi kebahagiaan, menjauhkan yang egois dan sifat-sifat kikir dan melindungi daerah tempat seperti kulit melindungi tubuh. Semoga yang melakukan yadnya menyadari arti pentingnya. Penguncaran Weda Mantra yang benar-benar merupakan yadnya sendiri. Yadnya yang dilakukan pada hari tertentu juga memberi perlindungan seperti kulit melindungi tubuh. Yadnya adalah pengangga matahari yang cemerlang, perwujudan dari ceritera Weda. Semoga kami menyadari yadnya sebagai pembawa hujan dan pemberi pengetahuan spiritual. 7.2.29. Makanan disucikan dengan Yadnya Dhanyamasi deam pranaya two danaya twa wyanaya twa, Dirgghamanu prasitimayuse dham dewo wah sawita hiranyapanih pratigr bhnattwacchidrena panina caksuse twa mahinam payosi. Bahan makanan dan air disucikan dengan melaksanakan yadnya memperkuat tubuh dan indra perasa. Semoga kami bertirah pada yadnya untuk kesehatan yang baik, untuk aktivitas, untuk vitalitas, untuk umur panjang penuh kebahagiaan dan kesejahteraan. Pencipta yang Agung dan pembebas alam semesta, melalui Kemahaadaannya, rahmatilah kami dengan pengetahuan yang luhur. 7.2.30. Yadnya Menseimbangkan dunia Dewasya twa sawituh prasawe,swinor bahubhyam pusno hastabhyam; Sam wapami samapa osadhibhih samosadhayo rasena Saduam rewatirjagatibhih prcyantaduam sam madhumafirmadhu matibhih prcyantam.

O Manusa, seperti halnya dengan Aku, Yang maha Kuasa, menyebarkan pengetahuan yadnya ini didunia yang diciptakan oleh Aku dan melakukannya melalui matahari yang cemerlang, menseimbangkan dunia, menghidupkan air dan bebagai macam nafas pada organisme manusia, demikian juga engkau. Semoga engkau bersiap untuk keuntunganmu, mencampur berbagai macam obat-obatan dengan air dan dengan sari buah dan mencairkan yang sama dengan air suci. 7.2.31. Keturunan yang melakukan Yadnya (bertambah) baik. Ma bherma samwiktha atamerur yajno timeruryajamanasya prajabhuyat tritaya twa dwitya twaikataya twa. Jangan takut dan jangan ragu untuk melaksanakan yadnya. Semoga keturunan orang yang melakukan yadnya itu baik, setia dan bebas dari kelemahan. Kami terirah sepenuh hati pada yadnya untuk mengenal Tuhan yang maha Esa, untuk pensucian air dan udara dan untuk memperoleh rakhmat itu dari ibu, bapa dan guru. 7.2.32. Tuhan Pencipta Tata Surya Prtwi dewayajanyosadhayaste mulam ma hiduam sisam brajam gaccha gosthanam warsatu te dyaurbadhana dewa sawitah paramasyam prthiwyaduam satena pasairyosmandwesti yam ca wayam dwismastamato ma mauk. O Tuhan, Pencipta tata surya dan wilayah yang cemerlang, kami memohon kepadaMu melalui rakhmatMu, semoga kami tidak menghancurkan tanam-tanamnan obat-obatan dibumi, dengan nama para ilmuwan melakukan yadnya itu. Semoga matahari mencurahkan hujan di bumi melalui sinarnya. O para pahlawan terikat oleh berbagai macam ikatan dari orang-orang yang jahat didunia ini yang bertentangan kepada kami dan yang ditentang oleh kami dan jangan lepaskan. 7.2.33. Menyebarkan sistem pendidikan dalam Weda Apararum prthiwiwyai dewayajana dwadhyasam wrajam gaccha gosthanam warsatu te dyaurbadhana dewa sawitah paramasyam prthiwyaduam satena pasairyo smandwesti yam ca wayam dwismastedyam maskan wrajam gaccha gosthanam warastu te dyaurbadhana dewa sawitah paramsyamprthiwyaduam setena parisaryo smandwesti yam ca wayam dwismastamato ma mauk O Tuhan yang Maha esa mengetahui, pemberi kebahagiaan semoga kami menundukkan orang-orang jahat di bumi ini

dimana para Rsi melakukan yadnya. Semoga kami bergaul dengan orang-orang terpelajar dan dengan demikian menyebar luaskan sistem pendidikan dengan bebas sebagaimana dijelaskan dalam mantra Weda seperti halnya Sinar pengetahuan saya dihargai oleh semua, demikian pula hendaknya milikku. Orang orang berdosa bergerak didalam kegelapan yang bertentangan dengan orang-orang terpelajar, dan yang tidak disetujui oleh orang-orang pandai karena bertentangan mereka kepada pengetahuan, yang harus dibawa diantara jalan kebajikan melalui beratus-ratus jalan yang ada hendaknya batasan-batasan pada mereka tidak dihilangkan sampai mereka mencapai penerangan. Semoga orang-orang yang jahat tidak dirahmati dengan kesejahteraan dan kesenangan pada ilmu. O Engkau yang patuh pada kewajiban semoga engkau mengikuti jalan kebajikan. Ibarat sinar matahari menerangi daerah tengah/antariksa, demikianlah Tuhan memenuhi keinginan kami. Matahari menguasai bumi dengan kekuatan gravitasinya pada tempat yang tepat. Yang kejam yang bertentangan pada keadilan dan bertentangan kepada cinta damai, supaya sekali-kali dibiarkan berkeliaran sampai mereka tertawa pada kesadaran mereka. 7.2.34. Yadnya dengan Mantra Weda dalam Gayatri. Gayatrena twa chandasa parigrhnami traistubhena twachandasa parigrhnami jagatena twa chandasa parigrhnami; Suma casi siwa casi syona casi susuda casyurjaswati casi payaswati ca. Saya melaksanakan yadnya dengan penguncaran mantra Weda dalam Gayatri, Tristiubh dan Chanda jagati.1 O Bumi engkau adalah indah, sumber kesejahteraan dan kebahagiaan, tempat yang cocok untuk berdiam dengan senang, penuh dengan jagung, susu, air manis dan buah-buahan. 7.2.35. Yang jahat harus disingkirkan. Pratyustaduam raksah pratyusta aratayo nistaptaduam rakso nistapta aratayah; Anisitosi sapatna ksidwajinam twa wajedhayayai sammarjmi; Prastyustastaduam raksah pratyusta aratayo nistaptaduam rakso nistapta aratayah; Anisitasi sapatna ksidwa jinim twa wajedhyayai sammarjmi. Yang jahat harus disingkirkan, musuh kebenaran harus dihukum, mereka yang patut dibelenggu harus disisihkan dan

yang mereka yang menentang pengetahuan harus menderita sedih. Oleh pembasmi musuh, engkau tidak. Mereka yang tidak mentolerir kebaikan orang lain harus dihukum, dan salahkan secara terbuka. Mereka yang menyebabkan rugi pada orang lain harus dihina. Saya memerintah pasukan pada waktunya menjadi kuat untuk melemahkan lawan dan melakukan perang. 7.2.36. Mengenal Tuhan Melalui penglihatan Spiritual Adityai rasnasi wisnorwesposyurje twadabdhena twa caksusawapasyami; Agnerjihwai suhurdeebhyo dhamne me bhawa yajuse yajuse. O Tuhan, Engkau adalah penta cairan manis ditanah. Engkau adalah maha ada, meresapi semuanya, laksana nyala api, Engkau tidak termusnahkan. Engkau patut dipuja oleh para Resi disemua tempat, jalan untuknya, melalui penguncaran weda mantra. Semoga kami mengenal Engkau melalui penglihatan spiritual yang damai, untuk kemajuan kami. 7.2.37. Mensucikan Hati dan Jiwa Sawistustwa prasawa utpunamyacchidrena pawitrena suryasya rasmibhih; sawiturwahprasawa utpunamyacchidrena pawitrena suryasya rasmibhih; Tejosi sukramasyamrtamasi dhama namasipriyam dewanamanadhr stam dewayajamasi. Saya sucikan yadnya, yang menyucikan semua obyek dengan baik dengan yang tidak mengalir, sinar sucinya matahari. Didunia ini, yang dicipta oleh Tuhan Yang Agung, saya sucikan hati-hati dan jiwa-jiwa manusia dengan pengetahuan suci dan yang bercahaya. O Tuhan, Engkau adalah sumber segala cahya, suci, Pemberi kebahagiaan orang yang bebas, tumpuan akhir bagi alam semesta, layak untuk dipuja oleh para pelajar, dicintai oleh yang jujur, penganut yang tidak mengenal takut, Tak terkalahkan dan dipuja oleh para Resi. 7.2.38. Membersihkan Air Sumur dalam Weda. Krsnosyakharesthognyetwa justam proksami barhirasi wedirsi barbhise twa justam prosami srugbhyastwa justam proksami. O Yadnya, walaupun engkau dilakukan disumur yang digali, engkau dimurnikan oleh api dan diserap oleh udara. Demi Untuk Hawan,2 saya mensucikan persembahan yang dapat diterima oleh ghee. Engkau adalah altar, demi untuk membawa persembahan tinggi keangkasa; sya membangun engkau dan mensucikan dengan ghee. Sebagaimana air diangkasa

menambah kesucian semua benda materiil, demikian juga saya bersihkan persembahan itu dengan hati-hati untuk diletakkan disendok api. 7.2.39. Yadnya sejak jaman dulu menurut Weda. Samidasi suryastwa purastat patu kasyascida bhisastyai; Sawiturbahu stha urnammra dasamtwa strnamiswasatham dewebhya a twa wasaso rudra adityah sadantu. O Yadnya, Engkau adalah indah laksana musim. Sang surya melindungimu sejak jaman dahulu, pembuka segala bunda. Engkau dipancarkan melalui kekuatan dan potensi yang surya. Ibarat seperti wasu, Rudra dan Aditya yang memajukan yadnya, pemberi kebahagiaan, melengkapi ruang, demikian juga saya untuk memperoleh sifat utama, melakukan yadnya itu. 7.2.40. Semoga saya tidak pernah Melanggar-Nya Askannamadya dewebya ajyamduam sambh bhhriyasamangghrana wisno ma twawaktramisam wasumatimagne techayamupasthesam wisno sthanamasita indro wiryamakrnodurhwara asthat. Semoga. Dengan ini, hari ini saya memperoleh kemudahan mendapatkannya melalui yadnya mentega dan benda-benda lain yang memberi kebahagiaan. O Tuhan, semoga saya tidak pernah akan melanggarnya (yadnya). O Tuhan, semoga saya mendapatkan perlindungan dari Mu, banyak kekayaan dalam gudang. Api ini adalah tempat yadnya. Melalui (yadnya) matahari dan udara memperoleh kekuatan/tenaga. Yadnya ini berada di angkasa dan diapi. 7.2.41. Jagalah kami dengan Sinar Pengetahuan Sipitual. Agne werhotram werdutyamawatantwam dyawaprthiwi awa twam dyawaprthiwi swiatakrddehebya indra ajyena hawisa bhutswaha sam jyotisa jyotih. O Tuhan, lindungi matahari dan bumi yang melindungi yadnya. Ibarat api yang memerlukan yadnya dan bertindak sebagai utusan, memberi perlidungan kepada matahari dan bumi, demikian lindungilah kami, O Tuhan, pembuat perbuatanperbuatan mulia bagi yang akhli. Laksana seperti matahari menggabungkan sinar dengan sinar melalui persembahan diletakkan di dalam api, melindungi surga dan bumi, demikian pula O Tuhan, jagalah kami dengan sinar penerangan ilmu pengetahuan spiritual. Inilah demikian ditetapkan dalam Weda.3

7.1.42. Negara yang sejahtera, karena memanfaatkan Bumi dengan Baik. Mayidamidra indriyam dadhatwasman rayo maghawanah sacatam; Asmakaduam santwasisah satya nah santwasisa upahuta prthiwi matopa mam prthiwi mata hwayatamagniragnidhratswaha. Semoga Tuhan memberi kami kekuatan spiritual. Semoga kami memperoleh harta penuh dengan bermacam-macam jenis yang cemerlang dan kekuasaan dunia. Semoga keinginan kami terpenuhi, semoga mereka memperoleh pahala, manusiamanusia memakai bumi ini dan pengetahuan (dengan nama kebebasan itu tercapai) untuk kebahagiaan negara. Semoga bumi dan pengetahuan ini menasehati saya. Semoga Tuhan, sebagai pelindung kami yang terakhir dan tetirah memberi perintah kepada saya. Ini adalah demikian dinyatakan didalam Weda. 7.1.43. Susunan Pencernaan (Analisa) Ilmu Upahuto dyauspitopa mam dyauspita hwayatamagnir agnidhratswaha; Dewasya twa sawituh prasawe swinorbahubhyam pusno hastabhyam; Pratigrhnamyanestwasyena prasnami. Saya telah berdoa kepada Yang Maha Cemerlang, Tuhan, penyangga semua, semoga Tuhan, Bapa menerima saya. Susunan pencernaan ilmu kami mencerna melalui getah perut makanan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah, saya mengambil itu melalui waktu penyerapan dan pemahaman, dengan menarik dan mengeluarkan nafas; dan kekuatan pensucian dan penyerapan udara yang bergerak melalui tubuh, menanak makanan saya melalui nyala api, saya memakannya dengan mulut. 7.1.44. Sebelum beryadnya, manusia lebih dulu dilindungi oleh Tuhan. Etam te dewa sawitaryajnam prahurbrhaspataye bramane; Tena yajnanawa tena yajna patim tena mamawa. O tuhan, Pencipta alam semesta, Weda dan orang terpelajar menyatakan sebelum yadnya untuk brhaspati dan brahma. Melalui Maha Yajna itu melindungi yadnya saya, melindungi yang melakukan yadnya, Engkau melindungi saya. 7.1.45. Aktif dalam Pengetahuan adalah Yadnya.

Mano jutirjusatamajyassya brhaspatir yajnamimam tanotwar ristam yajnaduam saminam dadhatu. Wiswe deasa iha madayantamo (3) mpratistha. Semoga pikiran aktif saya mengirim pahala yadnya-yadnya itu. Semoga Tuhan mengembang luaskan dan memelihara penuntun pengetahuan yang tidak dapat ditinggalkan ini merupakan seperti yadnya. Semoga semua orang terpelajar didunia ini bersenang. Semoga Om bersemayam di hati kami. 7.1.46. Semoga kami melenyapkan dosa-dosa Musuh (api dan Bulan) Anisoma yorujjitimanujjesam wajasya ma prasamwena prohami; agnisomau tamapanudatam yomandwesti yam ca wayam dwismo wajasyainam prasawenapohami; Indragnyyorrujjitimanujjesam wajasya ma prasawena prohami; Indragni tamapanudatam yosamadresti yam ca wayam dwismo wajasyam prasawenapohami. Semoga saya memperoleh kemenangan seperti kemenangan Api dan Bulan. Semoga kami melenyap cepat dengan materi perang. Semoga api dan bulan mengusir mereka yang membenci kami, mengusir orang yang kami uji. Semoga kami melenyapkan dosa-dosa musuh dengan perang seperti itu, kepandaian meliter dan peralatan. Semoga saya mencapai kemenangan seperti menangnya Udara dan Petir. Semoga saya memperoleh kebahagiaan melalui dorongan pengetahuan, dipergunakan untuk memperoleh keunggulan. Semoga Udara dan Petir dipergunakan dengan tepat, mengusir jauh orang yang membenci kami, mengusir, orang yang tidak kami sukai, saya sucikan orang-orang yang bodoh dengan sinar pengetahuan. 7.1.47. Mengucapkan mantra gayatri tiap Hari, menurut Weda. Wasubhyastawa rudrebhyastawa, ditye bhyastawa samja natham dyawaprthiwi mitra waruna twawrstyawatam; Wyantu wayoktaduam rahina marutam prsatirgaccha wasa prsnirbhutwa diwam gaccha tato no wrsti nawaha; caksupa agnesi caksurme pahi. Kami menyelenggarakan yadnya untuk Wasu, Rudra, dan Aditya. Cahaya matahari dan bumi membawa engkau (yadnya) kepada sinar. Prana dan Udana, melindungi bersarang mereka demikian pula hendaknya kami setiap hari beryadnya mengucapkan mantra Gayatri Yadnya yang diinginkan (Ahuti)

mencapai angkasa, datang bersenyawa dengan udara dan sinar matahari. Dari itu membawa hujan turun ke bumi yang mengisi sungai batang tumbuh-tumbuhan dan bunga-bungaan. O Api, engkau melindungi mata dari kegelapan, semoga engkau melindungi mata jasmani dan rokhani. 7.1.48. Mencapai kebesaran melalui Tulisan Yam paridhim paryadhatta agne dewa panibhirguhya manah; Tam ta etamanu josam bharamyesa nettwada pacetayata agneh priyam pathopitam Oh Tuhan Yang Maha Ada, dipuji melalui pujian orang terpelajar, Engkau mencapai kebesaranmu melalui tulisan penuh pujianpujian yang indah itu. Saya mengenal kebesaran Engkau itu dalam hati saya. Semoga saya tidak pernah membantahMu. Semoga makanan yang menyegarkan saya telah peroleh didalam ciptaanmu. 7.2.49. Biarlah kami tinggal di rumah yang Menyenangkan. Agnedabhayositamapahi ma didyoh pahi prasityai pahi duristyai pahi duradmanya awisam nah pituh krnu susada yonau swaha wadagnaye samwesapataye swaha saraswatyai yasobhaginyai swaha. O yang Abadi, Tuhan Yang Maha Ada, melindungi kami dari kesaktian yang amat sangat, melindungi kami dari ikatan dosa dan kebodohan, melindungi saya dari sahabat orang-orang yang berpikiran jahat, melindungi kami dari makanan-makanan yang melalui kesehatan. Jadilah Engkau, makan kami yang bebas dari racun. Biarlah kami tinggal dirumah yang menyenangkan, berdoa kepada engkau dan melakukan keperluan-keperluan mulai. Inilah doa kami kepada Tuhan atau alam semesta, semoga kami memperoleh pengetahuan suci melalui Wedda, pemberi kejayaan dan kesejahteraan. 7.2.50. Engkau ajarkan (Weda) kepada rakyat. Wedosi yena twam dewa weda dewebhyo wedo bhawastena mahyam wedo bhuyah; dewa gatuwido gatum witta gatumita; Manasaspata imam dewa yajna duam swaha wate dhah. O tuhan, Engkau mengetahui ciptaan yang berjiwa dan tidak berjiwa. Engkau mengetahui segala-galanya di alam semesta. Sebagaimana Engkau mengajar pengetahuan yang terpelajar, demikain juga Engkau menjelaskan pengetahuan kepada saya. Engkau ajarkan pada rakyat, mereka yang tahu bagaimana

menyanyi memuji Tuhan, mengetahui Weda yang memberi petun juk jalan yang benar, harus menguasai pengetahuan. Oh Tuhan, Penguasa pengetahuan, dengan tepatnya menetapkan yajna ini seperti dunia di udara. 7.2.51. Yang meninggalkan yadnya ditinggalkan oleh Tuhan. Kastwa wiuncati kasmai twa winuncati tasmai twa wimuncati; Posaya raksanam bhagosi. Apakah setiap orang meninggalkan yadnya? Ia yang meninggalkannya, ditinggalkan oleh Tuhan. Untuk tujuan apa pemuja melakukan persembahan pada api? Ia melakukannya untuk kebahagiaan semua. Ia melakukannya untuk mendapatkan kekuatan, kesehatan dan kebahagiaan. Bendabenda rendahan tidak dipakai dalam yadnya adalah diperuntukkan bagi raksasa/setan. 7.2.52. Karmaphala dalam Weda. Agne wratapate wratamacarisam radhidamaham ya ya ewasmi sosmi.4

tadasakam

tanme

Oh Tuhan, Penguasa atau tapa brata, rakhmatilah saya keberhasilan dalam melakukan tapa brata yang saya telah lakukan dan saya dapatkan diri saya yakin untuk melaksanakan. Saya memetiknya sebagaimana saya tanam. 7.2.53. Persembahan kepada Pitara dalam Weda. Namo wah pitaro rasaya namo wah pitarah sosaya namo wah pitaro jiwaya namo wah pitarah swadhayai namo wah pitaro ghoraye namo wah pitaro manyawe nmo wah pitarah pitaro namo wo grhannah pitaro datta sato wah pitaro desmaitadwah pitaro wasa adhatta. Sembah (kami) kepadaMu. O Pitara, untuk memperoleh kebahagiaan dan pengetahuan. Sembah (kami) kepadaMu, O Pitara, untuk melenyapkan kemiskinan dan musuh, sembah (kami) kepadaMu. O Pitara, untuk mendapat umur panjang. Sembah (kami) kepadaMu. O Pitara, untuk kekuasaan dan memperlihatkan keadilan. Sembah (kami) kepadaMu, O Pitara, untuk menyudahi berbagai macam bencana, segala puji kepadaMu, O Pitara untuk kemarahan yang pada tempatnya. Pitara-pitara, mengetahui keinginan kami untuk memperoleh pengetahuan. Pitara-pitara mengetahui penghormatan kami kepada Engkau untuk kehormatan Mu. Pitara-pitara datang setiap hari kerumah kami dan memberikan kami perintah-

perintah. Pitara, kami selalu memberikan kepadamu apa saja yang kami punya. Kami memberi pakaian, mohon terima kasih itu.5 7.2.54. Dengan pengetahuan untuk mencapai kedewasaan. Adhatta pitaro garbha kumaram puskarasrajam; Yatheha purusosat. Menerima Engkau (sebagai) guru, dalam garbha perlajaranmu, pemuda, dengan kepal bunga ditangan, ingin akan pengetahuan sehingga dengan demikian ia dapat mencapai kedewasaan yang penuh.6 7.2.55. Korban api sebagai yadnya. Samidha gnim duwasyata ghrtair bodhyatatitthim: Asmin hawya juhotana. Wahai engkau orang-orang yang terpelajar nyalakanlah api dengan batang kayu dengan mentega, korbankan api itu yang patut dihormati sebagaimana seorang Sjamsajin. Ditempat api itu engkau letakkan yadnya itu. 7.2.56. Api Pemusnah Segala macam Penyakit. Susamiddhaya socise ghrtam tiwram juhotana: jatawedase.

Agneye

Letakkan persembahan mentega (ghee) yang melenyapkan kelemahan jasmani, kedalam nyala api yang baik ini, api pemusnah segala penyakit ini ada dalam segala benda.7 7.2.57. Sinarnya api naik turun. Antascarati rocanosya pranadapanati; diwam.

Wyakhyan

mahiso

Sinarnya api itu, mencuat keatas dan turun kebawah diangkasa laksana keluar masuknya nafas dalam badan. Api yang agung itu itu memperlihatkan matahari.8 7.2.58. Weda diucapkan untuk memperoleh pengetahuan sipitual. Triduam saddhama wirajati wak patanggaya dhiyate; Prati wastoraha dyubhih. Sabda Dewata peraturan tertinggi diseluruh dunia. Weda diucapkan untuk memperoleh pengetahuan Spiritual. Kami harus bertepatan mengucapkan dan memahami Weda setiap hari bersama dengan ajarannya yang memberi penerangan.

7.2.59. Pengetahuan Petir melalui Weda. Agnirjyotiryotiragnih swaha suryo jyotirjyotih suryah swaha; Agniwarco jyotirwarcah swaha suryo jyotirwarcah swaha Jyotih suryojyotih swaha. Sebagaimana Tuhan memberi sinar kebenaran pada kota-kota yang benar kepada semua mahluk demikian pula api jasmani memberi sinar menerangi semua benda. Sebagaimana halnya Tuhan mengajarkan pengetahuan kepada semua jiwa, yang orang itu harus kata-kata apa yang ia rasakan dihatinya, demikian pula matahari membawa penerangan pada semua obyek benda-benda itu. Sebagaimana memperlihatkan kepada semua kemanusiaan juga api itu dalam bentuk petir diangkasa dan menjadi sumber hujan dan pengetahuan. Sebagaimana Tuhan memperlihatkan semua pengetahuan, api dan petir melalui Weda, demikian pula halnya Matahari menumbuhkan kekuatan jasmani dan rokhani kita. Matahari menyinari semua benda, Tuhan memancarkan sinarnya sendiri. Inilah penjelasan kebesarannya. Puja (1985:238). 7.2.60. Brahmacari selama 48 tahun Upayamagrhito syadityebhyastwa; Wisna urugayaisa te somastaduam raksaswa ma twa dabhan. O Brahmacari, ia yang telah mengendalikan membujang selama 48 tahun, saya yang telah membujang selama 24 tahun, akan memilih engkau sebagai suami saya. Engkau mengetahui segala sesuatu tentang cerita-cerita dalam agama, engkau memiliki sifat-sifat istimewa. Kehidupan berumah tangga ini memberi kesejahteraan kepadamu. Lindungilah kami. Semoga panah asmara tidak menyebabkan engkau menderita. 7.2.61. Suami yang berjaya Kada cana starirasi mendra sascasi dasuse; Upopennu madhawan bhuya innu te danam dewasya prcyata adityebhyastwa. O suami yang berjaya, engkau tidak pernah merahasiakan segala sesuatu dari saya, engkau bersahabat kepada orang-orang yang bersifat dermawan. O suami yang patut dihormati engkau adalah terpelajar. Semoga rakhmat pengetahuanmu harta kekayaan sampai kepada saya. Saya memilih engkau sebagai suami saya karena engkau selalu merupakan kemudahan bagi saya. 7.2.62. Engkau bercahaya laksana matahari Kada cana pra yucchasyubhe ni pasi jasmani; Turiyaditya sawanam ta indriyamatasthawamrtam diwyadityebhastwa.

O suami, engkau tidak pernah melupakan, engkau menjaga dalam hidup sekarang ini dan kehidupan yang akan datang. Engkau bercahaya laksana matahari dalam pengetahuan apa bila engkau mengendalikan organ pengadaan (yang) akan mengusir kebahagiaan yang abadi dalam affairmu, O yang telah menyelesaikan asrama yang keempat, saya memilih engkau sebagai suami saya untuk kebahagiaan yang terus-menerus. 7.2.63. Engkau bercahaya laksana matahari Yajno dewanam pratyeti sumnamadityaso bhawata mrdayantah. A worrwaci sumatirwawrtyadduam hoscidya wariwowittarasada dityebhyastwa. Perkawinan antara dua orang terpelahar merupakan sumber kebahagiaan. O orang yang mulia, semoga intelekmu yang baik yang mengerti tentang makna hidup dalam perkawinan membuatmu akhli dalam pengetahuan setelah menyelesaikan hidup berguru; dan mengajarkanmu bagaimana cara mengerjakan sesuatu dengan benar dan menempuh pada jalan kebajikan. Semoga engkau memberi kesenangan kepada pengantin yang baru kawin melalui pengetahuan pengajaran yang engkau terima dari orang terpelajar. 7.2.64. Perkawinan Muda berpeganglah pada Kebenaran. Wiwaswannandityaisa te somapithastasmin matswa; Sradasmai naro wacase dadhatana yadasirda dampati wamamasnuta; Puman putro jayate windate waswadha wiswaharapa edhate grhe. O suami, guru dari berbagai macam ilmu pengetahuan, semoga hidup perkawinan ini dimana engkau minum memberi kebahagiaan kepadamu. O yang memasuki kehidupan perkawinan, bepeganglah pada kebenaran, hormati sumpah yang engkau ambil pada waktu perkawinan. Dirumah, dimana suami dan istri memenuhi kewajiban hidup dalam perkawinan dengan jujur, dilahirkan seorang putra, yang memenuhi keinginanmu, adalah tidak berdosa, giat yang mau berusaha, memperoleh kekayaan dan kesejahteraan. 7.2.65. Kebahagiaan hari ini esok dan setiap hari Wama,adya sawitarwamamu swo diwe wamamasmabyaduam sawih; Wamasya hi ksayasya dewa bhureraya dhiya wamabhajah syama. O Tuhan, sumber dari kebahagiaan, hari ini, esok hari dan setiap hari yang dilewati; kami dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan mulai didalam kehidupan perkawinan kami, penuh keindahan dan aspirasi yang berlipat ganda. 7.2.66. Lindungilah perkawinanmu. Upayamaghrhitosi sawitosi canodhascanodha asi cano mayi dhehi; Jinwa yajnapatim bhagaya twa sawite. O suami, engkau telah disatukan dengan saya melalui ikatan perkawinan. Engkau penyembah Tuhan Yang Maha Esa, Engkau penguasa atas makanan-

makanan; berilah semua itu kepada saya. Lindungilah perkawinanmu. Saya menerima engkau sebagai pemelihara yajna dalam kehidupan rumah tangga kita, penguasa atas kekayaan, pola keindahan dan, keluhuran dari keturunan. 7.2.67. Suami tersayang dan pemberani. Yaste aswasanirbhaksa yo gosanistasya stutastomasya sastokthasyo-pahutasyopahuto bhaksayami.

ta istayajujusa

O suami yang tersayang lagi pemberani, engkau adalah pemberi ilmu pengetahuan, budi bahasa yang halus, lahan dan bimbingan yang baik. Engkau sesungguhnya ahli dalam Yayur Weda, Sama Weda, dan Reg Weda. Engkau diundang dan dihormati oleh orang-orang terpelajar. Saya diundang olehmu makan-makanan yang sedang disiapkan olehmu.9 7.2.68. Dosa yang sadar dan Dosa yang tidak sadar Dewaktrasyaimasowayajananmasi manusyakrtasyainaso wayajanamasi pitrktasyainaso wayajanamasyatmakrtasyainaso wayajanama-syenasaenaso wayajanajamasi; Yaccaharmenio widwammscarkara yaccawidwamstasya sarwasyainasowayajanamasi. O suami yang cinta sesama manusia, engkau lenyapkan dosa-dosa para penyumbang. Engkau hilangkan dosa manusia-manusia biasa. Engkau hilangkan dosa-dosa yang dilakukan oleh orang tua. Engkau hilangkan dosadosa yang dilakukan sendiri. Engkau lenyapkan segala macam dosa yang saya lakukan tanpa sadar, dari semua dosa itu, engkaulah pelenyap.10 7.2.69. Guru pemberi rakhmat. Sam warcasa payasa sam tanubhiraganmahi manasa saduam siwena; Twasta sudatro wi wadhatu rayo,numarstu tanwo yadwilistam O guru pemberi rakhmat, pembimbing dari segala macam perbuatan, dengan niat yang mulia, air dan makanan, engkau lenyapkan kekurangan fisik kami dan memberi kami harta kekayaan. Semoga kami memperkuat badan kami dengan brata brahmacari.11 7.2.70. Ajarkan dengan kata-kata yang manis. Samindra no manasa nesi gobhih saduam suribhirmaghawantsaduam swastya; Sam brahmana dewakrtam yadasti sam dewanaduam samatau yajniyanaduam swaha. O guru yang terhormat dan terpelajar dan pengkhotbah, karena engkau menuntun kami dijalan yang benar dengan pikiran yang mulia, ajarkanlah kami usaha itu dengan kata-kata mu yang manis dan menyenangkan, memberi pengetahuan kepada kami melalui yang terpelajar dan ajaran-ajaran Weda, tunjukkan dihadapan kami contoh, perbuatan yang mulia yang dilakukan oleh

para Resi melalui kebijaksanaan dan kata-kata yang benar, karena engkau patut mendapat penghormatan kami. 7.2.71. Memberi pengetahuan siang dan malam. Sam warcasa payasa tanubhiraganmahi manasa saduam siwena; Twasta sudatro wi dadhatum rayo,numastum tanwo yadwilistam. O orang-orang yang terpelajar, berbuat menurut pendapatmu, semoga kami mendekati diantaramu, ia yang memberi kami pengetahuan yang baik, menghilangkan penyakit kebodohan, memberikan pengetahuan kepada kami siang dan malam dari gudangnya yang amat luas dan menghilangkan penyakit dari tubuh kami 7.2.72. Siapa yajamana itu? Dhata ratih sawitedam jusantam prajapatimidhipa dewo agnih; Twasta wisnuh prajaya saduam rarana yajamanaya drawinam dadhata swaha. O Grihastin, engkau adalah sumber kebahagiaan bagi semua, yang menurunkan kesejahteraan, yang membesarkan anak-anak, penjaga atas harta ilmu pengetahuan, pengendali kejahatan, pemusnah atas kegelapan dari kebodohan, yang memperbesar kesenangan, yang melindungi segala sifat kedermawanan yang diperlihatkan kepada anak keturunanmu, memenuhi tugas kewajiban hidup dalam perkawinan dengan benar, dan memberikan bergudang-gudang kekayaan kepada yajamana.12 7.2.73. Orang terpelajar yang berpikiran mulia. Suga wo dewah sadana akarma ya ajagmedaduam sawanam jusanah; Brahmana wahmana hawiduamsyasme dhata wasawo wasuni swaha. O orang terpelajar yang berpikiran mulia, kami telah memperoleh harta kekayaaan ini dengan tulus, mempertahankan dengan usaha sendiri dan memeliharanya melalui bantuan orang lain. Kami mempersiapkan rumah ini untuk memudahkan engkau dan harta yang banyak-banyak untuk penggunaan bersama. Semoga engkau merakhmati dengan harta kekayaan yang banyak. 7.2.74. Selenggarakan Yadnya dengan Benar. Yam yam awaha usato dewa dewamstan preraya swe agne sadhaste; Jaksiwaduamsah papiwaduamsasca wisswesum gharmaduamswaraswaratisthatanu swaha. O guru yang berperilaku baik, bujuklah mereka melalui orang yang berpikir agamis, yang telah mengumpulkan pengetahuan dari engkau. O orang-orang yang kawin, bimbinglah engkau semua hidup kebahagiaan, mengambil makanan bergizi, minum air bersih, selenggarakan yadnya dengan benar dan pertajam pikiranmu.

7.2.75. Kerjakan Yadnya berumah tangga penuh dengan Weda Mantra Yajna yajnam gaccha yajnapatim gaccha swam yonim gaccha xwaha; Esa te yajno yajnapate sahasuktawakah sarwawitrastam jusaswa swaha. Orang berumah tangga yang mulia, kerjakan kewajiban hidup dalam perkawinan dengan baik. Layani rajamu, pahami dengan sepenuh nalurimu. O yajamana, kerjakan yadnya berumah tangga ini dengan benar dan adil, penuh dengan weda mantra, dan pemberi kesegaran dan kemajuan spiritual keturunan. 7.2.76. Mempelajari Weda dengan setulus hatimu. Samudre te hrdayamapswantah sam twa wisantwosadhirutapah; Yajnasya twa yajnapate suktoktau namo wake widhema yat swaha. O yang berumah tangga, hendaknya engkau mempelajari weda dengan setulus hatimu, yang penuh dengan sabda-sabda bimbingan mulia, dikendalikan oleh prana, berbuat dalam perbuatan mulia. Semoga engkau menikmati makanan, buah-buahan dan air, Dalam tekenan kasih sayang, kami mendesak engkau melakukan kewajiban hidup dalam perkawinan dengan penuh keyakinan 7.2.77. Weda berkaki satu, dua, tiga, empat dan delapan Purudasmo wisurupa indurantar mahi-manamananja dhirah: Ekapadim dwipadim tripadim catuspadimastapadim bhuwananu prathantaduam swaha. O suami pengusir penderitaan, tampan dalam penampilan, penuh keagungan dan kuat dalam pikiran harus berharap untuk keberhasilan mengandung dalam hidup ini. Ia harus mengajarkan kepada umat manusia tentang pengetahuan weda yang berkaki satu, yang berkaki dua, yang berkaki tiga, yang berkaki empat dan berkaki delapan.13 7.2.78. Yadnya mantra harus dilakukan oleh setiap kepala rumah tangga. Mahi dyauh prthiwi ca na imam yajnammiksatam; Piprtam no bharimabhih. O suami yang patut dipuji dan yang sehat dan istri yang bersabar hati, berkehendak untuk memenuhi kesenangan dan melakukan yadnya dalam rumah tangga. Semoga engkau berdua menyediakan kami makanan dan pakaian.14 7.2.79. Jinakkan pikiranmu yang murung dengan ucapan weda mantra. A tistha wrtrahantratham yukta te brahmana hari; Arwacinaduam su te mano grawa krnotu wagnuna; Upayamgrhito sindraya twa sodasina esa te yonidraya twa sodasine.

Orang yang telah kawin, engkau adalah pengusir musuh dan yang memercikan kebahagiaan laksana mengusir awan. Dalam kereta kehidupanmu berumah tangga ini, mempunyai air dan kekayaan, adalah merupakan dua kuda yang dipelanai/dipasang plangka (diikat menjadi satu), mengendalikan dan menaik. Lakukan tapa brata untuk menjalankan hidup berumah tangga. Jinakan pikiranmu yang murung dengan ucapan weda mantra. Engkau lengkapi dengan syarat-syarat yang diperlukan untuk hidup perkawinan. Saya perintahkan engkau untuk menjalankan hidup perkawinan penuh kesejahteraan dan enam belas ciri-ciri. Ini adalah rumahmu. Saya perintahkan engkau untuk menjalankan hidup berumah tangga penuh kesejateraan dan enam belas ciriciri.15 7.2.80. Enam belas sifat dalam berumah tangga Yuswa hi kesina hari wrsna kaksyapra; Atha na indra somapa giramupasrutim cara; Upayamagrhito sindraya twa sodasina esa te yonirindraya twa sodaine O pelindung harta kekayaan dan pengusir musuh, hiasilah kereta itu dengan kedua kuda pembiak itu, panjang umur, kekar badannya dan cepat untuk membimbing engkau ketujuan. Ketahuilah permintaan kami disampaikan untuk permintaan kami. Engkau sesungguhnya dilengkapi dengan sifat-sifat yang diperlukan untuk hidup berumah tangga. Saya perintahkan engkau untuk menjalankan hidup berumah tangga penuh sejahtera dan enam belas sifat-sifat itu. Ini adalah rumahmu. Saya perintahkan engkau untuk menjalankan hidup berumah tangga penuh sejahtera dan enam belas sifat-sifat itu.16 7.2.81. Enam belas kala Yasmana jatah paro anyo asti ya awiweasa bhuwanani wiswa. Prajapatih prajaya saduamrararanastrini jyotidumasi sacate sa sodasi. Kalau demikian, kepada siapa tiada lain dilahirkan yang lebih kuasa, yang telah memenuhi semua tempat. Sesungguhnya Tuhan, pemberi rakhmat kepada seluruh dunia, memelihara tiga sinar cahaya yang cemerlang disemua ketiga zat-zat itu. Ia pemberi ke enam belas sifat-sifat itu.17 7.2.82. Ceritera Ketuhanan dari Weda Idrasca samrada warunasca raja tau te bhasksm cakraturagra etam. Tayorahamanu bhaksam bhaksayami wagadewi jusana somsya trpyatu saha pranena swaha. Wahai manusia, pusat penguasa yang kuat dan memberi perlindungan kepada engkau yang mulia, melayani memberi dan kemajuan, semoga kami dipuaskan dengan kekuatan, ucapan yang benar dan ceritera ketuhanan dari weda.18

7.2.83. Untuk memperoleh sifat Mulia. Ide rante hawye kamye candre jyotedite saraswati; Eta te adhnye namani dewebhyo ma sukrtam brutat. Patut dipuji, menggairahkan, terpuji, dapat dikasihi, pemberi kesenangan, terkenal karena berbuat baik, tidak dapat dilanggar, penuh pengetahuan, dapat disanjung, yang mengetahui Weda, patut untuk mendapat penghormatan. Ini semua adalah nama-namamu, o istri. Ajarkanlah saya pelajaran yang baik untuk memperoleh sifat-sifat mulia.19 7.2.84. Weda Mengajarkan azas demokrasi Wi na indra mrdho jahi nica yaccha prtanyatah; Yo asmam (2) abhidasatyadharam gamaya tamah; Upayamagrhito sindraya twa wimdha esa te yonindraya twa wimrdhe. O jenderal, tundukanlah musuh kami jauh-jauh, rendahkan orang yang menantang kami. Sebagaimana matahari melenyapkan kegelapan, demikianlah jatuhkan (musuh) kemartabat yang rendah, ia mencari-cari untuk melukai kami. Kami menerima engkau dilengkapi dengan kekuatan untuk memberi kebahagiaan dan mengusir musuh kami. Tindakan engkau ini adalah aturan permainan rahasiamu. Kami mendesak engkau untuk memberi kami kebahagiaan dan melenyapkan musuh-musuh kami.20 7.2.85. Makna dan Fungsi Gayatri dalam Weda Upayamagrhito,syagnaye twa gayatrachandasam grhnamindraya tristupshandasam grhnami Wiswebhyastwa dewebhyo jagacchandasam

twa

O raja mulia, ucapan engkau yang patut dipuji melenyapkan kebodohan kami. Saya menerima engkau, yang mengetahui chanda Gayatri, untuk mengetahui sifat-sifat hakekat api dan pelistrikan. Saya menerima engkau, yang menjelaskan chanda Jagati, untuk mendapatkan segala sifat-sifat baik, tindakan-tindakan dan atribut-atribut. Chanda Anustup adalah gurumu. Kami telah menerima engkau untuk semua sifat-sifatmu itu.21 7.2.86. Suami yang Tidak Beragama. Bresinam twa patmanna dhunomo; Kukunananan twa patmanna dhunomi; Bhandanamtwa twa patmanna dhumoni; madintamanam twa patmanna dhumoni; Madhutamanam twa patmanna dhumoni; Sukram twa sukra a dhunobyayahnane rupe suryasya rasmisu. O suami yang tidak beragama, saya memperingatkan engkau terhadap senggama dengan istri mulia orang lain. O suami yang berpikir jahat, saya menghentikan engkau dari istri-istri orang lain yang lemah. O suami yang berniat buruk, saya menjauhkan engkau dari mendekati istri-istri orang lain yang dermawan. O suami yang tidak tetap pendirian, saya menyalahkan engkau berkali-kali untuk mengejek istri orang lain yang sangat bersenang. O suami

yang berhati batu, saya memisahkan engkau dari istri-istri orang lain yang berbicara manis. O suami yang bodoh, yang penuh kejantanan, saya melarang engkau melakukan senggama pada waktu subuh dan waktu matahari memancarkan sinarnya.22 7.2.87. Dhananjaya; memberi makan dan memelihara Tubuh. Indrasca maturrasca krayayopotthitosurah panyamano mitrah krito wisnah sipiwista urawasanno wisnurnarandhisah. O orang-orang yang terpelajar memahami, untuk keberhasilan dalam transaksitransaksi dalam penggunaan listrik, angin dan awan. Ketahui ia, Wayu Dananjaya yang patut dipuji, bersahabat dan melingkupi semua benda-benda, Ketahuilah Tuhan olehmu, ada dalam jiwa kita, selalu bersinar cemerlang dihadapan kita dan mahir dalam fungsi tugas-Nya.23 7.2.88. Tiga puluh empat Penyangga Yadnya. Catustriduamsattantawo ye wiatnire ye iman yajnaduam swadhaya dadante; Tesan chinaduam samwetaddahmi swaha dharmo apyetu dewan. Tiga puluh empat dalam yadnya didunia ini. Mereka menyangganya dengan memberi makanan. Saya mempersatukannya dengan cekatan fungsi-fungsi dan kewajiban mereka yang berbeda. Semoga yadnya ini dikendalikan oleh yang terpelajar.24 7.2.89. Prasana Upanisad. Seluruh kitab upanisad dan Aranyaka, berjumlah 108 buah yang dibagi atas empat kelompok besar menurut jenis Sruti: 1). Rg weda samhita memiliki 10 kitab upanisad, 2). Sama Weda samhita memiliki 16 kitab upanisad, 3). Yayur Weda samhita memiliki 51 kitab Upanisad, 4). Atharwa Weda samhita memiliki 31 kitab upanisad. Prasana Upanisad adalah Upanisad dalam kelompok Atharwa Weda, memuat enam macam pertanyaan yang isinya sebagai berikut: Sukses ca bharadwajah, saibyas ca satyakamah, sukesa ca gargyah kasusalyascaswalayane bhargawe waidarbhih kalbandhi katyayanas te haite brahmapara, bramanistha param brahmanwesamana esa ha wai tatsarwam waksyatiti te ha samitpanayo bhagawantam pipaladam upasannah. Sekesa, putra Bharadwaja, Satyakarma, putra Sibi, Gargi, cucu Surya, Kausalya putra Aswala, Bhargawa dari daerah Waidharbhi Kabandhi, putra Katya, keenam (putra dari enam Rsi) semuanya tan patuh penganut Tuhan (Yang Maha Esa), pergi bersama kepada Resi Pilpalada, membawa kayu api untuk yadnya ditangan mereka, bermaksud hendak mencari ilmu Ketuhanan yaitu dengan cara menanyakannya kepada Resi Pilpalada pertanyaan tentang hal itu berharap bahwa beliau akan menjelaskannya.25 7.2.90. Penciptaan dan Penguasa.

Tasmai sa Howaca prajakamo wai prajapatih sa tapotapyata, sa tapastatwa sa mithunamutpadayate Rayilmca pranam ca, ity etan me bahudha prajah karisyata iti. Ia (Pipalada) menjawab kepada penanya Kabadhi sesungguhnya, Tuhan, Penguasa atas segala makhluk yang ada, berkeinginan lahir anak-anaknya, lebih jauh dengan menjadikan kekuatannya dan melakukan karma yang benar dan dari padanya telah diciptakan dua pasangan badan yang berbeda, dengan memberi hidup kepada mereka sehingga mungkin kemudian mengembangkan dan memberi kelahiran pada makhluk-makhluk selanjutnya dari berbagai macam menurut jenisnya. Aditya hawai prano rayirewa candramah, rayiwa atat sarwam yan murtacancamurttan ca Tasman murtirewe rayih. Sesungguhnya matahari adalah sumber dari semua hidup (prana) dan bulan sesungguhnya adalah rayi, yaitu zat baik yang tampak dan yang tidak tampak. Rayi sesungguhnya aspek matahari yang tampak, termasuk badan jasmani dan semua mahluk. Athottarena tapasa brahmacary ena sraddhaya widyayatmanam awisyadityamabhijsysnte. Etadwai pranamayatanametad amrta-mabhyametat, parayanam etasmanna punarawarttanta ityesa nirodhastadesa slokah. Mereka yang mencari Tuhan dengan cara tapa, bramacari, iman (dalam kebesaran dan kepada Tuhan), mengenal dirinya dengan cara pengetahuan yang benar pergi melalui utara yana, mereka yang sesungguhnya akan mencapai Suryaloka yaitu tempatnya sang cahaya atau Adityaloka yang berada di atas prana (kehidupan), kekal abadi, bebas dari rasa takut dan sebagai rakhmatnya yang tertinggi, dimana Jiwa tidak akan kembali lagi melainkan mencapai moksa, dimana jiwa bebas dari ikatan akhir dan mati. Ini adalah nirodha atau tujuan dan sebagai petunjuk tentang ini ada sloka sebagai berikut: Pancapadam pitaramdwadaksaktrimdiwa ahuh pare arddhe purisinam; Atheme anye u pare wicaksanam sapata cakre sadara ahurapitamiti. Sesungguhnya matahari disebut Pitara karena memelihara semua mahluk yang ada termasuk pohon-pohon, sayur-sayuran, rerumputan dan seterusnya) dan disebut Pancapadam (berkaki lima) sebagai penyebab adanya empat musim dan disebut Dwadaksatri karena penyebab adanya dua belas bulan dan adanya bahkan jauh disebelah bulan dan bintang-bintang. Namun ada pula orang bijak yang lain mengatakan ia yang duduk diantara tujuh kereta yang mulia (karena ada tujuh macam sinar) yang ditopang oleh enam jerujinya (karena penyebab timbulnya enam macam musim). Musim semi, buah, hujan, panas, dan dingin. Maso wei prajapatistaya krisna paksa ewa rayih, suklah pranas tasmadete rsyah sukla istam kurwanti itara itarasmin.

Bulan disebut juga prajapati, karena dari lima belas hari raya (memberi hidup kapada materi) sedangkan lima belas dari yang terang adalah prana. Karena itu para resi melakukan ista yadnya pada masa sukla paksa, sedangkan yang lain-lainnya melakukannya pada waktu kresna paksa. Tesraddadhana babhuwuh sobhimanadurdhwamutkramata iwa tasmannukamatyathetare sarwa ewotktramate tasmanisca pratisthamane sarwa ewa pratisthante yadyattha maksika madhukarara janam utkramatam sarwa ewotkramante tasimin pratsithamane sarwa ewa pratisthanta ewam wad manascaksuh srotranca te pritah pranam sturwanti. Yang dikatakan Dewa-dewa (dalam badan, mis lidah, mata, telinga, pikiran dan sebagainya) tidak dipercaya kepada prana, dengan mana yang terakhir, dalam hal ini, prana tampak bangkit dengan nagga (karena dipersilahkan) seakanakan pergi meninggalkan badan itu. melihat itu (prana) bergerak keluar, tetapi ketika prana beristirahat, yang lain juga beristirahat. Persis seperti semua kembang mengikuti permainannya dan berhenti dimana dia berhenti atau duduk, demikian semua dewa-dewa yang disebut dalam badan itu tergantung dan mengikuti prana ini. Pada saat itu sang lidah, mata, telinga dan pikiran semua senang dan mulai memuji prana (sebagai pemimpin dan menyangga yang sebenarnya dan pemulihan tubuh). Ara iwa rathanabhau prane sarwan ksatram brahmaca pratistham, rco yajudwamsi yajnah

Ibarat jeruji dipasang pada porosnya roda sebuah kereta demikian pula halnya segala sesuatu ditetapkan dan digantungakan pada prana. Melalui prana dan pengendaliannya itu orang dapat belajar Weda sendiri, mis Rg.Weada, yayur Weda, Sama Weda (dan Atharwa Weda) dan dari itu orang dapat melkukan maha yadnya atauy orang-orang bijaksana dan terpelajar. Dapat memperlihatkan kebijaksanaannya yang bear atau sesorang tentara dapat memperlihatkan keberaniannya yang mengagumkan. Atmana esa prano jayate; manokrtena yatyasmin sarire. Yathaisa puruse chayaitasminnetadtatam

Prana ini dilahirkan (karean alasan) dari atma (jiwa); ibarat bayang-bayang mengiktui badan, demikian prana terikat pada atman. Ia memasuki tubuh ini sesuai dengan pikirannya baik atau buruk perbuatan. Hady hyesa atma; atraitadekasatam nadinam tasam satam satamaikasyam dwasaptatirdwasaptatih prati sakhanadisahasrani bawanyasu wynascarati. Jiwa menetap dihati dimana didalamnya terdapat seratus syaraf, masing-masing lagi dibagi memiliki dua ribu sub cabang yang lebih kecil; dan Wayana, itu adalah Prana bergerak melalui kesemua itu.

Athaikayordhwa udanah punyaina punyam papanubhabhabhyamewa mnusyalokom.

lokam

nayati,

Papena

Keluar dari banyak macam urat syaraf itu, satu disebut sumsumna melalui mana jiwa digerakkan keatas Udana dan dari situ keluar dari badan berbagai tempat yang berbeda, surga, neraka atau kedunia manusia masing-masing menurut perbuatan mereka.26 Prana Alam semesta: Aditya ha wai bebyah wai bahyan prana odayatha hyenam caksusam pranamanugrhnanan. Prthiwiwyam ya dewata saita purusasya-panamawas. Tsbysntsrs yadakasah sa samano wayurwyanah. Matahari sesungguhnya terbit dalam bentuk prana luar, memberi hidup kesemua mahluk, dengan mana mata dapat hidup, yaitu penglihtan. Kemudian bumi menarik dan menambah apana seseorang, sedangkan Wayu menarik dan menambah nyawa seseorang.27 7.2.91. Resi Wasistha, Dewata: Saraswan, Syair : Gayatri Janiyanto nwagrawah putriyantah sudanawah, saraswatam hawamahe. Kami menjumpai Saraswan sebagai laki-laki yang tak beristri mengingini istri. Sebagai orang-orang yang maha pemurah menginginkan putra. Uta nah priya priayu saptaswasa sujusta. Saraswati stomyabhut. Sesungguhnya ia tersayang ditengah-tengah alirannya air yang tersayang, tujuh saudara perempuan rindu akan cinta mendalam. Saraswati telah memperoleh pujian kami. Tatsawiturwarenyam bhargo dewasya dhimahi. Dhiyo yo nah pracodayat. Semoga kami memperoleh kejayaan yang luar biasa dari sewa Sawitar. Semoga ia mengilhami doa kami. Ta nah caktam parthiwasya moharayo diwasya. Mahi wa ksatratam dewesu. Karena itu tolonglah kami mencapai kerjayan itu kekayaan rakhani dan jasmani. Sangat luaslah kekuasaanmu diantara Dewa-Dewa itu. Rtamrtena sapantesiram daksama cate. Adruha dewau warddhete. Dengan hati-hati menundukkan hukum dengan hukum, demikian mereka mencapai kekuasaan itu. Kedua Dewi, tidak penipu, bertambah kuat. Wrstidyawa rityapesaspati danumatyah. Brhntam garttamacate. Dengan langit yang menhujani dan banjir yang melanda, Penguasa atas banjir itu turun dalam embun. Kedudukan tertinggi telah mereka capai. Yunjnti bradhnamarusam caratam pari tasthusah. Rocanre rocana diwi.

Mereka yang berdiri disekeliling Dia, kuda yang kecoklat-coklatan dengan menggarakkan abah-abahnya yang kemilau. Yunjantyasya kamya hari wipakasana rathe. Cona dhrsnu nrwahasa. Pada dua sisi kreta mereka pasang dua ekor kuda coklat yang ia sayangi. Coklat, berani yang membawa Pahlawan seterusnya. Ketum krnwannaketawe peco marya apecase Samusadbhirajayathah. Engkau buat sinar itu dimana cahya itu tiada dan membentuk wujud dimana wujud itu sendiri tidak ada, O manusia diciptakan bersama dengan pajar. Resi, Barhaspatyo Bharadwaja. Dewata Agni-Dewa. Gayatri Twamagne yajnanam hota wicwesam hitah. Dewebhirmanuse jane. O agni, engkau telah dijadikan Hotar itu pada setiap yadnya. Oleh para DewaDewa diantara suku-suku manusia. Sa no mandrabhiradhwere jihwabhiryaja mahah. A dewanwaksi yaksi ca. Dengan demikian, dengan suara merdu dilagukan untuk kami, upacara yadnya yang mulia, membawa para Dewa dan memujinya. Wettha hi wedho adhwanah pathacca dewanjasa. Agne yajnesu sukrato. Karena, sebagai pengatur, Agni Dewata, sangat bijaksana dalam yadnya, engkau menegtahui langsung jalan-jalan itu dan cara-caranya. Resi Haryata Pragatha, dewata Agni-indra. Gayatri. Hota dewo amatyah purastadeti mayaya. Widathani pracedayan. Kekal abadi, pendeta Hotar, dan Dewata, dengan kekuatannya yang ajaib ia menuntun kejalan itu. Mendorong para umatnya maju. Waji wajesu dhiyatedhwaresu pra niyate. Wipro yajnasya sadhanah. Kuat, ia jalankan perbuatan yang sakti, Ia dipimpin selanjutnya dalam upacara suci. Pendeta yang menyempurnakan upacara. Dhiya cakre warenyo bhutanam garbhama dadhe. Daksasya pitaram tana. Luar biasa, Ia dibuat oleh pikiran. Benih ciptaan yang ada telah saya peroleh. Sesungguhnya, Ia yang Maha Tinggi adalah kekauatan yang aktif. A sute sincata criyam rodasyorabhi criyam. Rasa dadhita criyam rodasyorabhi criyam. Rasa dadhita wrsabham. Tuangkan cairan itu, susu yang dipanaskan yang mempercepat menuju kepada surga dan umi. Persembahkan cairan itu kepada banteng itu. Te janata swamokyam sam watsase na matrbhih. Mitho nasanta jamibhih.

Ini yang mengetahui tempat tinggal mereka, laksana anak lembu disisi induknya. Mereka datang bersama keluarga mereka. Upa srakwesu bapsatah krnwate dharunam diwi. Indre agna namah swah. Melalapnya dengan taring-taringnya yang serakah, mereka buat makanan pengganggu di surga. Untuk Indra , Agni, hormat, cahaya. Resi Priyamedha Anggirasa, dewata indra, gayatri. Abhi pra pra gopatim girendramarca yatha wide. Sunum satyasya satparim. Terpuji, Indra, dengan lagu, penjaga sapi, begitu ia dikenal. Putra kebenaran, Raja orang-orang pembrani. A harayah sasrjrirerusiradhi barhisi. Yatrabhi samnawamahe. Kuda-kuda yang coklat telah dikirim kemari, yang merah ada pada rumput suci. Diama kami nyanyi bersama nyanyian-nyanyian kami. Indaya gawa aciram duduhse warjrine madhu. Yatsimupahware widat. Untuk Indra, yang bersenjatakan guntur, sapi-sapi pada mengeluarkan susu bercampur madhu. Bila mereka didapatkan ada dalam ruang bawah tanah? Resi, Cunahcepa Ajigarti, Dewata Agni, Gayatri. Imamu su twa,as,ala, sanim gayatram nawyamsam. Agne dewessu pra wecah. O Agni, kerahim Engkau mengatakan keberuntungan kami yang baik kepada Dewa-dewa. Dan ini lagu kidung kami yang baru. Wibhaktasi citrabhano sindherurma apaka a. Sadyo dascusa ksarasi. Engkau mengatur pahala-pahala itu, yang maha mulia, dekat, seakan-akan gelombangnya sindhu Engkau mengalir cepat menuju pemuja. Ano bhaja parameswa wajesu madyamesu. Ciksa waswo antamasya. Berilah kami bagian harta kekayaan yang sangat tinggi, bagian harta yang sangat dekat kepada kami. Bagian harta yang ada diantara (kami). Resi Watsa keluarga Kanwa, Dewata Surya-Indra, Gayatri. Aha middi pituspari medhamtasya jagraha. Ahamusya iwajani. Dari Bapak saya memperoleh pengetahuan yang dalam mengenai hukum yang abadi. Saya dilahirkan seperti Matahari itu. Aham pratena cusmamiddadhe. janmana girahcumbhami kanwawat. Yenedrah

Dengan mengikuti kebiasan dahulu, saya memperindah nyanyian-nyanyian saya sebagai Kanwa. Dan Indra sendiri mendapatkan kekuasaannya dari padanya. Ye twamidra na tustuwur rsayo ye ca tustuwuh. Mamedwardhaswa sustutah.

Adapun juga yang Maha Resi tidak pujikan, Indra, atau telah memuji Engkau bertambah pula kekuasaan itu oleh pujian saya. Resi Atreya, Dewa- Agni, Gayatri. Agne pawaka rocisa mandraya dewa jihwaya. A dewan waksi yaksi ca. O, Agni, suci dan kudus, dengan sinar cahyamu dan indahmu yang menyedapkan. Bawalah olehmu Dewa-dewa dan memuji mereka. Tam twa ghrtasnawimahe citrabhano Dewam a witaye waha. Kami mengharapkan engkau mandi dalam mentega, O sinar yang cemerlang, siapakah yang mengawasi matahari? Bawalah dewa-dewa itu pada upacara ini. Witihotram twa kanwa dyumantamsmami-dhimahi. Agne brhantama-dhwere. Resi, kami telah menghidupkan engkau, yang cemerlang, penerima pesta atas persembahan. O Agni, Agung dalam yadnya. Resi Gotama keluarga Rahugana, Dewa-Agni, Gayatri. Awa no agna utibhirgayarasyaprabrahmani. Wicwasu dhisu wandya. Agni, dipuji dalam semua doa kami, rakhmati kami dengan bantuan Engkau. Bila kidung dinyanyikan seterusnya! Ano agne rayim bhara sastrasaham wareyam. Wicwasu prtsu dustaram. Bawakan kami harta yang dikuasai terus, kekayaan, Agni yang patut jadi pilihan kami. Tak pernah terkalahkan dalam setiap pertarungan kami. A no agne sucetuna rayim wiswayu pasacam. Mardikam dhehi jiwase. Limpahkan rajmat melalui kebajikanmu,Agni, harta untuk menujang kami seterusnya. Rakhmatmu menyebakan kami dapat hidup. Resi Ketu Keluarga Agni, Dewata-Agni. Gayatri Agnim hinwantu no dhiyah sapti macumiwajisu. Tena jesma dhanamdhanam. Semoga nyanyi-nyanyian kami mempercepat Agni maju laksana armada melaju dalam perlombaan. Dan kami akan menang tiap hadiah melalui dia. Yaya ga akaramahai senayagne tawotya. Tam no hinwa maghattaye. Agni, pasukan yang banyak dimana kami akan mendapat Sapi untuk diri kami melalui pertolongan Engkau. Kirimkan itu kepada kami untuk mendapatkan harta. Agne sthuram rayim bhara prthum gomantamacwinam. Angdhi kham wartaya pawim. O Agni berilah kami harta yang pasti, harta yang banyak dalam bentuk kuda dan sapi. Minyaki lubang itu olehmu, putarkan roda itu.

Agne naksatra,ajarama suryam rohayo diwi. Dadhajjyotirjanebbah. O Agni, Engkau telah membuat matahari, bintang yang nanjak kelangit. Memberi rakhmat sinar kepada manusia. Agneketurwisamasi presthah crestha upasthasat. Bodha stotre wayo dadhat. Engkau adalah sinar cahaya bagiu manusia, Agni, terbaik, tersayang, bersemayam ditempatmu. Melihat penyanyi, memberikan dai hidup. Resi Warupa Anggirasa, Dewata Agni, Gayatri. Agnirmyddha diwah kakutpatihprthiwya ayam. Apam retamsi jinwati. Agni adalah kepala dan tinggi disurga. Ia juga adalah penguasa dunia. Ia percepat benih-benih air itu. Ircise waryasya hi datrasyagne swah patih. Stota ayam tawa carmani. Sesungguhnya Agni dewa cahaya, menguasai hadiah-hadiah terpilih. Semoga saya, penyanyimu, mendapatkan perlindungan dari pada engkau. Udagne cucayastawa cukra bhra janta irrate. Tawajyatimsyarcayah. Menanjak keatas, Agni, tingkatkan sinarmu, suci dan agung, pijar ditempat tinggi. Sinar cahayamu, indah dan mulai. Resi Gotama keluarga Rahugana, dewata Agni, gayatri. Kaste jamirjananamagne ke dacwadhwarah. Ko ha kasminnasi critah. Siapakah keluargaan pada manusia, Agni? Siapa yang menghormati dengan yadnya? Kepada siapa tanggungjawabnya? Siapa Engkau itu? Twam jamijananmagne mitro asi priyah. Sakha sakhibhya Idah. Keluargamu, pada manusia Agni, Sahabat yang engkau paling sayangi. Sahabat yang sahabat dapat diharapkan. Yaja no mitrawaruna yaja dewam rtam brhat. Agne yaksi swam damam. Bawalah mitra, Waruna, bawalah Dewa-dewa itu. Kemari, pada upacara yadnya yang besar. Bawalah mereka, O Agni, pada rumah engkau. Resi wiswamitra Gathina, Dewata-agni, Gayatri. Idenyo namasyastirasmamsi darcatah. Samagniridhyate wrsa. Jumpai untuk dihormati dan dimohon, memperlihatkan dalam indahan melalui kesusraman. Agni, yang kuat, dinyatakan dengan baik. Wrso agnih samidyate acwa na dewa wahanah. Twam hawismanta idato. Angi kuat dinyalakan baik, bahkan laksana kuda yang membawa para Dewa. Manusia dengan persembahannya berharap kepadanya. Wrsnam twa wayam wirsan wirsanah samidhimahi. Agne didyatam brhat.

Kami akan menyalakan Engka, yang kuat, kami pahlawan, yang memperkuat kami. Engkau Agni, bercahaya sangat agungnnya. (Puja,1979:37- 406) 7.2.92. Pemujaan Sawitri Yunjanah prathamam manas tattwaya sawita dhiyah agner iyotir nicayya prthiwya adhyabhacat. Dengan mengkonsenkan indra-indra, pikiran, dan intlek, kepada Brahman, untuk memperoleh kesunyataan, semoga Dewi Sawitri, - Sang Surya yang sedang muncul dicakrawala itu,- setelah melihat Dewa Agni, - Sang Api yang bersinar,- berkenan memberikan sinar terangnya kepada bumi. Yuktena manasa wayam deasya sawituh sawe suwargeyaya saktya. Dengan berkah dari Dewi Sawitri yang bersifatuniwersal, semiga kita dengan melakukan konsentrasi pikiran, dapat memperoleh kekuatan untuk mencapai surga. Yuklwaya manasa dewan suwaryato dhiya diwam brhaj jyotih karisyatas sawita prasuwati tan. Dengan mengkonsentrasikan indra-indra pikiran dan intlek, semoga Dewi Sawitri berkenan memanifestasikan cahaya universal yang tidak terbatas itu untuk kesempurnaan kita. Yunjate mana uta yunjate dhiyo wipra wiprasya brhato wipasitah. Wi hotra dadhe wayunawid eka in mahi dewasya sawituh paristutih. Puja dan puji kami persembahkan kepada Dewi Sawitri yang maha bijaksana, yang bersinar-sinarnya tidak terbatas yang meliputi segala sesuatu, yang mengetahui gerak-gerik semua mahluk yang untelligen, yang hanya secara sebdirian saja mampu mengatur yadnya yang diselenggarakan oleh para Brahmana (weda) yang telah mengkonsentrasikan indra-indra, pikiran dan intleknya. Yuje wam brahma purwyam nabhir wisloka etu pathyewa sureh srnwantu wiswe amrtasya putra a ye dhamani diwyani tastuh. Puja dan puji kami persembahkan kepada Brahma yang paling kami muliakan. Semoga doa dan puji kami, seperti yang telah diucapkan oleh orng-orang suci yang bijaksana, yang berjalan dijalan yang benar, dapat didengar oleh Brahma, Oleh Prajapati, serta oleh Putera-Putera dari Yang maha Abadi, yang menempati sorga sebagai tempat tinggalnya. Agnir yatrabhimathyate wayur yatradhirudhyate semo yatratiricyate tatra samjayate manah. Dengan pelaksanaan Yadnya, dimana Api, dinyalakan dengan lembut, dimana Angin yang kencang diredakan, dan Air Soma dituangkan dengan tepat pada Piala Ritualnya, semoga Jiwa kami menjadi sempurna.

Sawitra prasawena juseta brahma purwyam tatra yonim krnawase na hi te purtam aksipat. Dengan berkah dari Dewi Sawitri, marilah kita laksanakan Upacara Persembahyangan Brahman, yang ciri utamanya Latihan Konsentrasi Pikiran, yang telah dilakukan sebagai tradisi sejak jaman dahulu kala. Apabila tingkah laku kita sehari-hari didasari dengan prinsip-prinsip persembahyangan tersebut, maka Jalan Kehidupan kita akan terbebas dari ikatan hasil Karma yang pernah kita lakukan, dan kita dijauhkan dari terkena penderitaan. Tritunnatam sthapya samam sariram hrdindriyani manasa samniwesya. Brahmodupena pratareta widwam srotamsi sarwani bhayawahani. Dengan membiasakan diri bersikap meditasi yang baik, yaitu ketiga tubuh bagian atas; dada, leher, dan kepala, berkeadaan tegak lurus, serta kedudukannya tepat dengan bagian-bagian tubuh lainnya, dengan indra-indra dan pikiran dikalahkan oleh Hati yang murni, orang-orang yang bijaksana dengan ber-Perahu-kan Brahman, dapat mengarungi samudra kehidupan yang dahsyat, yang gelombang-gelombangnya menakutkan itu. Pranan prapidyeha samyukta cestah ksine prane nasikayo cchwasita. Dustawa-yuktam iwa waham enam widwam mano dharayeta pramatah. Dengan kemampuan menguasai indra-indranya, mengalahkan keinginan rendahnya, dan dengan mengatur pernafasannya, sesuai dengan ketentuan Ajaran Yoga, orang-orang yang bijaksana mampu mengendalikan pikiranya seperti seorang kusir kereta yang mahir mengendalikan kreta-kreta kudanya yang liar. Same sucau sarkawa sakara wahni waluka wiwarjite sabda jalasraya dibhih. Namonukule na tu cakcu pidane guhe niwatasrayane prayojayet. Dalam melakukan meditasi untuk dapat dengan Tuhan Yang Maha Esa, hendaklah dipilih tempat yag suasananya murni, bebas dari debu, bebas dari api, bebas dari batu-btu krikil, dan suara-suara yang terdengar hanya yang menyenangkan pikran, yang dekat dengan air, yang teduh dengan pohon-pohon yang rindang, yang bebas dari pandangan yang menyakitkan mata, jika dilakuakn dalam gua, hendaklah telah diubah dan tepat untuk bertapa brata, yang terlindung dari angin yang keras. Dengan persyaratan meditasi yang demikian itu, orang-orang bijaksana dapat mencapai yang menjadi tujuan dengan hasil baik. Nihara dhumarkanilanam khadyota-widyut-sphatika-saninam. Etani rupani purussarani brahmany abhiwyaktikarani yoge. Orang yang telah melaksanakan ajaran-ajaran Yoga, apa bila telah berhasil, yang mula-mula tampak dengan mata batinnya adalah munculnya Brahman,

yang berwujud sebagai kabut, matahari, api, angin, kunang-kunang, halilintar, kristal dan bulan. Prthwyapryatejonilakhe samutthite pancmake yo-gune prawrtte. Na tasya rogo na jara na mrtyuh praptasya yogagnimayam sariram. Apabila kesaktian Yogaguna dalam tubuh seorang Yogi, yaitu yang berhubungan dengan unsur: tanah, air, cahaya, udara dan ether, berkat latihan-latihan meditasi, telah membangunkan kesaktian-kesaktian Yogaprawtti penciuman surgawi dengan jalan memusatkan pikiran pada ujung hidung; pengecapan surgawi dengan jalan memusatkan pikiran pada ujung lidah; penglihatan surgawi, yang penuh warna aneka ragam yang sangat indah, dengan jalan memusatkan pikiran pada pangkal lidah; perabaan surgawi dengan jalan memusatkan pikiran pada bagian tengah lidah; dan pendengaran surgawi dengan jalan memusatkan pikiran pada langit-langit di atas lidah, maka orangnya tidak lagi terkena sesuatu penyakit, masa tua, rasa sakit dan kematian. Keaktian-kesakstian tersebut dicapai, apabila orang telah dapat membakar badannya dengan api meditasi. Lagutwam arogyam alolupatwam warna prasadam swara-sau-sthawam ca. Gandhas subho mutrg-purisam alpam yoga prawrttim prathamam wadanti. Hasil pertama dari meditasi, dalam orang mempraktekkan yoga, adalah berupa dicapainya keadaan-keadaan; badan menjadi ringat, sehat, bebas dari penyakitpenyakit, pikiran tidak ternodai dengan keinginan-keinginan rendah, berkepribadian yang mantap, diprolehnya kemampuan dapat melihat berbagai warna yang indah dan bersinar-sinar, memiliki wajah yang simpatik dan berwibawa, menjadi halus tutur bahasanya, mampu mencium bau-bau harum, dan jarang buang air besar maupun air kecil. Yathaiwa bimbam mrdayopaliptam tejomayam bhrarajate tat sudhantam. Tad watmatattwam prasamiksya dehi ekah krtartho bhawate wita-sokah. Seperti segumpal emas atau segumpal perak, yang dari tertutup tanah, setelah dibersihkan menjadi mengkilat dan mengeluarkan sinar yang berkilaua-kilauan, yang semula ditutupi oleh awan ketidaktahuan yang gelap, setelah orangnya menyadari dan menghayati sifat Dirinya Yang Sejati, lalu dia dapat manunggal dengan Tuhan Yang Maha Esa (Brahman) serta bebas dari terkena penderitaan. Yadatma tatwena tu brahm-tattwam dipopameneha yktah prapasyet ajam dhruwam sarwa tattwair wisuddham jnatwa dewam mucyate sarwa pasaih. Setelah orang dalam melakukan meditasi telah mencapai titik dimana dia telah dapat menyadari dan menghayati tentang sifat Dirinya Ynag Sejati, yaitu keberadaan sifat-sifat Brahman yang tidak terlahirkan, tetai yang manifest sebagai sebuah Cahaya yang amat terang benderang, yang sifatnya abadi yang bebas dari ketidaktahuan, maka dia terbebas dari semua ikatan-ikatan.

Esa ha dewah pradisonu sarwah purwo hi jatah sa u garbe antah. Sa ewa jatah sa janisyamanah pratyam janamis tisthati sarwato-mukhah. Sesungguhnya Dia, seorang Maha Yogi yang telah mencapai Kesempurnaan, itu seperti seorang Maha Dewa, yang Kesempurnaannya meliputi semua Alam. Dia terlahirkan yang pertama kalinya didalam rahim Hiranya Garbha. Dia telah dilahirkan, dan akan terlahirkan kembali. Dia diberi dibelakang semua mahluk. Dia mampu berada didalam diri semua mahluk, karena Dia mampu mengambil wujud yang beraneka jenis, serta mampu melihat ke segala penjuru, mampu melihat makhluk di mana pun dia berada. Yo dewagnau yopsu wiswam bhuwanam awiwesa, ya oshadisu yo wanaspatisu tasmat dewaya namo namah. Kepada seorang Maha Yogi yang seperti seorang Maha Dewa, yang ada didalam Api, ada didalam Air, yang telah memasuki Alam Semesta, yang ada didalam Tanaman Obat-Obatan yang tumbuh setiap tahun, yang ada didaerahdaerah Hutan, yang ada didalam pohon-pohonan, kepada Maha Yogi ini, sampaikanlah penghormatanmu! Pujalah Dia!. (Sudiarto, G Pudja, 1992:20-27) Dwe aksare brahma pare tw nante, widya/sidye nihite yatra gudhe ksaram tw awidya hy amrtam itu widya, widyawidye isate yas tu sonyah. Pada Brahman Yang Maha Esa Abadi dan tidak terbatas itu, terdapat Pengetahuan Suci dan Ketidak-Tahuan, yang belum manifest. Pengetahuan Suci bersifat Abadi, sedang Ketidak-Tahuan bersifat tidak abadi. Untuk mencapai kesempurnaan, hendaklah orang-orang mengontrol keduanya, mencapai Pengetahuan Suci dan melenyapkan ketidaktahuan, serta berlaku sebagai Saksi atas keduanya. Yo yonim adhitisthaty eko wiswami rupani, yonis ca sarwah rsim prasutam kapilam yas tam arge jnair bibharti jayamanam ca pasyet. Hanya dia yang merupakan satu-satunya nyata, yang menjadi Sang Maha Pengatur atas benih dan semua bentuk yang ada dialam semesta ini. Beliaulah yang seakan-akan seorang Ibu, yang dari dalam pikiranNya melahirkan Putera yang bijaksana, dan mengawasi kelahiran itu. Ekaikam jalam bahudha wikurman, asmin ksatre samharaty esa dewah bhuyah srstwa patayas tathesas sarwadhipatyam kurute mahatma. Di arena Maya, Brahman setelah dengan berbagai cara melemparkan Jala Beliau, lalu setelah tiba saatnya menarik kembali Jala-Nya. Kemudian setelah datang saat penciptaan berikutnya, diciptakan kembai alam semesta dengan semua isinya, dan Brahman berperanan kembali sebagai Yang dipertuan Yang Maha Agung atas alam semesta. Sarwa disah udhwan ewam sa dewo bhagawan warenyo yoni-swabhawan adhitisthaty ekah.

Seperti Matahari yang memberikan sinar-sinarnya disudut-sudut alam, diatas, dan dibawah, serta diruang-ruang antara keduanya, demikian juaga Brahman yang menjdiYang DipertuanYang Maha Agung atau atas alam semesta, yang suci, yang wajib kita puja itu, memerintah seluruh isi alam semesta dan menghidupkan benih-benih kehidupan, yang masing-masing memiliki kemiripan dengan Sang Maha Penciptanya. Ya ca swabhawam pacati wiswayonih, pacyam ca sarwam parinamayed yah sarwam etad wiswam adhisthaty eko gunan ca sarwam winiyojayed yah. Brahman secara sendirian memerintah Alam Semesta dengan semua isinya. Dan Beliau memasakkan benih-benih kehidupan yang ada di Alam Semesta ini, serta menentukan sifat-sifat tertentu yang diperuntukkan bagi setiap jenis makhluk. Tad weda-guhyopanisatu gudham, tad brahma wedate brahma-yonim ye purwam dewa rsyas ca tad widuh te tanmaya amrta wai babhuwuh. Pengetahuan Suci tentang sifat-sifat Brahman itu disimpan secara rahasia didalam kitab-kitab suci Weda dan Kitab-Kitab Suci Upanishad. Para Dewa dan para Resi yang hidup di zaman dahulu telah dapat menyadari dan menghayati keberadaan Beliau didalam dirinya, sehingga mereka itu dapat memperoleh keabadian. Gunanwayo yah phala-karma-karta krtasya tasyai wa sa copabhokta sa wiswarupas trigunas tri-wartma pranadhipas samcarati swa-karmabhih. Sang Purusa yang diakruniai sifat-sifat tertentu, melakukan suatu kerja dengan mengharapan hasilnya. Dengan ditempuhnya Ketiga Jalan, yaitu Jalan yang terwarnai Kejahatan, Jalan Kebajikan. Dan Jalan Pengetahuan Suci, Sang Purusha menghayati kehidupannya secara berulang-ulang. Agustha-matro rawi-tulya-rupas samkala-hamkara-samanwito yah buddher gunenatma-gunena caiwa aragra-matro hy aparo pidrstah. Atman itu yang dapat kita bayangkan sebagai sebesar ibu jari, dapat menegluarkan sinar yang berkilau-kilauan, kebesaran diri dan memiliki kemampuan dapat memutuskan sesuatu, serta dilengkapi dengan sifat-sifat kejiwaan lainnya; begitu pula dilengkapi dengan sifat-sifat atau kemampuankemampuan kejasmanian. Walaupun demikian, jika kita bandingkan dengan Brahman tmpak sangat kecil, sekecil dari tongkat pemacu hewan. Walagra-sata-bhagasya satadha kalpitasya ca bhago jiwas sa wijne yas sa canantyaya kalpate. Atman itu berkeadaan sebesar seperseratus ujung rambut dibagi seratus, tetapi memiliki kemampuan yang tidak terbatas. Naiwa stri na puman esa na caiwayam napumsakah yad yac chariram adate tena sa raksyate.

Atman itu tidak bersifat wanita, tidak bersifat pria juga tidak bersifat banci. Atman dpat mengambil suatu wujud makhluk yang bagaiamana pun tubuhnya. Samkalpana-sparsana-drsti-mohair grasambhu-wrsty-atma wiwrddhi-janma karmanugany anukramena dehi sthanesu rupany abhi samprapadyate. Dengan menggunakan kemampua, pikiran, perabaan, penglihatan, dan dengan menhayati hawa-nafsu hawa nafsu, Atman berinkarnasi secara berulang-ulang di dibeberapa tempat, dengan mengambil berbagai tubuh, sesuai dengan hasil karmanya, dan mengalami kedewasaannya, sama seperti bahwa tubuh itu dapat mengalami pertumbuhan, karean orangnya memakan makanan dan meminum minuman. Sthulalani suksmani caiwa, rupani dehi swa-gunair wrnoti krya-gunair atmagunais ca tesamyoga hetur aparo pidrstah. Atman yang berinkarnasi sesuai dengan sifat dan karmanya, memilih sebagai tubuh wujud yang kasar atau halus. Dia menjadi tampak keberadaan berbeda dari satu inkarnasi ke inkarnasi berikutnya. Anady anantam kalilasya madhye wuswasya srastaram aneka-rupam. Wiswasyaikam pariwestitaram jnatwa dewam macyate sarwa-pasaih. Siapa yang telah dapat menyadari dan menghayati Kasunyataan bahwa Brahman itu tidak berpermulaan dan tidak berakhir, yang telah mencipta alam semesta dengan seluruh isinya, serta yang meliputi dan meresapi seluruh alam semesta, yang wujud-wujudnya tak terhingga itu, maka dia akan dapat terbebas dari semua ikatan. Bhawa-grahyam anidakhyam, bhawabhawa-karam siwam kala-srga-karam dewam, ye widus te jahus tanum. Siapa yang telah dapat menyadari dan mengahayati kesunyataan Siwa yang berbahagia, yang tidak bersifat material, yang menjadi penyebab munculnya exsistensi dan non exsistensi, yang menjadi sumber yang berjari-jarikan Enam Belas, maka dia dapat bebas dari semua ikatan. Swabhawam eke kawayo wadanti, kalam tathanye parimuhyamanah. Dewassyaisa mahima tu loke yedenam bhramyate brahma-cakram. Beberapa orang bijaksana, yang masih diliputi oleh Maya, menganggap yang menjadi penyebab munculnya segala sesuatu yang ada itu adalah Alam atau waktu. Tetapi apabial dia sudah terbebas dari Maya dan sudah mencapai kesunyataan, maka dia akan mengetahui bahwa Brahman-lah yang menggerakkan Roda Alam Semesta itu. Yenawrtam nityam idam hi sarwam, jnah kalakaro guni sarwawid yah tenestitam karma wiwartate ha, prthwapya-tejo,nila-khani cintyam.

Alam semesta dengan segala isinya, yang terdiri dari: Tanah,Air,Udara dan Ether itu dicipta dan dipeerintah oleh Brahman. Beliau yang bersifat abadi, yang menjadi Yang dipertuan atas waktu itu, yang memiliki semua sifat-sifat, yang keberadaanya ada dimana-mana, ayng secara berulang-ulang mengadakan penciptaan dan penghancuran, yang meliputi dan meresapi Alam semesta, yang maha bijaksana, dan yang Maha Mengetahui, itu adalah Maha Pengatur seluruh isi alam semesta dan memekarkan semua Benih kehidupan. Tata karma krtwa winiwarya bhuyah, tattwasya tattwena sametya yogam ekana dwabhyam tribir asthabir wa, aklena caiwatmagunaisca ca suksmaih. Brahman setelah mencipta Alam Semsesta, kemudian menggabungkan prinsip ROH dengan prinsip ZAT, yaitu kegiatan ciptaan tunggal, kegiatan penciptaan yang kedua, kegiatan penciptaan yang ketiga, serta kegiatan penciptaan kedelapan. Juga kegiatan penciptaan yang berhubungan dengan waktu intelek yang halus. Arabhya karmani gunawitani, bhawan ca sarwan winiyojayed yah team abhawe krta-karma-nasah karma-ksaye yari sa tattwatonya. Siapa yang melaksnakan kerja sesuai dengan sifat-sifatnya, dengan meletakkan hasilnya kepada Brahman, maka hal itu berarti aktivitas kerjanya behenti. Denagn berhentinya aktivitas kerjanya yang demikian itu, maka dia dapat manunggal dengan Brahman. Adis sa samyoga-nimitta-hetuh paras trikalad akalo pidrstah tam wiswarupam bhawa-bhutam idyam dewam swa-citta-stham upasya-purwam. Dia adalah sumber munculnya segala sesuatu, Beliau adalah Sumber dari persebaban. Brahman itu berada diatas tiga bagian dari waktu: masa yang telah lalu, Masa sekarang dan Masa yang akan datang. Tetapi Beliau juga dapat manifest diluar waktu. Siapa yang memuja Brahman yang menjadi Sumber dari Alam Semesta itu, sebagai yang ada didalam Hati Sanubarinya, maka dia akan dapat bebas dari ikatan-ikatan. Sa wrksa-kalakrtibhih paronyo yasmat prapancah pariwartateyam. Dharmawaham papanudam, bhagesam jnatwatmatwatmastham amrtam wiswa-dhama. Siapa yang telah dapat menyadari dan menghayati Kasunyataan bahwa Dia itu lebih besar dari pada Pohon Alam Semesta, dan lebih besar dari pada Sang Waktu, dan keadaannya berbeda dari keduanya itu, serta bahwa Brahman itu menjadi tumpuan dan bergerak Alam Semesta didalam mengalami Perputaran Roda: Penciptaan, Pemeliharaan, Penghancuran, Pinciptaan Kembali, dan seterusnya, dan juga bahwa Brahman itu adalah Pencipta dan Pendukung Kebajikan serta Penghancur Dosa-dosa, yang menjadi Yang dipertuan yang

Maha Agung atas Alam Semesta, yang keberadaannya ada pada diri setiap makhluk, dan bersifat abadi, maka dia dapat menunggal dengan Brahman. Tam iswaranam paramam maheswaram, tam dewatanam paramam ca daiwatam. Patim patinam parastat, widama dewam bhuwanesam idyam. Marilah kita puja Dia Maha Raja yang Maha Agung dari semua Raja Maha yang Maha Agung dari semua Dewa, Yang dipertuan yang Maha Agung dari semua penguasa, yang paling besar dari semua yang Besar, yang mengeluarkan cahaya yang berkilau-kilauan, yang wajib dipuja sebagai Sang Maha Penguasa atas Alam Semesta. Na tasya karyam ca widyate, na tat samas capy adhikas ca drsyate parasya saktir wiwidhaiwa sruyate swabhawiki jnana bala-kriya ca. Pada diri Brahman itu tidak terdapat sebab-akibat. Tidak ada diseluruh alam Semesta ini tampak menyerupai Beliau atau yang mampu melebihi Beliau. Kesaktian Beliau menapak dengan munculnya berbagai ragam wujud, yang keberadaannya di setiap diri maklhuk berlaku sebagi Sumber kekuatan, Sumber Pengetahuan, Sumber Penggerak, dan sudah ada sejak makhluk itu dilahirkan. Na tasya kascit patir asti loke, na cesita naiwa ca tasya lingam, na karanam karanadhipadhipo na casya kasjjanita na sadhipah. Didalam Alam Semesta ini tidak ada seorang makhluk yang menjadi ahli yang kemampuannya melebihi Brahman. Tidak ada penguasa yang kuasanya melebihi Brahman. Bahkan tidak ada sesuatu Lingga yang dapat menjadi Tanda Kehadiran Beliau di suatu tempat. Brahman adalah menjadi penyebab munculnya segala sesuatu yang ada di alam Semesta ini. Brahman adalah Maha Penguasa yang menjadi Jagat-karana. Tidak ada yang menjadi Orang-Tua ataupun Raja bagi Brahman. Yas tantunabha iwa tantubhih pradanajaih swabhawatah dewa ekah swam awrnot, sa no dadhad brahmapyayam. Semoga Brahman, yang semisal labah-labah yang dengan benangnya yang keluar dari dalam dirinya, yang dihasilkan oleh Pradhana-Nya, yang telah mencipta Alam Semesta ini, berkenan memberi berkah kepada saya, sehingga saya dapat amnunggal dengan Beliau. Eko dewas sarwa-bhutesu gudhas sarwa-wyapi sarwa-bhutan-tar-atma. Karmadhyaksas sarwa-bhutadhiwasas saksi ceta kewalo nirgunas ca. Marilah kita puja Brahman yang keberadaannya ada pada setiap makhluk, yang meliputi dan meresapi seluruh bagian dari Alam Semesta, yang merupakan inti batinya setiap mahluk, yang menjadi Yang dipertuan atas tingkah laku semua mahluk, yang sanubarinya manusia merupakan tempat bersemayamNya, yang dalam memikir tanpa menggunakan pikiran, dan yang ketiga sifat, yaitu: Kebaikan, Aktivitas, dan Kegelapan diluar diri Beliau.

Eko wasi niskriyanam bahunam ekam bijam bahudha yah karoti tam atmastham yenupasyanti dhiras tesam sukham saswatam netaresam. Dia adalah Maha Penguasa memerintah seluruh alam Semesta. Namun Beliau tidak perlu secara nyata-nyata aktif melakukan aktivitas Beliau itu, karena Beliau hanya berlaku sebaga Maha Saksi. Beliau telah menciptakan semua isi Alam Semesta dari satu benih. Orang-orang bijaksana yang telah dapat menyadari dan menghayati kehadiran Brahman di dalam diri sanubarinya, akan memperoleh Kebahagiaan Yang Sejati, sedang orang-orang lain belum dapat memperolehnya. Nityo nityanam cestanas cetanam eko bahunam yo widadhati kaman tat karanam samkya-yogadhigamyam jnatwa dewam mucyate sarwa-pasaih. Dia adalah paling abadi dari yang abadi, Adalah Maha Pemikir dari para Pemikir, yang walaupun sendirian, dapat memberikan kepuasan atas keinginankeinginan yang diinginkan semua mahluk. Siapa yang telah dapat menyadari dan menghayati Rahasia Agung yang tersimpan didalam Ajaran Samkya dan Yoga, dia akan terbebas dari semua ikatan. Na tatra suryo bhati na candra-tarakam, nema widyuto bhanti kutoyam agnih. Tam ewa bhatam anubhati sarwam, tasya bhasa sarwam idam wibhati. Di Alam-Nya Brahman tidak perlu terdapat Matahari, Bulan, dan BintangBuntang untuk meneranginya. Juga disana tidak perlu Halilintar atau Api. Karena Brahman itu berkeadaan di Alam Semesta pun menjadikan segala sesuatu di Alam Semesta ini menjadi mampu mengeluarkan sinar-sinarnya. Eko hamso bhuwanasyasya madhye, sa ewagnis salile saniswitah tam ewa widitwatimrtyum eti, nanyah pantha widyate yanaya. Dia adalah Roh yang telah sempurna, yang bagaikan seekor Hamsa yang berjalan di dunia ini. Dia adalah semisal Matahari yang telah mampu membakar habis semua Ketidak-Tahuan. Siapa yang telah dapat menyadari dan menghayati Kasunyataan ini, dapat terbebas dari kematian. Kiranya tidak ada jalan lain untuk mencapai Kebahagiaan Sejati, selain melalui jalan yang telah ditempuh oleh Beliau yang berjalan di Jalan Suci itu. Sa wiswa-wid tma-yonir jnah kala-karo guni sarwawidyah pradhanaksetrajna-pati gunesah samsara-moksa-sthiti-bandha-hetuh. Dia telah mencipta alam Semesta dengan seluruh isinya. Beliau memahami seluk-beluk ciptanNya. Beliau adalah penguasa waktu. Beliau adalah Roh dari semua makhluk dan adalah Sumber dari segala sesuatu yang makhluk dan adalah sumber dari segala sesuatu yang ada di alam ini. Beliau memiliki sifatsifat yang sempurna. Beliau adalah maha mengetahui. Beliau adalah yang dipertuan atas Pradhana, serta adalah Penguasa atas Kesadaran yang terdapat pada diri setiap makhluk. Beliau juga adalah Penguasa Triguna. Beliau adalah

Penganugerah Penyebab untuk dapat bebas dari penderitaan-penderitaan, bebas dari eksistensi, bebas dari ikatan-ikatan dunia. Beliau adalah maha Pemelihara, dan maha Pelebur. Sa tanmayo hy amrta isa-samstho jnas sarwago bhuwana-syasya gopta ya ise asya jagato nityam ea-nanyo hetur widyate isanaya. Dia yang untuk sementara menifest sebagai eksistensi, tetap bersifat abadi, selalu menjadi Yang dipertuan atas Alam Semesta, bersifat Maha Meengetahui, sebagai penjaga Alam Semesta selalu waspada menjaganya setiap waktu, waktu yang selalu menjadi maha pengatur Alam semesta, sebab tidak ada seorang makhluk pun yang mampu melakukannya. Yo brahmanam widadhati purwam, yo waiwedams ca prahinoti tasmi tam ha dewam atma-buddhi-prakasam mumuksur wai saranam aham prapadye. Untuk dapat memperoleh kebebasan Spiritual, bebas dari penderitaanpenderitaan, saya berlindung kepada Brahman yang menjadi Penyebab dimanifesatsikanNya yang paling permulaan adalah Dewa Brahma, dan yang telah memberi kepadanya Kitab-Kitab Suci Weda. Niskalam niskriyam santam nirawadyam niranjanam, amrtasya param setum dagdhendhanam iwanalam. Brahman itu tidak memiliki bagian-bagian, tidak melakukan ssesuatu aktivitasaktivitas, berkeadaan tetap diam, tanpa memiliki kesalahan-kesalahan, tanpa terkena noda-noda. Beliau merupakan jembatan Emas menuju ke Pencapaian Keabadian bagi makhluk-makhluk. Dalam melenyapkan dosa-dosa yang ada pada diri makhluk-makhluk berkeadaan sebagai Maha Api yang membakar kayu-kayu apinya. Yada carmawad akasam westayisyanti manawah tada dewan awijnaya duhkhasyanto bhawisyati. Walaupunorang untuk menghentikan penderitaan-penderitannya, dn untuk mencpai kebahagiaan yang sejati, telah berusaha sekuat-kuatnya, semisal memeras ether atau mengepres kulit, jika tanpa mempelajari ilmu Ketuhanan, maka dia akan tidak akan berhsil. Kebahagiaan Yang sejati hanya dapat dicapai melalui mempelajari Ilmu Ketuhanan. Tapah-prabhawad dewa-prasadac ca, brahma ha swetaswatarotha widwan. Atyasramibhyah paramam pawitram, prowaca samyagrsi-samgha-justam. Melalui melakukan Tapa-Brata dan atas limpahan berkah dari Brahman, Sang maha Resi Swetaswatara dinyatakan sebagai yang telah dicapai tingkatan Spiritual Paramahamsa, yaitu salah satu yang tertinggi dari kempat tingkatan Diksa, dan sangat dihormati oleh Resi.

Wedante paramam guhyam purakalpe pracoditam naprasantaya datawyam naputrayasisyaya wa punah. Misteri yang paling dalam dan paling agung dari Ajaran Wedanta, yang telah diberikan oleh Brahman kepada kita di zaman dahulu kala, hendaknya jangan diberikan kepda orang-orang yang masih belum mampu menguasai hawa-nafsu hawa-nafsunya, walaupun dia anak laki-laki kita atau siswa kita yang kita cintai. Yasya dewa para bhaktir yatha dewe tatha gurau, tasyaite kathita hy arthah, prakasante mahatmanah, prakasante mahatmanah. Kepada orang-orang yang berjiwa luhur, yang mempercayai sepenuhnya kepada Brahman, yang dengan tulus memuja Brahman dan menghormati Guru, hendaknya kita berikan rahasia Ajaran Kitab Suci Upanisad ini, agar mereka dapat mengetahui dan dapat mengamalkan Ajaran Kitab Suci Upanisad ini, akan berwajah yang berseri-seri. Sweta Swatara Upanisad, (1982:53-63). 7.2.93. Atharwaweda. Brahma jajnanam prathamam purastat Hyang Widhi Wasa adalah pertama-tama, yang ada di alam semesta. Brahmana bhumir wihita brahma dyaur uttara hita brahma-idam urdhawam tiryak cantariksam wyaco hitam. Brahman Menciptakan bumi ini. Brahman menempatkan langit di atasnya. Brahman menempatkan eilayah tengah yang luas ini di atas dan dijarak lintas. Brahma dewam anu ksiyati brahma daiwajanir wisah. Brahmedam anyatnaksatam brahma sat ksram ucyate. Tuhan Yang Maha Esa bersamayam didalam wujud sebagai para dewa. Tuhan Yang Maha Esa, bersemayam pada media-media yang suci. Tuhan Yang Maha Esa adalah Abadi (tak terhancurkan) dan dia adalah pelindung yang ulung. Aham jajana prthiwim uta dyam, aham rtun ajanayam sapta sindhun. Aku (Tuhan Yang Maha Esa) menciptakan langit dan bumi. Aku menciptakan musim-musim dan tujuh buah sungai. Satas ca yonim asatas ca wi wah Sang Hyang Widhi Wasa memperlihatkan keaslian segalanya apakah terwujudkan ataukah tidak terwujudkan Ya ime dyawa jajana Sang Hyang Widhi Wasa menciptakan langit dan bumi. Isanam asya jagatah swardrsam, isanam Indra tasthusah. Tak seorangpun mencapai kebahagiaan tanpa mengetahui Tuhan Yang Maha Esa yang bagaikan ayah.

Brahma-enad widyat tapasa wipascit. Orang bijaksana mengetahui Tuhan Yang Maha esa/Sang Hyang Widhi Wasa dengan sarana penebusan dosa. Wenas tat pasyat paramam guha yat. Orang Bijaksana yang suci membayangkan (memwisualisasikan) Tuhan Yang Maha esa yang berdiam dalam hati. Yad ekam jyotir bahudha wibhati Ada satu Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Agung yang bercahaya. Dia bersinar dalam bentuk yang berbeda-beda. Na dwityo na trtiyas caturtho napi-ucyate. Tuhan Yang Maha Esa tidak dipanggil yang kedua, tidak yang ketiga maupun yang keempat Se esa eka ekawrd eka ewa Tuhan Yang Maha Esa adalah satu dan hanya tunggal (Esa) Sarwe asmin dewa kkrawrto bhawanti Semua para dewa menjadi satu di dalam Dia. Upo te badwani yadi wasi nyarbudam Semua bentuk yang tak terkira banyaknya dihubungkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Agung. Se ewa mrtyuh so-amrtam Tuhan Yang Maha Esa adalah (penguasa) kematian dan Tuhan Yang Maha Esa adalah kekekalan. So agnih sa u suryah sa u ewa mahayamah. (Tuhan Yang Maha Esa adalah Agni (api), Surya (Matahari) dan Maha Yama (Dewa kematian) So-aryama sa warunah, sa rudrah sa mahadewah. Tuhan Yang Maha Esa adalah Aryaman, Waruna, Rudra dan Mahadewa. Twam Indras twam mahendrah (Tuhan Yang Maha Esa, Engkau adalah Indra dan Mahendra) Sarwo wai tatra jiwati gaur aswah purusah pasuh, yatredam brahma kriyate paridhir jiwanaya kam. Setiap orang, termasuk sapi betina, kuda-kuda, manusia, dan binatang, hidup bahagia, Tuhan Yang Maha Esa Yang Maha Agung disembah dengan teguh untuk kemakmuran semua.

Skambho dadhara dyawaprthiwi ubhe imk skambho dadhara-uru-antariksam Brahman yang menyokong dan menggenggam langit dan bumi kedua-duanya. Dia juga menggenggam atmosfir (lapisan udara yang meliputi bumi) yang luas ini. Skambha idam wiswam bhuwanam a wisesa. Brahman Skhamba meliputi seluruh alam-semesta. Yo bhutam ca bhawyam ca sarwam yas cadhitidthati, swar yasya ca kewalam tasmai iwesthaya brahmane namah. Tuhan Yang Maha Esa ada dimana-mana, baik dimasa lampau, dimasa kini maupun dimasa datang. Dia berbahagia sepenuhnya. Kami menghaturkan persembahan (korban) ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Agung (Mahkluk Agung itu). Yasmad rco apataksan yayur yasmad apakasan. Samani yasya lomaniatharwangiraso mukham. Regweda dan Yayurweda berasal dari Dia. Samaweda adalah rambut-Nya dan Atharwaweda adalah mulut-Nya. Pumat purnam udacati purnam pumena sicyate Alam semesta yang sempurna berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Sempurna. Alam semesta yang sempurna ini diberi makanan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Sempurna. Asac ca yatra sac ca-antah Segalanya, apakah ia dimanifestasikan (diwujudkan) ataukah tidak dimanifestasikan (tidak terwujudkan), ada didalam Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Agung. Sutram sutrasya yo widyat. Sa widyat brahmanam mahat. Dia yang mengetahui benang yang saling hubungan dari alam-semesta, Mengenal Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Agung. Tat sambhuya bhawati-ekam ewa Brahman adalah inti (permulaan) alam semesta dan segalanya, yang dilarutkan, menjadi seragam dengan dia. Yah sramat tapaso jatah Tuhan Yang Maha Esa Yang Maha Agung disadari dengan ketekunan dan penebusan dosa. Sampasyan yati bhuwanani wiswa

Sang Hyang Widhi Wasa-Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Agung bergerak mengamati seluruh alam smesta Sariram brahma prawis at sarire-adhi prajapatih. Sang Hyang Widhi Wasa memasuki tubuh manusia dan Dia menjadi raja tubuh itu. Widyas ca wa awidyas ca, yac ca-anyad upadesyam. Sariram brahma prawisad rcah sama-atho-yajuh. Segala macam zat memasuki tubuh manusia seperti misalnya kebijaksanaan, pengetahuan praktis, dan setiap pengetahuan yang harus diajarkan, Tuhan yang Maha Esa Yang Maha Agung (Makhluk Teragung), Rgweda; Samawedda dan Yajurweda. Yo marayati pranayat, yasmat prananti bhuwanani wiswa Sang Hyang Widhi Wasa menghidupkan dan menghancurkan. Dia adalah sumber penghidupan seluruh alam semesta. Balad ekam aniyaskam ute-ekam naiwa drsyate, tatah pariswajiyasi dewata sa mama priya. Yang satu (yaitu sang Mula Prakrti) adalah bahkan lebih halus dari pada rambut dan yang lain (yaitu jiwatman atau jiwa individu) adalah tidak dapat dilihat. Tetapi dari yang paling halus dan dewata yang meliputi semuanya (yaitu Iswara atau Jiwa Agung) adalah satu-satunya obyek (tujuan) dari cinta. Iyam kalyani-ajara martyasya amrta grhe. Dewa yang kekal dan bertuah ini (yaitu Sang Jiwa Agung) bertempat tinggal di dalam tubuh manusia yang fana. (Titib, 1996: 169-182). Doa agar ajaran-ajaran Suci yang dipelajari terpatri dalam sanubari Dengan pola Trisapta, tiga dan tujuh, atau tiga kali tujuh, yang menjadi jumlah tak terhingga, Kekuatan kehidupan manifes; membakar, menjadi semua bentukbentuk kehidupan; semoga hari ini, Yang dipertuan Atas Sabda-Sabda berkenan memberi tugas kepada saya, dan membekali saya dengan kekuatan-kekuatan yang berasal dari diri beliau.28 O yang dipertuan Atas Sabda-Sabda, datanglah kemari bersama-sama dengan Para Dewa; O yang dipertuan Atas kebaikan, bimbinglah saya, dan dapat menyatu dengan sanubari saya, serta semoga saya senantiasa dapat ingat akan ajaran-ajaran Suci yang telah saya pelajari. Bentangkanlah perlindunganMu kepada saya, tetap seperti ujung-ujung busur itu didekatkan dengan ditariknya tali sekuat-kuat; Semoga yang dipertuan Atas Sabda-Sabda yang menguatkan hubungan dari saya dengan diri Beliau; semoga kekuatan-kekuatan hubungan diri saya dengan diri beliau; semoga kekuatan-

kekuatan itu dapat selalu berada didalam diri saya senantiasa dapat ingatkan Ajaran-ajaran Suci yang telah saya pelajari. Datanglah kemari, O, Yang dipertuan atas Sabda-Sabda; semoga saya-lah yang engkau pilih sebagai tempat persinggahanmu; semoga saya dapat dipersatukan dengan ajaran-ajaran Suci yang telah saya pelajari; Semoga saya tidak ditinggalkan oleh Ajaran-Ajaran Suci itu. Obat dengan menggunakan batang rumput Kami mengetahui gelagah Sang Ayah, yang diatasnya mengisap banyak air, anugrah dari Parjanya dan kami mengetahui dengan baik, yang menjadi Ibundanya, yaitu bumi dengan banyak aspek-aspeknya. O Penarik tali busur kehidupan yang mahir, tariklah tali busur kehidupan kami! Kuatkanlah tarikanmu itu sekuat batu! Dengan kekuatanmu yang hebat itu, singkirkanlah jauh-jauh orang-orang yang berniat jahat kepada kami serta orang-orang yang membenci kami. Pada saat-saat Sang Lembu sedang membelai pohon-pohon, nyanyikanlah lagu penyembuhan dengan terompet gelagah yang menggetarkan irama merdu; O Indra, jauhkanlah kami dari serangan panah, atau tombak, atau senjata-senjata lainnya. Seperti bahwa diantara Surga dan Bumi itu terdapat pohon bambu, demikian juga smoga batang gelagah itu menjadi penghalang penyakit dan pengaruhpengaruh jahatnya. Doa Penyakit Kencing menjadi Sembuh dengan rerumputan. Kami mengetahui gelagah SangAyah, yang berkekuatan seratus kali lipat, karena mengisap banyak air, anugrah dari Parjanya dengan kekuatan dari Beliau itu, saya menyembuhkan dan menyehatkan tubuh yang sakit; semoga di bumi, pancaranmu mengalir dengan deras, dan mampu mendobrak penghalangpenghalangnya. Kami mengetahui gelagah Sang Ayah, yang berkekuatan seratus kali lipat, karena mengisap banyak air, anugrah dari Mitra; dengan kekuatan dari Beliau itu, saya menyembuhkan dan menyehatkan tubuh yang sakit; semoga di bumi, pancaranmu mengalir deras, dan mampu mendobrak penghalangpenghalangnya. Kami mengetahui gelagah Sang Ayah, yang berkekuatan seratus kali lipat, karena mengisap banyak air, anugrah dari Waruna; dengan kekuatan dari Beliau itu, saya menyembuhkan dan menyehatkan tubuh yang sakit; semoga di bumi, pancaranmu mengalir deras, dan mampu mendobrak penghalangpenghalangnya.

Kami mengetahui gelagah Sang Ayah, yang berkekuatan seratus kali lipat, karena mengisap banyak air, anugrah dari Sang Bulan; dengan kekuatan dari Beliau itu, saya menyembuhkan dan menyehatkan tubuh yang sakit; semoga di bumi, pancaranmu mengalir deras, dan mampu mendobrak penghalangpenghalangnya. Kami mengetahui gelagah Sang Ayah, yang berkekuatan seratus kali lipat, karena mengisap banyak air, anugrah dari Sang Matahari; dengan kekuatan dari Beliau itu, saya menyembuhkan dan menyehatkan tubuh yang sakit; semoga di bumi, pancaranmu mengalir deras, dan mampu mendobrak penghalangpenghalangnya. Kedua saluran air kencing-Mu, yang mengabung menjadi satu, yang mengalir dengan lancar itu, semoga dapat menjadi tauladan mengalir air kencingnya si sakit; semoga seperti yang kepunyaan-Mu, aliran kencingnya si sakit menjadi deras, dan mampu mendobrak penghalang-penghalangnya; semoga semua penghalang menjadi lenyap. Saya pecahkan yang menjadi penghalang aliran air kencing si sakit, seperti kalau orang memecahkan bendungan air; seperti itu semoga aliran kencingnya si sakit menjadi deras, dan mampu mendobrak penghalang-penghalangnya; semoga semua penghalang menjadi lenyap. Semoga penghalang aliran air kencing si sakit menjadi tidak kuat lagi, seperti air itu tidak tahan lagi dihalang-halangi dalam gerakkannya menuju ke laut; seperti itu semoga aliran kencingnya si sakit menjadi deras, dan mampu mendobrak penghalang-penghalangnya; semoga semua penghalangnya menjadi lenyap. Seperti panah yang terlepas dari busurnya, dengan kuatnya melesat meninggalkan busurnya; seperti itu juga aliran kencingnya si sakit menjadi deras, dan mampu mendobrak penghalang-penghalangnya; semoga semua penghalangnya menjadi lenyap. Doa mensucikan air, untuk persembahan Para Ibu melaksanakan kewajibannya di bidang agama, sesuai dengan tugasnya masing-masing; anak-anak perempuannya menyelenggarakan upacara Yadnya, dengan mencampur susu dengan madu. Mahkluk-mahkluk yang menghuni sebelah sananya matahari, dan yang menjadi sahabatnya Sang Surya, kita harapkan dapat meneruskan Yadnya kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Saya memohon turunnya Air Surga, yang dapat menjadi minuman bagi sapi-sapi saya; saya menyelenggrakan persembahyangan dengan memercik-mercikan air suci yang saya ambil dari Sungai Sindu yang suci.

Didalam air suci ini terdapat Amerta, air kehidupan didalam air suci ini terdapat daya penyembuh terhadap penyakit-penyakit; air suci ini dapat menjadikan kuda-kuda saya dan sapi-sapi saya berkeadaan senantiasa sehat, segar dan kuat. O, Air Yang Suci, karena engkau sangat baik hati, tentulah engkau mau menjadikan kami berkeadaan yang segar kembali dan tampak gembira dan bahagia. Perasaan aman, terlindungi, dan hari-hari depan yang cerah-lah yang menjadikan kami melaksanakan upacara pensucian air ini, dengan semangat yang tinggi segairah dan sebahagia Ibu yang menimang-nimang anaknya. Kami akan membuat engkau puas, agar engkau cepat memunculkan sifat-sifat sucimu; o, Air Yang Murni, cepatlah engkau menjadi air suci, dan taruhlah berkah keselamatan dari Tuhan Yang Maha esa melalui dirimu! Dari Sang Air Suci, yang telah mampu mengendalikan diri dalam penguasaan terhadap benda-benda, bahkan juga yang telah mampu menguasai manusia, saya memohon kesembuhan dari penyakit, melalui air suci ini. Dengan pertolongannya, dengan jalan meminumnya, semoga air suci yang bersifat ke-Tuhanan ini dapat menyembuhkan penyakit-penyakit kami dapat mensejahterakan kami; semoga daya-daya kesembuhan dan kesehatan yang berasal dai Air Suci ini dapat memancar dan mengalir masuk kedalam diri kami. Didalam Air Suci, Soma berkata kepada saya bahwa Air Suci itu dapat menjadi sarana penyembuh bagi semua penyakit; dan didlam Api Suci, Agni berkata kepada saya bahwa Api Suci itu dapat menjadi sarana penyembuh bagi semua penyakit. O Sang AirYang Suci, berilah saya kekuatan penyembuh; lindungilah badan saya, dan panjangkanlah usia saya, sehingga saya dapat melihat dalam banyak tahun. Berilah kami kesejahteraan, o Sang Air yang ada di lemah-lembah berilah kami kesejahteraan, o Sang Air yang ada di rawa-rawa; berlah kami kesejahteraan , o Sang Air yang ada di dalam sumur, berilah kami kesejahteraan, o Sang Air ada dalam periuk air; berilah kesejateraan, o Sang Air yang datang dari udara. Atharwa Weda. (Sugiarto, 1983:3-9). 7.2.94. Sama Weda Agne tawa waye mahi bhrajante arcayo wibhawase. Brhadbhano cawarsa wajamukthyam dadhasi dacusa kawe. O Agni, kuat dan terkenal Engkau, nyalamu menjulang tinggi, Engkau adalah Dewe yang cemerlang. Pendeta pemberi cahaya, Engkau beri pemuja itu dengan kekuatanmu itu, harta dan kebajikan terpuji.

Pawakawarcah cukrawarca anunawarca udiyarsi bhanuna.Putro matara wicarannupanasi prnskdi radosi ubhe. Dengan sinar yang cemerlang, pensuci yang kemilau, dengan kemilauan yang sempurna itu Engkau mengangkat dirimu sendiri dalam sinar. Engkau mengunjungi kedua Ibunda, memberi bantuan sebagai seorang anak, engkau hubungkan rapat-rapat dunia dan surga. Urjonapajjataweah sucastibhirmandaswa dithibhirhitah. Twe isah sam dadhurbhurriwarpama ccitrotayo wamajatah. O Jataweda, putra perkasa, bersenanglah Engkau sendiri, ramah, dalam kidung nyanyian-nyanyian kami yang benar. Padamulah mereka tumpukan berbagai macam bali, banyak bentuk, keturunan mulia, penolong yang menakjubkan mereka itu. Irajyannagne prathayaswa jantubhirasme rayo amartya. Sa darcatasya wapuso wi rajasi prnaksi darcatam kratum. Agni menyebar meluas sebagai pengausa atas segala yang hidup: beri kekayaan kepada kami, O Dewa yang abadi. Engkau bersinar dari keindahan wajahmu yang tmpak, Engkau antar kami kepada kekuasaan yang maha indah. Iskartraranadhwarsaya pracetasam ksayantam radhasomahah. wamasya subhagam mahimasam dadhasi sanasim rayim. Ratim

Saya muliakan Pendeta itu, yang mengatur jalannya yadnya, yang mempunyai harta berlimpah dibawah pengawasannya. Engkau memberi rakhmat kebaikan dan banyak makanan, Engkau beri kekayaan yang mendatangkan keberhasilan. Rtawanam mahisam wicwadarcatamagnim sumnaya dadhire putre janah. Crutkarnah saprathastamam twagira daiwyam manusa yuga. Orang-orang telah meletakkannya dihadapan mereka, untuk memperoleh rakhmatnya, agni, kuat, tampak kepada semua orang suci. Engkau, Dewata yang suci, dengan telinga mendengar, yang sangat terkenal, turun-temurun manusia mengungkapkan-nya dengan lagu-lagu pujian. Pra so agne tawotibhih suwirabhista rati wajakarmabhih. Yasya twam sakhyamawita. Agni, Ia melakukan dengan bantuanMU yang membawa dia banyak putra-putra pemberani dan mengerjakan perbuatan-perbuatan besar. Yang merupakan hubungan persahabatanmu adalah menurut pilihanmu. Taca drapso nilawandaca rtwuyaindhanah mahinamusamasi priyah ksapo wastusu rajasi. sisnawa dade. Twam

Percikan adalah hitam dan gemercik, dinyalakan pada waktunya, O yang maha pemurah, semua dilakukan. Engkau adalah teman tercinta bagi Fajar yang agung, Engkau bercahaya dalam kemilauan di waktu malam.

Tamosadhirdahire farbhamrtwayam tamapo agnim janayanta matarah. Tamit samanam wannacca sirudhoantarawaticca suwate ca wicwaha. Begitu waktunya tiba, dari sebagai benih mereka yang tumbuh-tumbuhan telah terima. Agni inilah yang berinduk pada air membawa kehidupan. Jadi dalam hal seperti itu, demikian pohon-pohon dalam hutan dan tumbuh-tumbuhan mengandungnya dalam diri mereka dan menghasilkannya terus-menerus. Agnirindraya pawate diwi cukrowirajati Mahisiwa wi jayate. Agni menjadi cemerlang untuk Indra; Ia memancarkan cahaya lebih cemerlang di langit. Ia kirimkan keturunannya laksana seorang permaisuri. Yo jagaraga tamrcah kamayante yojjagara ramu samani yanti. Yo jagara tamayam soma aha tawa ham asmi sakhye nyokah. Hymne yang kudus mencintai Ia yang bangun dan melihat; Kepada Dia yang jaga itu syair kudus ini datang. Soma ini berkata kepada Dia yang bangun dan melihat. Saya mengasuh dan membuat tempat tinggal saya dalam persahabatanMu. Agnirjagara tamrcah kamayantesgnirjagara tamu samani yanti. Agnirjagara tamayam aha tawa hamsmi sakhye nyokah. Agni adalah penjaga dan Richas mencintainya; Agni mengawasinya, lagu-lagu Saman mendekatinya. Agni adalah penjaganya, kepada Dialah dikatakan Soma ini, saya mengasuh dan dijadikan tempat tinggal saya sebagai persahabatannya. Namah sakhibyah purwasadbhyowe namah saksamnisebhyah. Yune wacam catapadim. Pujilah sahabat yang duduk dihadapan, kepada ia yang didudukkan bersama, pujilah. Saya pergunakan kalimat yang berkaki seratus. Yune wacam catapadim gaye sahaswawartani. Gayatram traistubham jagat. Saya pergunakankalimat berkaki seratus, saya menyanyi apa yang Gayatra, Tristup, dan syair Jagati. Gayatram traistubham jagadwiswa rupani sambhrta. Dewa oksami cakrite. Gayatra, Tristup, Hymne Jagati, bentuk yang sempurna dan bersatu. Telah menjadikan Dewa-dewa sahabat yang dikenal. Agnirjyotir agnirindro jyotirjyotirrindrah. Suryo jyotirjyotih suryah. Agni adalah Cahaya, Cahaya adalah Agni. Indra adalah Cahaya, Cahaya adalah Indra. Surya adalah Cahaya, Cahaya adalah Surya. Panururja ni warttaswa punaragna isayusa. Punarnah pahyamhasah. O Agni, kembalilah lagi dengan kekuasaan, kembaliah Engkau lagi. Selamatkan kami dari penderitaan dan kesengsaraan.

Saha rayya ni warttasuagne pinwaswa dharaya. Wiswapsnya wiswataspari. O Agni, baliklah kembali membawa harta, peercikan olehMu kepada kami dari segala penjuru. Dengan dirimu sendiri, penyangga semua yang mengalir. Yadindraham yatha twamiciya waswa eka it. Stota me gosakha syat. Seandainya saya ingin seperti Engkau, O Indra, penguasa tunggal atas semua gart. Pemuja saya harus kaya dengan sapi Sikseyamasmai disteyam cacipate manisine. Yadaham gopatih syam. Saya akan tiada pilihan untuk memoperkuat dan memperkaya pendeta itu. O Dewata yang Maha Kuasa. Seadainya saya penguasa ternak sapi. Dhanusta indra sunrta yajamanaya sunwate. Gamacwam pipyusi duhe. Kebaikanmu adalah dalam melimpahkan banyak lembu dan sap, Indra, kepada para pemuja yang memeras air soma. Apo hi stha mayobhuwasta na urje dadhatana. Mhe ranaya caksase. Sesungguhnya Apah, engkau pembawa kesehatan dan rakhmat. Karenya tolong kami olehmu menuju kekuatan. Yang se,oga kami peroleh dengan penuh kebahagiaan. Yo wh siwatamo rasastasya bhaja yateha nah. Ucatiriwa matarah. Berilah kami sebagian dari embun yang amat suci, yang engkau miliki. Sebagai seorng ibu yang merindukan yang tercinta. Tasma aram gamamawo yasya ksayaya jinwatha. Apo janayatha ca nah. Karena Engkau kami senang hati pergi kepadanya, yang tempat tinggalnya mempercepat kami dengan apah, memberikan kami yang menjadi kekeuatan. Wata a watu bhosajam cambhu mayobhu no hrde Pra na ayumsi tarisat. Semoga wata meniupkan paramnya kepada kami, meyehatkan, menggerahkan hati kami. Semoga Ia perpanjang hari-hari hidup kami. Uta wata pitasina uta bhratota nah sakha. So no jiwatawe krdhi. Engkau Bapa kami, Wata, ya, Engkau Saudara kami dan sabahat kami. Karenya berilah kami kekuatan agar dapat kami hidup. Ya dade wata te grhe amrtam nihitam guha. Tasya no dhehi jiwase. Berlimpah-limpah Amrita terdapat jauh disebrang sana, O Watra, dariMu. Berilah kami karenyanya agar kami dapat hidup. Abhi waji wicwarupajanitram hiranyayam bibhradatkam suparnah. Suryasya bhanumrtutha wasanahpari swayam medhamrjro jayana.

Pasukan berkuda memakai bermacam bentuk, burung Garuda memakai pakian keemasannya ditempat kelahirannya. Dipakai pada saat waktunya disertai sinar Surya, merah, telah memperoleh yadnya sendiri. Apsu retahcicriye wiswarupm teyah prthiwyamadhi yat samabhuta. Anatarakse swam mahimanam mimanah kanikranti wrsmo acwasyaretah. Barbagai macam bentuk benih Ia letakkan dalam air, cemerlang yang dikumpulkan dimukan bumi dan disitu berkembang. Diangkasa, meumbuhkan keagungannya, Ia menjerit keras, benih dari pencari jalan yang giat. Ayam sahasra pari yukta wasanah suryasya bhanum yajno dadhara. Sahasradah catada bhuriwa dhartta diwo bhuwanasya wicaptih. Ia telah memakai ribuan jubah yang sesuai menurut dirinya, sebagai yadnya penyangga sinar sang Surya. Pemberi banyak hadiah dalam ratusan, ribuan penunjang surga-surga. Nake suparnamupa yatpatantam hrdantam hrdawenanto abhya caksata twa. Hiranyapaksam warumasya dutam yamasya yonan cakumam bhuwanyum Mereka memandang Engkau dan lam meerindukan semangat mereka, sebagaimana seekor burung yang bersayar kuat yang naik menuju ke langit. Engkau yang bersayap keenam, utusan Waruna, burung yang mempercepat sampai ke tempat Yama. Urddhwe gandharwo adhi nake asthatpratyangcitradasyayudhani. Wasano atkam surabhim draca kam awarna nama janata priyani. Tegak, Gandharwa telah mendaki ke surga, memperlihatkan kepada kami berbagai macam senjata. Berpakian manis dan indah dilihat, karena sebagai cahya melahirkan bentuk-bentuk menyenangkan kepada kami. Drapsah samudramabhi yajjati pacyan grdhrasya widharman. Bhanuh cukrana cocisa stritrye cakre rajasi priyani Bila laksana percikan Ia datang mendekat ke samudra, melihat dengan mata ruwah, sebagaimana undang-undang pemerintahan. Kecemer-langannya, menyenangkan dalam dirinya yang cerlang cemerlang, membuat kejayaan yang maha tinggi. Acuh cacino wraabhe na bhimo ghanaghanah ksbhannaccasaninam. Sangkratndanenamnimisa ekawirah catam sona ajayat sakamudrah. Cepat, menyerang dengan cepatnya, laksana banteng yang mengasah tanduknya, menakutkan, menggerakan manusia, dengan mata yang tidak berkedip, menguak, Pahlawan tunggal, (demikian) Indra mengalahkan ratusan musuhnya dengan segera.

Sankrtandenamisena jisnuna yuktkarena duccyawanena Tadinddadrena jayata tatsahadhwam yudho nara isuhastana wrsa.

dhrsna.

Dengan raungnya yang keras, selalu waspada, pemenang pembrani, sukar untuk mengalahkan, pembangkit peperangan, Indra yang kuat, yang tangannya memegang panah, penakluk engkau pahlawan, sekarang, sekarang, penakluk dalam pertarungan. Sa isuhastaih sa nisanggibhirawaci sam srasta sa yudha indro ganena. Sam srstajit somapa bahucardhyu gradhanwa pratihitabhirasta. Ia memerintah bersama Dia yang memagang senjata dan menaklukkan Indra yang bersama pasukannya membawa rombongan bersama penakluk musuh, berlengan kuat, Peminum Soma, dengan busur panah yang kuat, memanahkan panahnya dengan baik. Brahaspate pari diyai rathena rakse hamityam apabadhumanah. Prabhanjantsenah pramrno yudha jayannasmawamedhyawita rathanam. Brihaspati, terbang dengan keretamu kemari, pembunuh raksasa, usirlah musuh kami jauh-jauh. Jadilah pelindung kereta kami, pemusnah, pemenang dalam peperangan, pemecah belah pasukan. Balawijnayah sthawirah sahaswanwaji sahamana urgrah. abhisatwa sahajo jatwasahoja jaitramirdra rathama tistha gawit. Abhawiro

Sang (Yang) jelas oleh kekuatanMU, teguh, pejuang terkemuka, kuat dan garang, berjaya, penakluk segala, putra penakluk, memberi laki-laki dan pahlawan, pemenang sapi, naiki kreta penaklukMu, Indra. Gotraidan gawidam wajrabahum jayatamajma pramrnan prmartamojasa. Imam sajata anu wirayadhwamindram sakhayo anusam rabhadwam. Golok bagi kedai-kedai, pemenang sapi, bersenjatakan petir, yang menumpas satu pasukan dan dengan kekuasaannya memusnahkannya. Ikutilah Dia, saudrasaudara. Tinggalkan dirimu sebagai pahlawan dan laksana Indra ini, perlihatkan kesungguhan dan keberanianmu. Abhigotrani sahasa gahamannodayowirah caramanyurindah. Ducyawanah prtanasadayudhyo asmakam sena awatupra yutsu. Indra, pahlawan tak mengenal belas kasihan dengan kemarahan, tidak terkait, menembus kandang-kandang sapi dengan kekuatan yang tidak terkalahkan. Jaya dalam perang, tak tergoyahkan dan tak terlawan, semoga Ia melindungi pasukan kami dalam peperangan. Indra asam nota brhaspatirdaksina yajnah pura etu Dewasennanamabhibhanjatinam jayntinam maruto yantwagram. somah.

Indra, pimpinlah merekaini, Brihaspati dan Soma, pahala dari yadnya, yang mendahului mereka. Biar pasukan Maruta berjalan paling depan, Pasukan Dewata yang menaklukkan dan menghancurkan. Indrasya wrsno warunasya rajna adityanam marutam cardha ugram. Mahamanasam bhuwanacyawanam ghoso dewanam jayatamudhasthat. Jadilah kami sebagai Tuan rumah yang kuat bagi Indra yang Maha Kuasa, raja Waruna, Marut dan Aditya. Pekik Dewa-dewa yang memang mengangkat tingitinggi, Dewa-Dewa yang berpikiran mulia yang menyebabkan dunia gemetar. Uddharsaya maghawannayudhanyut satwanam mamakanam Udwartahanwajinam warjinanyudrathanam yantu ghosah. manamsi.

O Maghawan, Engkau menyebabkan bulu tegak, senajata kami merangsat semangat pahlawan perang. Mendesak kekuatan tenaga kuda, O pembunuh Writra, dan biar keriuhan kreta yang menag perang menanjak. Asmakamidrah samretstesu dhawahaswasmakam ya iswsta jayantu. Asmakam wira unttare bhawantwasmam udewa awata hawesu. Semoga Indra menolong kami bila bendera-bendera kami telah berkumpul, jayalah panah pasukakkan kami. Semoga orang-orang pembrani kami dalam perang memang dalam serangan. Ya Dewa-Dewa, lindungi kami dalam pekik serangan. Asau ya sena marutah paresamabhyeti na ajosa sparddhamana. Tam guhata tamasapawratena yataitesamanyo anyam sa janat. Pasukan musuh yang berjuang dengan seluruh kekuatannya, mendekat O Maghawan. Sembunyikan dan benamkan mereka kedlam kegelapan yang tak ada ajalannya sehingga tidak seorang dari mereka dapat mengenal satu dengan yang lain. Amisam cittam pratiolobhyayti grhanangganyapjwe parehi. Abhi prehi nordaha hrsu cokairandhenamitrastamasa sacatam Membingungkan perasan musuh kami, Engkau tangkap badn mereka dan berangkat, O Ogha. Seranglah mereka, bakr hati mereka dengan panah, demikian musuh kami menetap dalam kegelapan. Preta jayata nara indro bahawejnadhrsya yathasatha. wah carmayacchatu. Urga wah santu

Majula, O Pahlawan, menagkan hari itu, semoga Indra menjadi ahlawanMu yang pasti. Kuat dan menakutkan senajatmu, tak seorang dapat melukai dan mengenaiMu. Aswasrta para pata carawye brhahnasam cite. Gacchamitran pra padyaswa mamisam kam ca nocchisah.

Lepas dari tali busur melayang naik anak panahmu, dipertajam oleh doa-doa kami. Pergi menuju musuh itu, kenakan mereka di rumah dan biar tidak seorang pun yang timggal hidup. Kangkah suparna anu yantwenam grdhranamannamasawastu sena. Maisam macyoghaharacca mendrawayamsyenananu samyantu sarwan. Biar burung ruwah dan burung-burung yang kuat mengejar mereka. Ya biar poasukan itu menjadi mangsa burung ruwah itu. Indra, biar tidak satupun yang selamat, tidak ada penghilang dosa di kemudian hari untuk mereka,biar burung-burung yang mengkutinya dikumpulkan. Amitra senam maghawannasmanchatru wrtrahannagnicca dahatam prati. yatimabhi. Ubhau tamindra

Pasukan musuh ini, yang datang laksana pertunjukan dalam peperangan, O Maghawan, menemuainya, O Pembunuh Wrrtra, Engkau Indra dan Agni, dengan nyalamu. Yatra banah sampatanti kumarara wicikha iwa. brhanamaspatiraditih carmayacchat wicwaha carma yacchatu. Tatra ne

Disana di mana anak-anak panah berterbangan laksana anak kecil yang rambuntya belumm dicukur. Biarpun disana semoga Brahmanaspati, semoga Aditi melindungi kami dengan baik, melindungi kami dengan abik sepanjang hari. Wi rakso mrdho jahi wi wrtrasya wrtahannamitrasyahbhidasatah. hanu ruja. Wi manyumindra

Usirlah Raksasa dan musuh itu jauh-jauh, patahkanlah olehMu taring Writra itu berkeping-keping. O Indra pembunuh Writra, kalahkanlah amarah musuh yang mengancam kami. Wi na indra mrdho jahi nica abhidasatyadharam gamaya tamah. yaccha prtanyatah. Yo asmam

O indra, kalahkanlah mush kami jauh-jauh, rendah hatilah orang yang menentang kami. Kirim kebawah ke daerah kegelapan ia yang mengusahakan untuk melukai kami. Indrasya bahu sthawirau yuwanawanadhrsyau supratikawasahyau. Tau yunjita prathamau yoga agate yabhyam jitamasuranam saho mahat. Kuat dan selalu muda senjata Indra, jujur tak terkalahkan, tak pernah ditundukakkan. Yang pertama ini biar ia gunakan bila peerlu harus datang kepada kami, diamna Asura yang besar lagi kuat dilemparkan. Marmani te warnane cchadayami soamstwa rajamrtenanu Urorowariyo warunaste krnotu jayantam twanu dewa madantu. wastam.

Bagian Engkau yang terpenting telah aya tutupi dengan baju pelindungmu, menjubahi Engkau dengan RajaSoma yang abadi. Waruna memberi Engkau apa yang telah banyak dan dalam kemenanganMu biar para Dewa-dewa bersenang. Andha amitra bhawatacirsannohaya iwa. Tesam wp agninunnanamindo hantu waramwaram. O musuh saya akan menjadi buta, bahkan laksana ular yang tak berkepala. Semoga Indra membunuh yang paling baik dan yang itu bila menyalakan Agni telah menyerang engkau. Ya nah sworano yaccanisthyo jighamsati. Dewastam sarwe dhuwantu brahma warma mamantaram carma warna mamataram. Siap yang akan membunuh kami, apkah ia musuh ynag asingatau salah atu dari kami. Semoga Dewa-dewa membuatnya tidak tenang dai itu. Perlindungan saya yang paling dekat adalah doa, senajata terdekat dan pertahanan terdekat. Mrgo na bhimah kucare giristhah parawata a jagantha parasyah. Srkam samcaya pawimindra tigmamwi catrun tadhi wi mrdhonudaswa. Laksana binatang buas yang menakutkan menegmbara di hutan, Engkau telah mendekati kami datang dari tempat jauh. Mengasah wajraMu dan pisaumu yang tajam, kau tumpas musuh itu dan mengkocar-kacirkannya meerka yang membenci kami O Indra. Bhadram karnebhih crnuyamadewa bhadram pasyemaksa bhisyayatrah. Athirairanggasis-stuwamsastanubhirwyacenahi deahitam yadayuh. O Dewa-Dewa, semoga telinga kami mendengar apa yang suci, semoga mata kami melihat apa yang baik, Yang Suci. Memujamu dengan tangan dan badan yang kuat, semuga kami mencapai umur yang ditetapkan oleh Tuhan. Swasti na indre wrdracrawah swastinah pusa wicwawedah. Swasti nastarksyo aristanemih swasti no brhaspatirdadhatu Termasyuh jauh dan meluas, semoga Indra merakhmati kami, Pusam merakhmati kami, penguasa atas semua kekayaan. Semoga Tarksya dengan windunya yang tak terlukakan merakhmati kami. Brihaspati memberi kami rakhmatnya. Brahmanaspati memberikan rakhmatnya Pudja (1979/1980:500521) 7.2.95. Samkhya Darsana

Pendiri dari sistem filsafat ini adalah Sri Kapila Muni, yang dikatakan sebagai putra Brahma dan Avatara Visnu Kata Samkhya itu sendiri artinya jumlah dan sistem ini memberikan sejumlah prinsip-prinsip alam semesta yang sebanyak 25 buah, sehingga nama Samkhya tersebut sangatlah tepat. Istilah Samkhya juga dipergunakan dalam pengertian Vicara atau Perenungan filosofis. Pada sistem Samkhya tak ada penyelidikan secara analitik kedalam alam semesta, seperti keberadaan yang sesungguhnya, yang merupakan susunan menurut topik-topik atau katagori-katagori, namun terdapat suatu sistem tiruan yang diawali dari satu tattwa atau prinsip mula-mula yang disebut Prakrti, yang berkembang atau mengasilkan (prokaroti) sesuatu yang lain. Seperti telah disinggung didepan, Samkhya menggunakan 3 sistem atau cara mencari pengetahuan kebenaran, yaitu: Pratyaksa (pengamatan langsung), Anumana (penyimpulan) dan Apta Vakya (penegasan yang benar). Kata Apta artinya pantas atau benar yang ditujukan kepada wahyu-wahyu Veda atau guru-guru yang mendapatkan wahyu. Sistem Samkhya umumnya dipelajari setelah sistem Nyaya, karena ia merupakan sistem filsafat yang hebat, dimana para filsuf Barat juga sangat mengaguminya, karerna secara pasti ia menekankan dualitas dan pluralitas, karena mengajarkan bahwa ada Purusa atau Roh yang banyak sekali. Samkhya menyangkal bahwa suatu benda dapat dihasilkan dari ketiadaan. Prakrti dan Purusa adalah Anadi (tanpa awal) dan Ananta (tanpa akhir; tak terbatas) Ketidak beradaan (Aviveka) antara keduanya merupakan penyebab adanya kelahiran dan kematian. Perbedaan antara Purusa dan Prakrti memberikan Mukti (pembebasan). Baik Purusa maupun Prakti adalah Sat (nyata). Purusa bersifat Asanga (tak terikat) dan merupakan kesadaran yang meresapi segalanya dan abadi. Prakrti merupakan si pelaku dan si penikmat, yang tersusun dari atas materi dan rohani yang memiliki atau terpengaruh orah 3 guna atau sifat, yaitu Sattvam, Rajas dan Tamas. Prakrti artinya yang mula-mula, yang mendahului apa yang dibuat dan berasal dari kata Pra (sebelum), dan Kri (membuat mirip dengan Maya dari Vedanta. Prakerti merupakan sumber dari alam semesta dan ia juga disebut sebagai Pradhana (pokok), karena semua

akibat ditemukan padanya dan ia juga merupakan sumber dari segala benda. Ketiga guna tersebut tak pernah berpisah dan saling menunjang satu sama lain, serta saling bercampur. Keeratan hubungan seperti nyala api, minyak dan sumbu pada sebuah lampu. Ia membentuk substansi Prakrti. Akibat dari pertemuan antara Purusa dan Prakrti timbullah ketidak seimbangan dari tri guna tersebut yang menimbulkan evolusi atau perwujudan. Guna merupakan obyek-obyek, sedangkan Purusa merupakan subyek saksi. Prakrti berkembang di bawah pengaruh Purusa awal dari evolusi Prakrti adalah Mahat atau Kecerdasan Utama, yang merupakan penyebab alam semesta dan selanjutnya muncul Buddhi dan Ahamkara. Badan (perwakilan) merupakan milik dari ahamkara, yang merupakan prinsip yang menciptakan kepribadian. Dari Ahamkara muncullah Manas atau pikiran, yang membawa perintah-perintah dari ke hendak melalui organ-organ kegiatan (Karma Indriya), baik yang merupakan konsep ataupun yang merupkan (Sankalpa-Vikalpa), yang menirukan data-data indra kedalam pengamatan dan dalam hal ini pikiran mengambil bagian, baik dalam pengamatan maupun kegiatan. Dalam sistem Samkhya tak ada Prana Tattwa yang terpisah, di mana 5 Udara vital dihasilkan pikiran dan organ indra. Sistem filsfat Samkhya disebut sebagai Nir-Isvara Samkhya atau Samkhya tanpa Tuhan, yaitu tidak mempercayai adanya Tuhan atau Isvara, sehingga sifatnya Atheis. Penciptaan berasal dari Prakrti yang ada dengan sendirinya dan tak ada sangkut pautnya dengan Purusa tertentu yang menjadikannya. Karena itu, para pengikut sistem filsafat Samkhya menyatakan bahwa tak perlu adanya pencipta yang cerdas atau bahkan satu kekuatan yang mengatasinya yang secara jelas bertentangan dengan sistem filsafat Vedanta. Samkhya menerima teori pengembangan dan penyusutan, dimana sebab dan akibat merupakan keadaan yang belum berkembang dan pengembangan dari satu substansi yang sama. Dalam sistem ini tak ada sesuatu hal sebagai penghancuran total, karena dalam penghancuran, akibat terbawa menjadi penyebab; jadi hanya itu saja masalahnya. Jadi gambaran sentral dari filsafat Samkhya adalah akibat benar-benar ada sebelumnya di dalam penyebabnya, seperti seluruh keberadaan pepohonan yang dalam keadaan terpendam atau tertidur dalam

benih (biji), demikian pula seluruh alam raya ini ada dalam keadaan tertidur dalam Prakrti yaitu Avyakta (tidak berkembang) ataupun Avyakrtta (takterbedakan). Akibat atau hasil tidak berbeda dengan materi penyusunannya. Samkhya memberikan suatu uraian katagori-katagori yang didasarkan pada ketepatan produktif masing-masing, yaitu: (i) Produktif (Prakrti), (ii) Produktif dan hasil (Prakrti-Vikrti), (iii) Hasil (Vikrti), dan (iv) Bukan produktif maupun hasil (Anubhayarupa). Ke-4 klasifikasi ini termasuk 25 prinsip atau Tattwa. Prakrti atau Pradhana (pokok) merupakan produktif murni dan sumber dari semuanya, Tujuh (7) prinsip berikutnya, yaitu kecerdasan (buddhi), kekuatan (Ahamkara) dan 5 tanmatra (dasar halus) adalah hasil dan produktif. Buddhi merupakan produktif, karena kekuatan (ahamkara) berasal dari pengembangannya; tetapi juga dihasilkan dari pengembangan Prakrti. Ahamkara, disamping merupakan hasil, ia juga produktif, karena menjadi sumber dari 5 dasar halus atau tanmatra. Ke-16 prinsip berikutnya, yaitu 10 organ (persepsi dan gerak), pikiran dan 5 unsur (bhuta), hanya merupkan hasil yang tak dapat menghasilkan substansi pokok lain yang berbeda dengan dirinya. Purusa atau Roh, bukanlah hasil ataupun produk, karena purusa tanpa atribut. Jadi keseluruhan tattwa atau prinsip itu adalah: Purusa, Prakrti, Buddhi, Ahamkara, Manas, 5 tanmatra, 10 organ persepsi dan penggerak, 5 unsur (bhuta). Penyelidikan terhadap sistem filsafat ini adalah untuk menemukan cara menghapuskan 3 macam penderitaan, yaitu: yang didalam (Adyatmika), misalnya demam dan penyakit lainlainnya; yang bersifat surgawi atau diluar kekuasaan manusia (Adhidaivika), seperti: panas, dingin, banjir, geledek dsb; dan yang diluar diri manusia atau mahluk lain (Adhibhautika), sperti sengatan kalajengking, gigitan ular dsb, serta penyakit akibat kelahiran. Menurut filsafat Samkhya, mereka yang mengetahui ke 25 prinsip tersebut, akan mencapai kebesan, karena penghentian terakhir dari 3 macam penderitaan tersebut merupakan akhir tujuan kehidupan. Samkya menguraikannya sebagai berikut: Dari pertemuan antara Purusa dan Prakrti, timbulah Mahat (yang agung), yang merupakan benih alam semesta, diamna segi psikologinya disebut Buddhi, yang memiliki sifat-sifat kebajikan pengetahuan,

tidak bernafsu. Perbedaan antara Mahat dan Buddhi adalah sebagai berikut: Mahat, merupakan asas kosmis sedangkan Buddhi merupakan asas kejiwaan, yaitu zat halus dari segala proses kecakapan mental untuk mempertimbangkan serta memutuskan segala hal yang diajukan oleh peralatan yang lebih rendah, sehingga Buddhi merupakan unsur ke-jiwaan yng tertinggi atau instansi terakhir bagi segala perbuatan moril dan intlektual. Dari Buddhi timbulah Ahamkara, yang merupakan sas individualisasi atau keakuan, yang menyebabkan segala sesuatunya memiliki latar belakang sendiri-sendiri (kepribadian), yang merupakan segi jiwani ahamkara tersebut; sedangkan segi kosmisnya merupakan subyek dan obyek yang masing-msing berdiri sendiri. Perkembangan kejiwaan pertama setelah Ahamkara adalah Manas yang merupakan pusat indra yang bekerja sama dengan indra-indra lain mengamati kenyataan diluar badan manusia. Tugas Manas adalah untuk mengkoordinir rangsanganrangsangan indra, dan mengaturnya sehingga menjadi petunjuk dan meneruskan kepada Ahamkara dan Buddhi. Sebaliknya Manas juga bertugas untuk meneruskan putusan kehendak Buddhi kepada peralatan indra yang lebih rendah. Buddhi, Ahamkara dan Manas secara bersama sama disebut sebagai peralatan bathin atau Antahkarana. Perkembangan kejiwaan yang kedua adalah Panca Indra persepsi (Buddhendriya atau Jnanendriya), yaitu: penglihatan, pendegaran, penciuman, perasa dan peraba. Selanjutnya perkembangan kejiwaan yang ketiga disebut sebagai Karmendriya atau lima organ penggerak yaitu: adya untuk berbicara, daya untuk memegang, daya untuk berjalan, daya untuk membuang kotoran dan daya untuk mengeluarkan benih, yaitu sperma dan ovum. Kesepuluh indra ini tak dapat diamati tetapi berada di dalam alat-alatnya yang tampak dan harus dibedakan dengan alat-alat itu sendiri. Perkembangan fisik mengasilkan asas dunia luar, yang disebut unsur dan perkembangannya melalui 2 tahapan, yaitu: Pada tahapan pertama berbentuk unsur halus (panca tan matra), yiatu: sari suara; sari raba, sari warna, sari rasa dan sari bau.

Pada tahap kedua terjadi kombinasi dari unsur-unsur halus yang menimbulkan unsur-unsur kasar yang disebut dengan panca mahabhuta, yaitu: Unsur suara Unsur suara Unsur suara Unsur suara Unsur suara (tanah) menimbulkan akasa (ether, ruang) + raba menimbulkan vayu (udara) + raba + warna menimbulkan agni (teja, panas) + raba + warna + rasa menimbulkan (air) apah + raba + warna + rasa + bau menimbulkan prhiwi

Akhirnya dari unsur kasar ini berkembanglah alam semesta raya ini dengan segala isinya (jagat), bumi dengan gununggunungnya, sungai-sungai, pepohonan serta mahluk hidup lainnya, yang kesemuanya merupakan perubahan prakerti. Segala sesuatu yang didominasi oleh tamas kebanyakan berupa alam material, diantaranya sebagian yang termasuk bagian badan kita; tetapi yang didomiasi oleh fisik, sebab semua berasal dari Prakrti. Sekalipun demikian, karena kodratnya yang lebih halus, maka segala sesuatu yang didominasi Sattwam ini membantu Purusa dalam menyatakan obyek-obyek diluar manusia, karena Purusa bersifat pasif. Dan seluruh peralatan yang terdiri dari alat-alat bathin (Antahkarana) dengan segala alat bantunya yang bermacam (sepuluh indriya dan 5 tanmatra) itu bersifat fisik dan menjadi syarat mutlak bagi purusa untuk memperoleh pengalaman. Semua ini bersifat khusus pada setiap orang dan menyertainya dalam seluruh kehidupan di dunai ini (Samsara), dan disebut tubuh halus (Lingga Sarira/Suksma Sarira). Tubuh ini tidak akan terpisah setelah seseorang walaupun badan kasarnya mati dan hanya dapat dipisahkan setalah seseorang mendapat pembebasan atau Moksa. Badan kita yang tampak ini disebut sebagai badan kasar atau Sthula Sarira, yang tersusun atas ke 5 unur kasar atau panca mahabhuta, sehingga akan selalu berubah pada setiap saat. Didepan telah dinyatakan bahwa Purusa keadaannya berlawanan dengan Prakrti, dimanaa Purusa tidak berganda akan tetapi keadaan prakrti sangatlah kompleks, Purusa bersifat statis dan Prakti bersifat dinamis. Purusa tidak mengalami perubahan tempat maupun bentuk, akan tetapi prakrti mengalami perubahan-perubahan. Pada diri Purusa hanya berfungsi sebagai penonton atau saksi, bukan

sebagai si pelaku atau si penikmat. Hindup kejiwaan disebabkan hubungan dengan perkembangan rakerti yang menjadi alat-alat bathinnya. Jadi singkatnya Purusa atau Sang Diri itu merupakan saksi si Pengamat (Drsta), penengah (Madyastha), satu-satunya (Kailivalya), pasif dan netral (Udasina). Purusa merupakan si pengamat yang menyatukan dirinya dengan Prakrti yang tanpa kecerdasan, seperti seorang limpuh yang menaiki bahu seorang buta, agar dapat memandang gejala penciptaan, dimana prakerti sendiri tidak dapat melihatnya. Yang lumpuh (Purusa) maupun yang buta (Prakrti) akan berpisah apabila mereka sampai ketempat yang dituju. Demikian Prakrti setelah dipengaruhi pembebasan sang Diri (Purusa), berhenti berbuat dan sang Diri mencapai Kaivalya atau kebahagiaan terakhir. Maswinara (1998:41-48) Untuk lebih jelasnya mengenai ke 25 prinsip dalam samkya tersebut, menunjukkan bawa: Prakrti atau Pradhana (pokok) merupakan produktif murni dan sumber dari semuanya, Tujuh (7) prinsip berikutnya, yaitu kecerdasan (buddhi), kekuatan (Ahamkara) dan 5 tanmatra (dasar halus) adalah hasil dan produktif. Buddhi merupakan produktif, karena kekuatan (ahamkara) berasal dari pengembangannya; tetapi juga dihasilkan dari pengembangan Prakrti. Ahamkara, disamping merupakan hasil, ia juga produktif, karena menjadi sumber dari 5 dasar halus atau tanmatra. Ke-16 prinsip berikutnya, yaitu 10 organ (persepsi dan gerak), pikiran dan 5 unsur (bhuta), hanya merupkan hasil yang tak dapat menghasilkan substansi pokok lain yang berbeda dengan dirinya. Purusa atau Roh, bukanlah hasil ataupun produk, karena purusa tanpa atribut. Jadi keseluruhan tattwa atau prinsip itu adalah: Purusa, Prakrti, Buddhi, Ahamkara, Manas, 5 tanmatra, 10 organ persepsi dan penggerak, 5 unsur (bhuta), untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skhema sebagai berikut: (Tim Penyusun, 1993:120) Dari uraian di atas dapat dapat dijelaskan kembali bahwa, pada hakekatnya Asal mula alam semesta adalah sama dengan manusia, sehingga disebut dengan istilah Buana Agung (Alam) dan Buana Alit (manusia). Pada Buana Agung Tuhan itu disebut (1) Purusa (Pencipta) dan (2). Prakrti disebut Alam nyata ini

(hasil ciptaannya), pada diri manusia unsur Purusa itu menjadi Jiwatman, sedangkan unsur prakrti menjadi Badan. Suksma sarira terjadi dari : (3). Budhi, (4). Ahamkara/Ahangkara, (5). Manas, (disebut Tri Antah Karana, dengan fungsinya: Budhi berfungsi untuk menetukan keputusan, Manas berfungsi untuk berpikir, Ahangkara fungsinya untuk merasakan dan bertindak. Dasendriya terdiri dari sepuluh bagian yaitu: Panca budindriya; (10-16): Mata, Telinga, Hidung, Lidah, Kulit, Panca Karmendriya; (11-15): Tangan, Kaki, Kerut, Kelamin dan Anus. Panca Tanmatra; (16-20): 1). Sabda tanmatra-sari suara, 2). Sparsa tanmatra-sari rabaan, 3). Rupa tanmatra-sari warna, 4). Rasa tanmatra-sari rasa, 5). Gandha tanmatra-sari bau. Panca Mahabhuta; (21-25): 1). tulang belulang, otot,daging dan segala yang padat sifanya terjadi dari Prtiwi, 2). darah, lemak, kelenjar, empedu, air badan dan segala yang cair terjadi dari rasa atau apah, 3). Panas badan, sinar mata dan segala yang panas dan bercahya terjadi dari rupa atau teja, 4). Napas dan Udara dalam badan terjadi dari sparsa atau wayu, 5). Rongga dada, ronga mulut dan segla rongga terjadi dari sabda dan akasa. Dengan memelihara dan memahmi kedua puluh lima unsur ini, maka kita akan sehat jasmani dan rohani, yang dapat dikatakan mencapai jiwan mukti moksah semasih hidup, dan menyatu setelah meninggal moksah diakhirat. 8. Veda dan Mantra. 8.1. Veda atau Mantra Weda sebagai kitab suci. Weda sebagai kitam suci. Satu-satunya pemikiran yang secara tradisional yang kita miliki adalah yang mengatakan weda adalah kitab suci agama Hindu. Apabila kita maksudkan kitab suci agama maka Weda adalah merupakan kitab suci atau buku. Kita tidak membicarakan isinya. Kita hanya membicarakan wujudnya. Buku itu berisi tulisan-tulisan, disusun rapi ada penulisnya, ada pemikirnya dan ada pula isinya berupa ajaran-ajaran. Buku adalah benda atau barang cetakan. Tetapi tidak semua brang cetakan atau buku dapat kitanamakan Weda. Sebagai kitab suci agama Hindu artinya bahwa buku itu diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satusatunya sumber bimbingan dan infoemasi yang diperlukan dalam kehidupan mereka sehari-hari ataupun untuk melakukanm pekerjaan

tertentu.Dan dinyatakan sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkannya pun adalah Tuhan yang dianggap Maha suci. Weda sebagai ilmu pengetahuan. Weda didalam bahsa sanskerta berarti pengetahuan. Kata Weda berasal dari urat kata Wid, yang artinya mengetahui. Apa bila kita artikan Weda itu sebagai pengetahuan, maka setiap ilmu pengetahuan dapat dikatakan Weda. Ini tidak benar pula. Weda adalah pengetahuan dan diturunkan oleh Tuhan kepada umat manusia sebagai wahyunya. Sebaliknya kata widya adalah segala macam pengetahuan yang dikembangkan oleh penemuan berbagai risetnya. Widya lebih bersifat duniawi sedangkan Weda lebih bersifat rokhani. Ada pula penjelasan lain yang kita jumpai mengatakan bahwa kata Weda yang huruf akhirnya ditulis dalam huruf (panjang) mengandung pengertian kata-kata yang diucapkan dan dinyanyikan dengan aturan-aturan tertentu. Nyanyain itu atau hymne didalam Weda itu disebut Rca atau Chanda yang dibedakan menurut jumlah bait dan banyaknya kata atau suku kata dalam satu syair. Rca ini juga dikenal dengan nama mantra dank arena itu tidak heran hampir semua tulisan dalam kitab weda itu ditulis dalam bentuk mantra atau rca atau Chanda. Hanya beberapa saja yang kita jumpai didalam kitab Yajur Weda yang ditulis dalam bentuk prosa. Pengetahuan itu dapat dibedakan menjadi dua bidang, yaitu: Pengetahuan Rokhani, yang akan menuntun manusia untuk mencapai kesempurnaan rokhani, baik didunia ini maupun didunia kelak sesudah mati. Pengetahuan semacam ini tergolong nwrtti jnana dan jalannya sendiri disebut nwrtti marga. Adapun yang menjadi sumber nwrtti jnana ini adalah Sruti. Pengetahuan duniawi, yaitu pengetahuan yang akan menuntun manusia pada upaya peningkatan kesejahteraan dan hidup bahagia didunia ini. Ilmu pengetahuan yang tergolong jenis ini adalah disebut prawrti marga. Adapun sumber utama dari pengetahuan ini adalah Dharmasatra. Pengertian weda sebagai wahyu Tuhan. Pengertian Weda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa adalah merupakan adalah pengertian yang sangat penting didalam memahami Weda itu sendiri. Sruti sesungguhnya disebut Weda dan Dharmasatra itu adalah smrti. Kemudian lebih lanjut dalam perkembangan pengertian Weda dikembangkan bahwa baik Sruti maupun Smrti kedua-duanya adalah sama yang dimaksudkannya ialah bahwa baik sruti maupun Smrti kedua-duanya diterima sebagai Weda. Dari pengertian yang telah dikemukakan maka apa yang diartikan Weda adalah mencakup pengertian yang amat luas.

Weda adalah Mantra. Aspek pengertian keempat, Weda adalah dikenal sebagai mantra. Pengertian ini dapat kita angkat satu satu konsep penjelasan yang menguraikan bahwa Sruti itu sendiri atas tiga bagian, yaitu: Mantra, yaitu untuk menamakan semua kitab suci Hindu yang tergolong Catur Weda, yaitu Rgweda, Yayurweda, Samaweda dan Athawaweda. Brahmana atau Karmakanda, yaitu untuk menamakan semua Janis buku yang merupakan suplemen kitab mantra, yang isinya khusus membahas aspek karma atau yadnya. Upanisad dan Aranyaka atau dikenal dengan nama Jnanna kanda, yaitu penamaan semua macam buku Sruti yang terdiri atau 108 buah kitab Aranyaka dan Upanisad Isinya khusus membahas aspek pengetahuan yang besifat filasafti. Oleh karena kitab brahmana maupun upanisad maupun Aranyaka tidak pernah disebut sebagai kitab mantra, maka jelas pengertian mantra khusus mencakup catur weda saja. Mantra pengertiannya lebih sempit dari Weda itu sendiri. (Puja, 1985:1-4) 8.2. Mantra. Kata mantra berasal dari kata man yang berarti pikiran dan tra berarti alat. Jadi kata mantra berarti alat dari pikiran. Apa yang dimaksud dengan alat dari pikiran? Sebenarnya semua kata-kata diucapkan oleh seseorang kecuali orang gila, yang pikirannya tidak waras lagi, adalah merupakan alat dari pada pikiran. Kata-kata adalah alat penyambung buah pikiran dari seseorang yang ditujukan pada orang lain atau obyek tertentu. Selanjutnya Mantra adalah kata-kata yang diyakini bukan buatan manusia, tetapi adalah hasil wahyu yang diterima oleh manusia, sebagai alat berkomunikasi khusus dengan Tuhan atau Dewa-Dewa yang merupakan manifestasi dari kekuasaan Beliau. Putra (Tt: halaman 41) Mantra berarti persembahyangan, himne Weda, teks suci. Mantra dapat digolongkan seni suara karena diucapkan sesuai dengan chanda, yaitu tinggi rendahnya intonasi secara teratur sehingga menimbulkan suara yang harmonis. Pengucapan mantra yang tepat memerlukan latihan, agar intonasi dan tekanan-tekanan suara dapat diucapkan dengan tepat. Mantra yang diucapkan sesuai dengan aturan tersebut dapat menggerakkan kekuatan yang paling dasar dalam diri manusia dan disebutkan pula dapat mengundang segala kekuatan alam yang ada. Cara untuk dapat menguasai suatu mantra, sehingga dinyatakan menjadi orang siddhi mantra (mantra siddhi) adalah dengan melalui latihan dan bimbingan (Pudja: 1979). 8.3. Mantra Upasana dan Mantra Upadesa.

Mantra Upasana.Pada bagian ini dimuat doa mantra sehari-hari baik yang Nityakala (rutin) mapun Namitikakala (insendental) dipergunakan oleh umat Hindu. Mantra-mantra yang dimuat dalam bagian Mantra Upasana in I Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu yang diselenggarakan di Institut Hindu Dharma, Denpasar bulan Januari 1986 yang lalu. Mantra Upadesa, Pada bagian ini memuat mantramantra atau sloka-sloka yang dapat memberikan tuntunan hidup. Sumbernya tidak saja dari Samhita (Catur Weda) dan Upanisad (tetapi juga buka lainnya.). Dalam kehidupan beragama, umat Hindu, ada tiga kewenangan pemakaian mantra/syair pujaan, yaitu: 1). Untuk Sadhaka, 2).Untuk Pemangku/Pinandita, 3).Untuk Walaka. Mantra-mantra yang ditetapkan ialah mantra-mantra untuk doa-doa sehari-hari, bukan untuk melaksanakan Lokaparasraya. Mantra ini dapat dipakai untuk sembahyang Tri Sandhya. Mantra Upasana yang digunakan sehari-hari bertujuan: untuk memuliakan/memuja Sang Hyang Widhi dan memohon kerahayuan kepadaNya. Dalam mengucapkan mantramantra ini hendaknya mengambil sikap sedemikian rupa, sehingga dapat mengucapkan mantra-mantra dengan penuh khidmat serta dilandasi dengan kesucian lahir dan batin. Mantra-mantra ini dapat diucapkan tanpa dilagukan dan dapat diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing. (seperti Tri sandya).Titib (1986: 6,14,15) 8.3.1. Fungsi Mantram. Mantram memiliki fungsi yang utama dalam upacara yadnya maupun dalam kehidupan sehari-hari. Upacara yadnya tidak akan berpahala jika tidak disertai dengan pengucapan mantram. 8.3.2. Nilai Magis Mantram. Matram yang memiliki kekuatan magis tertinggi adalah mantram suci OM/Ongkara. Mantram suci OM adalah Brahman dan dalam Weda Smerti disebutkan bahwa Prajapati memerasnya dari tiga Weda, suara A,U,M dan Wyakrti dengan suara OM disebutkan bahwa itu adalah bentuk suara suci Brahman. Prajapati yang bersemayam disorga tertinggi, mengeluarkan inti sari dari tiga weda (Rg.Weda, Sama Weda Yayur Veda) dan mantram-mantram Rg Weda yang suci bagi Sawitri (Dewi fajar). Kekuatan magis dari mantram OM, sebagai pengucapan awal dari mantrammantram untuk upacara Panca Yadnya adalah dapat mengantarkan persembahan kepada yang dipuja dan tercapainya tujuan upacara tersebut.

Mengenai kekuatan magis mantram OM dalam mengamalkan ajaran agama sehari-hari adalah dapat tercapainya segala tujuan. Beberapa hal yang penting harus dilaksanakan adalah. - pada permulaan dan penutupan suatu pekerjaan, pertemuan penting dan lain-lain hendaknya dimulai dengan mengucapkan OM dan setelah berkahi juga mengucapkan OM. Pelajaran yang dimulai, tidak didahului dengan mengucapkan OM, pelajaran akan tergelincir/tidak diserap dan kalau sudah berakhir tidak disertai dengan ucapan/mantram OM maka pelajaran itu akan hilang. - pengucapan mantram Gayatri yang dikatakan sebagai tiang pengokoh Weda adalah gerbang menuju bersatunya Atman dengan Brahman. Orang yang taat mengucapkan Gayatri Mantram setiap hari secara terus menerus selama tiga tahun, setelah meninggalnya akan mencapai Brahman, bergerak leluasa laksana udara mencapai bentuk yang kekal dan abadi. 8.4. Pemujaan setiap hari. Pemujaan yang dilaksanakan setiap hari dengan mengucapkan Gayatri mantram juga dapat memberikan keselamatan ketenangan, kebahagiaan dan ketentraman. Pernyataan tersebut dijelaskan dalam Bhagawadgita bahwa bagi orang yang selalu taat memuja Beliau dengan sujud bahti akan selalu dilindungi-Nya dan akan diberikan apa yang belum dimilikinya (Pudja, 1983:217, 221). 8.4.1. Puja Puja adalah pujian/pemujaan kepada Tuhan dan manifestasi-Nya yang diucapkan Sulinggih dan Pemangku dalam melaksanakan Panca Yadnya. Pujian/Pemujaan tersebut dikenal dengan istilah Puja. Pengastawa dengan mempergunakan mantra Puja mantra dinyatakan sebagai pucak dari pada Yadnya karena itu pelaksanaan yadnya tanpa disertai puja Pangastawa adalah siasia (Pidharta, 2000). Mantra yang dipergunakan dalam Puja Pangastawa sangat sangat banyak mencakup seluruh kekuatan alam yaitu semua manifestasi Sang Hyang Widhi. Mantra-mantra tersebut sangat sakral sebab hanya orang yang sudah disucikan melalui upacara Ekajati dan Dwijati saja yang boleh mengucapkannya. Orang yang baru melakukan penyucian tingkat Ekajati tidak dibenarkan mengucapkan mantra tertentu yang hanya boleh diucapkan oleh Dwijati. Mereka yang berani melanggar ketentuan tersebut akan mendapat pahala yang tidak baik. Menurut sumber sastra, ada dijelaskan bahwa upacara yadnya yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan serta diantar

dengan Puja Pangastawa yang benar dan tepat maka yadnya tersebut dapat mencapai tujuan dari pelaksananya. 8.4.2. Kidung Kidung adalah nyanyian pujian kehadapan Ida Sang Hyang widhi dan manifestasiNya. Kidung dinyanyikan guna melengkapi upacara Panca Yadnya. Kitab suci Rg. Weda menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan yadnya harus ada persembahan, orang yang menata pelaksanaan yadnya, pemimpin upacara dan nyanyiannyanyian pujian. Kitab Sama Veda secara keseluruhan memuat nyanyian-nyanyian pujian, yang disebut sebagai nyanyian suci/Kidung Suci. Rg Weda Mandala X, menyebutkan bahwa kidung suci itu berasal dari yang Abadi. Brahad Aryanaka Upanisad menyebutkan bahwa Kidung Suci yang dilagukan dalam persembahyangan/pelaksanaan yadnya dapat menumpas kejahatan. Selanjutnya dijelaskan bahwa doa persem-bahyangan/Kidung suci kekuatannya ada dalam mulut yang disebut Ayasya Anggirasa, karena merupakan inti sari rasa dari tubuh. Mereka yang mengetahui rahasia itu dijauhkan dari kematian dan dapat nantinya menuju sorga. Kitab yajur Weda menyerukan semoga para ilmuwan menyanyikan lagu pujian kepada Tuhan, begitu pula dalam kitab Atharwa Weda dijelaskan bahwa Kidung Suci dilagukan untuk memohon kesempurnaan kehadapan Dewa Waruna. Berdasarkan penjelasan dari kitab-kitab suci tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan yadnya yang kita warisi sekarang ini sudah sesuai dengan ajaran Weda. Yadnya memakai persembahan berupa banten, ada yang menata banten ada Pendeta/pemangku sebagai pemimpin upacara dan ada yang melagukan Kidung suci. Senada dengan sumber sastra tersebut, banyak dijumpai beberapa prasati seperti prasati Bebetin, prasasti Dawa, prasasti Blantih dan lain-lainnya. 8.4.3. Putru Putru adalah suatu nasehat/tutur yang mengisahkan perjalanan ke sorga. Putru tersebut dilagukan pada waktu upacara Pitra Yadnya. 8.4.4. Majijiwan Majijiwan dilaksnakan pada upacara yang besar, saat Ida Bhatara turun Ka Peselang. Isi mantra majijiwan tersebut adalah penciptaan bumi dan isinya serta suksesnya upacara.

9. Pembelajaran Orang Dewasa. Mempelajari Weda (dan atau mantra) mencakup kegiatan yang amat luas. Kita mulai dari belajar membaca, mendengar ucapan-ucapan yang benar, menterjemahkannya, mengertikan arti kata, menginterpretasikan, merenungkannya kembali, merumuskan hasil-hasil pemikiran yang terkandung dalam Weda, menjelaskan dengan melihat relevansinya dengan gejala-gejala alam, kesemuanya itu merupakan satu paket proses belajar weda. Mengajar dan belajar mantra Weda tidaklah sama dengan membaca biasa. Sangat edialnya usaha belajar dimulai sejak usia masih muda. Ketentuan umur dalam sistem catur Asrama dapat dijadikan patokan pegangan kapan kita bisa mulai belajar Weda. Umur termuda empat tahun dan paling terlambat kalau telah mencapai umur 22 tahun. Salah satu faktor terpenting dalam belajar membaca dan mengajarkannya adalah pengenalan huruf dengan suaranya. Disamping itu masalah intonasi atau tekanan suara yang tepat akan ikut pula menentukan. Karena itu yang pertama-tama adalah menguasai huruf dengan baik sehingga seorang anak dapat dapat memodulisasi suara dengan baik dan dapat pula mendengar dengan jelas perbedaan suara yang dibaca orang lain. Adapun pengucapan hruf-huruf yang dimaksud itu adalah huruf-huruf (aksara) dewanegari yang dipakai dalam bahasa Sannskerta atau mantra-mantra baik ditulis dalam huruf Dewanegari mapun tulisan Latin. Secara umum huruf itu dapat dibagi menjadi dua yaitu hurf hidup dan huruf mati. Huruf hidup adalah: q,q,i,i,u,u,e,ai, o, au, r, rr, lr, llrr, dan huruf mati: k, kh, g, gh ng (n), c, ch, j, jh, n, t, th, d, dh, n, t, th, d, dh#, n, p, ph, b, dh, m s, (sn), (c), h#. Ks (ksh), tra, jn. (Puja, 1985:112-113) Dalam pengemasan kembali informasi, dosen tidak menulis bahan ajar sendiri dari awal (from nothing atau from scratch), tetapi dosen memanfaatkan buku-buku teks yang sudah ada di pasaran untuk dikemas kembali sehingga berbentuk bahan ajar yang memenuhi karakteristik bahan ajar yang baik, dan dapat dipergunakan oleh dosen dan mahasiswa dalam proses intruksional. Informasi yang sudah ada dipasaran dikumpulkan berdasarkan kebutuhan (sesuai dengan tujuan instruksional GBPP dan kontrak perkuliahan). Kemudian disusun kembali atau ditulis ulang dengan gaya gaya bahasa dan strategi yang sesuai untuk menjadi suatu bahan ajar (atau digubah). Paulina Pannen dan Purwanto (2001:13). Bertitik tolak dari pernyataan Paulina Pannen dan Purwanto di atas, penulis ingin mengikuti jejak yang dilaksanakannya dalam usaha memahami

Mantra dan Belajar Mantra. Penulis membeli buku, meminta dan meminjam diantaranya: Kusuma Dewa Utara anom), Sang Kulputi Kesmuda Dewa (Gambar I Made), Dasar Kepemangkuan (I Nyoman saruya Atmanadhi), Tri Sandya Bersembahyang dan Berdoa (Titib), Nganteb Piodalan Alit (Ida Pandita Empu Nabe Daksa Kertha Wisesa), Diktat Pelajaran bahasa Kawi (PGA Hindu Negeri Denpasar), Agem-Ageman Kepemangkuan (Jero Gede Pasek Ringganatha), Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu (K.M.Suhardana), Catur Yadnya (Upada Sastra), Tuntunan pengastawa (Ketut pasek Suastika), Puja WalakaPinandhita (I.B.Bangli), Weda Parikrama (G.Pudja), Puja Tri sandya dan Kramaning Sembah (I Made Bidja), Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I-IX (Parisada Hindu Dharma Pusat), Panca sembah (Kejayaan), Gagelaran Pemangku (PHDI Kabupaten Karangasem), Fungsi Genta Bagi Para Sulinggih/ Pemangku di Bali (Toko Buku Ria), Doa metirta, Mesekar dan Mebija (Pustaka Manikgeni), Puja Stawa Penujang Pegangan Para Pemangku dan balian (Wayan Budha Gauitama), Nitya Karma Puja (IGK Adia Wiratmadja), Persembahyangan bagi Warga Hindu (Jro Nyoman Kanca), Upacara Panca Yadnya (Sri Empu Nabe Pramadaksa Gria Agung Bungkasa), Rancangan Keputuisan pesamuhan Agung, Parisada Hindu Dharma Indonesia Tentang Tri sandya (PHDI), Puja Trisandhya (I Gede Sura), Pedoman kramananing Sembah (Foto Copy dari I Nyoman Nasa), Tri sandya (Kepala kantor agama Propinsi Bali), Pedoman Sembahyang (Pemerintah propinsi Bali), Rg Weda Mandala IX (Wayan sadia dan Pudja), Dharma Sastra, Widhi Sastra, AUM Kitab Suci Kesuma Dewa (Sri Reshi Anandhakusuma), Sipta Gama (Ida Pedanda Gede Pemaron), Kidung panca Yadnya (Wayan Budha Gautama), Tuntunan Muspa Bagi Umat Hindu (I Gusti Ketut Jaker). Buku-buku tersebut penulis kumpulkan, dan diambil hal-hal yang mudah untuk diaplikasikan, dalam kehidupan hari-hari dalam keluarga maupun masyarakat, sebagai bahan awal untuk memahami Mantra. Untuk latihan membaca Mantra, sebaiknya dilakukan setelah sembahyang barang satu jam atau dua jam. Selanjutnya apabila sudah merasa, tertarik barulah dilanjutkan dengan melakukan Mawinten untuk diri sendiri, agar dapat merafalkan mantram sesuai dengan iramanya. Apabila semakin harisemakin tertarik baru dilanjutkan untuk mawinten dikalangan keluarga, kalau memang disepakati bahkan dibutuhkan oleh keluarga, demikian seterusnya sampai menjadi Sulinggih. Pada hakekatnya belajar merupakan proses dinamik yang seyogyanya dilakukan seumur hidup. Namun demikian, sering kali dibedakan hanya dalam konteks usia perkembangan yaitu antara anak-anak dan orang dewasa. Dengan demikian dikenal dengan dua perbedaan belajar yaitu

pendekatan paedagogy untuk anak-anak dan Anddragogy bagi orang dewasa, yang dapat dilihat dalam tabel berikut: No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Anak-Anak Ketergantungan Fasilitas Subyektifitas Ketidaktahuan Kemampuan terbatas Sedikit tanggungjawab Minat terbatas Mementingkan diri Penolakan diri Identitas diri tidak jelas Kepedulian sepintas Fokus pada hal khusus Imitasi Butuh kepastian Imfulsifness Dewasa Kemandirian Aktifitas Obyektifitas Kejernihan berpikir Banyak kemampuan Banyak tanggungjawab Minat luas Altruisme Berdamai diri Integrasi diri Kepedulian mendalam Fokus pada hal prinsipil Original Toleran kepada jelasan Rasional

Berangkat dari perbedaan tersebut, pada hakekatnya andragogy, asumsi dasar dalam belajar antara lain sebagai berikut: 9.1. orang dewasa dihargai kemandiriannya, sehingga dapat memutuskan bagi dirinya sendiri (otonomi) 9.2. orang dewasa memiliki banyak pengalaman, sehingga dapat menggali insight bagi dirinya; dapat berurun sartan lagi pembelajaran orang lain, tetapi juga dapat menghalanginya menerima hal-hal baru. 9.3. orang dewasa mempunyai kesediaan belajar hal-hal relevan baginya bagi kurun waktu tertentu. Rentang kedewasaan cukup lebar, sehingga ajakan relevansi berbeda. Setidanya dapat dibedakan dalam: dewasa muda (18-30) tahun dewasa (30 55) tahun lanjut usia (> 55) tahun orang dewasa mempunyai perspektif waktu kekinian yang cukup kuat: - apa yang dipejarinya dibutuhkan untuk menanganni persoalan kesehariannya. - Cendrung berorientasi pada penangan persolanan. - Belajar adalah proses peningkatan kemampuan menanganni persoalan kehidupan. (Sutjipta dan Kendran, 2006:2-6).

Menurut Bloon dan Kratwohl apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa (orang dewasa), yang tercakup dalam tiga kawasan: 9.3.1. Kognitif terdiri dari enam tingkatan: *). Pengetahuan (mengingat menhafal); *). Pemahaman (menginteprestasikan); *). Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecah-kan suatu masalah); *). Analsis (penjabaran suatu konsep); *). Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi konsep untuh); *). Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide, metode dan sebagainya); 9.3.2. Psikimotor, yang terdiri dari lima tingkatan: *). Peniruan (menirukan gerak); *). Penggunaan (penggunaan kosep untul melakukan gerak); *). Ketepatan (melakukan gerak dengan benar); *). Perangkaian (melakukan gerakan sekaligus dengan benar); *). Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar); 9.3.3. Afektif, yang terdiri dari lima tingkatan: *). Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu); *). Merespon (aktif berpartisipasi) *). Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu); *). Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai); *). Pengalaman (menjadikan nilkai-nilai sebagai bagian dari pola hidup). Taksonomi Bloon ini, seperti yang telah kita ketahui berhasil memberi inspirasi kepada banyak pakar lain untuk mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran. Pada tingkatan yang lebih praktis, taksonomi ini telah banyak membantu praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuantujuan belajar dengan bahasa yang mudah dipahami, operasonal, serta dapat diukur. (Prasetsetya, T.t. poto copy: 12-13). 9.4. Sastra sebagai alat komunikasi. Filsafat secara umum dapat diartikan bahwa usaha manusia dengan menggunakan akal, untuk memperoleh pemahaman Jagat Raya dalam memenuhi suatu kepuasan dalam kebijaksanaan, sedangkan aksara adalah simbol (lambang) sebagai alat komunikasi.

Komunikasi menggunakan bahasa akan mengandung unsur simbolik dan emotif, dalam komunikasi ilmiah sebenarnya proses komunikasi itu harus terbebas dari unsur emotif ini, agar pesan yang disampaikan bisa diterima secara reprodukdif, artinya identik dengan pesan yang dikirim. Umpamanya jika dalam sebuah komunikasi ilmiah kita mempergunakan akal seperti epistemology atau oftimal maka kita harus menjelaskan lebih lanjut apa yang kita maksudkan dengan katakata itu. Hal ini harus kita lakukan untuk mencegah si penerima komunikasi memberi makna lain yang berbeda dengan makna yang dimaksudkan. Tentu saja kata-kata (simbol) yang sudah jelas dan kecil kemungkinannya untuk disalah artikan dan tidak lagi membutuhkan penjelasan lebih lanjut. (Jujun, 2002:175,181). Nama Rudra sering diartikan sama dengan Siwa, sehingga untuk menggambarkan siwa sebagaimana halnya dengan Rudra dihubungkan dengan sebelas aksara sebagai bentuk lingga Atma, menurut Jnana Sidharta: Sing, Tang, Mang, Bang, Ang, Wang, Nang, Ang, Ung, Mang dan Ong Selanjutnya dalam Rg.Weda X.36.14. menyebutkan. Sawita Pascatat Sawita Purastat, Sawitottarattat Saidharattat Sawita Nah Suwatu, Sarwatatim Sawita No Rasa Tam Dirgha Ayuh. Artinya Dewa dari arah Barat, Dewa dari arah timur, Dewa dari arah Utara, Dewa dari arah Selatan. Semoga ia melimpahkan rahmatNya kepada kita dengan umur panjang.(Pudja, 1984:31-33). Untuk jelasnya penulisan kini menguraikan kejadian aksara vokal (suara) dan konsonan (wyanjana) serta menggolongkan terbagi tiga jenis, yaitu: 1). Wreastra, yang digunakan untuk menunulis Bahasa Bali lumrah, misalnya urak, pipil, pengeling-eling dan sejenisnya, 2).Swalalita, aksara untuk menuliskan Bahasa Kawi dan lainnya lagi, 3).Modre, adalah aksara bagian kedyatmikan misalnya: Japa-mantra, perlambang (simbol) dalam keagaman, upacara dan yang berhubungan dengan dunia kegaiban, doa-doa dan pengobatan. Terakhir adalah aksara suci ini adalah aksara mati karena banyak dengan busana (taleng, tedong, surang, gantungan, dan gempelan). Untuk membacanya menggunakan Krakah/Griguh (Kaler,1982: iii-iv). Pesamuan Agung Bahasa Bali tahun 1957 (dengan hasilnya) sebagai berikut: a).Vokal 6 buah, yaitu: a, i, u, e, o, e. Lambang e taling tidak memakai corek atau tanda diakritik. Tanda deakritik dapat dipakai hanya pada permulaan belajar membaca atau dalam perkamusan. b). Konsonan 18 buah, yaitu: h, n, c, r, k, g, t, m, ng, b, s, w, l, p, d, y, ny. Perlu kami ingatkan bahwa dalam penulisan kalimat atau cerita bahasa Bali memakai tulisan latin jangan berpegang dengan tulisan Bali, melainkan ke Bahasa Indonesia. Contoh: Rontal Ramayana becik pisan, Prabu Kresna sareng mayuda, Sang panca pandawa lunga ke alase. Kalau tulisan Balinya Rmyana, Prabhu Krsna, mayudha dan Paca Pndawa. Dalam buku ejaan bahasa Daerah bali yang

disenpurnakan juga dicantumkan abjad Bahasa Indonesia dari a s/d z. Hal ini dimaksudkan untuk menyerap bahasa asing pada tahap permulaan sebelum beradaptasi dengan bahasa Bali. (Tinggen, 1993:3). Pengulangan Lalitasahasranama dan Trisati, khususnya Trisakt. Untuk dapat meresapkan keamhakuasaan Sang Hyang Widhi agama Hindu memberikan Simbol pada kekuatannNya ini dalam aksara suci OM. Kata Om adalah aksara suci untuk mewujudkan Sang Hyang Widhi dengan ketiga prabawanya yaitu: Brahma Hyang Widhi dalam prabawanya mahapencita disimbolkan dengan aksara A, Wisnu Hyang Widhi dalam prabawanya memelihara disimbolkan dengan aksara U dan Siwa Hyang Widhi dalamp rabawanya pelebur disimbolkan dengan aksara M. Suara A, U, M, ini ditunggalkan menjadi OM (Upadesa, 1978:16). Aksara Bali terbagi atas aksara biasa, dan aksara suci. Akasara biasa terdiri atas aksara wreastra, aksara yang dipergunakan sehari-hari terdiri atas 18 aksara (ha, na, ca ra ka dst), dan aksara swalalita atau aksara yang dipergunakan pada kesusastraan Kawi yang terdiri atas 47 aksara, misalnya: a, i, u, e, o. Akasara Suci terbagi atas akasara wijaksara atau bijaksana (aksara swalalita + aksara amsa, misalnya: ong, ang,ung,mang) dan modre atau aksara lukisan magis. Akasara amsa terdiri atas Arddhacandra (bulan sabit), windhu (matahari, bulatan) dan nadha (bindang, segi tiga). Ketiganya melambangkan Dewa Tri Murti-Utpatti, Sthiti-pralina atau lahir hidup mati. Selain itu, dalam aksara Bali ada yang disebut pengangge tengenan, aksara wianjana (huruf konsonan, huruf mati) yang terletak pada akhir kata yang melambangkan fonem konsonan (Ngurah Nala, 2005 Bali Post) Kemudian padangan dari persfektif Sastra, Durga Puja. Dilaksanakan dengan Kata Dum dibentuk dengan menambahkan Maya, Adri, Karna, Bindu/Windu dan Pranawa/ongakra serta pisarga pada permulaan kata. Aksara-aksara ini identik dengan Aksara Swalita dan Akasara Suci/Modre yang dipergunakan oleh para Pujangga atau Rohaniawan dalam Simbolis ritual. Kalau di Bali aksara tersebut dapat diidentikan dengan Tuhan disimboliskan aksara Ongkara dalam wujud Tunggal, dan dalam berbagai manifestanya terdapat berbagai macam. Tri Murti: Ang Ung Mang dan dalam wujud Dasaksara adalah: Sang Bang Tang Ang Ing dan Nang Mang Sing Wang Yang. Dengan menggunakan media aksara/sastra keharmonisan mikrokosmos dengan makrokosmos, diharapkan dapat mencipkan kedmaian dihati, kedamaian di dunia dan kedamaian di akhirat. Terkait dalam pembelajaran mantra, maka aksara yang digunakan adalah

aksara biasa Wreastra tanpa dilakukan upakara. Kemudian setelah ada pemaham lebih lanjut, dan ada keinginan untuk menjadi: Pemangku, Sulinggih baru dilanjutkan dengan upakara dan upacara Mawinten atau Madwijati. Dengan menggunakan aksara Modre/aksara suci. (Watra, 2006:52-58) 9.5. Proses Belajar. Dari uraian di atas, secara teori ilmu apapun bisa dipelajari asal dimanfaatkan secara dewasa, artinya anak kecil atau anak muda bisa membahas Mantra apabila penerapakan dilakukan secara dewasa. Suatu Moto di Bali, Aywa Were tan siddhi phalanya, kalau ilmu itu disembarangkan jelas dia tidak bermanfaat, tetapi kalau dipelajari dengan suatu sistem dengan tujuan baik Ayu Were Siddhi phalanya boleh dibicarakan akan sangat baik manfaatnya. Baik bagi diri sendiri keluarga maupun masyarakat dan negara. Sekaranglah saatnya kita tahu Mantra dan Belajar Memantra. Seperti bunyi bait Yayur Veda.Bagian I.19 Sarmasyawadhutaduam rakso,wadhuta aratayoditwastwagasi twaditirwettu; Dhisana si parwati prati twa,ditastwag wettu diwaskambhanirasi dhisana,si parwateyi prati twa parwati wettu. Yadnya adalah pemberi kebahagiaan, menjauhkan yang egois dan sifat-sifat kikir dan melindungi daerah tempat seperti kulit melindungi tubuh. Semoga yang melakukan yadnya menyadari arti pentingnya. Penguncaran Weda Mantra yang benar-benar merupakan yandnya sendiri. Yadnya yang dilakukan pada hari tertentu juga memberi perlindungan seperti kulit melindungi tubuh. Yadnya adalah penyangga matahari yang cemerlang, perwujudan dari ceritera Weda. Semoga kami menyadari yadnya sebagai pembawa hujan dan pemberi pengetahuan spiritual. DAFTAR BACAAN Anom, Utara 1994. Kesumadewa. Denpasar: Percetakan Offset & Toko Buku Ria. Anda Kusuma Sri Rshi, 1986 Kamus Bahasa Bali Indonesia-Indonesia Bali Penerbit. CV. Kayumas Agung. Atmanadhi, Satrya I Nyoman. 1972. Dasar Kepemangkuan (Ke Sulinggihan). Denpasar. Bangli, IB. 2005. Puja Walaka-Pinandita. Surabaya: Penerbit. Cetakan Pertama: Paramita

Bharati, Swami Veda, 2002. Mantra Inisiasi Meditasi & Yoga. Surabaya: Penerbit. Paramita. Gambar, I Made. 1986. Sodasiwikerama. Denpasar: Stensilan. (Buku Yang banyak Mengandung Inti-Inti Falsafah Hindu.) .............., 1987. Sang Kulputih Kusuma Dewa. Denpasar: Terjemahan. Kaler, I Gusti Ketut. 1983. Tuntunan Muspa Bagi Umat Hindu. Denpasar: Penerbit Guna Agung. Kanca, Jero. I Nyoman Tt. Persembahyangan Bagi Warga Hindu. Buleleng: Toko Buku Indra Jaya. Maswinara, I Wayan 2004. Gayatri Sadhana Maha Mantra Menurut Weda. Surabaya: Penerbit Paramita. Ringga Natha, Jero gede Pasek 2003. Agem-Ageman Kepemangkuan. Surabaya: Cetakan Pertama. Penerbit. Paramita Paulina Panennen dan Purwanto, 2001. Aplied Approach, Mengajar di Perguruan Tinggi. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Buku 2.08. Pusat antar Universitas Untuk peningkatan dan Pengembanngan Aktivitas Intruksional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Parisada Hindu Dharma Pusat, 1982-1983. Himpunan Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I-IX. Denpasar: Parisada Hindu Dharma. Pramadaksa, Sri Empu Nabe, 1984. Upacara Panca Yadnya. Badung: Agung Bungkasa Abiansemal. Gria

Prasetya, Irawan T.t. Pekerti. Jakarta: Sampai saat ini ybs. Sebagai Staff Antar Universitas Terbuka. Pusat Propinsi Bali, 2000. Pedoman Sembahyang. Denpasar: Milik Pemerintah Propinsi Bali. Pudja, G. 1976. Weda Parikrama, Satu Himpunan Naskah Mantra dan Stotra teks asli bahasa Sanskerta dan Penjelasannya. Jakarta: Penerbit. Lembaga Penyelenggara Penterjemah Kitab Suci Weda. ..........,1979. Sama Weda Sama Weda Samhita. Jakarta: Pesanan Proyek Pengadaan Kitab suci Hindu. Milik Departemen agama Republik Indonesia. ..........., 1985. Weda (Pengantar Agama Hindu). Jakarta: Cetakan ke 3

............,1985. Yajur Weda (Weda Sruti). Bagian I. Jakarta: Terjemahan. Departemen Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha. Putra, Tt. Cudami III, Kumpulan Kuliah Agama Hindu Bhatkti Marga, Cinta Kasih dan Penyerahan Diri kepada Tuhan. Dosen Institut Hindu Dharma. Sugiarto, R dan Gede Pudja. 1982. Sweta Swatara Upanisad. Jakarta: cetakan Pertama. Proyek Pengadan Kitab suci Hindu. Milik Depatemen agama Republik Indonesia. ............, 1985 Atharwa Wedha (Weda Sruti) Terjemahan. Jakarta: Copyright. Maya Sari. Suhardana, KM 2005. Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu. Surabaya: Penerbit. Paramita Sutjipta, Nyoman dan A.A. Sagung Kendran, 2006. Pembelajaran Orang Dewasa. Denpasar: Penerbit. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mutu Pendidikan Universitas Udayana. Tim Penyusun, 1993. Buku Pelajaran Agama Hindu di Perguruan Tinggi. Jakarta: penerbit Hanuman sakti. Titib I Made,1986 Weda Walaka. Jakarta: penerbit. PT. Dharma Nusantara Bahagia. .,1997. Tri Sandya Sembahyang dan Berdoa. Surabaya: Penerbit. Paramita Wisesa, Ida Pandita Umpu Nabe Daksa Kertha, 2001. Nganteb Piodalan Alit. Denpasar: Gria Agung Giri Manik. Penerbit. Kios Muria. Watra, 2006. Majalah Kebudayaan Bali Taksu. Denpasar: Edisi 159 MeiJuni/VII. Penerbit. Mitra Printing.

Anda mungkin juga menyukai