Anda di halaman 1dari 11

Menginventarisasi dan menganalisis definisi KAB

Komunikasi Antarbudaya Budaya dan komunikasi mempunyai hubungan yang sangat erat. Orang berkomunikasi sesuai dengan budaya yang dimilikinya. Kapan, dengan siapa, berapa banyak hal yang dikomunikasikan sangat bergantung pada budaya dari orang-orang yang berinteraksi. Melalui pengaruh budayalah orang-orang belajar berkomunikasi. Perilaku mereka dapat mengandung makna, sebab perilaku tersebut dipelajari dan diketahui; dan perilaku itu terikat oleh budaya. Orang-orang memandang dunia Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau suatu peristiwa. Cara-cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu terutama merupakan respons terhadap dan fungsi budaya kita. Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut akan berbeda pula (Mulyana dan Rakhmat, 1998: 24-25). Adapun beberapa definisi komunikasi antarbudaya yang dikutip dari Liliweri (2004: 10-11), antara lain: 1. Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader-komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antarsuku bangsa, antaretnik dan ras, antarkelas sosial. 2. Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya

terjadi di antara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda. 3. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi dan kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta. 4. Guo-Ming Chen dan William J. Stratosta mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Young Yun Kim dalam Rahardjo (2005: 52-53) mengatakan, tidak seperti studi-studi komunikasi lain, maka hal yang terpenting dari komunikasi antarbudaya yang membedakannya dari kajian keilmuan lainnya adalah tingkat perbedaan yang relatif tinggi pada latar belakang pengalaman pihak-pihak yang berkomunikasi karena adanya perbedaan kultural. Selanjutnya menurut Kim, asumsi yang mendasari batasan tentang komunikasi antarbudaya adalah bahwa individu-individu yang memiliki budaya yang sama pada umumnya berbagi kesamaan-kesamaan (homogenitas) dalam keseluruhan latar belakang pengalaman mereka daripada orang yang berasal dari budaya yang berbeda. Komunikasi antarbudaya menelaah elemen-elemen kebudayaan yang sangat mempengaruhi interaksi ketika anggota dari dua kebudayaan yang berbeda berkomunikasi. Komunikasi antarbudaya terjadi ketika pesan yang harus ditangkap dan dipahami, diproduksi oleh anggota dari suatu budaya tertentu diproses dan dikonsumsi oleh anggota dari budaya yang lain. Jadi, komunikasi antarbudaya dapat didefinisikan sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan (Liliweri, 2004: 9). Dari pernyataan tersebut, Liliweri (2004: 9) menjelaskan komunikasi

antarbudaya sebagai berikut: 1. Komunikasi antarbudaya adalah pernyataan diri antarpribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya. 2. Komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya. 3. Komunikasi antar budaya merupakan pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan yang disampaikan secara lisan atau tertulis atau metode lainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang budayanya. 4. Komunikasi antarbudaya adalah pengalihan informasi dari seorang yang berkebudayaan tertentu kepada seorang yang berkebudayaan lain. 5. Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk simbol yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang budayanya. Universitas Sumatera Utara6. Komunikasi antarbudaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu. 7. Komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan di antara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atau bantuan hal lain di sekitarnya yang memperjelas pesan. Komunikasi antarbudaya tidak dapat terlepas dari faktor-faktor budaya

yang melekat pada diri individu. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Dalam bahasa Sansekerta kata budaya berasal dari kata buddhayah yang berarti akal budi. Dalam filsafat Hindu, akal budi melibatkan seluruh unsur panca indera, baik dalam kegitan pikiran (kognitif), perasaan (afektif), maupun perilaku (psikomotorik). Sedangkan kata lain yang juga memiliki makna yang sama dengan budaya adalah kultur yang berasal dari Romawi, cultura, biasanya digunakan untuk menyebut kegiatan manusia mengolah tanah atau bercocok tanam. Kultur adalah hasil penciptaan, perasaan dan prakarsa manusia berupa karya yang bersifat fisik maupun nonfisik (Purwasito, 2003: 95). Komunikasi antarbudaya dalam konteks ini menunjuk kepada komunikasi antaretnis, dengan sub-sub budayanya. Pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi berasal dari kelompok-kelompok etnis yang berbeda. Sub-sub budaya ini menunjuk kepada kelompok masyarakat atau komunitas sosial, etnis, regional, ekonomis, yang menunjukkan pola-pola tingkah laku dengan ciri khas tertentu dan memadai untuk dapat dibedakan dari kelompok-kelompok masyarakat yang lain dalam satu kesatuan budaya atau masyarakat. Universitas Sumatera UtaraSebagai salah satu bidang studi dari ilmu komunikasi, komunikasi antarbudaya mempunyai objek formal, yakni mempelajari komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh seseorang komunikator sebagai produsen pesan dari satu kebudayaan dengan konsumen pesan atau komunikan dari kebudayaan lain. Komunikasi antarbudaya berkaitan dengan hubungan timbal balik antara sifat-sifat yang terkandung dalam komunikasi, kebudayaan pada gilirannya menghasilkan sifat-sifat komunikasi antarbudaya. Untuk memahami hakikat komunikasi antarbudaya dapat kita perhatikan gambar bagan berikut ini (Liliweri, 2001: 26-28). http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29403/4/Chapter%20II.pdf

KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode. Terdapat empat dimensi krusial yang dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu: 1. 2. 3. 4. Jarak kekuasaan (power distance) Maskulinitas. Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance). Individualisme.

Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasiantara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi. Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagaihuman flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsabangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka diantara orang-orang yang berbeda budayanya. Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan: 1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan; 2. 3. 4. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama; Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita; Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara. TEORI-TEORI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA 1. Anxiety/Uncertainty Management Theory( Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian).

Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan. Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari misinterpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi. Asumsi Dasar Teori Gagasan awal dari teori ini adalah Uncertainty Reduction Theory, yaitu teori yang berasumsi bahwa dalam proses komunikasi, semakin tinggi ketidakpastian seseorang maka akan semakin rendah keberhasilan komunikasi yang hendak dilakukannya. Dengan bahasa yang lain, proses komunikasi dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian sehingga tujuan komunikasi tercapai. Gudykunst menggunakan konsep uncertainty untuk memprediksi perilaku orang lain dan konsep anxiety untuk menjelaskan proses penyesuaian budaya. Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory: a. Konsep diri dan diri. Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan. b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing. Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan. c. Reaksi terhadap orang asing. Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka. Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing. Sebuah peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan suatu peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat. d. Kategori sosial dari orang asing.

Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok. Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka. e. Proses situasional. Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita terhadap perilaku mereka. f. Koneksi dengan orang asing. Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka. Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain. 2. Out-group Competency Theory Teori ini menggunakan personal network untuk menjelaskan outgroup communication competence, sebab personal network menghubungkan antara individu satu dengan individu lainnya. Dimana didalam network tersebut, individu-individu menegosiasikan kesadaran egonya dan juga memahami atribusi yang beragam dari orang lain. Itu sebabnya personal network mempengaruhi bagaimana seseorang memiliki kompetensi dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang bukan berasal dari in-groupnya (outgroup). Teori ini juga hendak menjelaskan bahwa semakin kuat ikatan personal network seseorang, maka akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk berkomunikasi dalam outgroup. Asumsi Dasar Teori Asumsi-asumsi yang dibangun :

1. 2. 3.

Dalam sebuah personal networks, adanya anggota yang berasal dari outgroup akan meningkatkan kompetensi komunikasi outgroup. Selain penerimaan individu outgroup, menempatkan outgroup dalam posisi penting dalam personal network juga akan meningkatkan kompetensi outgroup. Kompetensi komunikasi outgroup tersebut juga dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kontak (interaksi) dan ikatan individual/personal diantara individu-individu dari ingroup dan outgroup

3. Face-Negotiation Theory. Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaan perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orangorang dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam. Terdapat tiga perbedaan penting diantara budaya individulis dan budaya kolektivis. Perbedaan-perbedaan itu adalah dalam cara mendefinisikan: diri; tujuan-tujuan; dan kewajiban.

konsep

Budaya individualis

Budaya kolektivis

Diri

Sebagai dirinya sendiri

Sebagai bagian kelompok

Tujuan diperuntukan kepada Tujuan diperuntukan kepada Tujuan pencapaian kebutuhan diri. pencapaian kebutuhan kelompok

Melayani kelompok/orang Kewajiban Melayani diri sendiri lain.

Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut: A. Avoiding (penghindaran) saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan saya dengan anggota kelompok. B. Obliging (keharusan) saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok. C. Compromising saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat. D. Dominating saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku.

F. Integrating saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama. Face-negotiation teory menyatakan bahwa avoiding, obliging,compromising, dominating, dan integrating bertukar-tukar menurut campuran perhatian mereka untuk selfface dan other -face.

http://aton29.wordpress.com/2010/04/27/komunikasi-antar-budaya/

kelebihan dan kekurangaan


2) EFEKTIVITAS KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA Semua orang pasti menginginkan komunikasi yang dibangunnya berjalan lancar dan efektif, hal ini sudah merupakan fithrah kemanusiaan, akan tetapi secara tidak sadar mereka melupakan faktor penghambat (noise) lancarnya sebuah proses komunikasi, noise dapat berasal dari internal maupun eksternal pribadinya. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan . secara sederhana kegiatan kamunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandanngan atas ide yang dipertukarkan tersebut. Keberhasilan komunikasi banyak ditentukan oleh kemampuan komunikan memberi makna terhadap pesan yang diterimanya. Semakin besar kemampuan memberi makna pada pesan yang diterimanya, semakin besar pula kemungkinan komunikan memhami pesan tersebut, sebaliknya, mungkin saja seseorang komunikan banyak menerima pesan, tetapi ia tidak memahami makna pesan tersebut karena kurang mampu menafsirkan pesan tersebut. Pada dasarnya komunikasi memang merupakan proses pemberian dan penafsiran pesan. Sebelum mengirim pesan komunikator mengolah dan mengkoding pesannya sedemikian rupa, sehingga pesan tersebut memenuhi tujuan kominikasi. Begitu juga komunikan ia akan mencoba menafsirkan pesan-pesan yang diterimanya dan memahami maknanya. Jika makna yang dimaksud komunikator melalui pesan yang disampaikannya sama persis dengan apa yang dimaknai oleh komunikan terhadap pesan tersebut. Maka komunikasi dikatakan berhasil atau efektif, dalam arti telah tercapai persamaan makna pesan. Menurut Gudykunst komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang dihasilkan oleh kemampuan para partisipan kamunikasi dalam sekecil mungkin kesalahpahaman William Powers dan David Lowrey menyatakan komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang sejalan dengan kognisi (apa yang dipikirkan) dari dua atau tiga individu yang berkomunikasi Untuk mencapai keberhasilan komunikasi, dibutukan sejumlah persyaratan tertutama jika komunikasi tersebut dilakukan dengan orang berbeda budaya, secara garis besar dikelompok kedalam dua yaitu : Term of Refrence/Kerangka Acuan. Dan Field of Experience/ Latar Belakang. Misalnya ketika disebut kata Pesawat , jika yang dimaksud komuniator pesawat itu adalah pesawat terbang, demikian juga komunikan menafsirkan kata pesawat juga pesawat terbang, berarti komunikator dan komunikan memiliki term of refrence yang sama. Pada kasus lain misalnya ketika dicapkan bahwa cinta itu indah. Itu benar bagi mereka yang memiliki pengalaman yang indah tentang itu, tetapi tidak benar bagi mereka yang mengalami kegagalan dalam cinta. Selain bias kerangka acuan, kehadiran nilai-nilai, adat istiadat, kebiasaaan atau kepercayaan yang terdapat dalam suatu kebudayaan dapat mempengaruhi perbedaan pengalaman seseorang. Everet Rogers dan Lawrence Kincaid juga mengatakan bahwa komunikasi antar budaya yang efektif terjadi jika muncul mutual understanding atau komunikasi yang saling memahami. Yang dimaksud saling memahami adalah keadaan dimana seseorang dapat memperkirakan bagaimana orang lain memberi makna atas pesan yang dikirim dan menyandi balik pesan yang diterima. Suatu hal yang patut diingat bahwa pemahaman timbal balik itu tidak sama dengan pernyataan setuju, tetapi hanya menyatakan dua pihak sama-sama mengerti makna dari pesanyang dipertukarkan itu

Proses mencapai kesepakatan (sharing og meaning), lazimnya berlangsung secara bertahap, karena itu lebih awal kita perlu memperhatikan 5 (lima) sasarn pokok dalam proses berkomunikasi, yaitu : a) Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan (atau melihat apa yang kita tunjukkan kepada mereka) b) Membuat pendengar memahami apa yang mereka denganr atau lihat c) Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau tidak menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar) d) Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan maksud kita bisa mereka terima e) Memperoleh umpan balik dari pendengar Tentu tidaklah mudah untuk membuat sebuah komunikasi berjalan dengan mengahasilkan kesepakatan secara utuh sesuai tujuannya. Karena salah satu prinsip dalam berkomunikasi, yakni terdapatnya kesulitan-kesulitan pokok dalam mencapai tujuan. Saudra Hybels dan Richard L. Weaver menyatakan bahwa komunikasi yang efektif harus memperhatikan beberapa syarat yaitu : f) Jenis keterampilan kamunikasi macam manakah yang paling dibutuhkan ? g) Jenis keterampilan berkomunikasi macam manakah yang dirasakan paling sulit ? h) Jika ada kesulitan maka dimanakah seseoramg dapat memperoleh bantuan dan i) Kapankah jadwal yang tepat untuk memperbaharui keterampilan berkomunikasi? Hambatan dalam berkomunikasi cukup beraneka ragam, baik itu yang berasal dari internal maupun eksternal, Jika komunikasi dilakukan lewat saluran media massa, mungkin saja gangguan ada pada saluran tersebut. Misalnya cetakan yang kabur (tidak jelas) bagi media cetak, atau suara dan gambar yang tidak jelas bagi media elektronik audio visual dan lain sebagainya. Secara sederhana dapat kami gambarkan pada table berikut hambatan-hamabatan dalam berkomunikasi yaitu : JENIS-JENIS HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI NO JENIS HAMBATAN DESKRIPSI 1 Fisik Yaitu hal-hal yang menyangkut ruang fisik, lingkungan dan lain-lain. 2 Biologis Hambatan karena ketidak sempurnaan anggota tubuh 3 Intlektual Hambatan yang berhubungan dengan kemampuan pengetahuan 4 Psikis Hambatan yang menyangkut factor kejiwaan, emosional, tidak saling percaya, penilaian mengahkimi dll 5 Cultural Hambatan yang berkaitan dengan nilai budaya, bahasa dll. 3) KESIMPULAN Komunikasi merupakan aktifitas yang selalu dilakukan oleh manusia selama masih hidup dan berhubungan dengan manusia lainnya. Dalam proses komunikasi tersebut manusia sangat mendambakan komunikasi yang lancar dan efektif, agar tidak terjadi kesalahpahaman yang menjurus pada konflik. Dan pada hekekatnya seluruh keberhasilan proses komunikasi pada akhirnya tergantung pada efektifitas komunikasi. Yakni sejauh mana para partisipan nya memberi makna yang sama atas pesan yang dipertukarkan. Pada gilirannya latar belakang budaya partisipan senantiasa berbeda walau sekecil apapun perbedaan itu akan sangat menentukan efektivitas itu. Oleh karenanya memahami makna budaya dan segala yang terakit dengan itu merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan demi tercapainya komunikasi yang efektif. http://abahmarasakti.wordpress.com/2010/01/11/komunikasi-lintas-budaya-yang-efektif/

Karakteristik Komunikasi Lintas Budaya 1. Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam komunikasi 2. Ada jalan atau tujuan yang sama yang akhirnya menciptakan komunikasi itu

3. Komunikasi Lintas budaya menghasilkan kuntungan dan kerugian diantara dua budaya atau lebih yang terlibat, 4. Komunikasi lintas budaya dijalin baik secara individu anggota masyarakat maupun dijalin secara berkelompok atau dewasa ini dapat dilakukan melalui media, 5. Tidak semua komunikasi lintas budaya menghasilkan feedback yang dimaksud, hal ini tergantung kepada penafsiran dan penerimaan dari sebuah kebudayaan yang terlibat, mau atau tidaknya dipengaruhi, 6. Bila dua kebudayaan melebur karena pengaruh komunikasi yang dijalin maka akan menghasilkan kebudayaan baru, dan inilah yang disebut akulturasi. Komunikasi lintas budaya sangat bermanfaat untuk semua manusia yang sedang ingin melakukan pembelajaran suatu budaya. Sehingga bagi mereka yang ingin belajar ke luar negri dan ingin melakukan hubungan dengan negri tersebut dapat melakukan komunikasi lintas budaya mereka. Contoh dari manfaat penggunaan komunikasi lintas budaya adalah bagi para diplomat yang ditugaskan oleh negaranya di Negara lain. Dan jika ingin terjadinya hubungan bilateral antar Negara tersebut maka penggunaan komunikasi lintas budaya ini sangat bermanfaat. Dan yang terakhir dari manfaat komunikasi lintas budaya adalah setiap kelompok manusia di dunia ini mempunyai berbagai macam budaya yang sangat menarik dan berbeda dari budaya lainnya. Ini yang membuat bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang selalu dinamis dan terus bergerak.

http://blogs.unpad.ac.id/rizky872005/2011/07/23/manfaat-komunikas-lintas-budaya/ aplikasi KAB

Perbedaan budaya dalam sistem perkebunan di Indonesia diawali dengan adanya realitas ekonomi dualistik yang pada gilirannya memunculkan adanya dualisme budaya dalam kehidupan perkebunan. Di satu pihak adalah perkebunan besar yang berorientasi kapitalisme modern, di lain pihak petani kecil pra-kapitalis yang tradisional. Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dipandang merupakan solusi yang dapat mengatasi masalah perbedaan di antara dua komunitas tersebut. Dengan kata lain Pola PIR yang kemudian berlanjut dengan istilah kemitraan antara perusahaan inti dan petani plasma dipandang sebagai sebuah sistem yang dapat memadukan dua komunitas berbeda budaya, yaitu pengusaha besar dan petani kecil.

Anda mungkin juga menyukai