Anda di halaman 1dari 8

Administrasi publik Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Bagian dari seri artikel tentang Politik Topik

utama[tampilkan] Sistem politik[tampilkan] Disipilin akademik[tampilkan] Administrasi publik[tampilkan] Kebijakan[tampilkan] Organ pemerintahan[tampilkan] Topik lain[tampilkan] Subseri[tampilkan] Portal politik l b s Administrasi Publik (Inggris:Public Administration) atau Administrasi Negara ada lah suatu bahasan ilmu sosial yang mempelajari tiga elemen penting kehidupan ber negara yang meliputi lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif serta hal- hal yang berkaitan dengan publik yang meliputi kebijakan publik, manajemen publik, administrasi pembangunan, tujuan negara, dan etika yang mengatur penyelenggara n egara.[1] Lokus ilmu administrasi publik lokus adalah tempat yang menggambarkan di mana ilmu tersebut berada. Dalam hal i ni lokus dari ilmu administrasi publik adalah: kepentingan publik (public intere st) dan urusan publik (public affair).[2] focus ilmu administrasi publik Fokus adalah apa yang menjadi pembahasan penting dalam memepelajari ilmu adminis trasi publik. yang menjadi fokus dari ilmu administrasi publik adalah teori orga nisasi dan ilmu manajemen.[2] Daftar isi [sembunyikan] 1 Sejarah 2 Perubahan administrasi negara ke administrasi publik 3 Lingkup 3.1 Kebijakan publik 3.2 Manajemen publik 4 Dinamika administrasi publik di Indonesia 5 Kajian administrasi publik 6 Rente birokrasi dan administrasi publik 7 Konsep e-government 8 Rujukan 9 Bahan bacaan [sunting]Sejarah Ilmu Administrasi Negara lahir sejak Woodrow Wilson (1887), yang kemudian menjad i presiden Amerika Serikat pada 1913-1921, menulis sebuah artikel yang berjudul T he Study of Administration yang dimuat di jurnal Political Science Quarterly. Kem unculan artikel itu sendiri tidak lepas dari kegelisahan Wilson muda akan perlun ya perubahan terhadap praktik tata pemerintahan yang terjadi di Amerika Serikat pada waktu itu yang ditandai dengan meluasnya praktik spoil system (sistem perko ncoan) yang menjurus pada terjadinya inefektivitas dan inefisiensi dalam pengelo laan negara. Studi Ilmu Politik yang berkembang pada saat itu ternyata tidak mam pu memecahkan persoalan tersebut karena memang fokus kajian Ilmu Politik bukan p ada bagaimana mengelola pemerintahan dengan efektif dan efisien, melainkan lebih pada urusan tentang sebuah konstitusi dan bagaimana keputusan-keputusan politik dirumuskan. Woodrow Wilson Menurut Wilson, Ilmuwan Politik lupa bahwa kenyataannya lebih sulit mengimplemen

tasikan konstitusi dengan baik dibanding dengan merumuskan konstitusi itu sendir i. Sayangnya ilmu yang diperlukan untuk itu belum ada. Oleh karena itu, untuk da pat mengimplementasikan konstitusi dengan baik maka diperlukan suatu ilmu yang k emudian disebut Wilson sebagai Ilmu Administrasi tersebut. Ilmu yang oleh Wilson disebut ilmu administrasi tersebut menekankan dua hal, yaitu perlunya efisiensi dalam mengelola pemerintahan dan perlunya menerapkan merit system dengan memisa hkan urusan politik dari urusan pelayanan publik. Agar pemerintahan dapat dikelo la secara efektif dan efisien, Wilson juga menganjurkan diadopsinya prinsip-prin sip yang diterapkan oleh organisasi bisnis the field of administration is the fie ld of business. Penjelasan ilmiah terhadap gagasan Wilson tersebut kemudian dilakukan oleh Frank J. Goodnow yang menulis buku yang berjudul: Politics and Administration pada ta hun 1900. Buku Goodnow tersebut seringkali dirujuk oleh para ilmuwan administras i negara sebagai "proklamasi secara resmi terhadap lahirnya Ilmu Administrasi Neg ara yang memisahkan diri dari induknya, yaitu Ilmu Politik. Era ini juga sering disebut sebagai era paradigma dikotomi politik-administrasi. Melalui paradigma i ni, Ilmu Administrasi Negara mencoba mendefinisikan eksistensinya yang berbeda d engan Ilmu Politik dengan ontologi, epistimologi dan aksiologi yang berbeda. Beb erapa tahun kemudian, sebuah buku yang secara sistematis menjelaskan apa sebenar nya Ilmu Administrasi Negara lahir dengan dipublikasikannya buku Leonard D. Whit e yang berjudul Introduction to the Study of Public Administration pada 1926. Bu ku White yang mencoba merumuskan sosok Ilmu Administrasi tersebut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh berbagai karya ilmuwan sebelumnya yang mencoba menyampai kan gagasan tentang bagaimana suatu organisasi seharusnya dikelola secara efekti f dan efisien, seperti Frederick Taylor (1912) dengan karyanya yang berjudul Sci entific Management, Henry Fayol (1916) dengan pemikirannya yang dituangkan dalam monograf yang berjudul General and Industrial Management, W.F. Willoughby (1918 ) dengan karyanya yang berjudul The Movement for Budgetary Reform in the State, dan Max Weber (1946) dengan tulisannya yang berjudul Bureaucracy. Era berikutnya merupakan periode di mana para ilmuwan administrasi negara berusa ha membangun body of knowledge ilmu ini dengan terbitnya berbagai artikel dan bu ku yang mencoba menggali apa yang mereka sebut sebagai prinsip-pinsip administra si yang universal. Tonggak utama dari era ini tentu saja adalah munculnya artike l L. Gulick (1937) yang berjudul Notes on the Theory of Organization di mana dia merumuskan akronim yang terkenal dengan sebutan POSDCORDB (Planning, Organizing , Staffing, Directing, Co-ordinating, Reporting dan Budgeting). Tidak dapat dipu ngkiri, upaya para ahli administrasi negara untuk mengembangkan body of knowledg e ilmu administrasi negara sangat dipengaruhi oleh ilmu manajemen. Prinsip-prins ip administrasi sebagaimana dijelaskan oleh para ilmuwan tersebut pada dasarnya merupakan prinsip-prinsip administrasi yang diadopsi dari administrasi bisnis ya ng menurut mereka dapat juga diterapkan di organisasi pemerintah. Perkembangan pergulatan pemikiran ilmuwan administrasi negara diwarnai sebuah er a pencarian jati diri Ilmu Administrasi Negara yang tidak pernah selesai. Kegama ngan para ilmuwan administrasi negara dalam meninggalkan induknya, yaitu Ilmu Po litik, untuk membangun eksistensinya secara mandiri bermula dari kegagalan merek a dalam merumuskan apa yang mereka sebut sebagai prinsip-prinsip administrasi se bagai pilar pokok Ilmu Administrasi Negara. Keruntuhan gagasan tentang prinsip-p rinsip administrasi ditandai dengan terbitnya tulisan Paul Applebey (1945) yang berjudul Government is Different. Dalam tulisannya tersebut Applebey berargumen bahwa institusi pemerintah memiliki karakteristik yang berbeda dengan institusi swasta sehingga prinsip-prinsip administrasi yang diadopsi dari manajemen swasta tidak serta merta dapat diadopsi dalam institusi pemerintah. Karya Herbert Simo n (1946) yang berjudul The Proverbs of Administration semakin memojokkan gagasan tentang prinsip-prinsip administrasi yang terbukti lemah dan banyak aksiomanya yang keliru. Kenyataan yang demikian membuat Ilmu Administrasi Negara mengalami "krisis identitas dan mencoba menginduk kembali ke Ilmu Politik. Namun demikian, hal ini tidak berlangsung lama ketika ilmuwan administrasi negara mencoba menemu kan kembali fokus dan lokus studi ini. Kesadaran bahwa lingkungan pemerintahan dan bisnis cenderung mengembangkan nilai , tradisi dan kompleksitas yang berbeda mendorong perlunya merumuskan definisi y

ang jelas tentang prinsip-prinsip administrasi yang gagal dikembangkan oleh para ilmuwan terdahulu. Dwiyanto (2007) menjelaskan bahwa lembaga pemerintah mengemb angkan nilai-nilai dan praktik yang berbeda dengan yang berkembang di swasta (pa sar) dan organisasi sukarela. Mekanisme pasar bekerja karena dorongan untuk menc ari laba, sementara lembaga pemerintah bekerja untuk mengatur, melayani dan meli ndungi kepentingan publik. Karena karakteristik antara birokrasi pemerintah dan organisasi swasta sangat berbeda, maka para ilmuwan dan praktisi administrasi ne gara menyadari pentingnya mengembangkan teori dan pendekatan yang berbeda dengan yang dikembangkan oleh para ilmuwan yang mengembangkan teori-teori administrasi bisnis. Dengan kesadaran baru tersebut maka identitas Ilmu Administrasi Negara menjadi semakin jelas, yaitu ilmuwan administrasi negara lebih menempatkan prose s administrasi sebagai pusat perhatian (fokus) dan lembaga pemerintah sebagai te mpat praktik (lokus). [sunting]Perubahan administrasi negara ke administrasi publik Sejarah tentang perubahan Ilmu Administrasi Negara masih terus berulang. Upaya m endefinisikan diri Ilmu Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi pemerintah an sebagaimana dijelaskan sebelumnya ternyata tidak berlangsung lama. Dinamika l ingkungan administrasi negara yang sangat tinggi kemudian menimbulkan banyak per tanyaan tentang relevansi keberadaan Ilmu Administrasi Negara sebagai administra si pemerintahan. Gugatan tersebut terutama ditujukan pada lokus Ilmu Administras i Negara yang dirasa tidak memadai lagi. Menurut Dwiyanto (2007) lembaga pemerin tah dirasa terlalu sempit untuk menjadi lokus Ilmu Administrasi Negara. Kenyataa n yang ada menunjukkan bahwa lembaga pemerintahan tidak lagi memonopoli peran ya ng selama ini secara tradisional menjadi otoritas pemerintah. Saat ini semakin m udah ditemui berbagai lembaga non-pemerintah yang menjalankan misi dan fungsi ya ng dulu menjadi monopoli pemerintah saja. Di sisi yang lain, organisasi birokras i juga tidak semata-mata memproduksi barang dan jasa publik, tetapi juga barang dan jasa privat. Pratikno (2007) juga memberikan konstatasi yang sama. Saat ini negara banyak menghadapi pesaing-pesaing baru yang siap menjalankan fungsi negar a, terutama pelayanan publik, secara lebih efektif. Selain pelayanan publik, dal am bidang pembangunan ekonomi dan sosial, negara juga harus menegosiasikan kepen tingannya dengan aktor-aktor yang lain, yaitu pelaku bisnis dan kalangan civil s ociety (masyarakat sipil). Secara lebih tegas, Miftah Thoha (2007) bahkan mengat akan telah terjadi perubahan paradigma dari orientasi manajemen pemerintahan yan g serba negara menjadi berorientasi ke pasar (market). Menurut Thoha, pasar di s ini secara politik bisa dimaknai sebagai rakyat atau masyarakat (public). Fenome na menurunnya peran negara ini merupakan arus balik dari apa yang disebut Grindl e sebagai too much state, di mana negara pada pertengahan 1980-an terlalu banyak melakukan intervensi yang berujung pada jeratan hutang luar negeri, krisis fisk al, dan pemerintah yang terlalu sentralistis dan otoriter. Dwiyanto (2007) menyebut setidaknya ada empat faktor yang menjadi sebab semakin menurunnya dominasi peran negara, yaitu: Dinamika ekonomi, politik dan budaya yang membuat kemampuan pemerintah semakin t erbatas untuk dapat memenuhi semua tuntutan masyarakat; Globalisasi yang membutuhkan daya saing yang tinggi di berbagai sektor menuntut makin dikuranginya peran negara melalui debirokratisasi dan deregulasi; Tuntutan demokratisasi mendorong semakin banyak munculnya organisasi kemasyaraka tan yang menuntut untuk dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan dan implemen tasinya; munculnya fenomena hybrid organization yang merupakan perpaduan antara pemerinta h dan bisnis. Berbagai fenomena tersebut menimbulkan gugatan di antara para mahasiswa maupun i lmuwan Ilmu Administrasi Negara: Apakah masih relevan menjadikan pemerintah seba gai lokus studi Ilmu Administrasi Negara? Pemaparan di atas menunjukkan bahwa kata "negara dalam Ilmu Administrasi Negara m enjadi terlalu sempit dan kurang relevan lagi untuk mewadahi dinamika Ilmu Admin istrasi Negara di awal abad ke-21 yang semakin kompleks dan dinamis. Utomo (2007 ) menyebutkan bahwa dalam perkembangan konsep Ilmu Administrasi Negara telah ter jadi pergeseran titik tekan dari negara yang semula diposisikan sebagai agen tun

ggal yang memiliki otoritas untuk mengimplementasikan berbagai kebijakan publik menjadi hanya sebagai fasilitator bagi masyarakat. Dengan demikian istilah publi c administration tidak tepat lagi untuk diterjemahkan sebagai administrasi negar a, melainkan lebih tepat jika diterjemahkan menjadi administrasi publik. Sebab, makna kata publik di sini jauh lebih luas daripada kata negara (Majelis Guru Besar d an Jurusan Ilmu Administrasi Negara UGM, 2007: x). Publik di sini menunjukkan ke terlibatan institusi-institusi non-negara baik di sektor bisnis maupun civil soc iety di dalam pengadministrasian pemerintahan. Konsekuensi dari perubahan makna public administration sebagai administrasi publ ik di sini adalah terjadinya pergeseran lokus Ilmu Administrasi Negara dari yang sebelumnya berlokus pada birokrasi pemerintah menjadi berlokus pada organisasi publik, yaitu birokrasi pemerintah dan juga organisasi-organisasi non-pemerintah yang terlibat menjalankan fungsi pemerintahan, baik dalam hal penyelenggaraan p elayanan publik maupun pembangunan ekonomi, sosial maupun bidang-bidang pembangu nan yang lain. [sunting]Lingkup [sunting]Kebijakan publik Luther Gulick (18921993). Dengan adanya pergeseran makna publik sebagaimana dijelaskan di atas, maka ilmu ad ministrasi publik telah menemukan lokusnya secara lebih jelas. Intinya, semua ak tivitas yang terjadi pada birokrasi pemerintah dan organisasi-organisasi non-pem erintah yang menjalankan fungsi pemerintah menjadi bidang perhatian ilmuwan admi nistrasi publik. Apabila lokus ilmu administrasi publik menjadi semakin jelas, p ertanyaan berikutnya adalah apa yang seharusnya menjadi fokus perhatian ilmuwan administrasi publik. Kegelisahan tersebut kemudian dijawab dengan munculnya stud i kebijakan publik sebagai pokok perhatian ilmuwan administrasi publik. Hal ini merupakan implikasi yang sangat logis karena kebijakan publik merupakan output u tama dari pemerintah (Dwiyanto, 2007). Bagi pemerintah, kebijakan merupakan inst rumen pokok yang dapat dipakai untuk mempengaruhi perilaku masyarakat dalam upay a memecahkan berbagai persoalan publik (public affairs). Upaya tersebut dapat di lakukan dengan menggunakan kebijakan domestik yang bersifat: distributive policy , protective regulatory policy, competitive regulatory policy, dan redistributiv e policy (Ripley, 1985: 60). Dwiyanto (2007) dengan mengutip pendapat Denhardt mengatakan bahwa tingginya min at ilmuwan administrasi publik untuk memusatkan perhatian pada studi kebijakan s emakin meningkatkan keyakinan bahwa para administrator memiliki intensitas yang tinggi dalam proses perumusan kebijakan publik. Hal ini juga semakin menguatkan argumen bahwa ilmu administrasi publik memang tidak dapat dipisahkan dari indukn ya Ilmu Politik, sebab proses perumusan kebijakan itu sendiri tidak hanya dilaku kan melalui tahapan yang bersifat teknokratis akan tetapi juga melampaui tahapan yang bersifat politis. Tahapan teknokratis dalam proses perumusan kebijakan mem iliki posisi sentral. Sebab, pada tahapan ini berbagai solusi cerdas sebagai upa ya memecahkan persoalan masyarakat digodok agar dapat dirumuskan serangkaian alt ernatif kebijakan yang dapat dipilih oleh para policy maker melalui proses polit ik. Pentingnya proses teknokratis dalam pembuatan kebijakan semakin membuat anal isis kebijakan publik menjadi keahlian yang sangat vital yang dibutuhkan oleh pa ra praktisi administrasi publik. Berbagai tokoh seperti William N. Dunn (1981), Carl Patton dan David Sawicki (19 83), Arnold J. Meltsner (1986), dan lain-lain telah menghasilkan berbagai buku p enting sebagai acuan para ilmuwan dan praktisi administrasi publik dalam melakuk an kegiatan analisis kebijakan publik. Selain itu, kenyataan bahwa kebijakan yan g telah dirumuskan tidak selalu menjamin implementasinya akan berjalan mulus jug a memicu munculnya studi implementasi kebijakan publik di dalam ilmu administras i publik. Para ilmuwan seperti Jeffrey Pressman dan Aaron Wildavsky (1984), Meri lee Grindle (1980), Malcolm Goggin et.al (1990) merupakan sebagian ilmuwan yang menjadi pelopor pengembangan studi implementasi dalam disiplin Ilmu Administrasi Publik.

[sunting]Manajemen publik Dengan adanya perkembangan terakhir tersebut menjadikan Ilmu Administrasi Publik memiliki lokus dan fokus yang lebih jelas. Lokus studi ini adalah organisasi pu blik, sementara fokus perhatiannya adalah persoalan publik (public affairs) dan bagaimana persoalan tersebut dipecahkan dengan instrumen kebijakan publik. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, kegelisahan ilmuwan administrasi publik tidak hanya berhenti sampai di sini. Buku Owen E. Hughes (1998) yang berjudul Public M anagement and Administration merupakan pemikiran yang memicu perlunya perubahan dalam mendefinisikan Ilmu Administrasi Publik. Jika di masa-masa sebelumnya yang dipersoalkan adalah makna public pada public a dministration yang kemudian bergeser dari administrasi negara menjadi administra si publik, Hughes memulai diskusi dengan menganjurkan untuk menggunakan istilah manajemen publik daripada administrasi publik. Pemikiran Hughes tersebut memang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan paradigma Ilmu Administrasi Publik yang terjadi pada era 1990an yang mencoba memperbarui mekanisme pengelolaan birokras i publik yang dikenal sangat hirarkis, lamban, dan tidak efisien dengan mengadop si prinsip-prinsip yang diterapkan pada manajemen bisnis. Keluhan tentang tidak relevannya prinsip-prinsip birokrasi Weberian sudah sering disampaikan. Apa yang disampaikan oleh Al Gore sebagaimana dikutip oleh Hughes (1998: 3) tent ang buruknya sistem birokrasi yang bekerja atas dasar prinsip Old Public Adminis tration barangkali mewakili pemimpin negara yang lain: [] in todays world of rapid change, lightning-quick information technologies, toug h global competition, and demanding customers, large, top-down bureaucracies publ ic or privatedont work very well. Merespon persoalan tersebut, beberapa pemikir kemudian mengajukan gagasan mereka , seperti: managerialism (Pollit, 1993), new public management (Hood, 1991), mar ket-based public administration (Lan, Zhioying & Rosenbloom, 1992), dan post-bur eaucratic paradigm (Barzelay, 1992). Namun yang paling fenomenal tentu saja pemi kiran Osborne dan Gaebler (1992) tentang entrepreneurial government yang ditulis dalam buku mereka yang menjadi best seller, yaitu Reinventing Government. Gagas an mereka kemudian diadopsi secara luas di berbagai negara setelah pemerintahan Clinton-Gore di Amerika Serikat mengadopsinya secara sukses. Selain di Amerika, gagasan untuk mengembangkan paradigma public managerialism dalam disiplin Ilmu A dministrasi Publik juga terjadi di Eropa, terutama di Inggris ketika tekanan ter hadap keterbatasan anggaran bagi penyediaan layanan publik telah memaksa pemerin tahan Margaret Thacher untuk menerapkan berbagai upaya guna lebih mengefisienkan pelayanan publik di Inggris. Rhodes (1991) menyerukan perlunya diterapkan sembo yan 3Es atau economy, efficiency dan effectiveness agar pelayanan publik di Inggri s menjadi lebih efisien. Berbagai realitas sebagaimana digambarkan di atas membawa pada suatu cakrawala b aru di antara para ilmuwan administrasi negara untuk sampai pada suatu kesimpula n bahwa administrasi publik yang berkonotasi sempit perlu diubah menjadi manajem en publik yang lebih memiliki jangkauan yang lebih luas sebagaimana dikatakan ol eh Hughes (1998: 4): It is argued here that administration is a narrower and mor e limited function than management []. Dalam argumentasinya lebih lanjut, Hughes mengatakan bahwa menurut definisi kamus, kata "manajemen memiliki makna yang lebi h luas dibandingkan "administrasi. Dari berbagai definisi kamus yang ada (Oxford English Dictionary, Webster Dictionary dan Latin Dictionary) dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa administrasi lebih dimaknai sebagai proses dan prosedur yang h arus dipatuhi oleh seorang administrator dalam menjalankan tugasnya untuk member ikan pelayanan publik. Sedangkan manajemen memiliki arti lebih luas, yaitu tidak hanya sekedar mengikuti prosedur, melainkan berkaitan juga dengan: pencapaian t arget dan tanggung jawab bagi manajer untuk mencapai target-target yang telah di tetapkan. Selain alasan tersebut, Hughes (1998: 6) juga menyebut semakin meluasnya penggun aan istilah "manajemen dan "manajer di sektor publik. Sementara di sisi yang lain, penggunaan istilah administrasi justru mengalami penurunan. Di Indonesia sendiri, sejak pemerintahan Kolonial Belanda berakhir, penggunaan istilah administrasi di dalam birokrasi pemerintah semakin jarang digunakan. Kalaupun digunakan, istilah administrasi telah mengalami kemerosotan makna sebagai konsep untuk menggambarkan

pekerjaan ketik-mengetik atau sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan prosedur surat-menyurat (cf. Utomo, 2007: 131). Apa yang terjadi tersebut menunjukkan bah wa istilah manajemen memiliki makna lebih superior dibandingkan istilah "administr asi. Oleh karena itu Hughes (1998: 6) kemudian mengatakan bahwa: As part of the general process public administration has clearly lost favor as a description of the work carried out; the term manager is more common, where once administrators was used. Dukungan terhadap pendapat Hughes juga diberikan oleh Pollitt (1993: vii) yang m enyebutkan: formerly they were called administrators, principal officers, finance officers atau assistant directors. Now, they are managers. Tentu saja, pentingnya p erubahan dari administrasi menjadi manajemen bukan hanya sekedar sebuah perganti an istilah. Perubahan tersebut akan berimplikasi pada bangun teoritis yang perlu dikembangkan untuk mendukung perubahan nama dari administrasi menjadi manajemen , misalnya menyangkut bagaimana akuntabilitas disampaikan, hubungan eksternal, d an konsepsi tentang pemerintahan sendiri yang juga akan turut berubah. Konsekuensi dari perubahan nama "administrasi publik ke "manajemen publik secara e pistimologis juga berpengaruh terhadap cara bagaimana ilmuwan administrasi publi k ke depan mengembangkan ilmu ini. Jika selama ini ilmuwan administrasi publik l ebih berkutat pada diskusi yang bersifat filosofis tentang administrasi, standar etika dan norma bagi manajer publik dalam menjalankan tugasnya, maka ke depan j ika administrasi publik berubah menjadi manajemen publik, orientasi keilmuan dar i disiplin ini juga akan bergeser pada hal-hal yang lebih empirikal tentang baga imana mengembangkan keilmuan untuk membantu manajer publik mencapai tujuan organ isasi, bagaimana meningkatkan kemampuan manajerial mereka dan bagaimana meningka tkan akuntabilitas para manajer publik tersebut di depan masyarakat. Untuk itu d i masa depan ilmuwan administrasi publik harus memahami: semakin meningkatnya tekanan terhadap sektor publik untuk melakukan restrukturis asi dan menyerahkan urusan kepada sektor swasta; bagaimana membuat keputusan yang secara ekonomis menguntungkan dengan mempelajar i public choice theory, principal/agent theory dan transaction cost theory; perubahan-perubahan lingkungan di sektor swasta seperti kompetisi yang semakin m eningkat dan globalisasi; terjadinya perubahan teknologi informasi yang dapat membantu manajer publik untu k menyelesaikan berbagai persoalan mereka sehingga ilmuwan manajemen publik ke d epan harus belajar perkembangan teknologi informasi untuk diadopsi menjadi e-gov ernment Pemikiran untuk mengubah nama "administrasi menjadi "manajemen sebenarnya bukan se suatu yang aneh jika kita merujuk kembali pada gagasan awal yang dikembangkan ol eh Wilson (1887: 16) tentang Ilmu Administrasi yang Ia katakan sebagai berikut: This is why there should be a science of administration which shall seek to stra ighten the paths of government, to make it business less unbusinesslike. Namun d emikian, tentu saja manajemen publik yang dikembangkan oleh ilmuwan administrasi publik di masa mendatang jelas akan berbeda dengan manajemen bisnis sebagaimana dikembangkan oleh ilmuwan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. [sunting]Dinamika administrasi publik di Indonesia Dinamika perkembangan disiplin Ilmu Administrasi Publik sebagaimana diuraikan di depan merefleksikan pencarian ilmuwan administrasi negara terhadap fokus dan lo kus dari disiplin ilmu ini yang tiada pernah berhenti. Sebagai wadah yang menjad i naungan para ilmuwan administrasi negara di Universitas Gadjah Mada, Jurusan I lmu Administrasi Negara tidak lepas dari dinamika tersebut. Sejak kelahirannya d i Universitas Gadjah Mada pada 1957, dinamika keilmuan para dosen Jurusan Ilmu A dministrasi Negara tercermin dari research interest dan arus pemikiran mereka. K umpulan naskah pidato enam Guru Besar Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang dite rbitkan oleh Majelis Guru Besar dan Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (2007) secara nyata mencerminkan betapa pandangan keilmuan dan pemi kiran para Guru Besar Jurusan Ilmu Administrasi Negara secara substansi terus be rubah dari waktu ke waktu sebagai upaya merespon dan mengikuti perkembangan dina mika keilmuan administrasi negara yang terjadi pada aras internasional. Sayangnya, dinamika keilmuan yang terjadi selama lebih dari enam dasawarsa terse

but belum tercermin dari wadahnya, yaitu nama Jurusan Ilmu Administrasi Negara t empat yang nota bene menjadi tempat civitas akademis Jurusan bernaung. Nama Juru san Ilmu Administrasi Negara tersebut sudah tidak mampu mencerminkan aktivitas a kademis warga Jurusan yang sangat beragam sebagai konsekuensi dinamika perkemban gan Ilmu Administrasi Negara sebagaimana diuraikan secara panjang lebar dalam na skah ini. Oleh karena itu agar dinamika keilmuan warga Jurusan Ilmu Administrasi Negara dapat tergambar secara utuh dari wadahnya maka warga Jurusan Ilmu Admini strasi Negara telah sepakat untuk mengusulkan perubahan nama Jurusan, yaitu dari sebelumnya bernama Jurusan Ilmu Administrasi Negara menjadi Jurusan Manajemen d an Kebijakan Publik. Nama Jurusan yang baru tersebut secara gamblang mencerminka n lokus dan fokus ilmu ini sebagaimana dipaparkan dalam naskah ini. [sunting]Kajian administrasi publik Kebijakan Publik Manajemen Publik Keuangan negara Administrasi Pembangunan Otonomi Daerah Hubungan Eksekutif dan Legislatif Etika Administrasi Publik Pelayanan Publik Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik Good Governance dan Local Governance [sunting]Rente birokrasi dan administrasi publik Administrasi Publik selalu bersinggungan dengan birokrasi, pada pelaksanaannya p ara perangkat publik (PNS) selalu memberikan "push" kepada publik berupa rente d alam birokrasi tersebut. [sunting]Konsep e-government Terminologi e-government menyangkut seluruh teknologi informasi dan komunikasi y ang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menjangkau seluruh fungsi-fungsi kepemeri ntahan. [sunting]Rujukan ^ ilmu administrasi negara, suatu bacaan pengantar, 1986. Jakarta: PT gramedia. Hal :3-12 ^ a b Etika Administrasi Negara,1980. Rajawali, hal 121-122. Henry, Nicholas (2004). Public Administration and Public Affairs. 9th Ed. Upper Sadle River. New Jersey: Pearson Prentice-Hall Shafritz, Jay M. & Hyde, Albert C.(1992). Classics Of Public Administration. 3rd Ed. California: Brooks/Cole Publishing Company Pacific Grove. [sunting]Bahan bacaan Applebey, P. 1945. "Government is Different, dalam Shafritz, J.M. & Hyde, A.C. (E ds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brace Co llege Publishers. Barzelay, M. 1992. Breaking Through Bureaucracy: A New Vision for Managing in Go vernment. Berkeley and Los Angeles: University of California Press. Bozeman, B. & Straussman, J. 1990. Public Management Strategies, Sanfrancisco: Jossey-Bass. Darwin, M.M. 2007. "Revitalisasi Nasionalisme Madani dan Penguatan Negara di Era Demokrasi, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu P olitik, Universitas Gadjah Mada. Dunn, W.N. 1981. Public Policy Analysis: An Introduction. New Jersey: Prentice H all. Dwiyanto, A. 2007. "Reorientasi Ilmu Administrasi Publik: dari Government ke Gov ernance, dalam Majelis Guru Besar dan Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universita s Gadjah Mada (Eds.), Dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakart a: GadjahMada University Press. Fayol, H. 1916. General and Industrial Management. London: Pitman and Sons, Ltd.

Goggin, M.L, Bowman, A.O, Lester, J.P, & Otoole, Jr., L.J. 1990. Implementation T heory and Practice Toward a Third Generation. Glenview, Illinois, etc.: Foresman and Company. Goodnow, F.J. 1900. "Politics and Administration, dalam Shafritz, J.M & Hyde, A.C . (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brac e College Publishers. Grindle, M.S. 1980. Politic and Policy Implementation in the Third World. Prince nton: Princenton University Press. Grindle, M.S. 1997. "The Good Government Imperative, dalam Grindle, M.S. (Ed.). G etting Good Government: Capacity Building in the Public Sectors of Developing Co untries. Harvard University Press. Gullick. L. 1937. "Notes on the Theory of Organization, dalam Shafritz, J.M. & Hy de, A.C. (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcou rt Brace College Publishers. Henry, N. 1990. Public Administration and Public Affairs. New Jersey: Prentice-H all International Inc. Willougby, W. 1918. "The Movement for Budgetary Reform in the States, dalam Shafr itz, J.M. & Hyde, A.C. (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Wort h etc.: Harcourt Brace College Publishers. Wilson, W. 1887. "The Study of Administration, dalam Shafritz, J.M. & Hyde, A.C. (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brace College Publishers.

Anda mungkin juga menyukai