II. LANDASAN TEORI Dalam melakukan penelitian farmakokinetik, penentuan kadar obat dalam sampel biologis terlibat di dalamnya. Untuk menentukan kadar obat dalam sampel ini kita menggunakan analisa kuantitatif dimana hal ini sangat penting dalam evaluasi karena merupakan interpretasi data farmakokinetik. Berbagai sampel biologis yang biasanya digunakan untuk menentukan kadar obat dalam tubuh diambil dari darah, feses, saliva, jaringan tubuh, cairan blister, cairan spinal dan cairan synovial. Darah merupakan sampel yang paling umum digunakan dan mengandung berbagai komponen seluler seperti sel darah merah, sel darah putih, platelet dan berbagai protein seperti albumin dan globulin. Dalam melakukan penelitian kadar obat, yang digunakan bukanlah darah utuh, tetapi plasma atau serum. Plasma diperoleh dengan menambahkan zat antikoagulan pada darah, dan supernatant yang diperoleh setelah sentrifuge merupakan plasma. Sedangkan serum diperoleh dengan membiarkan darah menggumpal dan supernatant yang diperoleh setelah sentrifuge adalah serum. Yang membedakan antara plasma dan serum hanyalah protein yang dikandungnya. Protein adalah suatu senyawa organik yang berbobot molekul tinggi berkisar antara beberapa ribu sampai jutaan. Protein ini tersusun dari atom C,H,O dan N serta unsur lain nya seperti P dan S yang membentuk unit-unit asam amino. Asam amino ini dapat dibagi menurut struktur kimianya (alifatik,aromatik,heterosiklik) atau menurut gugus R-nya. Protein dapat diendapkan. Hal ini dikarenakan protein memiliki berbagai sifat, diantaranya bersifat amfoter yakni memiliki 2 muatan yang berlainan dalam 1 molekul atau yang dikenal juga sebagai zwitter ion. Sifat ini membuat protein memiliki muatan yang berbeda pada pH yang berbeda pula. Akibatnya protein dapat larut pada rentang pH tertentu dimana protein bermuatan. Suatu saat di pH tertentu protein akan mencapai titik isoelektrik, yakni pH
dimana jumlah total muatan protein sama dengan nol (muatan positif sebanding dengan muatan negative). Hal ini akan mempengaruhi kelarutan protein. Pada titik isoelektrik, kelarutan protein sangat rendah, sehingga protein dapat mengendap. Salah satu pelarut organic yang digunakan mengendapkan protein yaitu TCA (Tri Cloro Asetat). Mekanisme TCA 10 % sebagai agen presipitasi yakni ion negatif dari TCA akan bergabung dengan protein yang sedang berada pada kondisi sebagai kation (pH larutan dalam kondisi asam hingga pH isoelektrik protein) hingga membentuk garam protein. Beberapa garam yang dihasilkan tersebut tidak larut dengan demikian metode ini dapat digunakan untuk memisahkan protein dari larutan. Umumnya agen presipitasi akan melarut sedangkan garam protein akan terdekomposisi dengan adanya penambahan basa (membentuk protein yang bermuatan negatif atau anionic protein). TCA umumnya digunakan untuk protein-protein yang telah berada dalam keadaan bebas pada filtrat darah dan pada pemeriksaan awal materi biologis. Bila protein belum berada dalam kondisi yang bebas maka perlu penambahan asam tanin, dimana tanin akan bereaksi dengan protein kulit membentuk protein tanat yang tidak larut. Metanol dan Asetonitril juga merupakan pelarut organik yang dapat mengendapkan protein. Pengendapan ini berkaitan dengan pI protein, dimana semakin jauh dari titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin meningkat dan semakin dekat dengan titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin menurun. Penambahan larutan organik seperti metanol ataupun asetonitril pada larutan protein dalam air akan menurunkan Kd (Konstanta Dielektrik) pelarut/air yang meningkatkan tarikan antara molekul-molekul bermuatan dan memfasilitasi interaksi elektrostatik protein. Selain itu pelarut organik ini juga akan menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari permukaan protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan konsentrasi air dalam larutan dengan demikian kelarutan protein akan menurun dan memungkinkan terjadinya pengendapan. Pada hasil percobaan diperoleh bahwa keefektifan pelarut organik asetonitril lebih besar dibandingkan dengan metanol. Ekstraksi cair-cair merupakan salah satu metode untuk melakukan pengendapan protein, proses ini digunakan secara teknis untuk skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin,
antibiotik, bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam logam. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin.
III. ALAT DAN BAHAN Zat pengendap protein (TCA, methanol,asetonitril) Vortex Sentrifuse Mikro pipet Tabung Ependorf Spektrofotometer UV
IV. PROSEDUR KERJA A. Presipitasi Protein : 1. Pipet 500 L plasma blanko ke dalam tabung ependorf. 2. Tambahkan zat pengendap protein (TCA, Metanol, Asetonitril) dengan perbandingan yang sesuai. 3. Vortex selama 15 detik. 4. Sentrifuse dengan kecepatan 10.000-15.000 selama 2 menit. 5. Amati supernatant dan endapan yang diperoleh dan bandingkan hasil yang diperoleh menggunakan berbagai zat pengendap protein yang digunakan
(TCA,Metanol,Asetonitril). 6. Pisahkan supernatant yang diperoleh. 7. Lalu ukur absorbansi dan panjang gelombang supernatant dengan menggunakan UVspektrofotometer. B. Ekstraksi cair-cair : 1. Pipet 500 L plasma blanko ke dalam 3 tabung sentrifuse.
2. Tambahkan pelarut pengekstraksi : asetonitril sebanyak 1 mL ke dalam tabung 1 dan methanol sebanyak 1 mL ke dalam tabung 2. 3. Vortex selama 15 detik. 4. Sentrifuse dengan kecepatan 3500-6000 selama 5 menit. 5. Pisahkan supernatant yang diperoleh ke dalam tabung sentrifuse yang baru. 6. Tambahkan TCA ke setiap tabung sebanyak 1 mL. 7. Sentrifuse dengan kecepatan 3500-6000 selama 5 menit.
V. DATA PENGAMATAN Diperoleh data absorbansi dan max melalui pengukuran sampel menggunakan spectrometer UV-Vis. Kurva hasil pengukuran disertakan dalam lampiran. Zat Pengendap Protein TCA Asetonitril Metanol Asetonitril + TCA Metanol + TCA Absorbansi 1,3 2,31 2,49 0,3 0,4 max 273 214 229 270 272
VI. PEMBAHASAN Pengendapan protein pada sampel, dilakukan ketika akan melakukan uji farmakokinteik berikutnya. Pengendapan protein harus dilakukan karena adanya protein dalam sampel akan menganggu uji farmakokinetik yang dilakukan. Perlakuan ini juga dilakukan untuk mengisolasi atau memisahkan obat yang akan diteliti dari matriks sampel. Pengendapan protein dilakukan dengan denaturasi protein. Denaturasi dapat dilakukan dengan cara merubah pH, temperatur, dan penambahan senyawa kimia seperti zat pengendap protein . Contoh zat pengendap protein adalah TCA (Tri Clor Acetic Acid), methanol, etanol. Dalam praktikum kali ini digunakan zat pengendap protein untuk mengendapkan protein pada plasma darah. Zat pengendap protein yang digunakan adalah TCA (Triclor Acetic Acid), Metanol, dan Etanol.
Mekanisme kerja TCA (Triclor Acetic Acid) sebagai zat pengendap protein yaitu dengan cara ion negatif dari TCA akan berikatan dengan protein pada kondisi kation hingga membentuk garam protein pada kondisi pH isoelektris, yaitu suatu keadaan dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai dengan kekeruhan
meningkat dan adanya gumpalan. Padah pH isoelektrik kelarutan protein sangat rendah sehingga protein dapat mengendap. TCA umumnya digunakan untuk protein protein yang telah berada dalam keadaan bebas pada filtrate darah dan pada pemeriksaan awal materi biologi. Pengendapan protein dengan penambahan pelarut organik seperti metanol dan acetonitril akan menurunkan konstanta dielektrik pelarut/ air yang meningkatkan tarikan antara molekul molekul bermuatan dan memfasilitasi interaksi elektrostatik protein. Selain itu pelarut organik ini juga akan menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari permukaan protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurun dan memungkinkan terjadinya pengendapan. Adanya gugus NH2, NH, CO, OH dalam protein yang dapat mengikat (hidratasi) sehingga protein kehilangan air juga dapat menyebabkan protein mengendap karena kelarutan protein sangat kecil. Pada praktikum metoda pengendapan protein plasma kali ini, percobaan yang kami lakukan melalui dua metode yaitu metode presipitasi protein dan metode ekstraksi cair-cair. Pada metode presipitasi protein ini, plasma darah dipipet menggunakan pipet mikroliter dan dimasukkan ke dalam tabung ependorf. Lalu ditambahkan zat pengendap protein dengan perbandingan yang sama, contohnya pada praktikum kali ini kami mengambil plasma darah 500 L jadi zat pengendap protein yang diambil juga harus 500 L. Kemudian divortex selama 15 detik untuk menghomogenkan antara plasma darah dan zat pengendap protein. Lalu langkah selanjutnya yaitu dilakukan sentrifuse selama 2 menit dengan kecepatan 10.000-15.000. Fungsi dari sentrifuse adalah untuk membantu mempercepat pengendapan dengan prinsip kerja menurunkan protein yang terlarut agar turun ke dasar tabung sehingga terbentuk lapisan supernatant dan endapan. Lalu pipet larutan supernatant, hati-hati dalam pengambilan lapisan supernatant agar tidak terambil bagian endapan sedimentasi sehingga
tidak mempengaruhi nilai absorbansi yang didapat. Makromolekul protein yang terambil dapat menyebabkan kerusakan pada alat analisa yang digunakan. Maka didapatlah nilai absorbansi.
Selanjutnya pada ekstraksi cair-cair, pipet plasma darah sebanyak 500 L menggunakan pipet mikroliter dan letakkan pada 3 tabung berbeda. Tambahkan zat pengendap protein asetonitril sebanyak 1 mL ke dalam tabung 1 dan methanol ke dalam tabung 2. Kemudian vortex selama 15 detik. Lalu sentrifuge dengan kecepatan 3500-6000 selama 5 menit. Pipet supernatant tersebut dan letakkan pada tabung yang berbeda. Tambahkan TCA ke dalam setiap tabung sebanyak 1 mL, kemudian sentrifuge lagi dengan kecepatan yang sama selama 5 menit. Perbedaan antara metode pengendapan protein dan metode ekstraksi cair-cair adalah pada metode ekstraksi cair-cair dilakukan ekstraksi secara bertingkat yaitu menggunakan pelarut organic dahulu (asetonitril dan metanol) baru selanjutnya dengan TCA.
Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh didapatkan bahwa pada metode pertama dengan metode presipitasi protein, nilai absorbansi TCA lebih kecil dibandingkan nilai absorbansi asetonitril dan etanol. Dengan nilai absorbansi methanol 2,49. Sedangkan dengan metoda ekstraksi cair-cair didapatkan bahwa nilai absorbansi asetonitril+TCA = 0,3 lebih rendah dibandingkan dengan nilai absorbansi methanol+TCA = 0,4. Nilai absorbansi yang rendah menandakan bahwa kandungan atau kelarutan protein dalam supernatant sedikit yang berarti bahwa semakin baik kualitas zat pengendap. TCA= 1,3; asetonitril=2,31;
Kualitas zat pengendap protein yang baik adalah yang dapat mengendapkan protein sebanyak-banyaknya karena pada uji farmakokinetik adanya protein mempengaruhi kadar obat yang terkandung dalam darah pasien yang akan di analisa. Dari data pengamatan yang didapat, zat pengendap protein yang paling baik adalah TCA karena memiliki nilai absorban yang paling kecil menandakan kadar atau konsentrasi protein yang terkandung sedikit, yang paling baik berikutnya adalah acetonitril dan terakhir adalah methanol. Pada metoda ekstraksi cair cair zat pengendap protein Acetonitril TCA yang menunjukkan absorban
terkecil dibandingkan Metanol TCA. Sedangkan dari referensi yang didapat (Jurnal Penelitian Pengaruh Pengendapan Protein Serum dengan Pelarut Organik Terhadap Profil SDS PAGE Protein Serum Tri Joko Raharjo, Fakultas Kimia, UGM. 2007) menunjukkan metanol lebih baik daripada acetonitril karena menunjukkan pita protein terbanyak. Namun tidak didapatkan referensi yang menunjukkan perbandingan antara TCA dengan acetonitril dan metanol. Perbedaan hasil dengan referensi yang didapat bisa saja disebabkan karena: pengerjaan pada saat pengambilan supernatan kurang teliti sehingga protein yang kurang mengendap dapat terambil dan terukur kadarnya, protein belum mengendap sempurna, atau dapat juga metode yang digunakan pada saat praktikum berbeda dengan metode pada referensi jurnal penilitian tersebut terutama metoda pengerjaan dan pengukuran dimana pada referensi digunakan metoda SDS PAGE dan TLC scanner sedangkan pada praktikum digunakan metoda pengendapan protein, ekstraksi cair cair, dan pengukuran dengan UV-Vis. Tetapi, zat pengendap protein yang akan digunakan tidak hanya dilihat dari segi keefektifannya mengendapkan protein dalam plasma, tetapi dilihat juga dari kemampuan zat pengendap protein melarutkan dianalisa dalam plasma darah. sampel atau obat yang akan
Keuntungan pengendapan protein plasma menggunakan metoda panambahan zat pengendap protein adalah mudah dilakukan dan cepat pengerjaannya, namun kerugiannya adalah zat pengendap protein tidak dapat mengendapkan protein secara sempurna.
VII. KESIMPULAN Pengendapan protein dapat dilakukan dengan cara pemanasan, merubah pH dengan penambahan asam atau basa, dan penambahan pelarut organik. Pengendapan protein perlu dilakukan agar tidak mempengaruhi kadar obat dalam pengukuran dan uji farmakokinetik lainnya. Dari praktikum didapatkan data melalui pengukuran dengan spektrometer UV-Vis dilihat dari absorban yang didapatkan TCA paling bagus dalam mengendapkan protein karena memiliki absorban paling kecil, kemudian acetonitril, dan berikutnya adalah metanol.
VIII. DAFTAR PUSTAKA Jurnal Penelitian Pengaruh Pengendapan Protein Serum dengan Pelarut Organik Terhadap Profil SDS PAGE Protein Serum Tri Joko Raharjo, Fakultas Kimia, UGM. 2007. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/7307337341.pdf Shargel L, Yu Andrew.B.C.1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kedua. Surabaya : AirLangga University press. www.scribd.com
Disusun oleh: Kelompok IV Arum Samudra (1110102000046) Kurnia Anisa (1110102000040) Liana Puspita Cahyaningrum (1110102000072) Metharezqi Suci Arsih (1110102000024) Nuraina (1110102000054) Zakiya Kamila M (1110102000012)
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2012