Anda di halaman 1dari 16

SOEKARNO DAN ISLAM Hubungan Agama dan Pemerintahan Dimasa demokrasi Terpimpin A.

Pendahuluan Membicarakan masalah hubungan agama dan Negara adalah sesuatu yang menarik, mengapa? Kita tahu agama dan Negara bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi, tidak bisa dipertemukan. Bagaimanapun juga agama tetap memberikan irama terhadap kehidupan sosial bernegara karena agama merupakan ruh kedua bagi setiap masyarakat atau individu yang menggerakkan tata cara bergaul antar masyarakat lainnya . Sehingga, peranan agama sangat mustahil untuk dikesampingkan begitu saja dari kehidupan manusia. Sebaliknya, Negara (baca: pemerintah) sangat menentukan terhadap perkembangan suatu agama di wilayahnya. Kebijakan-kebijakan terhadap hal yang berbau keagamaan sangat mempengaruhi terhadap terciptanya masyarakat madani (civil society) seperti yang menjadi citacita kedua belah pihak. Bila kebijakan Negara cenderung berpihak kepada salah satu agama tertentu, tak ayal jika Negara atau keadaan Negara tidak akan kondusif, timbul konflik yang mengarah ke unsur SARA. Norma-norma agama dipandang sebagai hukum yang efektif untuk membentuk tatanan masyarakat yang beradab karena keberadaan agama bagi setiap individu sangat vital. Hal ini dikarenakan agama mengajarkan atau menghubungkan makhluk dengan kholiknya. Selain itu dalam agama terdapat berita gembira, ancaman, janji dan sebagainya yang ditujukan pada pemeluknya. Hal inilah sebetulnya yang diinginkan setiap Negara terhadap keadaan masyarakat yakni masyarakat yang berketuhanan. Berbicara hampir semua warga Indonesia atau paling tidak semua yang pernah mengenyam bangku sekolah mengetahui tokoh bernama Soekarno. Popularitas, karisma serta pengaruh pemikiran ideologisnya sebagai salah satu tokoh terkemuka sekaligus proklamator kemerdekaan serta presiden pertama Indonesia sampai saat ini, meski terlihat kontroversial, belum bisa tergantikan. Menarik untuk disimak bagaimana kondisi hubungan antara agama (islam) dan negara (pemerintahan Soekarno) berlangsung. Sebab kepemimpinan beliau adalah masa-masa paling awal dimana Indonesia masih mencari bentuk pemerintahan yang ideal sebagai negara yang baru merdeka.

B. Tentang Soekarno Soekarno lahir pada tanggal 06 Juni 1901, tepat pada saat fajar pagi menyinari bumi manusia. Karena itu, ibunya selalu memanggil Soekarno sebagai putra fajar yang pada suatu saat akan membawa cahaya penerang bagi tanah airnya. Ayahnya, Raden Sukemi, bangsawan Jawa, seorang penganut theosofi, sedangkan ibunya, Ayu Nyoman Rai Sarimben, putri dari Bali yang berkasta Brahmana. Perkawinan Sukemi dan Ayu Nyoman ini adalah bentuk pemberontakan terhadap tradisi. Sebab pada waktu, kasta Brahmana tidak boleh kawin dengan orang Jawa. Kawin dengan orang Jawa berarti menjadi Islam, itu tidak diinginkan oleh kasta Brahmana yang memiliki strata terhormat di Bali. Baik ayah maupun ibunya sering menasehatinya dengan nasehat religius yang sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut masing-masing. Ayahnya sering berkata jangan lupa kepada gusti yang maha suci, sedangkan ibunya berpesan jangan lupa karno kepada hyang widi1 Nama Soekarno kecil adalah Koesnososro, tapi karena sering sakit, kemudian namanya diganti Soekarno. Nama kelahiranku adalah Kusno. Aku memulai hidup ini sebagai anak yang penyakitan. Aku mendapat malaria desenti, semua penyakit dan setiap penyakit. Bapak menerangkan, namanya tidak cocok dan harus diganti supaya tidak sakit lagi. Aku belum mencapai masa pemuda ketika bapak menyampaikan penggantian nama padaku. Dia bilang Kus engkau akan kami beri nama Karno. Karno adalah pahlawan terbesar dalam cerita Mahabarata. Begitulah Soekarno menceritakan kisah hidupnya.2 Soekarno melewati masa kecilnya di Tulungagung (Kediri) bersama kakeknya, Raden Hardjodikromo. Di Tulungagung Soekarno selalu menikmati malam dengan menonton pertunjukan wayang. Dia menghayati cerita-cerita wayang yang diambil dari tokoh-tokoh sejarah dan legenda Jawa. Salah satu cerita kesukaannya adalah perang Bharata Yudha yang mengisahkan perjuangan kaum Pandawa melawan kaum Kurawa dalam memperebutkan kerajaan Ngastina yang merupakan hak kaum Pandawan tapi sudah dikuasai oleh kaum Kurawa. Sekolah formalnya dia tempuh di Sekolah Dasar Bumi Putra Mojokerto, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Belanda (Eoropees Logere School, ELS). Setelah lulus dia melanjutkan ke sekolah lanjutan, Hogere Burger School (HBS) di Surabaya. Di sana dia tinggal bersama Tjokroaminoto, pimpinan Sarekat Islam (SI) yang dianggap sebagai seorang modernis islam d indonesia. Dari sini Soekarno banyak mendapat pengaruh dari Tjokroaminoto, baik dalam bidang pemikiran politik
1 2

Cindy Adam, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, (Gunung Agung, Jakarta, 1966) Hal: 57 Cindy Adam, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, (Gunung Agung, Jakarta, 1966) Hal: 69

maupun keislamannya, namun pada kenyataannya Soekarno lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran politik, hal ini disebabkan Tjokroaminoto adalah orang yang sangat sibuk dengan kegiatan politik. Setelah itu, Soekarno melanjutkan ke sekolah tinggi teknik, Tesnische Hogere School (THS) di Bandung. Surabaya adalah kota persentuhan Soekarno dengan dunia pemikiran. Tjokroaminito sering mengajak Soekarno menghadiri acara SI dan ikut nimbrung dalam pertemuan-pertemuan tokohtokoh SI di rumah Tjokroaminoto. Salah satu tokoh yang sering diikuti obrolan dan ceramahnya oleh Soekarno adalah kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri dan pimpinan Muhammadiyah. Namun, pematangan pemikiran Soekarno yang sebenarnya terjadi ketika berada di penjara Sukamiskin. Di tempat ini Soekarno berkenalan dengan seorang pemimpin PERSIS Bandung bernama A. Hassan. disinilah Soekarno mengkaji al-Quran dalam terjemahan Inggrisnya dan juga banyak belajar dari buku-buku Lathrop Stoddard tentang sejarah Islam dan Syed Ameer Ali (Sayyid Amir Ali) tentang semangat Islam. Pematangan yang kedua terjadi di Endeh, tempat pembuangannya di Flores. Di tempat ini, Soekarno menunjukan minat yang tinggi terhadap Islam, dia selalau mengirim surat ke A. Hasan, meminta buku-buku keIslaman dan bertukar pendapat. Di tempat ini juga dia menunjukkan minatnya mempelajari Hadits dan Fiqh, bahkan dia bebeapa kali mendesak A. Hasan dalam suratnya agar cepat dikirimi kumpulan Hadits Bukhori Muslim walaupun pada akhirnya A. Hasan tidak menemukan kitab itu dalam bahasa yang Soekarno mengerti (Soekarno tidak bisa bahasa Arab). Sampai disini dapat dipahami latar belakang pendidikan unsur-unsur yang mempengaruhi corak unik pemikiran beliau yang akan berpengaruh pada sepak terjangnya dalam dunia politik. Pengaruh budaya dan kepercayaan jawa dari ayahnya, pengaruh hindu bali ibunya, pengaruh islam dari Tjokroaminoto dan lingkungannya serta pengaruh pendidikan barat dari pendidikan formalnya. Semua itu membuat Soekarno, terutama dalam bidang ideologi, sering disebut sebagai manusia sintesa karena ia merupakan personifikasi dari tiga aliran ideologi yang waktu itu berkembang pesat di Indonesia, nasionalisme, islam dan komunisme. Maka oleh Clifford Geertz, beliau dianggap sebagai personifikasi yang dapat mewakili corak beragama masyarakat indonesia3 C. Hubungan Islam dan Negara Mengenai peran serta soekarno dalam bidang politik dan pemerintahan, hal ini dimulai pada fase ketiga dalam upaya mencapai kemerdekaan gerakan nasional, yakni pada fase nasionalisme

Badri Yatim, Soekarno, islam dan nasionalisme, (Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999) Hal: 48

mencari ideologi.4 Diawal karirnya soekarno telah merintis perkumpulan politik Trikoro Darmo di Surabaya yang merupakan pergerakan politik, ekonomi dan sosial dalam lingkup lokal. Kedudukannya mulai terangkat setelah menulis artikel panjang berjudul Nasionalsime, Islam dan Marxisme dalam surat kabar Indonesia Muda yang merupakan basis pegangan ideologi yang menjadi sandaran prinsipnya pemikiran dan politiknya. Selain itu pada tahun 1927 beliau mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai wadah pergerakan politik. Dengan segera lPNI menjadi partai nasionalis sekuler yang paling berpengaruh dan ditakuti baik pemerintah belanda maupun partai islam seperti SI yang memandangnya sebagai rival politik yang merepresentasikan asas pemikiran yang berbeda, yang juga merasa khawatir dengan perkembangan pesat PNI. Puncak keberhasilan ideologi soekarno terjadi pada saat-saat menjelang kemerdekaan, pada saat penentuan dasar negara yang kemudian berakhir dengan dibentuknya piagam Jakarta pada 1 juni 1945, yang kemudian dengan melewati berbaga proses akhirnya mengantarkan beliau menjadi orang nomor satu di negara Indonesia. Hingga masa ini, hubungan islam dan negara bisa disebut masih berjalan seiringan. Ini disebabkan karena semua elemen yang ada di tanah air mau tidak mau harus menghadapi musuh bersama (common enemy) yakni penjajah asing dan upaya untuk mencari bentuk dasar negara Indonesia. Konflik mulai benar-benar terlihat jelas ketika memasuki akhir masa demokrasi liberal dan mencapai puncaknya pada masa demokrasi terpimpin. Berbeda dengan masa sebelum kemerdekaan yang konflik-konfliknya berakhir dengan sebuah kesepakatan dalam bentuk terciptanya UUD 1945 dengan ideology pancasila, pada masa setelah kemerdekaan, wakil-wakil rakyat yang terhimpun dalam konstituante hasil pemilihan umum 1955, setelah diselenggarakan beberapa kali persidangan, tetapi tidak mencapai kesepakatan dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya membuat UUD baru sebagai UUDS 1950, sehingga perdebatan itu diakhiri dengan dekrit presiden 1959: konstituante dinyatakan bubar dan UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali. Tetapi penyimpangan terhadap UUD 1945 terjadi kembali, karena demokrasi yang berlaku setelah itu bahkan tidak berlaku sama sekali, Hatta menyebutnya sebagai krisis demokrasi. Masa itu kemudian dikenal sebagai masa demokrasi terpimpin dan berlanjut hingga meletusnya pemberontakan G 30 S PKI yang mengakibatkan hilangnya jabatan kepresidenan soekarno. Herbert faith membagi masa kepemimpinan soekarno menjadi tiga periode:5
4 5

Badri Yatim, Soekarno, islam dan nasionalisme, (Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999) Hal:45 Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, (Gramedia, Jakarta, 1978) Hal

1. Periode revolusi fisik (1945-1949). Pada periode ini yang menjadi tema sentral adalah halhal yang lebih banyak bersifat mencari landasan untuk perjuangan bersama, seperti perumusan pancasila. 2. Periode demokrasi liberal (1950-1959). Periode ini ditegaskan pada saat Indonesia menerima penyerahan republik dari belanda secara resmi dan menerapkan sistem pemerintahan parlementer dalam UUDS 1959 secara resmi. Akhir masa ini ditandai dengan lahirnya dekrit presiden tanggal 5 juli 1959 setelah kosntituante dalam beberapa kali sidangnya tidak berhasil mencapai kesepakatan mengenai UUD baru. 3. Demokrasi terpimpin (1959-1965). Masa ini merupakan saat dimana demokrasi ada di ujung tanduk dan mengalami krisis, karena tindakan dan kebijaksanaan yang diambil oleh soekarno sebagai presiden dijalankan secara paksa. Dimasa demokrasi liberal, konflik antar partai yang saat itu tumbuh menjamur, yang dilatarbelakangi berbagai ideologi mewarnai pentas perpolitikan Indonesia. kabinet-kabinet tidak ada yang berumur panjang, dan pembangunan negara menjad mandek. Adanya konflik-konflik tersebut mendorong soekarno dibawah pengaruh angkatan bersenjata untuk mendekritkan kembali UUD 1945. Tindakan soekarno tersebut menurut Hatta merupakan tindakan kudeta, karena bertentangan dengan kosntitusi. Tetapi dengan alasan revolusi belum selesai maka susunan pemerintahan yang ada dilihat soekarno masih bersifat sementara , dan revolusi itu masih akan terus berlanjut hingga tujuan tercapai. Alasan inilah yang dipakai Soekarno untuk melegitimasi semua tindakannya. Masa itu kemudian diakhiri dengan lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 juli 1959 yang sekaligus mengawali era demokrasi terpimpin. Seminggu setelah dekrit presiden tersebut, soekarno mengumumkan kabinet baru yang bernama kabinet Djuanda yang merupakan kabinet peralihan dari demokrasi liberal ke periode demokrasi terpimpin6. Sebenarnya ide demokrasi terpimpin ini sudah digulirkan soekarno sejak 1956 pada saat siding majelis konstituante di Bandung, yang mendapat tentangan dari M. Natsir (ketua Masyumi saat itu) serta M. Hatta, namun soekarno tetap dengan pendapatnya. Karena hal ini pula M. hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden pada 1 desember 19567. Dalam demokrasi terpimpin, soekarno banyak membuat slogan-slogan politik. Pancasila diperas menjadi trisila, dipersempit lagi menjadi ekasila, yaitu gotong-royong. Rumusan politik yang yang di pidatokan pada tahun 1959 diberi judul manifestasi politik (Manipol) dilengakpi dengan Usdek
6 7

A. Syafiie Maarif, Islam dan Politik di Indonesia, (IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988) Hal:49 Musyrifah Sunarto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Rajawali Pers, Jakarta, 2005) Hal: 67

(UUD 1945, sosialis Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian indonesia) yang menjadi doktrin politik beliau yang wajib diikuti segenap bangsa Indonesia. selain tentu saja konsep NASAKOM yang terkenal. Semua itu disatukan dalam satu slogan Panca Azimat Revolusi.8 Dalam demokrasi terpimpin, soekarno bertindak seperti layaknya sultan dan raja-raja di masa lalu, seluruh kehendaknya mesti dituruti. Sutan Takdir Alisyahbana, seorang intelektual dari PSI menulis sebagai berikut: Kedudukan soekarno sebagai presiden dan sebagai pimpinan besar revolusi Indonesia, yang di dalamnya tergenggam kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legislative hanyalah berbeda sedikit dari raja-raja absolute masa lampau, yang mengaku sebagai inkarnasi tuhan, atau sebagai wakil tuhan di dunia.9 Hal ini menyebabkan timbulnya perlawanan, terutama dari kalangan islam seperti masyumi dan PNI, selain itu ada juga sebuah badan perlwanan bernama liga demokrasi yang ditokohi oleh figurefigur masyumi, PSI, partai katolik, Parkindo (Partai Kristen Indonesia) dan IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia). meskipun kemudian Masyumi dan PSII dibubarkan oleh soekarno karena dinilai sangat menghambat, namun perlawanan terhadap hegemoni kekuasaan soekarno terus berlangsung hingga kemudian tampilnya jendral soeharto yang nantinya mengambil alih kekuasaan lewat kekuatan militer D. Piagam Jakarta

Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang Pancasila, yaitu lima dasar negara Indonesia yang diusulkan berkenan dengan permasalahan sekitar dasar negara Indonesia Merdeka. Sebagai sila pertama dari dasar negara, ia mengajukan dasar kebangsaan. Jelas ia terlihat bahwa ia menolak Islam sebagai suatu dasar negara. Tetapi bukan berarti ia tidak mengindahkan aspirasi golongan Islam. Hal ini terlihat bagaimana ia mencoba menampung aspirasi umat Islam, inilah tempat kita mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebathebatnya, agar supaya sebagian terbesar kursi-kursi Dewan Perwakilan Rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan-utusan Islam..Dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari Dewan Perwakilan Rakyat itu, hukum Islam pula
8 9

Musyrifah Sunarto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Rajawali Pers, Jakarta, 2005) Hal: 71 A. Syafiie Maarif, Islam dan Politik di Indonesia, (IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988) Hal:77

Dasar negara Pancasila Soekarno. kata Muhammad Ridwan Lubis, merupakan perwujudan pandangan Soekarno yang memisahkan agama dan negara. Pemisahan agama dari negara ini sejalan dengan pendiriannya bahwa setiap masalah yang tidak dinyatakan secara tegas dalam Al-Quran dan Hadis, harus diartikan bahwa umat Islam diberi kesempatan untuk merumuskannya sesuai dengan kondisi sosial mereka, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Masalah ini dikembangkan Soekarno kepada pembicaraan yang cukup hangat waktu itu yaitu soal negara Islam. Menurut Soekarno, sebutan negara Islam hanyalah rumusan para ulama dan intelektual muslim tanpa ada dasar yang tegas dari sumber ajaran Islam. Karena itu tidak ada keharusan mendirikan negara Islam, yang dituntut dari umat Islam adalah diterapkannya etika Islam dalam negara yang didirikan itu. Hal ini bisa diperoleh apabila masing-masing umat Islam menyadari adanya tanggung jawab bersama terhadap perwujudan cita-cita Islam dalam negara kebangsaan. Tumbuhnya rasa tanggung jawab bersama ini adalah hasil dari proses sosialisasi Islam dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya dibentuk panitia kecil yang terdiri dari sembilan orang, yaitu Soekarno, Moh Hatta, Muh. Yamin, Achmad Subardjo, AA Maramis, Abd Kahar Moezakir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosuyoso dan Agus Salim. Pertama sampai kelima adalah mewakili pandangan golongan kebangsaan dan selebihnya mewakili pandangan golongan Islam. Akhirnya terjadi kesepakatan di antara kedua pihak, yang selanjutnya disepakati sidang dan dicantumkan di dalam Preambule. Di mana tercantum aspirasi umat Islam. Suatu hukum dasar negara IndonesiaDengan berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Rumusan ini dikenal masyarakat luas sebagai Piagam Jakarta, Mengapa golongan Islam yang mayoritas dalam BPUPKI dapat berkompromi dengan golongan kebangsaan? Ini mungkin dengan tercantumnya Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dalam Preambule UUD 1945 dan juga dalam pasal 29 ayat 1. Buat sementara, kompromi ini melegakan kedua belah pihak, walaupun disertai perasaan berat dari kalangan Kristen.

Berkat perjuangan Soekarno, Piagam Jakarta dengan konsitusinya bisa lolos, dengan alasan yang sama, bahwa Piagam Jakarta tersebut merupakan kompromi antara dua golongan. Dalam hal ini Soekarno tampil menjadi penengah dan pemersatu bangsa, karena memang dia adalah seorang nasionalis yang sangat cenderung kepada persatuan. Suatu kompromi seperti Piagam Jakarta tidak bisa memuaskan kedua belah pihak, begitu kata Badri Yatim. Baik golongan nasionalis sekuler maupun nasionalis Islam sangat keras memegang prinsipnya masing-masing. Oleh karena itu Piagam Jakarta dengan konsitusinya tidak lantas menjadi modus vivendi antara tuntutan para pemimpin Islam, karena bagi kaum nasionalis sekuler Piagam Jakarta atau konsitusinya lebih mendekati citacita Islam. Harry J Benda melalui bukunya, Bulan Sabit dan Matahari Terbit, menganggap bahwa sebenarnya perdebatan tentang dasar negara adalah nomor dua kalau dibandingkan dengan masalah yang sebenarnya adalah keseimbangan politik. Pengakuan kaum muslimin terhadap masalah dasar negara, berarti menunjukkan kepercayaan rakyat Indonesia atas kepemimpinan Soekarno-Hatta sebagai pemimpin bangsa. Kepemimpinan yang dimulai pada masa kolonial Hindia Belanda. Bukankah kepercayaan yang diberikan tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa rakyat Indonesia lebih menyukai kepemimpinan golongan kebangsaan daripada golongan Islam. Ternyata dukungan dari sejumlah kalangan terhadap Piagam Jakarta tidak berlangsung lama. Tuntutan dari pihak Kristen di kawasan Kaigun (Angkatan Laut Jepang), seperti yang disampaikan sorang opsir kepada Muh Hatta. Mereka berkeberatan terhadap anak kalimat dalam Preambule yang berbunyi, Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya walaupun mereka mengakui tidak terikat dengan anak kalimat itu, namun memandangnya sebagai diskriminasi terhadap mereka sebagai golongan minoritas. Usul tersebut disampaikan Hatta kepada Sidang PPKI dan diterima.Demi menjaga persatuan bangsa Indonesia. Preambule dan batang tubuh Undang-Undang Dasar dengan beberapa perubahan ini kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945.

E. Antara Soekarno dan Muhammad Natsir Salah satu tokoh yang menjadi lawan politik soekarno dalam konteks pemikiran mengenai hubungan agama dan Negara serta pengimplementasian demokrasi yang seharusnya di Indonesia adalah Muhammad natsir. Muhammad Natsir banyak menulis terkait masalah ini pada majalah Panji Islam dan Al Mannar. Perdebatan muncul ketika Soekarno menulis artikel berjudul Apa Sebab Turki Memisahkan Antara Agama dan Negara, Dalam tulisannya, Bung Karno menyebut sekularisasi yang dijalankan Kemal Attaturk di Turki yakni pemisahan agama dari negara sebagai langkah paling modern dan paling radikal. Kata Bung Karno: Agama dijadikan urusan perorangan. Bukan Islam itu dihapuskan oleh Turki, tetapi Islam itu diserahkan kepada manusia-manusia Turki sendiri, dan tidak kepada negara. Maka oleh karena itu, salahlah kita kalau mengatakan bahwa Turki adalah anti-agama, anti-Islam. Salahlah kita, kalau kita samakan Turki itu dengan, misalnya, Rusia. Menurut Soekarno, apa yang dilakukan Turki sama dengan yang dilakukan negara- negara Barat. Di negara-negara Barat, urusan agama diserahkan kepada individu pemeluknya, agama menjadi urusan pribadi, dan tidak dijadikan sebagai urusan negara. Jadi kesimpulan Soekarno, buat keselamatan dunia dan buat kesuburan agama bukan untuk mematikan agama itu,urusan dunia diberikan kepada pemerintah, dan urusan agama diberikan kepada yang mengerjakan agama. Natsir mengkritik keras pandangan Soekarno tentang pemisahan agama dengan negara. Natsir meyakini perlunya membangun negara yang diinspirasikan oleh nilai- nilai Islam. Orang Islam, kata Natsir, mempunyai falsafah hidup dan idiologi sebagaimana agama atau paham yang lain, dan falsafah serta idieologi itu dapat disimpulkan dalam satu kalimat al-Quran : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (QS Addzaryiat : 56) Oleh karena itu segala aktivitas muslim untuk berbangsa dan bernegara harus ditujukan untuk pengabdian kepada Allah. Yang tentunya berbeda dengan tujuan mereka yang berpaham netral agama. Untuk itu, Tuhan memberi berbagai macam aturan mengenai hubungan dengan Tuhan dan aturan menegenai hubungan di antara sesama makhluk yang berupa kaidah-kaidah yang berkenaan dengan hak dan kewajiban. Itulah sebenarnya yang oleh orang sekarang disebut urusan kenegaraan. Yang orang sering lupa ialah bahwa pengertian agama menurut Islam bukanlah hanya urusan ibadat saja, melainkan meliputi semua kaidah dan hudud dalam muamalah dalam masyarakat. Dan semuanya sudah tercantum dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

Untuk menjaga agar segala peraturan itu dilaksanakan dengan baik, diperlukan suatu kekuatan dalam pergaulan hidup berupa kekuasaan dalam negara, karena sebagaimana buku undang-undang yang lain, Al-Quran pun tak dapat berbuat apapun dengan sendirinya. Sebagai contoh, Islam mewajibkan agar orang Islam membayar zakat sebagaimana mestinya. Bagaimana undang-undang kemasyarakatan ini mungkin berlaku dengan beres, kalau tidak ada pemerintah yang mengawasi berlakunya? Islam melarang zina, judi, minum arak yang merupakan penyakit masyarakat yang menggerokoti sendi-sendi pergaulan hidup. Bagaimana larangan itu dapat dilaksanakan kalau negara bersikap masa bodoh saja dengan alasan negara netral agama?. Ringkasnya, kata Natsir, Bagi kita kaum Muslimin, Negara bukanlah suatu badan yang tersendiri yang menjadi tujuan. Dan dengan Persatuan Agama dan Negara kita maksudkan, bukanlah bahwa Agama itu cukup sekedar dimasuk-masukkan saja disana sini kepada Negara itu. Bukan begitu! Negara, bagi kita, bukan tujuan, tetapi alat. Urusan kenegaraan pada pokoknya dan pada dasarnya adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan, satu intergreered deel dari Islam. Yang menjadi tujuan ialah Kesempurnaan berlakunya undang-undang Ilahi, baik yang berkenaan dengan perikehidupan manusia sendiri (sebagai individu), ataupun sebagai anggota dari masyarakat. Baik yang berkenaan dengan kehidupan dunia yang fana ini, ataupun yang berhubungan kehidupan akhiran kelak. Selanjutnya, Natsir mengutarakan bahwa seringkali orang mempunyai logika : Dahulu di Turki ada persatuan agama dengan negara. Buktinya ada Khalifah yang katanya juga menjadi Amirul Mukminan. Akan tetapi waktu itu Turki negeri yang mundur, tidak modern, negeri sakit, negeri bobrok. Sekarang di Turki, Agama sudah dipisahkan dari negara. Lihat, bagaimana majunya, bagaimana modernnya. Politik Kemal dkk berarti betul. Ketidakfahaman terhadap negara dalam Islam, negara yang menyatukan agama dan politik, pada dasarnya bersumber dari kekeliruan memahami gambaran pemerintahan Islam. Kalau kita terangkan, bahwa agama dan negara harus bersatu, maka terbayang sudah di mata seorang bahlul (Bodoh) duduk di atas singgahsana, dikelilingi oleh haremnya menonton tari dayang-dayang. Terbayang olehnya yang duduk mengepalai kementerian kerajaan, beberapa orang tua bangka memegang hoga. Sebab memang beginilah gambaran pemerintahan Islam yang digambarkan dalam kitab-kitab Eropa yang mereka baca dan diterangkan oleh guru-guru bangsa barat selama ini. Sebab umumnya (kecuali amat sedikit) bagi orang Eropa: Chalifah = Harem; Islam = poligami. Natsir berkata bahwa bila ingin memahami agama dan negara dalam Islam secara jernih, 10

hendaknya kita mampu menghapuskan gambaran keliru tentang negara Islam di atas. Secara implisit Natsir menilai bahwa gambaran negara Islam seperti inilah yang terdapat dalam pandangan Soekarno maupun Kemal. Adapun tanggapan Natsir terhadap pandangan Syaikh Ali Abdur Raziq yang dikutip Soekarno bahwa Nabi hanyalah mendirikan agama saja dan tidak mendirikan negara adalah bahwa eksistensi negara merupakan suatu keharusan di dunia ini, di zaman apa pun. Memang negara tidak perlu disuruh didirikan oleh Rasulullah lagi. Dengan atau tidak dengan Islam, negara memang bisa berdiri dan memang sudah berdiri sebelum dan sesudah Islam, di mana saja ada segolongan manusia yang hidup bersama-sama dalam satu masyarakat. Hanyalah yang dibawa oleh nabi Muhammad saw ialah beberapa patokan untuk mengatur negara, supaya negara itu menjadi kuat dan subur, dan boleh menjadi wasilah (sarana) yang sebaikbaiknya untuk mencapai tujuan hidup manusia yang berhimpun dalam negara itu, untuk keselamatan diri dan masyakat, untuk kesentosaan perseoarngan dan umum. Dalam pada itu, apakah yang menjdi kepala pemerintahan itu memakai titel Khalifah atau tidak, bukanlah urusan yang utama. Asal saja yang diberi kekuasaan itu sebagai ulil-amri kaum muslimin, sanggup bertindak dan peraturan-peraturan Islam berjalan dengan semestinya dalam susunan kenegaraan, baik dalam kaedah maupun praktek. Mahmud Essad Bey, menurut Ir. Soekarno pernah berkata bahwa Apabila agama dipakai buat memerintah, ia selalu dipakai sebagai alat penghukum ditangan raja-raja, orang zalim dan orangorang tangan besi. M Natsir mengatakan, Seseorang yang melemparkan tuduhan yang begitu berat, sekurang-kurangnya mempunyai kewajiban untuk mennunjkkan bukti. Manakah dari ajaranajaran Islam yang mungkin dipakai menjadi alat oleh orang-orang yang zalim. Tetapi kalau dikatakan bahwa orang yang zalim dan jahat seringkali memakai agama sebagai kedok, itu memang tak usah dibantah lagi. Orang yang memang sudah bersifat jahat dan zalim, apa saja yang mungkin dijadikanya kedok untuk menyembunyikan kezalimannya, tentu digunakannya. Hal ini berlaku baik di timur maupun barat, agama Islam, Kristen, Budha dan bisa juga apa yang dinamakan orang demokrasi, aristokrasi historical materialisme Karl Marx dll. Selanjutnya Soekarno dalam tulisannya Apa Sebab Turki memisahkan Agama dengan Negara mengemukakan alasan untuk membela pemimpin Turki Muda, antara lain: Disuatu negara demokrasi, yang ada dewan perwakilan rakyatnya, yang sebenarnya mewakili Rakyat, dapat dimasukkan segala macam keagamaannya dalam tiap-tiap tindakan negara dan kedalam tiaptiap wet yang dipakai di dalam negara itu walaupun disitu agama dipisahkan dari negara, asal 11

sebagian besar dari anggota-anggota parlemen politiknya politik agama, maka semua putusanputusan perlemen itu dengan sendirinya akan berisi fatwa-fatwa agama pula. Asal sebagian besar dari anggota-anggota parlemen itu politiknya politik Islam, maka tidak akan berjalanlah satu produk yang tidak bersifat Islam. Natsir menanggapi dengan mengatakan, kalau kebetulan sebagian besar dari anggota parlemen isu islamnya seperti islamnya Kemal Pasya, yakni yang tidak menghiraukan peraturan-peratuan agama sepeserpun. Apakah yang akan terjadi? Dan bagaimana pula kalau sebagian besar, atau 100% dari anggota-anggota parlemen itu politiknya bukan politik Islam walaupun bibirnya mengatakan bahwa mereka beragama juga, apakah yang akan terjadi? Mungkin ada orang akan berkata: Bukankah Islam itu bersifat demokratis? Natsir mengatakan bahwa Islam memang bersifat demokratis dengan arti bahwa Islam itu anti absolutisme dan anti sewenang-wenang. Akan tetapi tidak berarti bahwa dalam pemerintahan Islam itu semua urusan diserahkan kepada keputusan musyarawah Majelis Syura. Dalam parlemen negara Islam, tidaklah akan dipermusyawaratkan terlebih dulu, apakah yang harus menjadi dasar bagi pemerintahan dan tidaklah mesti ditunggu keputusan parlemen terlebih dulu, apakah perlu diadakan pembasmian meminum arak atau tidak. Begitu pula untuk pembasmian judi dan kecabulan, pemberantasan khurafat dan kemusyrikan atau tidak. Itu semua bukan hak musyawarah parlemen. Yang mungkin diperbincangkan ialah cara-cara untuk menjalankan semua hukum itu. Adapun prinsip dan kaedahnya sudah tetap, tidak boleh dibongkar-bongkar lagi. Polemik antara Soekarno dengan Mohammad Natsir tentang hubungan agama dengan negara itu, pada saatnya, menjadi cermin bagi kedua tokoh ini dalam menggagas Dasar Negara yang tepat bagi Indonesia. Gagasan kedua tokoh tersebut juga kelak menjadi simbol dan mendasari lahirnya kelompok para elite Indonesia dari aspek sikap politik maupun dalam aspek ideologi, dengan perbedaan dua kelompok besar, yang dikenal dengan Nasionalis Sekular dan Nasionalis Islami (religius). Pemikiran dan gagasan mana yang akan mampu memberi eksistensi bagi dasar negara Rl, bisa dilihat pada pembahasan-pembahaan di belakang nanti. Perbedaan pandangan antara Soekarno dan M. Natsir tentang hubungan antara agama dan negara merupakan hal yang menarik untuk dikaji secara analitis. Hal ini mengingat bahwa polemik tersebut memiliki latar belakar sosiohistoris dan sosiopolitik.

12

Soekarno dalam menggagaskan tentang pemisahan antara agama dan negara tidak hanya mengakomodasi pemikiran Kemal Attaturk dengan melihat sejarah perkembangan politik Turki, tetapi dalam pemikirannya memiliki kepentingan politik tersendiri untuk perjuangan politiknya. Soekarno dalam posisinya adalah sebagai seorang intelektual yang briliyan, Soekarno juga adalah sebagai agitator ulung yang mampu melakukan penggalangan pada tingkat akar rumput untuk menentang kekuatan Jepang pada waktu itu. Untuk kepentingannya melakukan penggalangan terhadap semua kelompok kekuatan sosial politik. Soekarno menggagaskan tentang agama yang harus dipisahkan dari pengaruh politik, dan begitu sebalikya politik tidak boleh dicampur baurkan dengan agama. Pemikiran tersebut memang beralasan, karena jika agama disatukan dengan negara dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan agama untuk kepentingan politik. Dalam kaitan ini Soekarno khawatir akan melahirkan kekuasaan politik yang despotik, tirani, dan otoriter dengan cara melegitimasi kepentingan politik oleh agama. Pada tataran konseptual Soekarno bersikap keras untuk memisahkan agama dengan negara, dengan argumen-argumen yang segar dan dapat dipahami. Hal ini diilhami oleh kondisi sosiohistoris negara-negara yang menyatukan agama dengan negara banyak melakukan penyimpangan yaitu menjual agama untuk kepentingan negara, dimana rakyat ditekan oleh pera penguasa politik dengan mengatasnamakan agama. Hal ini tidak terjadi di negara Turki, tetapi juga terjadi di negara-negara Eropa pada masa kekuasaan Paulus di Gereja Roma Ortodok. Soekarno sebagai refresentasi dari kelompok nasionalisme tulen menginginkan untuk mengakomodasi semua golongan dalam upaya mencari dukungan politiknya, karena kemenangan politik di saat negara sedang mengalami berbagai konflik lebih dapat diterima oleh semua kalangan adalah kelompok nasionalis. Natsir sebagai seorang nasionalis Islam merasa bertanggung jawab terhadap keberislamanya, gagasan Soekarno tentang hubungan antara agama dan negara merupakan persoalan yang perlu direspon, tidak hanya melalui pendekatan ajaran agama, tetapi melalui pendekatan sosiohistoris. Hal ini Natsir merasa khawatir jika negara dilepaskan dari dimensi agama, kekuasaan negara akan menjadi seswenang-wenang, yaitu aktivitas politik dalam menyelanggarakan negara tidak mempertimbangkan nilai-nilai etis, akibatnya negara menjadi korup dan yang dirugikan adalah rakyat. Kepentingan Natsir merespon gagasan Soekarno tentang hubungan antara agama dan negara, selain menginginkan adanya unsur etika dalam berpolitik. Natsir melihat bahwa Agama (Islam) merupakan alat yang dapat mempersatukan berbagai kelompok yang ada dalam masyarakat, hal ini 13

dilhami oleh bahwa dalam sejarah pergerakan politik di Indonesia, Islam sebagai kekuatan sosial politik mampu menggalang kekuatan untuk menghadapi Barat, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Sarikat Islam (SI) dibawah pimpinan Tjokroaminot. SI berhasil menggalang persatuan dan kesatuan dalam menghadapi kekuatan Belanda dan merupakan cikal bakal lahirnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Keadaan inilah yang membuat Natsir bersikeras untuk menggagas tentang hubungan antara agama dan negara, hubungan keduanya merupakan hubungan yang simbiosis mutualism yaitu hubungan yang tidak dapat dipisahkan dimana yang satu dengan yang lain saling melengkapi. Untuk menyebarkan agama butuh negara atau kekuasaan politik, dan untuk berpolitik butuh moral. Dengan demikian kata Natsir Agama dan Negara tidak bisa dipisahkan.

14

Kesimpulan Soekarno adalah salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah salah satu jasa paling besar yang akan dikenang sepanjang zaman. Dalam perjalan politiknya, kepribadian dan latar belakang pemikiran sosok yang terkenal dengan konsep NASAKOM ini dipengaruhi oleh banyak faktor, pengaruh tradisi dan keyakinan keluarga (ayah dengan budaya jawa serta ibu dengan hindu bali), wawasan islam dari tjokroaminoto serta pendidikan barat dari sekolah formal. Melalui pemikirannya, hubungan islam dan pemerintah mengalami naik turun, pada masa awal hubungan itu berlangsung akomodatif karena di dukung berbagai kepentingan politik dan ideolog, namun setelah itu hubungan antara keduanya berlangsung memanas akibat keinginan soekarno yang merubah sistem pemerintahan negara menjadi demokrasi terpimpin. Selain itu, membaca gagasan-gagasan Soekarno dan Muhammad Natsir di atas memberikan gambaran adanya pertentangan gagasan tajam di antara kedua tokoh tersebut. Soekarno, berdasarkan analisis perkembangan sejarah, berkesimpulan bahwa agama dan negara tidak dapat disatukan, keduanya harus dipisahkan. Sementara, Natsir menilai bahwa agama dan negara dapat dan harus disatukan, sebab Islam tidak seperti agama-agama lainnya, merupakan agama yang serba mencakup (komprehensif). Persoalan kenegaraan pada dasarnya merupakan bagian dari dan diatur Islam.

15

Daftar Pustaka Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, (Gramedia, Jakarta, 1978) Adam, Cindy, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, (Gunung Agung, Jakarta, 1966) Amin, SM, Indonesia Dibawah Rezim Demokrasi Terpimpin, (Bulan Bintang, Jakarta, 1967) Geertz, Clifford, islam Yang Saya Amati, Perkembangan di Maroko dan Indonesia, (Yayasan IlmuIlmu Sosial, Jakarta, 1982) Maarif, Syafiie, Islam dan Politik di Indonesia, (IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988) Sunarto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Rajawali Pers, Jakarta, 2005) Yatim, Badri, Soekarno, islam dan nasionalisme, (Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999)

16

Anda mungkin juga menyukai