Anda di halaman 1dari 44

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup yang digunakan

untuk kesehatan, keperluan rumah tangga, dan mempengaruhi berbagai sektor kehidupan. Air yang menjadi kebutuhan dasar bagi seluruh kehidupan, baik substansi lain. Contoh sederhana adalah manusia yang membutuhkan air untuk MCK (Mandi Cuci Kakus), dan untuk dikonsumsi. Pesatnya pembangunan serta tingginya laju pertumbuhan penduduk, menyebabkan perindustrian, meningkatnya serta kebutuhan lahan untuk pemukiman dan

pembangunan

infrastruktur

lainnya.

Meningkatnya

pembangunan pada berbagai bidang menyebabkan pemanfaatan sumber daya air juga bertambah, baik dalam kuantitas maupun dalam mutu kualitasnya. Air tidak lagi tersedia secara melimpah dan bebas digunakan, melainkan telah menjadi sumber perekonomian, sehingga dibutuhkan suatu sistem pengelolaan sumber daya air. Ketersediaan air bersih di suatu daerah untuk air minum, memasak, mencuci, dan sebagainya semakin sulit dan masih menjadi suatu masalah di Indonesia. Air yang digunakan masyarakat didapatkan dari berbagai sumber, salah satunya adalah air sungai. Banyaknya aktivitas warga yang dilakukan di sepanjang aliran sungai dapat mempengaruhi kualitas air tersebut, terutama yang tinggal di daerah perkotaan seperti daerah aliran sungai (DAS) Sail Kecamatan Sail, Kota Pekanbaru. Kegiatan yang menyebabkan air sungai tersebut tercemar misalnya pembuangan limbah rumah tangga, termasuk deterjen ataupun pembuangan hasil usaha warga yang mengandung banyak logam seperti bengkel. Penggunaan air Sungai Sail secara langsung tanpa diolah, dapat menimbulkan berbagai masalah seperti penyakit maupun penurunan tingkat kehidupan makhluk hidup air, seperti ikan dalam ekosistem sungai tersebut. Akibatnya bagi manusia, yaitu dapat mengganggu sistem pencernaan seperti penyakit diare dan disentri. Untuk menghindari hal tersebut, maka dibutuhkan suatu alternatif pengolahan air sungai sail menjadi air baku air minum,

menggunakan alat penyaringan sederhana. Penyaringan sederhana merupakan, pemanfaatan bahan di lingkungan sekitar yang mudah didapat untuk memperoleh air sungai sail lebih jernih dan layak konsumsi, dan salah satu bahannya menggunakan lempung. Lempung memiliki fungsi sebagai adsorben. Lempung Desa Kubang yang belum banyak digunakan sebagai objek penelitian, digunakan sebagai koagulan untuk penjernihan air. Lempung diberi perlakuan kalsinasi suhu tinggi untuk memperoleh kondisi optimum. Penelitian Ratmah (2011) tentang pemanfaatan lempung aktif dalam meningkatkan kualitas air PDAM membuktikan kemampuan lempung

mengurangi zat pencemar dalam air melalui proses koagulasi. Selain itu penelitian dari Silalahi (2002) tentang rancangan matriks arang tempurung kelapa dan lempung untuk penyaringan air rawa, mampu meningkatkan pH dari 4,60 menjadi 6,16, tetapi tidak dapat mengurangi kekeruhan pada air rawa yang dihasilkan serta kecepatan alir air di dalam kolom hanya 5 mL/menit(Alamsyah, 2010)

1.2.

Perumusan Masalah Kualitas aliran air sungai Sail khususnya kandungan zat yang tercemar

melalui parameter TDS (Total Zat Padat Terlarut) dan TSS (Total Zat Padat Tersuspensi) dapat diketahui. Pengolahan air sungai Sail ini dengan water treatment mengubah kualitas air sungai yang sudah tercemar oleh aktivitas

manusia, hingga diperoleh air yang dapat dikonsumsi. Proses koagulasi dari lempung Desa Kubang dapat membantu proses peningkatan kualitas air sungai Sail yang diperlihatkan dari pengukuran TDS dan TSS.

1.3.

Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk : 1. Memenuhi dan melengkapi tugas Praktikum Lapangan Kimia Fisika I 2. Mengetahui kualitas aliran air sungai Sail melalui pengukuran parameter TSS (Total Zat Padat Tersuspensi) dan TDS (Total Zat Padat Terlarut) dengan metode Gravimetri. 3. Mengetahui pengaruh lempung Desa Kubang terhadap air sungai Sail melalui proses koagulasi dan pengukuran TDS dan TSS.

4. Menentukan kemampuan koagulasi lempung dengan metode water treatment untuk memperbaiki kulitas air sungai Sail.

1.4.

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian secara insitu dilakukan langsung di lokasi, yaitu aliran Sungai

Sail Jalan Hang Jebat, Kelurahan Sukamulia, Kecamatan Sail, Kota Pekanbaru, dan Lempung yang diperoleh di Desa Kubang Raya, Pekanbaru. Untuk Pengolahan sampel awal (proses pencucian lempung) dilakukan di kediaman salah satu praktikan, yaitu di Jalan Swakarya gang AMD nomor 2A. Untuk penelitian selanjutnya dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika dan Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau di Pekanbaru. Waktu keseluruhan untuk penelitian ini adalah selama 18 hari (19 Mei 2012-6 Juni 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Tinjauan Umum Air

2.1.1. Air Sungai Air merupakan pelarut yang sangat baik bagi banyak bahan, sehingga air merupakan media transpor utama bagi zat-zat makanan dan produk buangan atau sampah yang dihasilkan dari proses kehidupan. Oleh karena itu, air yang ada di bumi tidak pernah berada dalam keadaan murni, tetapi selalu ada senyawa,

mineral atau unsur lain yang terdapat di dalamnya. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa semua perairan di bumi ini telah tercemar. Sebagai contoh, air yang berasal dari sumber air di pegunungan atau daerah hulu sungai dapat dianggap sebagai air yang bersih(Achmad, 2004). Konsep daerah aliran sungai atau yang sering disingkat dengan DAS merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi. Menurut kamus Webster, DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang menerima, menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut. Apapun definisi yang kita pakai, DAS merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya terjadi proses interaksi antara faktor-faktor biotik, nonbiotik dan manusia. Sebagai suatu ekosistem, maka setiap ada masukan (input) ke dalamnya, proses yang terjadi dan berlangsung di dalamnya dapat dievaluasi berdasarkan keluaran (output) dari ekosistem tersebut. Komponen masukan dalam ekosistem DAS adalah curah hujan, sedangkan keluaran terdiri dari debit air dan muatan sedimen. Komponen-komponen DAS yang berupa vegetasi, tanah dan saluran atau sungai dalam hal ini bertindak sebagai prosesor(Suripin,2004). Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topogragfi), tanah dan manusia. Apabila salah satu dari faktor-faktor tersebut di atas mengalami perubahan, maka hal tersebut, akan mempengaruhi juga ekosistem DAS tersebut. Sedangkan perubahan ekosistem, juga akan menyebabkan gangguan terhadap bekerjanya fungsi DAS, sehingga tidak sebagaimana mestinya. Gangguan terhadap suatu ekosistem daerah aliran sungai bisa bermacam-macam

terutama berasal dari penghuni suatu DAS yaitu manusia. Apabila fungsi dari suatu DAS terganggu, maka sistem hidroorologis akan terganggu, penangkapan curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya menjadi sangat berkurang, atau sistem penyalurannya menjadi sangat boros(Suripin,2004).

2.1.2.

Karakteristik Sungai Sail Sungai Sail merupakan salah satu sungai yang berada di Kota Pekanbaru.

Sungai Sail mengalir melewati empat kecamatan yaitu Kecamatan Lima Puluh, Sail, Tenayan Raya dan Bukit Raya. Luas wilayah dari empat kecamatan ini adalah 200,62 km2 (31,68%) dari total luas wilayah Pekanbaru sebesar 632,26 km2. Jumlah penduduk pada tahun 2010 untuk empat kecamatan tersebut sebesar 277.840 jiwa (30,95%) dari jumlah total penduduk Pekanbaru sebesar 897.768 jiwa (BPS Kota Pekanbaru, 2011). Sementara akumalasi penduduk Pekanbaru sampai akhir 2011 sudah mencapai 922.328 jiwa terdiri dari 476.521 laki-laki dan 445.804 perempuan (Miswadi, 2012). Sungai Sail adalah salah satu banyak anak sungai yang bemuara ke Sungai Siak. Keberadaan Sungai ini melintas diantara padatnya pemukiman masyarakat di kota Pekanbaru, Riau. Jika kita berhenti sejenak dan melihat ke aliran sungai ini maka akan tampak sejauh mata memandang air sungai dalam keadaan kotor dan banyak tumpukan sampah di tepiannya. Keberadaan Masyarakat di tepian sungai Sail ini adalah bagian yang sangat mempengaruhi terjadinya pencemaran, ditambah lagi keberadaan Rumah Sakit dan pabrik-pabrik yang beroperasi disepanjang tepian Sungai Sail(Imron, 2012). Tercemarnya Sungai Sail ini bukan hanya oleh kebiasaan masyarakat membuang sampah ke dalam aliran sungai namun juga diperparah oleh pembuangan limbah secara langsung oleh Rumah Sakit dan perusahaan yang beroperasi di tepianya.Sampah yang di buang oleh masyarakat tepian sungai Sail bercampur pula dengan bahan Kimiawi yang di hasilkan dari limbah rumah sakit, begitu juga dari Pabrik. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi Masyarakat Pekanbaru dan Masyarakat yang bermukim di tepian sungai sail secara

khususnya(Imron,2012).

2.1.3. Kualitas Air Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk memenuhi kebutuhan langsung yaitu air minum, mandi dan cuci, air irigasi atau pertanian, peternakan, perikanan, rekreasi dan transportasi. Penyediaan air bersih (public water supply) pada dasarnya memerlukan air yang langsung dapat diminum (potable water). Air bersih harus mempunyai kualitas tinggi secara fisik, kimiawi maupun biologi untuk mencegah timbulnya penyakit. Kualitas air mencakup tiga karkteristik, yaitu fisik, kimia, dan biologi. Karakteristik fisik yang terpenting yang mempengaruhi kualitas air ditentukan oleh bahan padat

keseluruhan (yang terapung maupun yang terlarut), kekeruhan, warna, bau dan rasa, dan temperatur (suhu) air. Kandungan bahan-bahan kimia yang ada di dalam air berpengaruh terhadap kesesuaian penggunaan air, secara umum karakteristik kimiawi air meliputi pH, alkalinitas, kation dan anion terlarut, dan kesadahan(Suripin,2004). Air permukaan biasanya mengandung berbagai macam organism hidup, sedangkan air tanah biasanya lebih bersih, karena proses penyaringan oleh akifer. Jenis-jenis organisme hidup yang mungkin terdapat dalam air meliputi makroskopik, mikroskopik, dan bakteri. Spesies organism makroskopik dapat dibedakan dengan mata telanjang, sedangkan organisme mikroskopik memerlukan alat bantu mikroskop untuk mebedakan spesiesnya. Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit disebut bakteri pathogen, sedangkan yang tidak membahayakan bagi kesehatan disebut non-pathogen. Escherichia coli (colon bacilli atau coliform) adalah bakteri non-pathogen yang hidup dalam usus binatang berdarah panas. Dalam air, bakteri ini biasanya mengeluarkan tinja, sehingga keberadaannya di dalam air dapat dijadikan indikasi keberadaan bakteri pathogen. Kualitas air bersih ditentukan dengan keberadaan atau ketidakberadaan bakteri ini melalui E-coli Test(Suripin,2004). Sifat fisik air dapat dianalisis secara visual dengan pancaindra. Misalnya keruh atau berwarna dapat langsung dilihat, bau dapat dengan lidah. Penilaian tersebut tentu saja bersifat kualitatif. Misalnya, bila tercium bau yang berbeda maka rasa air pun berbeda atau bila air berwarna merah maka bau yang akan

tercium sudah dapat ditebak pula. Cara ini dapat digunakan untuk menganalisis air secara sederhana karena sifat-sifat air saling berkaitan(Kusnaedi, 2002). Derajat bau air dapat ditentukan dengan cara pengenceran. Misalnya air bau kemudian diencerkan dua kali menjadi tidak bau, berarti derajat bau air itu rendah. Sebaliknya, jika diencerkan berulang kali, tetapi masih bau berarti derajat baunya tinggi. Analisis kualitas air dapat dilakukan di laboratorium maupun secara sederhana. Pemeriksaan di laboratorium akan menghasilkan data yang lengkap dan bersifat kuantitatif, sedangkan pemeriksaan sederhana hanya bersifat kualitatif. Pemeriksaan sederhana mempunyai keuntungan karena murah dan mudah sehingga setiap orang dapat melakukannya tanpa memerlukan bahanbahan yang mahal(Kusnaedi, 2002).

2.2.

Pengolahan Air Proses pengolahan air merupakan proses perubahan sifat fisik, kimia, dan

biologi air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum. Tujuan dan kegiatan pengolahan air adalah menurunkan kekeruhan, mengurangi bau, rasa dan warna, menurunkan dan mematikan mikroorganisme, menurunkan kesadahan, dan memperbaiki derajat keasaman. Proses kimia pada pengolahan air di antaranya meliputi koagulasi, aerasi, reduksi, dan oksidasi. Semua proses kimia tersebut dapat dilakukan secara sederhana ataupun dengan menggunakan teknik modern(Kusnaedi, 2002). Pengolahan permulaan ini sering didahului dengan pra treatment. Lalu di atas permukaan air terdapat lapisan minyak atau busa dan buih. Saluran bahanbahan ini harus disaring atau ditahan agar tidak memasuki badan perairan ataupun masuk pada proses pengolahan berikutnya. Perlakuan dilakukan dengan sederhana yaitu menyaring bahan kasar, mengendapkan pasir dan tanah, dan menyaring minyak. Penyaringan dengan batu-batuan dan pasir agar partikel-partikel kasar yang tidak sempat terendap tersaring pada alat penyaring(Ginting, 2007). Adapun pengolahan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat adalah penyaringan secara konvensional. Tahap-tahap penyaringan secara konvensional, yaitu:

1. Koagulasi Tahap ini berlangsung pada drum pertama dengan cara menambahkan zat koagulasi yang dilengkapi dengan pengaduk. Koagulasi bertujuan untuk memperbesar partikel pengotor yang mungkin lewat pada tahap penyaringan, sehingga partikel itu dapat dipisahkan dari air. 2. Sedimentasi Sedimentasi merupakan proses pengendapan bahan padat dari air olahan, proses ini terjadi karena adanya gaya gravitasi dari bumi. 3. Filtrasi Filtrasi adalah proses pemisahan zat padatan dengan cairan, dari hasil filtrasi ini diperoleh air yang bersih tetapi belum layak konsumsi, karena masih mengandung mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan. Agar dapat dikonsumsi,air harus dimasak atau ditambah bahan kimia agar kuman yang ada mati(Siregar, 2011). Tahap yang sangat menentukan tingkat keberhasilan dari proses di atas adalah koagulasi, karena melalui proses inilah partikel-partikel koloid dapat dihilangkan. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai koagulan adalah pasir. Pasir dapat mengurangi kandungan lumpur dan bahan-bahan padat yang ada di dalam air. Penyerapan, secara umum adalah proses mengumpulkan bendabenda terlarut yang terdapat dalam larutan antara dua permukaan. Proses yang biasa terjadi adalah bahan padat menyerap partikel yang ada di dalam air. Bahan yang akan diserap disebut adsorbat(Siregar, 2011).

2.3. Lempung Mineral sekunder dan bahan organik, terutama yang bertingkatan koloid, menyusun fraksi tanah yang aktif. Fraksi yang berukuran 2 milimikron, disebut lempung (liat). Mineral liat aluminosilikat, yang mempunyai arti lebih penting dalam tanah, menduduki hampir seluruh fraksi liat tanah mineral(Sutedjo, dan Kartasapoetra, 2005). Batu lempung ini terbentuk pada lingkungan darat maupun laut, contoh di daerah dataran banjir, delta, danau, lagun dan laut. Batu lempung yang terbentuk pada daerah yangberbeda mempunyai kenampakan fisik yang berbeda pula. Batu

lempung yang terbentuk di laut pada umumnya mempunyai perlapisan yang tebal, mengandung fosil laut dalam, atau binatang yang hidup di laut dangkal yang kemudian tenggelam setelah mati(Widiatmono, 2007). Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung menurut Hardiyatmo (1992) adalah sebagai berikut: 1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002mm 2. Permeabilitas rendah 3. Kenaikan air kapiler tinggi 4. Bersifat sangat kohesif 5. Kadar kembang susut yang tinggi 6. Proses konsolidasi lambat Susunan kebanyakan tanah lempung terdiri dari silikat tetrahedral dan aluminium oktahedral. Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan dengan elemen lain dalam kesatuanya, hal ini dikenal dengan substitusi isomorf. Menurut Holtz and Kovacs (1981) satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silica tetrahedron dan alumina octahedron. Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari kombinasi susunan satuan struktur dasar atau tumpukan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran(Widiatmono, 2007). Jenis mineral lempung yang utama ialah: - Kaolinit - Illit - Smektit - Klorit 1:1 2:1 2:2 2:1:1 Al2 (Si2O5 (H2O)) KAl2 (AlSi3O10 (OH)2) (AlMg)4 Si8 O20 (OH)10) (MgFe)6-x (AlFe)x Si4-x Alx (OH)10

Ortoklas, apabila lapuk dan terubah menjadi illit, manakala Kplagioklas, amphibol dan piroksin pula selalunya menjadi smektit. Berdasarkan struktur kristal dan variasi komposisinya dapat dibedakan menjadi belasan jenis mineral lempung dan diantaranya: 1. Kaolinit 2. Halloysite 3. Momtmorillonite (bentonites) 4. Illite 5. Smectite

6. Vermiculite 7. Chlorite 8. Attapulgite 9. Allophone Mineral lempung terbentuk di atas permukaan bumi dimana udara dan air berinteraksi dengan mineral silikat, memecahnya menjadi lempung dan produk lain. Mineral lempung adalah mineral sekunder yang terbentuk karena proses pengerusakan atau pemecahan dikarenakan iklim dan alterasi air (hidrous alteration) pada suatu batuan induk dan mineral yang terkandung dalam batuan itu(Setyobudi,2010).

Gambar 1. A. Single silica tetrahedral, B. Single aluminium octahedron (Sumber: Widiatmono, 2007) Kalsinasi menyebabkan terjadi beberapa perubahan penting pada lempung (Sukamta dkk., 2009), yaitu: 1. Penyusutan Pemanasan akan menyebabkan menguapnya air, baik yang terikat maupun yang tidak terikat pada partikel padatan. Air terikat yang ikut menguap akan menyebabkan terjadinya beberapa rongga-rongga pada padatan. Rongga tersebut akan terisi oleh partikel padatan sehingga terjadi penyusutan. 2. Perubahan porositas Rongga yang terbentuk tidak seluruhnya terisi oleh partikel padatan, kalsinasi menyebabkan porositas padatan akan bertambah besar.

10

3. Perubahan berat Penurunan berat padatan terjadi akibat hilangnya air dan zat-zat lain selama pemanasan(Yanova, 2011).

2.4.

Uji Kualitas Air

2.4.1. Warna Air murni tidak berwarna. Warna dalam air diakibatkan oleh adanya material yang larut atau koloid dalam suspensi atau mineral. Air yang mengalir melewati rawa atau tanah yang mengandung mineral dimungkinkan untuk mengambil warna material tersebut. Batas intensitas warna yang dapat diterima adalah 5 mg/lt. Sinar matahari secara alamiah mempunyai sifat disinfeksi dan menggelantang pada bahan pewarna air, tetapi pengaruhnya hanya pada kedalaman beberapa centimeter dari permukaan air keruh. Untuk air yang jernih, pengaruh penggelantangan dapat mencapai kedalaman 1,5 m(Suripin, 2004). Air yang mengandung material kasat mata dalam larutan disebut keruh. Kekeruhan dalam air terdiri dari lempung, liat, dan bahan organik, dan mikroorganisme. Kekeruhan terutama disebabkan oleh terjadinya erosi tanah di DAS maupun di saluran/sungai. Air sungai biasanya lebih keruh pada saat terjadi hujan lebat dibandingkan pada kondisi normal. Kekeruhan tergantung pada konsentrasi partikel-partikel padat yang ada di dalam air. Tingkat kekeruhan air biasanya diukur dengan alat yang disebut turbidmeter. Kekeruhan untuk air munum dibatasi tidak lebih dari 10 mg/lt (skala silika), lebih baik kalau tidak melebihi 5 mg/lt(Suripin,2004).

2.4.2. Derajat Keasaman (pH) Keasaman ialah kemampuan untuk menetralkan basa. Keasaman yang tinggi belum tentu mempunyai pH yang rendah. Suatu asam lemah dapat mempunyai keasaman yang tinggi, artinya mempunyai potensi untuk melepaskan hidrogen. Contohnya ialah asam karbonat, asam asetat, dan assam organik lainnya. Keasaman dibedakan antara keasaman bebas dan keasaman total. Keasaman bebas disebabkan oleh asam kuat seperti asam kloridan dan asam sulfat. Keasaman bebas dapat banyak menurunkan pH. Keasaman total terdiri dari

11

keasaman

bebas

ditambah

keasaman

yang

disebabkan

oleh

asam

lemah(Sastrawijaya, 2000). Sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air dinyatakan dengan nilai pH, yang didefinisikan sebagai logaritma dari pulang-baliknya konsentrasi ionhidrogen dalam moles per liter. Air murni pada 24 ditimbang berkenaan dengan ion-ion H+ dan ion-ion OH- masing-masing mempunyai kandungan 10-7 mol per liter. Dengan demikian pH air murni adalah 7. Air dengan pH di atas 7 bersifat asam, dan pH di bawah 7 bersifat basa. Nilai pH air dapat diukur dengan Potensiometer, yang mengukur potensi listrik yang dibangkitkan oleh ion-ion H+, atau dengan bahan celup penunjuk warna, misalnya methyl orange atau phenolphthalein(Suripin,2004).

2.4.3. Zat Padat Tersuspensi Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak larut, dan tidak dapat mengendap. Padatan tersuspensi terdiri dari partikelpartikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen. Prinsip analisis zat padat ini adalah penyaringan sampel air dengan menggunakan filter kertas atau fiber glass. Zat padat yang tertahan pada filter dikeringkan pada suhu 1050 C. Berat residu sesudah penyaringan adalah zat padat tersuspensi (Alamsyah,2010). Padatan yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan, lumpur, sisa tanaman dan hewan, dan limbah industri. Padatan tersuspensi total suatu contoh air ialah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu. Biasanya diberikan dalam milligram per liter atau bagian per juta (bpj). Pengukuran langsung padatan tersuspensi total sering makan waktu. Ilmuwan sering mengukur kekeruhan (turbiditas) yang dapat memperkirakan padatan tersuspensi total dalam suatu contoh air. Turbiditas diukur dengan alat turbidiuster yang mengukur kemampuan cahaya untuk melewati contoh air itu. Partikel yang tersuspensi itu akan menghamburkan cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya yang ditransmitasikan(Sastrawijaya, 2000).

12

Suatu kenaikan yang menadak padatan tersuspensi dapat ditafsirkan karena erosi tanah akibat hujan lebat atau pabrik pembakaran sampah kota kapasitasnya menurun jika ada hujan lebat. Padatan sampah lebih berat masalahnya dibanding pengotoran tanah karena erosi. Sampah yang kebanyakan zat organik ini banyak memerlukan oksigen selama diuraikan(Sastrawijaya, 2000).

2.4.4. Zat Padat Terlarut Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu contoh air. Juga dinyatakan dalam milligram per liter atau dalam bagian juta. Misalnya suatu contoh air dengan padatan terlarut total 200 artinya dalam 1 liter air terdapat 200 mg padatan terlarut. Penentuan padatan terlarut total dapat cepat menentukan kualitas air contoh. Caranya dengan menguapkan air dengan volume tertentu yang telah disaring untuk memisahkan padatan yang tersuspensi, sehingga kering. Sisa padatan ditimbang kemudian digunakan untuk menentukan padatan terlarut total(Sastrawijaya, 2000). Padatan terlarut dan tersuspensi mempengaruhi ketransparanan dan warna air. Sifat transparan ada hubungan dengan produktivitas. Transparan yang rendah menunjukkan produktivitas tinggi. Penentuan produktivitas yaitu kemampuan mendukung kehidupan. Jika bahan yang terlarut itu nutrion tanaman seperti fosfat dan nitrat, maka air itu akan mempunyai produktivitas tinggi terhadap kehidupan hewan. Air itu disebut eutrofik. Sebaiknya air yang mempunyai produktivitas rendah disebut oligotrofik(Sastrawijaya, 2000).

13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Alat dan Bahan

3.1.1. Alat yang digunakan untuk persiapan sampel Alat yang digunakan untuk persiapan sampel air adalah ember, corong, botol, dan tali rafia. Persiapan sampel lempung menggunakan karung, ember, ayakan rumah tangga, dan cangkul

3.1.2. Alat penyaringan konvensional Alat yang digunakan pada proses penyaringan secara konvesional antara lain botol plastik 220 mL, kertas saring Whatman 42, oven, desikator, neraca analitik, statif, indikator universal, stopwatch, dan alat gelas yang menunjang penelitian ini.

3.1.3. Alat koagulasi lempung Alat yang digunakan pada proses koagulasi yaitu gelas beaker, magnetic stirrer, hotplate, ayakan 120 dan 200 Mesh, alat penggerus, furnace, spatula, desikator, dan peralatan gelas lainnya.

3.1.4. Bahan penyaringan konvesional Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pasir cor, kerikil,arang aktif, serbuk batu bata, ijuk, kertas saring, aluminium foil, aquadest, dan air sungai Sail.

3.1.5. Bahan koagulasi lempung Bahan yang digunakan untuk proses koagulasi adalah lempung desa Kubang raya, dan aquadest.

14

3.2. Metodologi penelitian

Tabel 1.parameter yang dianalisa No 1 2 3 4 Analisa Warna pH Jumlah zat padat tersuspensi (TSS) Jumlah zat padat terlarut total (TDS) Metode Analisa kuantitatif Analisa kuantitatif Gravimetri Analisa kuantitatif Alat Organoleptik Indikator universal Gravimetri TDS meter

3.3. Deskripsi lokasi

Pengambilan sampel air hanya dilakukan pada satu sungai Sail, yaitu pada bagian tepi sungai. Penetapan titik sampling ini berdasarkan pada karakteristik lingkungan sungai yang berbeda dan dianggap dapat mewakili perairan sungai Sail. Lokasi sampling yaitu : 1. Stasiun : Jembatan Sail di jalan Hang Jebat Kelurahan Sukamulia (cuaca mendung, suhu ruang 27,5C, suhu air 26C, kedalaman 27 cm, lebar 429 cm, pH=7). 2. Warna air : keruh 3. Isi dari sungai: air, sampah(plastik,daun-daun,kayu,dahan kelapa, batu) 4. Hewan disekitar sungai pengambilan sampling : semut,lalat,ikan, kecebong. 5. Tumbuhan disekitar sungai pengambilan sampling: kelapa, pisang, tebu, nangka, jambu, sawit, 6. Aktifitas warga : Warung makan (lontong,soto,nasi,dll), bengkel, door semir,ternak ayam potong.

15

3.4.

Prosedur kerja Alat alat yang digunakan dalam pengukuran TDS dan TSS (beaker glass,

3.4.1. Persiapan alat

kertas saring Whatman 42, kaca arloji), beratnya perlu dikonstankan terlebih dahulu . Caranya adalah dengan memasukkan alat-alat tersebut ke dalam oven selama satu jam, dan dilakukan pendinginan dalam desikator selama 15 menit.

3.4.2. Persiapan sampel air Sampel air diambil pada tiga bagian tepi sungai yang berbeda, yaitu bagian permukaan, pertengahan dan di dasar sungai. Sampel ini diambil menggunakan botol air mineral 1,6 liter, dipindahkan ke dalam deregen 20 liter sebanyak sekitar 5 liter. Sampel air kemudian dihomogenkan dan ditutup rapat, disimpan dalam lemari pendingin agar awet untuk selanjutnya ditentukan jumlah zat tersuspensi (TSS) dan jumlah zat padat terlarut total (TDS). Material penyaringan terdiri dari ijuk,pasir cor, arang aktif, bubuk batu bata, kerikil. Masing-masing material dibersihkan terlebih dalulu sebelum disusun ke dalam alat penyaringan, material tersebut selanjutnya dimasukkan kedalam botol dengan panjang 13,3 cm dan diameter 4,5 cm. Arang dan pasir cor sebelum digunakan harus dioven terlebih dahulu selama 1-2 jam, dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. 3.4.3. Persiapan sampel lempung Lempung yang diambil sebagai sampel dari Desa kubang raya terlebih dahulu dibersihkan dengan air galon dan dilarutkan dalam ember. Lempung yang telah larut disaring untuk memisahkan lempung dengan pasir dan pengotor lainnya. Alat Penyaringan yang digunakan adalah alat saring rumah tangga. Lempung diendapkan setelah disaring, selama 3 malam. Lempung dan air yang membentuk dua lapisan dipisahkan dengan cara dekantir. Sampel dikeringkan dengan bantuan kipas angin, tidak dapat melalui penyinaran matahari secara langsung. Sampel yang telah kering, dihaluskan dan disaring dengan ayakan rumah tangga terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan ayakan 120 mesh dan 200 mesh.

16

3.4.4.Aktivasi Lempung Lempung (berasal dari Sungai Kubang) setelah dihaluskan 120 mesh dan 200 mesh ditimbang masing-masing 10 gram dan dimasukkan ke dalam crussible. Aktivasi dilakukan dengan memanaskan dalam furnace pada suhu 500 0 C selama 3 jam, kemudian disimpan dalam desikator. Masing-masing lempung tersebut akan digunakan sebagai koagulan air sampel.

3.4.5. Pembuatan saringan konvesional (Water Treatment) Penyaringan air sampel dilakukan sebanyak 2 kali. Penyaringan konvensional ini menggunakan 2 buah botol plastik 220 mL yang disusun secara vertikal. Masing-masing botol plastik diisi dengan penyusun saringan

konvensional dengan urutan material dari lapisan dasar ke lapisan atas yaitu ijuk, pasir cor, serbuk batu bata, arang aktif dan kerikil.

3.4.6. Pengolahan sampel Pengolahan sampel air Sungai Sail dengan metode water treatment dan modifikasi koagulasi lempung dilakukan dengan analisa gravimetri.

3.4.6.1. Analisa TDS dan TSS sampel awal Beaker gelas 100 mL dan kertas saring whatman 42 kosong disterilisasi dalam oven selama 1 jam, dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Beaker gelas dan kertas saring ditimbang, dimasukkan kembali ke oven, desikator, dan timbang hingga berat konstan. Sebanyak 100 mL air sungai (sampel awal), dimasukkan kedalam beaker gelas dan disaring menggunakan kertas saring dan ditampung oleh beaker gelas yang telah telah konstan beratnya. Kertas saring itu dioven selama 1 jam, sedangkan filtrat sampel dikeringkan menggunakan hot plate dan dioven. Kertas saring dan beaker gelas didesikator selama 15 menit dan ditimbang lalu dihitung TDS dan TSSnya.

17

3.4.6.2. Analisa TDS dan TSS sampel awal hasil penyaringan sederhana 1. Persiapan water treatment Sebanyak dua botol bervolume 220 mL digunakan sebagai wadah water treatment. Bahan untuk penyaringan, yaitu ijuk, pasir cor, arang aktif, serbuk batu bata, dan kerikil, disusun untuk memperoleh hasil penyaringan sempurna. Penyusunan itu dimulai dari bawah ke atas yaitu, ijuk, pasir cor, serbuk batu bata, arang aktif, dan kerikil. Perbandingan komposisi ketebalannya 1 cm. water treatment dipastikan dapat berfungsi dengan baik, caranya diuji coba dengan akuades. Jika air akuades yang keluar itu jernih, maka water treatment sudah dapat dipakai. 2. Penyaringan sampel awal menggunakan water treatment Beaker gelas 100 ml dan kertas saring whatman 42 kosong dimasukkan ke dalam oven selama satu jam. Peralatan tersebut dimasukkan ke desikator selama 15 menit. Beaker gelas dan kertas saring ditimbang, dan dimasukkan kembali dalam oven, desikator, dan ditimbang hingga berat konstan. Dua buah botol treatment yang sudah diisi bahan-bahan penyaring disusun secara vertikal. Beaker gelas disediakan untuk menampung filtrat sampel. Lakukan penyaringan menggunakan water treatment untuk 100 ml sampel awal. Filtrat setelah treatment disaring dan ditampung dengan menggunakan kertas saring dan beaker gelas yang telah dikonstankan beratnya. Setelah dilakukan penyaringan, kertas saring dimasukkan ke dalam oven selama satu jam. Sedangkan filtratnya dikeringkan menggunakan hot plate. Kertas saring dan beaker gelas dimasukkan ke desikator selama 15 menit. Ditimbang beratnya untuk menghitung TDS dan TSS nya.

3.4.6.3 . Analisa TDS dan TSS hasil koagulan sampel awal dan lempung 1. Koagulasi lempung dan sampel awal Lempung hasil kalsinasi diambil sebanyak 1 gram.Lempung lalu dicampurkan dengan air sungai sampel awal di dalam Erlenmeyer dan pengaduk magnet dimasukkan ke dalam campuran. Campuran diaduk di atas stirrer selama 30 menit. Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil, dan didiamkan selama minimal 12 jam.

18

2.

Penyaringan hasil koagulan dengan water treatment Beaker gelas 100ml dan kertas saring whatman 42 kosong dimasukkan ke

dalam oven selama satu jam. Alat-alat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Beaker gelas dan kertas saring ditimbang, dan dimasukkan kembali ke dalam oven, desikator, dan ditimbang hingga beratnya konstan. Campuran hasil koagulan didekantir sehingga didapat filtrat. Filtrat tersebut disaring menggunakan water treatment. Filtrat setelah treatment disaring dan ditampung dengan menggunakan kertas saring dan beaker gelas yang telah dikonstankan beratnya. Setelah dilakukan penyaringan, kertas saring dimasukkan ke dalam oven selama satu jam, dan filtratnya dikeringkan menggunakan hot plate, beaker dioven. Kertas saring dan beaker gelas dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Ditimbang beratnya untuk menghitung TDS dan TSS nya untuk air sampel hasil koagulasi menggunakan lempung 120 dan 200 Mesh.

3.4.6.4. Analisa TDS dan TSS sampel awal hasil kisatan dengan lempung 1. Pengisatan sampel awal (air sungai) Air sungai (sampel awal) sebanyak 1000 ml dikisatkan menggunakan hot plate hingga volume mencapai 100 ml. Pengisatan dilakukan dua kali. Air hasil kisatan kemudian disimpan di dalam botol polietilen. 2. Koagulasi air sampel hasil kisatan dengan lempung Lempung yang telah dikalsinasi diambil 1 gram untuk 120 mesh, dan 1 gram untuk 200 mesh. Air sampel yang telah dikisatkan, dicampurkan dengan lempung tersebut di dalam Erlenmeyer, dan ditambahkan pengaduk magnet ke dalamnya. Campuran diaduk dengan menggunakan alat stirrer selama 30 menit. Setelah diaduk, erlenmeyer ditutup menggunakan aluminium foil dan didiamkan selama minimal 12 jam. 3. Water treatment dan pengukuran TDS dan TSS Alat water treatment disiapkan. Kertas saring dan beaker gelas kosong dimasukkan ke dalam oven selama satu jam, didesikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Lakukan lagi hal yang sama sebanyak dua kali hingga berat beaker gelas dan kertas saring konstan. Hasil koagulasi didekantir dan filtratnya disaring menggunakan water treatment. Hasil penyaringan water treatment

19

disaring lagi menggunakan kertas saring yang beratnya telah dikonstankan, dan ditampung menggunakan beaker gelas yang beratnya telah dikonstankan. Kertas saring hasil penyaringan dimasukkan ke dalam oven selama satu jam, dan filtratnya dikeringkan menggunakan hot plate. Kertas saring dan beaker gelas dimasukkan ke desikator selama 15 menit. Ditimbang beratnya. Hitung TDS dan TSS nya untuk air hasil koagulan menggunakan lempung dengan ukuran 120 dan 200 Mesh. 3.5. Modifikasi berdasarkan ketebalan penyusun saringan konvensional. Pada tahap awal, dibuat kolom pipa(dari botol) yang berisi material penyaringan dengan komposisi seperti ijuk, pasir, arang aktif, serbuk batu bata dan pasir. Sebanyak 100 ml sampel air sungai Sail dituangkan kedalam saringan konvensional. Sampel air yamg keluar melalui saringan konvensional dianalisis warna, cepat alir,nilai pH, konsentrasi TTS dan TDS, selanjutnya analisis dibandingkan dengan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/Per/IV/2010 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Tabel 2. Komposisi susunan material didalam botol Material Ijuk Pasir cor Arang aktif Bubuk bata Kerikil Kolom 1cm 1cm 1cm 1cm 1cm

3.6.

Analisa parameter pada sampel air sungai Sail Analisa parameter yang digunakan untuk menentuan kualitas sampel air

Sungai Sail, secara fisika dan kimia yaitu dengan warna, derajat keasaman (pH), kecepatan alir air, zat padat tersuspensi (TSS) dan zat padat terlarut (TDS).

20

3.6.1. Warna Penentuan warna dilakukan secara organoleptik (langsung dilihat pada sampel air sungai yang dianalisa).

3.6.2. Derajat keasaman (pH) Penentuan derajat keasaman (pH) dilakukan secara langsung

menggunakan kertas indikator universal yang hasilnya dapat langsung dibaca.

3.6.3. Penentuan jumlah zat padat tersuspensi (TSS) 1. Filter kertas Whatman 42 dipanaskan dalam oven pada suhu 1050 C selama 1 jam dan didinginkan di dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang dengan cepat. 2. Sampel yang sudah dikocok merata sebanyak 100 mL dipindahkan dengan menggunakan pipet ke dalam alat penyaringan yang sudah ada filter kertas di dalamnya, kemudian disaring dengan cara biasa. 3. Filter kertas diambil dari alat penyaringan dengan hati-hati kemudian dimasukkan ke dalam oven untuk dipanaskan pada suhu 1050 C selama 1 jam, lalu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan kemudian ditimbang cepat. TSS Keterangan : a b c TSS = berat filter dan residu sesudah pemanasan (mg) = berat filter kering sesudah dipanaskan (mg) = volume sampel (mL) = zat padat tersuspensi (mg/L)

3.6.4. Penentuan jumlah zat padat terlarut (TDS) Sampel yang lolos dari filter kertas, dituangkan sebanyak 100 mL dalam beaker gelas. Beaker gelas yang berisi sampel tersebut diuapkan dan dikeringkan dengan menggunakan hotplate hingga semua cairan menguap. Perhitungannya yaitu :

21

TDS = a b c TDS

= berat beaker dan residu sesudah pemanasan (mg) = berat beaker kosong (mg) = volume sampel (mL) = zat padat terlarut (mg/L)

3.7

Rancangan Penelitian

Persiapan penelitian

Pembuatan Saringan Konvensional yang dimodifikasi

Analisis warna, pH, konsentrasi TDS, TSS Sebelum disaring

Modifikasi berdasarkan ketebalan matriks penyusun saringan konvensional

Dibuat 5 variasi saringan konvensional termodifikasi dengan ketebalan Matriks yang berbeda-beda

Sebanyak 100 mL sampel air sungai sail disaring dengan menggunakan masing masing saringan konvesional termodifikasi

Air baku air minum yang didapat analisis warna, pH, Konsentrasi TDS, TSS Kondisi optimum saringan konvesional termodifikasi Tahap selanjutnya yaitu penyaringan konvensional termodifikasi yang paling baik Badingkan dengan KepMenKes RI No.907/MenKes/SK/VII/2002 Tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum mengurangi kadar pencemaran dalam sampel air dimodifikasi lagi dengan lempung sebagai koagulan.

Saringan Konvesional termodifikasi yang paling baik mengurangi kadar Pencemaran dalam air sampel, dimodifikasi dengan lempung sebagai koagulen 22

Analisis warna, pH, Konsentrasi TDS, TSS sebelum disaring

100 mL sampel air sungai + Lempung 120 mesh

100 mL sampel air sungai + Lempung 200 mesh

Masing-masing sampel air distirer selama 30 menit, dan diendapkan selama, 12 jam

Proses penyaringan sampel air dengan menggunakan saringan konvensional termodifikasi

Air baku air minum yang berhasil dianalisis warna, pH, konsentrasi TSS dan TDS

Hasil analisis dibandingkan dengan Kep MenKes RI No.907/MenKes/SK/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.

Kondisi optimum saringan konvensional yang dimodifikasi dengan lempung

23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Data pengamatan

Parameter Warna TSS (mg/L) TDS (mg/L)

Sampel umpan keruh 1200 180

Treatment tanpa pengisatan dan koagulasi Awal Sedikit keruh 100 200 Koagulasi 120 mesh jernih 200 100 Koagulasi 200 mesh jernih 400 300

Treatment dengan pengisatan dan koagulasi Koagulasi 120 Koagulasi mesh 200 mesh Lebih jernih Sangat jernih 0 200 100 500

4.2. Pembahasan 4.2.1. Hasil Analisis Saringan Konvensional Pada penelitian ini, parameter yang diukur adalah warna, pH, zat padat terlarut (TDS) dan zat padat tersuspensi (TSS) sebelum dan sesudah melewati saringan konvensional serta dengan penambahan lempung sebagai koagulan. Bahan-bahan sederhana yang digunakan dalam metode penyaringan ini terdiri dari kerikil, arang aktif, serbuk batu-bata, pasir dan ijuk. Pemilihan urutan matriks dalam saringan konvensional ini didasarkan pada fungsinya masingmasing, seperti ijuk diletakan pada bagian dasar karena berfungsi sebagai penyangga material- material yang berada di atasnya. Ijuk juga berguna untuk menahan partikel lain agar tidak ikut larut terbawa air. Pasir cor diletakkan di atas ijuk karena berfungsi sebagai penyaring partikel padat yang terlarut pada air. Serbuk batu bata diletakan di atas pasir cor karena berfungsi sebagai menyerap zat-zat yang mencemari air dan menghilangkan bau serta rasa pada air. Arang aktif diletakan di atas arang aktif karena berfungsi sebagai penghilang bau pada air. Kerikil dengan ukuran kecil diletakan di bagian atas berfungsi sebagai penjernih air sampel.

24

4.2.1.1.Warna Pengamatan warna air dilakukan secara visual. Sampel air Sungai Sail awal terlihat agak keruh, setelah melewati water treatment, pengisatan, dan koagulan dengan lempung 120 dan 200 Mesh, air sungai menjadi lebih jernih. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

492/MenKes/Per/IV/2010, syarat air baku untuk dikonsumsi tidak boleh berwarna atau keruh sehingga dibutuhkan pengolahan lebih lanjut agar air layak untuk dikonsumsi. Analisis warna sampel tahap awal dengan perlakuan water treatment, tanpa pengisatan dan koagulasi dengan lempung memberikan warna yang agak keruh. Setelah dilakukan water treatment, koagulan lempung, tapi tanpa pengisatan, warna yang dihasilkan menjadi lebih jernih. Warna yang lebih jernih lagi didapatkan setelah penyaringan dengan perlakuan water treatment, pengisatan dan koagulan lempung ukuran 120 dan 200 Mesh. Hal ini terjadi karena kemampuan bahan-bahan sederhana di dalam penyaringan konvensional, sekaligus koagulasi lempung dalam menahan partikel-partikel pengotor dan pewarna pada sampel sangat baik.

4.2.1.2.Derajat Keasaman (pH) Harga pH untuk keseluruhan air Sungai Sail adalah 6. Yang menandakan bahwa air sungai tersebut bersifat asam dan tidak dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Tigginya nilai pH disebabkan oleh aktivitas manusia atau makhluk hidup lain yang ada di sepanjang daerah aliran sungau Sail tersebut. Setelah dilakukan penyaringan dengan metode sederhana, didapatkan harga pH yang mendekati netral, yaitu mendekati pH 7. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MenKes/Per/IV/2010, pH yang didapat sudah bertada pada batas normal air yang layak untuk dikonsumsi.

4.2.1.3.Total Zat Padat Terlarut (TDS) Dalam penelitian, didapat peningkatan dan penurunan nilai TDS. Nilai TDS sampel awal dibandingkan dengan sampel setelah perlakuan water treatment mengalami peningkatan. Untuk harga TDS sampel awal, baik yang telah

25

dikisatkan dan dikoagulasi dengan lempung, maupun yang tanpa pengisatan serta perlakuan koagulasi didapat harga TDS lempung 120 Mesh lebih kecil

dibandingkan TDS hasil koagulasi lempung 200 Mesh, yang artinya terdapat lebih banyak zat terlarut pada lempung yang ukurannya lebih kecil. Dari variasi-variasi nilai TDS yang didapatkan, seluruhnya berada di bawah batas normal yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MenKes/Per/IV/2010, yaitu sebesar 500 mg/L yang berarti bahwa menurut parameter TDS, air yang diujikan layak untuk dikonsumsi makhluk hidup.

4.2.1.4.Total Zat Padat Tersuspensi (TSS) Nilai TSS yang didapatkan untuk sampel awal cukup besar, yaitu 1200 mg/L. sampel awal dengan perlakuan water treatment memberikan harga TSS yang jauh lebih kecil yaitu sebesar 100 mg/L, yang artinya water treatment memberikan pengaruh yang cukup besar dalam penjernihan air. Dari keseluruhan data, nilai TSS untuk koagulasi lempung 120 Mesh jauh lebih kecil dibandingkan TSS untuk koagulasi lempung 200 Mesh, yang menandakan bahwa lempung dengan ukuran 120 Mesh lebih mampu menyerap pengotor yang terdapat di dalam sampel.

26

BAB V PENUTUP

5.1

Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan

sebagai berikut : 1. Pengolahan air dengan metode konvensional ini menggunakan material dari lingkungan sekitar, dengan ketebalan 1 cm tiap komponen. Dimodifikasi dengan lempung sampel dari Sungai Kubang sebagai koagulannya. Parameter yang diukur adalah warna air, pH, TDS, dan TSS. 2. Warna air Sungai Sail setelah disaring dengan metode penyaringan sederhana mengalami perubahan, dari awalnya keruh, menjadi sangat jernih. Hasil pengukuran pH sampel awal adalah 6, dan pH setelah dilakukan penyaringan juga tetap 6. 3. Hasil pengukuran TDS dan TSS untuk sampel awal berturut-turut adalah 180 mg/L dan 1200 mg/L. TDS dan TSS sampel awal setelah treatment adalah 200 mg/L dan 100 mg/L. TDS dan TSS sampel tanpa pengisatan dan koagulasi lempung 120 dan 200 Mesh berturut-turut adalah 100 mg/L dan 200 mg/L, dan 300 mg/L dan 400 mg/L. TDS dan TSS sampel hasil pengisatan dan koagulasi lempung 120 dan 200 Mesh berturut-turut adalah 100 mg/L dan tidak ada hasil TSS untuk lempung 120 Mesh, dan untuk yang 200 Mesh adalah 500 mg/L dan 200 mg/L. 4. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MenKes/Per/IV/2010 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum untuk beberapa parameter yang diteliti di atas, dapat disimpulkan bahwa air hasil penyaringan metode konvensional telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. 5. Komposisi dari penyusun kolom penyaring mempengaruhi kualitas dari hasil penyaringan dari sampel air yang disaring. Semakin halus partikel penyusunnya dan semakin tebal lapisannya, maka kualitas air yang

dihasilkan pun akan semakin baik pula. Maka diperlukan penyusunan komposisi kolom yang tepat untuk menghasilkan air yang jernih, tak

27

berbau, tak berasa, memiliki nilai TDS dan TSS yang rendah untuk memenuhi standar air baku berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/Per/IV/2010 .

5.2

Saran Dilakukan penelitian lebih lanjut agar data yang didapat lebih akurat

sehingga berguna untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan mengenai masalah lingkungan ditempat tersebut. Agar alat-alat yang diperlukan dalam penelitian dipersiapkan secara matang sehingga waktu yang tersedia dapat dimaksimalkan. Diperlukan adsorben lain selain lempung dalam proses penjernihan air Sungai Sail.

28

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit Andi, Yogyakarta. Alamsyah,B. 2010. Penentuan Kondisi Optimum Sistim Penyaringan Air Sungai Siak dan Sungai Kampar Secara Konvensional yang Dimodifikasi untuk Menghasilkan Air Baku Air Minum.Skripsi. Pekanbaru: UR. Alberty, R. A., Daniels, F. 1997. Kimia Fisika Jilid 2. Terjemahan :M.N. Surdia. Penerbit Erlangga, Jakarta. Atkins, P.W. 1990.Kimia Fisika Jilid 2. Terjemahan :I. I. Kartohadiprodjo. Penerbit Erlangga, Jakarta. Cahyana, G. H. 2009. Adsorpsi Karbon Aktif.

http://gedehace.blogspot.com(Diakses pada tanggal 9 Juni 2012). Ginting, P. 2007. Sistem Pengeloalaan Lingkungan dan Limbah Industri.Yrama Widya, Bandung. Imron.2012. Sadarkan Masyarakat Tepian Sungai Sail Lewat Pendidikan Peduli Lingkungan.http://green.kompasiana.com/polusi/2012/05/14/sadarkanmasyarakat-tepian-sungai-sail-lewat-pendidikan-pedulilingkungan/(Diakses pada tanggal 9 Juni 2012). Kusnaedi. 2002. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Penebar Swadaya, Jakarta. Miswadi, M. H. 2012.Mahasiswa PSIL UR Praktikum di DAS Sail Pekanbaru.http://miswadipratama.blogspot.com/view/classic(Diakses pada tanggal 9 Juni 2012). Nursanti, W. A. 1999. Menanam Garut di Lahan Tandus. Media Indonesia, Jakarta. Priyanto,A. 2010. Teknik Penyaringan Air Sungai Siak dan Sungai Kampar dengan Menggunakan dengan Kombinasi Membran Metode Poliblend Konvensional Selulosa yang Asetat-

Dimodifikasi

Kitosan.Skripsi.Pekanbaru : UR. Putro, A. N. H., dan Ardhiany, S. A. 2012. Adsorpsi Bioetanol.

http://eprints.undip.ac.id/13831/

29

1/laporan_penelitian_adsorpsi_bioetanol.pdf....putro(Diakses tanggal 9 Juni 2012).

pada

Sastrawijaya, T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Sugiharto. 2005. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI-Press, Jakarta. Suharyanto, dan Koatie, R. J. 2002.Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Otonomi Daerah. Penerbit Andi, Yogyakarta. Suripin.2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta. Sutedjo, M. M., dan Kartasapoetra, A. G. 2005. Pengantar Ilmu Tanah Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta.

30

LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Rancangan Penelitian

A. Tahap 1

Persiapan penelitian

Persiapan air sungai

Pembuatan saringan konvensional

Persiapan lempung

Sebelum dikisatkan

Sesudah dikisatkan

Penyaringan dengan komposisi ijuk , pasir, arang aktif, batu bata, kerikil

Pengeringan

Penggerusan

Pengayakan

konvensional dimodifikasi

yang 120 mesh 200 mesh

31

B. Tahap 2 Sampel air

Air sungai dikisatkan dari 1000 ml menjadi 100 ml

Air tanpa dikisatkan

Koagulasi lempung 120 mesh

Koagulasi lempung 200 mesh Tanpa menggunakan water treatmant

Tanpa koagulasi

Dengan koagulasi

Air disaring dengan saringan konvensional yang telah dimodifikasi atau water treatmant

Meng gunakan water treatmant

120 mesh

200 mesh

Menggunakan penyaringan water treatmant

Analisis warna, pH, konsentrasi TDS dan TSS

32

Lampiran 2. Perhitungan 1. Analisa TDS dan TSS sampel awal (air sungai umpan)

Berat beaker gelas + residu (a) : Berat beaker gelas kosong (b) Volume (c) a. TDS = =
( ( )

56,388 gram 56,370 gram 100 ml

: :

mg/L
)

mg/L

= 180 mg/L

Berat kertas saring + residu (a) : Berat kertas saring kosong (b) Volume (c) b. TSS = =
( ( )

1,269 gram 1,149 gram 100 ml

: :

mg/L
)

mg/L

= 1200 mg/L

2. Analisa TDS dan TSS sampel awal hasil penyaringan menggunakan metode sederhana

Berat beaker gelas + residu (a) : Berat beaker gelas kosong (b) Volume (c) a. TDS = =
( ( )

54,86 gram 54,84 gram 100 ml

: :

mg/L
)

mg/L

= 200 mg/L

Berat kertas saring + residu (a) : Berat kertas saring kosong (b) :

1,12 gram 1,11 gram

33

Volume (c) b. TSS = =


( ( )

: mg/L
)

100 ml

mg/L

= 100 mg/L

3. Analisa TDS dan TSS hasil koagulasi sampel awal dan lempung i. Koagulan dengan lempung 120 Mesh 57,24 gram 57,23 gram 100 ml

Berat beaker gelas + residu (a) : Berat beaker gelas kosong (b) Volume (c) a. TDS = =
( ( )

: :

mg/L
)

mg/L

= 100 mg/L

Berat kertas saring + residu (a) : Berat kertas saring kosong (b) Volume (c) b. TSS = =
( ( )

1,13 gram 1,11 gram 100 ml

: :

mg/L
)

mg/L

= 200 mg/L ii. Koagulan dengan lempung 200 Mesh 48,95 gram 48,92 gram 100 ml

Berat beaker gelas + residu (a) : Berat beaker gelas kosong (b) Volume (c) a. TDS = =
( ( )

: :

mg/L
)

mg/L

= 300 mg/L

Berat kertas saring + residu (a) :

1,10 gram

34

Berat kertas saring kosong (b) Volume (c) b. TSS = =


( ( )

: :

1,06 gram 100 ml

mg/L
)

mg/L

= 400 mg/L

4. Analisa TDS dan TSShasil koagulasi sampel awal hasil kisatan dengan lempung i. Koagulan dengan lempung 120 Mesh 49, 55 gram 49,54 gram 100 ml

Berat beaker gelas + residu (a) : Berat beaker gelas kosong (b) Volume (c) c. TDS = =
( ( )

: :

mg/L
)

mg/L

= 100 mg/L

Berat kertas saring + residu (a) : Berat kertas saring kosong (b) Volume (c) d. TSS = =
( ( )

1,09 gram 1,09 gram 100 ml

: :

mg/L
)

mg/L

=0 iii. Koagulan dengan lempung 200 Mesh 49,96 gram 49,91 gram 100 ml

Berat beaker gelas + residu (a) : Berat beaker gelas kosong (b) Volume (c) c. TDS = =
( ( )

: :

mg/L
)

mg/L

= 500 mg/L

35

Berat kertas saring + residu (a) : Berat kertas saring kosong (b) Volume (c) d. TSS = =
( ( )

1,11 gram 1,09 gram 100 ml

: :

mg/L
)

mg/L

= 200 mg/L

36

Lampiran 3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum

37

38

39

40

Lampiran 4. Aktivitas Pengambilan dan Pengolahan Sampel A. Sampel Lempung

B. Sampel Air

41

Lampiran 5. Aktivitas di Laboratorium

42

Lampiran 6. Peta Lokasi Pengambilan Air Sampel pada Sungai Sail

43

Lampiran 7. Peta Lokasi Pengambilan Lempung Sampel di Desa Kubang Raya

44

Anda mungkin juga menyukai