Anda di halaman 1dari 7

Konseling Genetik Istilah Konseling Genetik (Genetic Counseling) pertama kali diperkenalkan oleh Dr.

Sheldon Redd (1947) dari Dight Institute for Human

Genetics, University of Minnesota. Konseling genetik diartikan sebagai


memberi informasi atau pengertian kepada masyarakat tentang masalah

genetik yang ada dalam keluarganya.


Penerapan konseling genetik pada masyarakat kita mungkin harus sedikit berbeda dari apa yang direkomendasikan oleh para ahli di luar negeri, karena struktur sosial ekonomi, budaya, dan tingkat pendidikan yang berbeda. Istilah konseling genetik sendiri masih asing dan mungkin masih sukar diterima oleh sebagian masyarakat kita, yang sebagian besar berpendidikan di bawah SMU. Pada prinsipnya sebelum konseling genetik diterapkan, kita harus mempunyai para konselor genetik. Konselor tidak harus seorang dokter, tetapi bisa seorang perawat, bidan, psikolog, bahkan pekerja sosial (Simons and pardes, 1977). Yang terpenting adalah seorang konselor sudah terlatih dan menguasai segala sesuatu yang berkaitan dengan thalassemia. Seorang konselor juga dituntut untuk dapat bersikap simpatik, tidak terkesan menggurui apalagi mamaksa, agar dapat terjalin suatu komunikasi dan hubungan batin yang baik antara konselor dengan yang dikonseling. Seorang konselor harus dapat menyampaikan informasi sebanyak dan selengkap mungkin sehubungan dengan penyakit thalassemia yang diderita atau yang mungkin ada pada keluarga yang dikonseling (klien).

Informasi itu menyangkut 3 hal pokok, yaitu: 1. Tentang penyakit thalassemia itu sendiri, bagaimana cara

penurunannya, dan masalah-masalah yang akan dihadapi oleh seorang penderita thalassemia mayor. Konselor juga terlebih dahulu harus mengumpulkan data medis dari kliennya terutama riwayat keluarga sang klien sebelum memulai konseling, agar informasi yang disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk pasangan tersebut. 2. Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya 3. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh sang klien dan membiarkan mereka yang membuat keputusan sendiri sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Seorang konselor tidak selayaknya memberikan jalan keluar yang kira-kira tidak mungkin terjangkau atau dapat dilakukan orang sang klien. 4. Membantu mereka agar keputusan yang telah diambil dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.

Sasaran konseling genetik adalah pasangan pranikah, terutama yang berasal dari populasi atau etnik yang berpotensial tinggi menderita thalassemia, atau kepada mereka yang mempunyai anggota keluarga yang berpenyakit thalassemia. Kepada pasangan tersebut perlu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan indeks hematologis (full blood count) terlebih dahulu sebelum menikah untuk memastikan apakah mereka mengemban cacat genetik thalassemia. Apabila hanya salah satu dari mereka yang mengemban (pembawa sifat) thalassemia tidak jadi masalah, tetapi jika keduanya pengemban sifat thalassemia maka perlu diinformasikan bahwa jika mereka tetap memutuskan

untuk menikah maka 25% dari keturunannya berpeluang menderita thalassemia mayor. Konseling genetik secara khusus juga ditujukan untuk pasangan berisiko tinggi, baik yang terjaring pada pemeriksaan premarital maupun pasangan yang telah mempunyai anak thalassemia sebelumnya. Kepada mereka perlu disampaikan bahwa telah ada teknologi yang dapat membantu untuk mengetahui apakah janin yang dikandung menderita thalassemia atau tidak pada awal kehamilan atau yang dikenal dengan diagnosis prenatal. Perlu diinformasikan pula selengkap-lengkapnya tentang prosedur diagnosis tersebut, di mana mereka dapat melakukannya, siapa yang harus dihubungi, tingkat kesalahan diagnosis, biaya serta kemungkinan keguguran akibat proses sampling. Dengan demikian mereka dapat mempertimbangkan benar-benar untung ruginya sebelum mengambil keputusan agar tidak timbul kekecewaan atau penyesalan di kemudian hari (Blumberg et al., 1975). Kesuksesan program konseling genetik sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan sosial budaya pasangan tersebut. Menurut pengalaman pada negara yang berprevalensi tinggi thalassemia, seperti Sisilia, Cyprus, dan Italia, program konseling genetik dan diagnosis prenatal dapat menurunkan insidensi thalassemia sampai 80% dalam 10 tahun terakhir ini (Cao dan Rosatelli, 1988).

FAKTOR RESIKO Asian, Chinese, Mediterranean, or etnik Africa America , adanya faktor keturunan (familial) urang lebih 3% dari penduduk dunia mempunyai gen thalassemia dimana angka ke j a d i a n t e r t i n g g s a m p a i d e n g a n 40% kasus adalah di Asia. D i I n d o n e s i a thalassemia merupakan penyakit terbanyak diantara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Pada tahun 1955 Lie-Injo pertama dilaporkan HBe sebagai kelainan yang paling sering ditemukan di antara banyak kelompok e t n i s d i Indonesia, mulai dari 2,5% menjadi 13,2%. D a l a m s t u d i k e m u d i a n prevalensi yang dilaporkan bervariasi sangat banyak. Hal itu dilaporkan sebagai 9,5% pada bayi baru lahir, 22% pada wanita hamil, dan 15,95% sampai 60% pada a t l e t . Frekuensi pembawa (carrier) di beberapa daerah adalah a n t a r a 6 - 1 0 % , sedangkan pola mutasi bervariasi dalam masing-masing daerah. Jenis thalassemia terbanyak yang ditemukan di Indonesia adalah thalassemia beta mayor sebanyak 50% dan thalassemia HbE sebanyak 45%. Frekuensi pembawa sifat thalassemia untuk Indonesia ditemukan berkisar antara 3-10%. Bila frekuensi gen thalassemia 5 % d e n g a n a n g k a kelahiran 23 dan jumlah populasi penduduk Indonesia sebanyak 240 juta, diperkirakan akan lahir 3000 bayi pembawa gen thalassemia setiap tahunnya. Pada tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai, telah melaporkan adanya 3 orang anak menderita thalassemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan 23 orang anak dengan penyakit yang serupa di Indonesia. Dalam kurun waktu 17 tahun, yaitu dari tahun 1961 hingga tahun 1978 telah menemukan tidak kurang dari 300 penderita dengan sindrom thalassemia ini. Kasus-kasus yang serupa telah b a n y a k pula dilaporkan oleh berbagai rumah sakit di Indonesia, Utara Medan telah melaporkan 13 kasus, Sumantri (1978) dari bagian Kesehatan.

Diet pada pasien thalasemia yang tidak ditransfusi Pasien yang tidak ditransfusi dianjurkan untuk menghindari makanan tinggi besi dan makanan suplemen yang mengandung besi, pasien juga didukung untuk minum teh disaat makan karena teh dapat mengurangi absorpsi besi. Ferritin serum dievaluasi pada a n a k r e m a j a . Sebagai tambahan, kekurangan asam folat juga b a n y a k t e r j a d i p a d a penderita talasemia. Diet rendah besi pada pasien yang mendapat transfusi kronis, Transfusi darah secara teratur dapat menyebabkan jumlah besi di dalam tubuh berlebihan. Kelebihan besi dari transfusi kronis disimpan di hati. Suatu saat, bila tempat p e n y i m p a n a n p e n u h , b e s i m u l a i berakumulasi di jantung dan pituitary y a n g mengakibatkan kerusakan. Jumlah besi yang berlebihan juga menyebabkan peningkatan p e n y e r a p a n b e s i d i u s u s . Untuk membantu agar besi tidak tersimpan terlalu cepat,diberikan obat desferal yang dikombinasikan dengan diet rendah besi. Kadar besi dipertahankan dibawah 10mg/hari pada anak usia 10 tahun dan dibawah 18 mg/hari pada usia 11 tahun dan lebih tua. Anak yang menderita talasemia dan mendapatkan transfusi masih relative anemi, s e h i n g g a t u b u h m e r e k a m u n g k i n m a s i h m e m b u t u h k a n b e s i . K a r e n a s u l i t n y a u n t u k memperhatikan makanan pasien, maka pasien harus segera membiasakan diri. Ingatkan a n a k t e r s e b u t m e n j a u h i m a k a n a n y a n g mengandung besi yang sangat tinggi seperti dendeng, dan produk daging yang mengandung besi yang tinggi. Z at besi d a r i daging lebih mudah diserap tubuh daripada sumber besi lain seperti sereal dan roti. Jangan memasak di alat masak yang terbuat da ri besi karena besi dari peralatan masak dapat berpindah ke makanan. Beberapa makanan seperti jus jeruk, dapat meningkatkan penyerapan besi, sedangkan produk susu dan kopi dapat menurunkan penyerapan. Jika menggunakan desferal, dianjurkan mengkonsumsi 250mg vitamin C segera setelah infus mulai diberikan untuk meningkatkan pengeluaran besi.

MAKANAN Diet Rendah Besi untuk Pasien Kronis-ditransfusikan Protein yang harus dihindari atau dihilangkan dari diet 1. Tiram 2. Hati 3. Babi 4. Kacang 5. daging sapi 6. selai kacang 7. tahu Yang jg harus dihindari : 1. tepung tortilla 2. sereal bayi 3. krim gandumMalt-O-Meal Buah / Sayuran yang harus dihindari 1. plum 2. semangka 3. bayam 4. sayuran berdaun hijau 5. kismis 6. brokoli 7. kacang polong 8. Kacang fava : :

PROTEIN Asupan protein pada talasemia harus mencukupi kebutuhan yaitu 1 gram/kgBB/hari, namun pasien talasemia harus menghindari protein2 sebagai berikut : 1. Tiram 2. Hati 3. Daging babi 4. Daging sapi 5. Kacang 6. Tahu

ELEKTROLIT Penderita talasemia harus mendapat asupan kalsium yang cukup, baik dengan makan makanan tinggi kalsium atau dengan mengambil suplemen kalsium. orang membutuhkan sekitar 1,5 gram kalsium setiap hari untuk membangun tulang yang kuat. Anak2 membutuhkan 1gr per hari. Remaja membutuhkan lebih banyak selama pertumbuhan tulang meningkat: 1,5gr - 2 gram per hari. Dewasa membutuhkan sekitar 1,5 gram per hari. Tingkat kalsium dapat dicapai dengan makan makanan tinggi kalsium. Makanan Tinggi kalsium (satuporsi = 400 mg atau, 0,4 gram kalsium) Satu cangkir susu Yoghurt Puding susu berbasis atau custard 6 sarden dengan tulang Makanan berkalsium sedang (satuporsi = 125 mg atau 0,125 gram kalsium) Satu cangkir tahu Satu cangkir kacang atau kacang polong Satu cangkir brokoli, kangkung, sawi Satu setengah cangkir hijau bok coy atau lobak Satu setengah cangkir keju cottage, yogurt beku, sup krim, atau es krim Almond kuartal satu cangkir 2ons ikan kaleng dengan tulang

Anda mungkin juga menyukai