Anda di halaman 1dari 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Penurunan Vitalitas Kawasan dan Revitalisasi Ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran sebuah kota atau kawasan adalah salah satu penyebab utama terjadinya penurunan kinerja kawasan (Kotler, 1993). Penurunan vitalitas kawasan atau penurunan kinerja kawasan lebih banyak dinilai oleh atribut ekonomi, walaupun penurunan kinerja kota atau kawasan tidak hanya tentang ekonomi, namun juga terdapat berbagai atribut lainnya. Menurut Kotler (1993), bahwa faktorfaktor penyebab menurunnya vitalitas suatu kawasan perkotaan antara lain: menurunnya sebagian besar kegiatan ekonomi utama, resesi ekonomi yang mempengaruhi kegiatan perdagangan, naiknya pengangguran, menurunnya kualitas infrastruktur, berpindahnya penduduk ke luar kawasan dan naiknya defisit anggaran kota. Zielenbach (2000) dalam bukunya Art Of Revitalization menyebutkan fenomena menurunnya vitalitas dan kinerja kawasan disebabkan oleh menurunnya physical amenities, tidak adanya atau melemahnya komunitas atau organisasi yang mewadahi masayarakat lokal, hilangnya kepemimpinan lokal dan modal sosial di masyarakat serta tidak adanya rencana tindak dari pemerintah. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum, faktor-faktor penyebab penurunan kinerja kawasan adalah (Peraturan Meneteri Pekerjaan Umum No. 18 Tahun 2010) : 1. Penurunan vitalitas ekonomi kawasan perkotaan a. Sedikitnya lapangan kerja b. Kurangnya jumlah usaha c. Sedikitnya variasi usaha d. Ekonomi kawasan tidak stabil e. Penurunan pertumbuhan ekonomi f. Produktifitas ekonomi kawasan menurun 9

10 g. Dis-ekonomi kawasan (diseconomic of a neighbourhood) h. Nilai properti yang lebih rendah Meluasnya kantong-kantong terisolir (enclave) a. Tidak terjangkau secara spasial b. Pelayanan prasarana yang terputus c. Kegiatan ekonomi, budaya, sosial yang terisolir Prasarana dan sarana tidak memadai a. Penurunan kondisi dan pelayanan prasarana (jalan/jembatan, air bersih, drainase sanitasi, persampahan) b. Penurunan kondisi dan pelayanan sarana (pasar, ruang untuk industri, ruang ekonomi formal dan informal, fasilitas budaya, sosial, sarana transportasi) Degradasi kualitas lingkungan (environmental quality) a. Kerusakan ekologi perkotaan b. Kerusakan amenitas kawasan Kerusakan bentuk dan ruang kota tradisi local a. Destruksi diri sendiri (self-destrucktion) b. Destruksi akibat kreasi baru (creative-destruction) Pudarnya tradisi sosial dan budaya setempat dan kesadaran publik Terabaikannya Manajemen kawasan Kurangnya kompetensi dan komitmen Pemerintah dalam mengembangkan kawasan

2.

3.

4.

5.

6. 7. 8.

Dalam pengertiannya yang lain, Paul Grogan (2002) menyatakan bahwa oenurunan kawasan juga disebabkan oleh keterkaitan kondisi sosial ekonomi, termasuk keputusan perencanaan kota, kemiskinan penduduk setempat, perpindahan penduduk, dan pelarangan migrasi ke luar kawasan. Berdasarkan Andersen (2003), penurunan kawasan atau urban decay adalah suatu proses dimana suatu bagian kota, tumbuh menua dan mengalami salah penanganan sehingga memburuk. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya urban

11 decay ini, seperti deindustrialisasi, depopulasi (perubahan populasi), restrukturisasi ekonomi, bangunan terbengkalai, pengangguran lokal, dan penataan kawasan yang tidak menyenangkan. Hal inilah yang terjadi di kebanyakan kota-kota industri di dunia, seperti Detroit, Glasgow, Manchaster, Newcastle, dan London Timur. Seperti di Detroit, ketika industri merelokasi pabrik mereka ke luar kota tahun 1967, kemudian walikota memotong anggaran publik, seperti polisi dan pemadam kebakaran, juga menaikkan tiket transportasi publik dan pajak, sehingga menyebabkan perpindahan sebesar 61% dari penduduknya (dari 1950 dengan 1,85 juta, pada 2010 hanya 1,1 juta). Hal yang sama juga terjadi di pinggiran kota Paris, ketika pusat kota ditempati oleh penduduk kelas atas, dan pinggiran paris oleh kelas menengah. Konsentrasi kemiskinan dan kriminal bermula dari pembangunan yang menyebabkan kawasan pinggiran mengalami penurunan kinerja kawasan. . 2.2 Pengembangan Industri Kreatif Untuk mengembalikan kinerja kawasan Wedoro, diperlukan pengembangan industri kreatif alas kaki yang menjadi inti kegiatan ekonomi dari kawasan Wedoro. Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi kreatif digerakkan oleh kapitalisasi kreativitas dan inovasi dalam menghasilkan produk atau jasa dengan kandungan kreatif. Istilah mengenai ekonomi kreatif ini, seperti yang dituliskan Toffler dalam buku Future Shock (1970). Buku tersebut menyatakan bahwa gelombang peradaban manusia terbagi dalam tiga gelombang, yaitu gelombang pertama adalah abad pertanian. Gelombang kedua adalah abad industri dan gelombang ketiga adalah abad informasi. Teori Toffler berhenti di sini. Industrialisasi telah menciptakan pola kerja, pola produksi, dan pola distribusi yang lebih murah dan lebih efisien. Namun, banyaknya penemuan baru dibidang teknologi informasi dan komunikasi menciptakan interkoneksi antar manusia yang membuat manusia menjadi lebih produktif. Sisi lain yang muncul adalah kompetisi yang semakin keras, sehingga negara-negara

12 maju mulai menyadari bidang industri sudah tidak bisa diandalkan lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif. Kemudian pada tahnun 1990an muncul Gelombang keempat yang mengintensifkan informasi dan kreatifitas, yang populer disebut ekonomi kreatif yang digerakkan oleh sektor industri sehingga disebut industri kreatif. Berdasarkan UK Government Department for Culture, Media and Sport (DCMS) definisi industri kreatif adalah industri yang memiliki kreativitas individual secara orisinal, kemampuan, talenta, dan berpotensi terhadap kesejahteraan dan penyediaan lapangan pekerjaan bagi generasi mendatang, serta sebagai sarana eksploitasi properti intelektual (Kementerian Perdagangan, 2008). Berdasarkan UK Government DCMS di dalam buku Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia yang disusun oleh Departemen Perdagangan, sektor-sektor kegiatan yang termasuk kedalam industri kreatif adalah : 1. Periklanan, 2. Arsitektur, 3. Pasar seni dan barang antik 4. Kerajinan, 5. Desain, 6. Fashion, (alas kaki termasuk ke dalamnya) 7. Film, video dan fotografi, 8. Permainan Interaktif 9. Musik 10. Pertunjukan 11. Percetakan dan Penerbitan 12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak 13. Televisi dan radio 14. Riset dan Pengembangan Berdasarkan CITF (Creative Industries Task Force), indutri kreatif dapat diartikan sebagai sebuah industri yang memiliki aspek originalitas dalam kretifitas individual, skill dan talent dan memiliki nilai potensial dalam peningkatan

13 kesejahteraan dan dalam penciptaan lapangan kerja melalui ekploitasi intelektual individu. Istilah ekonomi kreatif pertama kali didengungkan oleh John Howkins pada tahun 2001. Menurutnya, ekonomi kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah gagasan. Hopkins juga menggambarkan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang sangat layak. Gagasan yang dimaksud adalah gagasan yang orisinil dan dapat di proteksi dengan hak kekayaan intelektual. Pengembangan ekonomi kreatif ini mulai digerakan oleh negara-negara Uni Eropa semenjak 20 tahun lalu, diantaranya adalah Inggris yang telah membuktikan bahwa pengembangan industri kreatif dapat menjadi motor penggerak perekonomian nasional. Inggris sendiri menjadi pemimpin dalam bidang budaya dan media. Di Inggris atau Britania Raya, sektor industri kreatif menyumbang 6,4% dari UK Gross Value Added. Bahkan di tahun 2007, pendapatan dari industri kreatif mencapai 67,5 Miliar Poundsterling. Sub-sektor yang paling besar menyubang angka tersebut adalah penerbitan, radio & televisi, dan periklanan (Executive Summary of Creative Industries, Technology Strategy 2009-2012). Keberhasilan pengembangan industri kreatif di Inggris ini dimulai setelah perekonomian Inggris terpuruk akibat sumber daya alam yang menipis. Karena keberhasilan Inggris ini, menggambarkan bahwa industri kreatif dapat dijadikan sektor unggulan dalam perekonomian nasional, negara lain mulai mengikuti mengembangkan sektor industri kreatif, seperti Selandia Baru dengan wisata budaya di suku Maori, Hong Kong dan Singapura sudah menganalisis sektor-sektor industri kreatif mana yang nantinya akan dikembangkan untuk mengatasi dominasi ekonomi industri Cina (UNESCO, 2006). Di Indonesia sendiri, pengembangan industri kreatif sudah berlangsung sejak lama. Mulai tahun 2008, Kota Bandung mulai memposisikan dan memasarkan kota mereka sebagai kota kreatif. Maksudnya adalah kota dengan berbagai industri kreatif

14 yang tertelulis dalam 14 sektor tadi. Untuk pengembangan industri kreatif di Kota Bandung, ada lima langkah pendekatan pengembangan kawasan (Bandung Creative City Forum, 2009) : 1. Community Development Tujuan dari pengembangan komunitas adalah untuk menciptakan lingkungan yang berkualitas untuk para penduduk setempat dan pekerja di kawasan tersebut. Banyak ide pengembangan kawasan berasal dari ide-ide dari partisipasi komunitas dan pemberdayaan masyarakat yang kemudian dikembangkan menjadi konsep acuan pengembangan kawasan. 2. Urban Design Tujuan dari urban design adalah untuk menciptakan kawasan yang nyaman untuk ditempati dari sisi arsitektural, ruang terbuka, penggunaan lahan, tata letak jalan dan alur lalu lintas. 3. Urban Planning Pengembangan urban planning ini terdiri dari tata guna lahan, zonasi, kepadatan wilayah, dan pengendalian lalu lintas. 4. Economic Development Pengembangan ekonomi ini fokus dalam membantu kawasan dalam meningkatkan nilai kompetitif bisnis/industri utamanya. 5. Strategic Marketing Planning Kawasan menetapkan target pasar secara spesifik dan menngembangkan competitive advantages dengan kawasan lain. Semenjak tahun 2008 pula, Pemerintah, lewat Kementerian Perdagangan mengeluarkan rencana pengembangan ekonomi kreatif Indonesia. Untuk mencapai visi dan misi yang dicanangkan, maka diperlukan penguatan pilar-pilar industri kreatif. Terdapat lima pilar industri kreatif, diantaranya (Kementerian Perdagangan, 2008) :

15 1. People : untuk menciptakan masyarakat yang mempunyai keterampilan dan kemampuan, maka harus ada peningkatan jumlah dan perbaikan kualitas lembaga pendidikan dan pelatihan talenta kreatif sebagai profesi yang membawa nilai tambah secara ekonomi dan sosial. 2. Industry : pilar industri ini perlu ditingkatkan untuk menjadikan industri kreatif yang unggul di pasar domestik dan asing. Untuk perlu ditingkatkan daya tarik investasi, inovasi produk bermuatan lokal dan efisiensi produksi. 3. Technology : pilar teknologi ini perlu diperkuat untuk memperkaya ide kreasi dan mentransformasi ide menjadi karya nyata. Untuk mencapai tujuan itu maka perlu ditingkatkan kemampuan penguasaan teknologi dan computer literacy. 4. Resouces (Sumber Daya) : Pilar sumber daya ini perlu dikembangkan untuk menciptakan nilai tambah dan tingkat utilisasi yang tinggi dan ramah lingkungan. Untuk itu perlu dibentuk basis teknologi yang mengolah sumber daya alam pendukung industri kreatif dan penciptaan iklim kondusif untuk menjaga ketersediaan pasokan bahan baku. 5. Institusi (institution) : Pilar institusi yang dimaksud adalah terciptanya suatu keadaan dimana masyarakat mampu berpikiran terbuka dan mengkonsumsi produk kreatif lokal. Untuk itu perlu diciptakan penghargaan terhadap hak atas kekayaan intelektual, dan peningkatan apresiasi atas produk dengan muatan budaya yang berkualitas. 6. Financial Intermediary (Lembaga pembiayaan) : Pilar keuangan ini tidak dapat diremehkan, karana lembaga pembiayaan ini berfungsi untuk menciptakan tingkat kepercayaan yang tinggi untuk berinvestasi dan menciptakan informasi simetrik antara pelaku usaha dengan lembaga intermediasi. Untuk itu perlu diciptakan

16 skema dan lembaga pembiayaan yang mendukung industri kreatif. Selain itu juga diperlukan penguatan hubungan triple helix (pemerintah, akademisi, dan swasta) dengan lembaga keuangan. Selain itu, pemerintah sejak tahun 2009 juga mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) tentang pengembangan ekonomi kreatif yang ditujukan kepada kementerian-kementerian terkait, yang menghasilkan enam sasaran utama, yang terdiri dari : 1. Menghasilkan insan kreatif dengan pola pikir dan moodset kreatif a. Peningkatan jumlah sumber daya manusia kreatif secara berkualitas secara berkesinambungan dan tersebar merata di wilayah Indonesia b. Peningkatan jumlah dan perbaikan kualitas lembaga pendidikan dan pelatihan formal dan informal yang mendukung penciptaan insan kreatif dalam pengembangan ekonomi kreatif c. Peningkatan penghargaan kepada insan kreatif oleh pemerintah d. Peningkatan jumlah wirausahawan kreatif sebagai lokomotif industri di bidang ekonomi kreatif e. Penciptaan database dan jejaring insan kreatif di dalam maupun di luar negeri 2. Industri yang unggul di pasar dalam dan luar negeri, dengan peran dominan wirausahawan lokal a. Peningkatan daya tarik industri di bidang ekonomi kreatif b. Peningkatan efisiensi serta produktivitas industri untuk meningkatkan keunggulan komparatif

17 c. Peningkatan inovasi bermuatan lokal untuk menciptakan keunggulan kompetitif 3. Teknologi yang mendukung penciptaan kreasi dan terjangkau oleh masyarakat Indonesia a. Pembentukan basis-basis teknologi pendukung industri di bidang ekonomi kreatif menuju klaster teknologi b. Penguatan kapasitas penguasaan teknologi dan kemampuan pemanfaatan komputer di bidang ekonomi kreatif c. Penguatan iklim usaha kondusif bagi investasi teknologi pendukung ekonomi kreatif 4. Pemanfaatan bahan baku dalam negeri secara efektif bagi industri di bidang ekonomi kreatif a. Peningkatan kemampuan SDM untuk memanfaatkan bahan baku yang berasal dari alam b. Peningkatan apresiasi dan promosi sadar lingkungan pada industri di bidang ekonomi kreatif yang menggunakan bahan baku alam c. Pembentukan basis-basis teknologi penghasil bahan baku pendukung industri di bidang ekonomi kreatif d. Penciptaan iklim kondusif untuk menjaga ketersediaan pasokan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri di bidang ekonomi kreatif 5. Masyarakat yang menghargai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan mengkonsumsi produk kreatif lokal a. Penciptaan penghargaan terhadap HKI dan sosialiasi pentingnya HKI

18 b. Peningkatan apresiasi terhadap budaya bangsa dan kearifan lokal c. Peningkatan kesadaran dan penghargaan di dunia internasional terhadap produk kreatif d. Penciptaan masyarakat kreatif yang saling menghargai dan saling bertukar pengetahuan demi kuatnya industri nasional di bidang ekonomi kreatif 6. Tercapainya tingkat kepercayaan yang tinggi oleh lembaga pembiayaan terhadap industri di bidang ekonomi kreatif sebagai industri yang menarik a. Penciptaan skema dan lembaga pembiayaan yang mendukung tumbuhkembangnya industri di bidang ekonomi kreatif b. Penguatan hubungan antara pelaku bisnis, pemerintah, cendekiawan dengan lembaga keuangan 2.3 Sintesa Tinjauan Pustaka Berdasarkan kajian pustaka, dapat kita simpulkan bahwa penurunan kinerja kawasan yang terjadi dapat dikembangkan dengan meningkatkan kinerja industri kreatif alas kaki. Berdasarkan kajian pustaka, terdapat tiga hal utama penyebab penurunan kinerja kawasan. Penyebab penurunan kinerja kawasan yang pertama adalah fisik. Penurunan fisik yang dimaksud adalah penurunan kualitas infrastruktur (sarana dan prasarana), kehilangan ciri khas kawasan, penurunan physical amenities, dan kerusakan ekologi kawasan. Penyebab penurunan kinerja kawasan yang kedua adalah penurunan ekonomi. Dari empat teori tentang penurunan kinerja kawasan yang dikaji, didapat bahwa indikator penurunan ekonomi kawasan adalah bangkrutnya sebagian besar kegiatan ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang menurun, berpindahnya kegiatan usaha utama ke luar kawasan, dan menurunnya nilai properti. Penyebab

19 penurunan kinerja kawasan yang ketiga adalah penurunan sosial kawasan. Penurunan keadaan sosial kawasan dapat dilihat melalui melemahnya organisasi atau komunitas lokal yang mewadahi masyarakat setempat, hilangnya tradisi lokal, dan berpindahnya penduduk ke luar kawasan. Setelah mengetahui penyebab penurunan kawasan, maka perlu dilakukan pembenahan dan pengembangan industri kreatif berbasis alas kaki. Pengembangan industri kreatif sendiri di Indonesia sudah memiliki panduannya, yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Selain itu banyak komunitas yang telah menyusun panduan pengembangan industri kreatif, seperti Bandung Creative City Forum (BCCF), sehingga nantinya industri kreatif berbasis alas kaki di kawasan Wedoro dapat memilih mana yang lebih strategis dan implementatif. Dari hasil kajian pustaka, didapatkan indikator-indikator yang menyebabkan penurunan kinerja suatu kawasan, terdiri dari tiga atribut: 1. Atribut Ekonomi Mengarah pada penurunan kinerja kegiatan industri dan perdagangan berbasis alas kaki, penurunan daya saing dan penurunan nilai properti di kawasan studi 2. Atribut Fisik Indikator fisik terdiri dari penurunan kualitas pelayanan infrastruktur (sarana dan prasarana), penurunan ekologi kawasan, penurunan physical amenities kawasan, dan hilangnya ciri khas kawasan. 3. Atribut Sosial Indikator sosial terdiri dari melemahnya organisasi sosial setempat, berpindahnya penduduk ke luar kawasan studi dan rendahnya dukungan pemerintah.

20
Tabel 2.1 Indikator Pengukuran Kinerja Kawasan

Atribut Ekonomi

Fisk

Sosial

Indikator Kinerja kegiatan industri dan perdagangan alas kaki Daya Saing Ekonomi Nilai properti kawasan Kualitas infrastruktur (sarana dan prasarana) Kualitas ekologi kawasan Ciri khas kawasan physical amenities Organisasi yang mewadahi masyarakat lokal Mutasi penduduk ke luar kawasan Dukungan Pemerintah
Sumber : Sintesa Teori

Anda mungkin juga menyukai