Anda di halaman 1dari 18

OLEH :

FARIZA ANDIKA PERMANA B.0910387 RAMLAN RAMDANI B.0910140

Udang merupakan komoditas handal sector perikanan di Indonesia yang saat ini mengalami peningkatan produksi, baik usaha penangkapan di alam maupun hasil budidaya dengan tambak udang. Departemen Kelautan dan Perikanan (2004) melaporkan pada tahun 2002, Indonesia mempunyai tambak udang seluas 458.000 ha dengan total produksi 447.587 ton. Dari total produksi tersebut, 75% digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke berbagai negara tujuan Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa lainnya. Ekspor udang Indonesia pada tahun 2002 sebesar 130.000 ton, tahun 2003 sebesar 140.000 ton, dan tahun 2004 sampai dengan November 2004 adalah130.000 ton.

Udang (Litopenaeus vannamei) termasuk dalam filum antropoda kelas Crustaceae, ordo Decapoda, dan sub ordo Natantia. Tubuh udang dapat di bagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian kepala, perut dan ekor. Seluruh tubuh udang terdiri atas ruas-ruas yang terbungkus oleh (eksoskeleton) yang terbuat dari kitin yang di perkeras oleh bahan kapur CaCO3.

Udang memiliki bagian-bagian seperti kepala yang merupakan bagian terbesar dari seluruh bobot udang dapat mencapai 36-49%, bagian daging dapat mencapai 24-41%, serta bagian kulit dan ekor dapat mencapai 17-23%. Proses pengolahan udang tersebut menghasilkan limbah padat antara lain kepala, cangkang udang, kaki, dan ekor.

Limbah udang (kepala, kulit, ekor) mengandung komponen 35,8% protein, 15.9% kitin, dan 12.3% kalsium, sedangkan kulit udang mengandung 16.9% protein, 23.5% kitin, dan 24.8% kalsium. Melihat angka di atas, kulit udang dapat dimanfaatkan sebagai : 1. Bahan baku pembuatan kitin. 2. Bahan baku pembuatan konsentrat protein dan flavor. 3. Substrat bagi pertumbuhan mikroba 4. Bahan baku industri pangan maupun pakan ternak

Kata kitin berasal dari bahasa Yunani, yaitu chiton, yang berarti baju rantai besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari materil kitin sebagai jaket pelindung pada invertebrate. Kitin merupakan suatu polimer yang tersusun atas satuan-satuan asetil glukosamin yang saling berkaitan dengan ikatan (1,4) beta. Zat kitin adalah komponen utama dari dinding sel jamur, exoskeleton (kerangka luar) dari arthropoda seperti crustacea (udang-udangan seperti kepiting dan udang) dan serangga, serta mulut bangsa chepalopoda, termasuk cumi-cumi dan gurita (mulut bangsa cumi-cumi ini mirip dengan paruh burung nuri yang miring, dan mulut ini sangat keras).

Menurut Muzarelli (1977), pemanfaatan kitin dapat dikelompokkan dalam tiga fase, yaitu : 1. Fase pertama antara lain penanganan limbah, pengolahan pangan, pengikatan logam. 2. Fase kedua meliputi produk-produk kitin untuk industri kosmetik, obat, bahn tambahn pangan, membran-membran, dan lain-lain. 3. Fase ketiga dalam bidang gizi, imunologi, pengobatan aids, dan farmasi.

Proses pembuatan kitin dari kulit udang terdiri dari tiga proses utama yaitu :
1.

2.
3.

Deproteinasi Demineralisasi Dekolorasi

Salah satu komponen yang terdapat pada kulit udang adalah protein yang berikatan dengan kitin dan kalsium karbonat. Untuk mendapatkan senyawa kitin, senyawa protein tersebut harus dihilangkan melalui proses deproteinasi. Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan sisa protein dan lemak yang terkandung dalam serbuk kulit limbah udang.

Mineral merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik dan dijadikan sebagai parameter penting dalam proses produksi kitin. Kulit udang mengandung mineral yang cukup tinggi lebih dari 30-50% mineral berdasarkan berat kering. Proses demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan mineral-mineral dalam serbuk kulit limbah udang.

Di dalam kulit udang terdapat pigmen jenis kartenod antara -karoten dan astaxanthin. Pada kulit udang pigmen yang paling banyak adalah astaxanthin. Pigmen yang terdapat pada kitin tidak terikat pada mineral ataupun protein, sehingga pada tahap-tahap sebelumnya kitin masih berwarna kecoklatan. Proses dekolorisasi bertujuan untuk menghilangkan pigmen atau zat warna yang terdapat pada kulit udang.

Proses deproteinasi dilakukan dengan cara perendaman kulit udang ke dalam larutan NaOH 3.5% selama 2 jam pada suhu 65oC dengan perbandingan 1:10 (b/v). dan dapat menurunkan kadar protein pada kulit udang sebesar 99.33%. Beberapa mikroba penghasil protease juga dapat dimanfaatkan dalam proses deproteinasi , seperti golongan Bacillus dan Pseudomonas.

Proses demineralisasi dilakukan dengan cara perendaman kulit udang di dalam larutan HCL 1 N selama 30 menit pada suhu ruang dengan perbandingan 1:15 (b/v) dan dapat menurunkan kadar mineral pada kulit udang sebesar 99.84%. Beberapa spesies Lactobacillus juga dapat dimanfaatkan dalam proses demineralisasi.

Proses dekolorisasi dilakukan dengan cara perendaman kulit udang di dalam larutan NaCL selama 2jam kemudian dikeringkan dengan suhu 60oC. Proses dekolorisasi menggunakan aseton untuk mereduksi astaxanthin dari limbah kulit udang dimana zat warna dari kitin dapat dipisahkan dengan aseton, kemudian ditambahkan NaOCL untuk merubah kitin yang berwarna kecoklatan menjadi warna putih.

1.
2. 3. 4.

5.
6.

Bidang nutrisi (suplemen dan sumber serat) Pangan (nutraceutical, flavor, pembentuk tekstur, emulsifier, penjernih minuman) Medis ( mengobati luka, contact lens, membran untuk dialisis darah, antitumor), Kesehatan kulit dan rambut (krim pelembab, hair care product) Lingkungan dan pertanian (penjernih air, menyimpan benih, fertilizer dan fungisida) Lain-lain (proses finishing kertas, menyerap warna pada produk cat dsb).

Anda mungkin juga menyukai