Anda di halaman 1dari 37

1. Pengertian Manajemen Sekolah Istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah.

Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi ( administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi. Dalam makalah ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumbersumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu: 1. merencanakan (planning), 2. mengorganisasikan (organizing), 3. mengarahkan (directing), 4. mengkoordinasikan (coordinating), 5. mengawasi (controlling), dan 6. mengevaluasi (evaluation). Menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manjemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 2. Manajemen berbasis sekolah Sejak beberapa waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan baru dalam manajemen sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school based management) atau disingkat MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American

Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa tak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi. Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya. Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya.

Kita khawatir, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah. MBS adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isyu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid. Manajemen berbasis sekolah dapat bermakna adalah desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin melihat adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, mengakibatkan hasil belajar siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian memberikan kontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial suatu negara. Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan sebagai satu strategi untuk mencapai transformasi sekolah. Manajemen berbasis sekolah telah dilembagakan di tempat-tempat seperti Inggris, dimana lebih dari 25.000 sekolah telah mempraktikkannya lebih dari satu dekade. Atau seperti Selandia Baru atau Victoria, Australia atau di beberapa sistem sekolah yang besar) di Kanada dan Amerika Serikat, dimana terdapat pengalaman sejenis selama lebih dari satu dekade. Praktik manajemen berbasis sekolah di tempattempat ini tampaknya tidak dapat dilacak mundur. Satu indikasi skala dan lingkup minat terhadap manajemen berbasis sekolah diagendakan pada Pertemuan Menteri-

menteri Pendidikan dari Negara APEC di Chili pada April 2004. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) merupakan satu jejaring 21 negara yang mengandung sepertiga dari populasi dunia. Tema dari pertemuan adalah mutu dalam pendidikan dan tata kelola merupakan satu dari empat sub tema. Perhatian khusus diarahkan pada desentralisasi. Para menteri sangat menyarankan (endorse) manajemen berbasis sekolah sebagai satu strategi dalam reformasi pendidikan, tatapi juga menyetujui aspek-aspek sentralisasi, seperti kerangka kerja bagi akuntabilitas. Mereka mengakui bahwa pengaturannya akan bervariasi di masingmasing negara, yang merefleksikan keunikan tiap-tiap setting. Manajemen berbasis sekolah memiliki banyak bayangan makna. Ia telah diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep yang lebih mendasar dari sekolah dan manajemen adalah berbeda, seperti berbedanya budaya dan nilai yang melandasi upaya-upaya pembuat kebijakan dan praktisi. Akan tetapi, alasan yang sama di seluruh tempat dimana manajemen berbasis sekolah diimplementasikan adalah bahwa adanya peningkatan otoritas dan tanggung jawab di tingkat sekolah, tetapi masih dalam kerangka kerja yang ditetapkan di pusat untuk memastikan bahwa satu makna sistem terpelihara. Satu implikasi penting adalah bahwa para pemimpin sekolah harus memiliki kapasitas membuat keputusan terhadap hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan mengambil unsur-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang berlaku di seluruh sekolah 3. Manfaat manajemen berbasis sekolah (MBS MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan

keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya. Para pendukung MBS berpendapat bahwa prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperanserta merencanakannya. Para pendukung MBS menyatakan bahwa pendekatan ini memiliki lebih banyak maslahatnya ketimbang pengambilan keputusan yang terpusat. Maslahat itu antara lain menciptakan sumber kepemimpinan baru, lebih demokratis dan terbuka, serta menciptakan keseimbangan yang pas antara anggaran yang tersedia dan prioritas program pembelajaran. Pengambilan keputusan yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan meningkatkan motivasi dan komunikasi (dua variabel penting bagi kinerja guru) dan pada gilirannya meningkatkan prestasi belajar murid. MBS

bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi. Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut : 1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran. 2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting. 3. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran. 4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah. 5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah. 6. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level. .wordpress.com/2009/05/15

Manajemen Berbasis Sekolah Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih ke sekolah-sekolah dan meningkatkan keterlibatan langsung dari komunitas sekolah (kepala sekolah, guru, mahasiswa, staf, orang tua dan masyarakat) dalam pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas sekolah di bawah kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Fadjar 2002). Konsep MBS telah menarik ahli pendidikan di Indonesia pada akhir 1990-an, dan itu secara resmi diadopsi sebagai model manajemen sekolah di Indonesia dengan disahkannya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Konsep MBS dipilih didasarkan pada paradigma desentralisasi pendidikan yang diterapkan

untuk memecahkan ketidakefektifan dari paradigma pendidikan sentralistik yang sebelumnya diterapkan di Indonesia. Manajemen pendidikan sentralistik tidak mendidik manajemen sekolah untuk kreatif mengembangkan organisasi sekolah, mengembangkan kurikulum, mengelola fasilitas dan belajar sumber daya, maupun mengembangkan partisipasi masyarakat. MBS membuat komunitas sekolah yang peserta aktif terlibat dalam membuat keputusan dalam kaitannya dengan program-program sekolah termasuk kurikulum dan strategi pembelajarannya. Berbagai negara donor melaksanakan proyek percontohan pada pengembangan manajemen sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu dalam proses desentralisasi pendidikan di beberapa daerah Indonesia. Sebagai contoh, Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) telah melakukan studi pada pelaksanaan pengembangan model MBS, melalui partisipasi dalam sub-distrik masyarakat dalam Program Peningkatan Pendidikan Daerah (REDIP) di lima kabupaten di dua provinsi, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara pada tahun 1999-2004 dan kemudian diperpanjang sampai pada tahun 2008 di provinsi lain (JICA 2008). Model REDIP juga diterapkan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam rangka untuk merekonstruksi pendidikan setelah Tsunami terjadi pada tahun 2005. Dalam contoh lain, Pemerintah AS melalui USAID mendukung Managing Basic Education (MBE) Project di tahun-tahun 2003-2006 (The Mitchell Group Inc 2007) untuk menjalankan manajemen berbasis sekolah dan berbasis masyarakat dengan penekanan pada pelatihan untuk SD dan guru SMP untuk melaksanakan, kreatif aktif, efektif, dan menyenangkan program pembelajaran (selanjutnya disebut sebagai "PAKEM") di empat propinsi (Jawa Timur, Jawa Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam, dan Jakarta). Dalam era desentralisasi, perluasan pendidikan akan sangat tergantung pada kepemimpinan politik di daerah otonom (kabupaten / kota). Selanjutnya upaya untuk mempertahankan dan memperluas inovasi MBS dan partisipasi masyarakat yang diprakarsai oleh Pemerintah pusat dan bantuan luar negeri yang kemudian tergantung pada kemauan pemerintah daerah dan ketersediaan anggaran untuk mendukung program. Sementara itu, pelaksanaan MBS di tingkat sekolah akan tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah. Pada saat ini ada perbedaan antar daerah dan sekolah di pelaksanaan MBS. Upaya jangka panjang yang dibutuhkan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk mendukung sekolah-sekolah untuk menerapkan MBS secara efektif. Namun diyakini bahwa pelaksanaan MBS merupakan faktor penting dalam reformasi sekolah di Indonesia terhadap mendirikan sekolah-sekolah yang mampu bekerja secara independen dan mendapatkan dukungan dari para stakeholder serta masyarakat setempat. Kritik & Saran Dalam sebuah artikel yang berjudul Masa Depan Sekolah di Indonesia yang ditulis oleh Harry Firman Universitas Pendidikan Indonesia dan Burhanuddin Tola Pusat Nasional untuk Pendidikan Penilaian, Indonesia, penulis menyinggung tentang MBS yang ada di Indonesia. Di dalamnya mereka menjelaskan secara rinci tentang pendahuluan MBS serta peran aktif yang kuat masyarakat terhadap pengelolaan sekolah. Mereka juga memaparkan proyek-proyek percontohan model MBS yang dilaksanakan oleh negara-negara donor seperti Jepang dan Amerika. dan sampai sekarang terus dikembangkan dan diterapkan dalam sekolah. Dalam tulisannya mereka mengemukakan saat ini di Indonesia ada perbedaan antar daerah dan sekolah dalam pelaksanaan MBS. Akan tetapi mereka tidak menjelaskan secara rinci perbedaan-perbedaan yang terjadi antar daerah dan sekolah dalam pelakasanaan MBS. serta

mereka juga tidak memaparkan secara komprehensif upaya-upaya jangka panjang yang dibutuhkan pemerintah agar MBS berjalan secara efektif. Penulis juga minim dalam memberikan contoh proyek proyek apa saja yang telah dilakukan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pengembangan yang dilakukan disetiap wilayah yang ada di Indonesia. Sehingga nantinya dapat membandingkan dimana letak kelebihan dan kekurangan yang ada pada pengembangan MBS. Kesimpulan Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Dengan adanya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang ada saat ini. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan faktor penting dalam reformasi sekolah di Indonesia terhadap mendirikan sekolah-sekolah yang mampu bekerja secara independen dan mendapatkan dukungan dari para stakeholder serta masyarakat setempat. Dengan adanya desentralisasi dalam kependidikan di Indonesia pemerintah haruslah mempertahankan serta memperluas inovasi MBS ke seluruh pelosok daerah agar adanya keadilan anak bangsa dalam mengenyam pendidikan. Disini terlihat jelas harus adanya kemauan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat untuk memaksimalkan dana yang ada untuk digunakan seefektif mungkin dalam mengelola pendidikan. Dengan ada banyaknya negara donor yang melakukan riset dan percontohan tentang MBS di Negara kita, angin yang baik untuk sistem pendidikan kita untuk mengimplementasikannya sebaik mungkin.

4.5 Baca Selengkapnya di : ARTIKEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH | AF Sahabat Artikel http://abyfarhan7.blogspot.com/2011/12/artikel-manajemen-berbasissekolah.html#ixzz2B94H6tqc

Sekolah terpadu
A. Pengertian Sekolah Terpadu Sekolah Terpadu adalah sekolah-sekolah yang diselenggarakan berada dalam satu komplek dan di kelola secara terpadu baik dari aspek kurikulum, pembelajaran, guru, sarana dan sarana, managemen, dan evaluasi, sehingga menjadi sekolah yang efektif dan berkualitas. Kualitas yang dimaksud adalah sekolah tersebut minimal memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada tiap aspeknya, meliputi kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, penilaian dan telah menyelenggarakan serta menghasilkan lulusan dengan ciri keinternasionalan. Di samping itu, Sekolah Terpadu diharapkan mampu mengembangkan budaya sekolah dan lingkungan sekolah yang mendukung ketercapaian standar internasional dari berbagai aspek tersebut.

B. Konsep dan Model Sekolah Terpadu Sekolah terpadu mengedepankan prinsip seamless education yaitu pendidikan yang saling berkesinambungan dan terpadu. Building image menjadi satu, sehingga SD, SMP, dan SMA merupakan satu bagian yang utuh. Seperti guru, staf, lab, ruang kelas, gedung atau sumber daya sekolah lainnya merupakan milik bersama (resources sharing). Ada beberapa keunggulan dari sekolah terpadu diantaranya, (1) adanya keterpaduan dan proses yang berkesinambungan antara pelaksanaan pembelajaran antara SD, SMP, dan SMA; (2) sarana-prasarana yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara bersama-sama, sehingga penggunaannya lebih efisien dan efektif; (3) Guru dan staf dapat saling memperkuat dan mensinkronkan isi dan model pembelajaran, sehingga prosesnya menjadi berkelanjutan atau tidak terputus pada jenjang yang berikutnya; dan (4) siswa setelah lulus dapat melanjutkan pendidikannya sampai jenjang SMA di satu sekolah yang sama tanpa khawatir memerlukan proses adaptasi lagi, sehingga gairah bersekolah dan kompetensi yang dikembangkan menjadi berkelanjutan. Untuk membangun sekolah terpadu yang berbasis keunggulan, maka seluruh proses kegiatan belajar mengajar perlu dibangun secara terpadu, stimulatif, fasilitatif dan motivatif.

1. Terpadu (Integratif) Sekolah menjadikan sistem dan pola penyelenggaraannya terpadu dalam aspek: a. Manajemen, yakni pengelolaan yang berbasis satu atap antara SD, SMP, dan SMA

dikoordinasi oleh seorang direktur, namun semua memiliki masing-masing kepala sekolah yang memiliki otoritas dalam pengelolaan sekolahnya. b. Kurikulum, yakni mengintegrasikan kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal yang berkesinambungan antara SD, SMP, dan SMA di Kabupaten Kutai Timur. c. Kegiatan belajar mengajar, yakni memadukan secara utuh ranah kognitif, afektif dan konatif dalam seluruh aktivitas belajar. Belajar melalui pengalaman (experential learning) menjadi suatu pendekatan yang sangat perlu mendapat perhatian dari pengelola sekolah. Dengan pendekatan langsung pada praktek yang memberikan pengalaman nyata kepada anak didik tentang pokok bahasan, experential learning juga akan menumbuhkan semangat dan motivasi belajar yang tinggi, karena suasana menyenangkan dan menantang akan selalu mereka dapatkan. Proses pembelajaran juga semestinya melibatkan semua inteligensi (multiple intelligences). d. Peran serta, yakni melibatkan pihak orangtua dan kalangan eksternal (masyarakat) sekolah untuk berperan serta menjadi fasilitator pendidikan para peserta didik. Orangtua harus ikut secara aktif memberikan dorongan dan bantuan baik secara individual kepada putera-puterinya maupun kesertaan mereka terlibat di dalam sekolah dalam serangkaian program yang sistematis. Keterlibatan orangtua memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam meningkatkan performance sekolah. e. Iklim sekolah, yakni lingkungan pergaulan, tata hubungan, pola perilaku dan segenap peraturan yang diwujudkan dalam kerangka manajemen satu atap. Pola penataan lingkungan yang sesuai dengan hukum-hukum alam, seperti penataan kebersihan, kerapihan, keteraturan, keefektifan, kemudahan, kesehatan, kelogisan, keharmonisan, keseimbangan dan lain sebagainya.

2. Stimulatif Kegiatan belajar yang efektif haruslah mampu memberikan stimulasi yang optimal kepada peserta didik. Memberikan stimulasi yang optimal sebaiknya menyesuaikan diri dengan bagaimana sifat-sifat dan gaya kognitif bekerja. Dalam hal ini psikologi kognitif dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam upaya mengoptimalkan kemampuan daya serap anak dalam konteks belajar. Riding (2002) memaparkan bahwa strategi belajar hendaknya mempertimbangkan bagaimana memory bekerja (working memory) dan bagaimana gaya kognitif seseorang (cognitive style). Working memory sangat mempengaruhi performance seorang anak dalam menyelesaikan tugas-tugas yang melibatkan kemampuan problem solving,

reasoning, penyerapan perbendaharaan kata baru, dan reading comprehension.

3. Fasilitatif Kegiatan belajar mengajar harus mampu menyediakan seluas-luasnya sumber dan media belajar yang dapat digunakan secara bersama-sama. Belajar tidak hanya terpaku pada ruang kelas dan sumber belajar tradisional. Sumber dan media belajar haruslah diperluas tidak hanya di lingkungan sekolah, namun juga di lingkungan alam sekitar, masyarakat, instansi/lembaga, keluarga, mesjid, pasar, tokoh dan lain sebagainya. Berbagai kegiatan informal juga dapat dijadikan media bagi proses belajar mereka, seperti: dalam hal berpakaian, aktivitas makan dan jajan, aktivitas ibadah, aktivitas kebersihan, aktivitas sosial. Dengan memperluas sumber dan media belajar yang terpadu, maka peserta didik akan mendapatkan pengalaman yang membentuk kepribadian.

4. Motivatif Kegiatan belajar mengajar harus mampu membangkitkan motivasi berprestasi pada peserta didik. Dengan tumbuhnya need of achievement pada setiap siswa, maka ia akan selalu menjadikan seluruh aktivitasnya untuk meraih prestasi. Untuk dapat membangkitkan kebutuhan untuk selalu meraih prestasi, maka setiap pengalaman belajar anak haruslah dirasakan sebagai sesuatu pengalaman yang menyenangkan dan sekaligus menantang. Lingkungan belajar yang motivatif juga harus memunculkan iklim sekolah yang sehat yang ditandai dengan pola interaksi dan pergaulan yang hangat bersahabat diantara seluruh tenaga pendidikan dengan anak didik tanpa kehilangan ketegasan dan kewibawaan mereka.

C. Implementasi Manajemen Sekolah Terpadu Sebagai sebuah sistem, sekolah juga mempunyai komponen-komponen input, proses output, lingkungan dan umpan balik. Input sekolah biasanya terdiri dari siswa, tenaga pendidikan, pembiayaan sekolah, regulasi pemerintah. Proses tranformasi meliputi antara lain kurikulum, proses belajar mengajar, motivasi, iklim, dan budaya sekolah. Output sekolah akan menghasilkan antara lain prestasi dan perkembangan siswa, kepuasan siswa dan wali siswa, kinerja dan kepuasan kerja tenaga kependidikan. Sedangkan umpan balik dalam sistem ini, merupakan informasi mengenai output atau proses yang akan berguna dan berpengaruh pada seleksi input pada masa datang, agar input sekolah dapat lebih baik kualitas maupun

kuantintasnya. Untuk mendapatkan proses yang mengantarkan pada pencapaian tujuan, diperlukan suatu rekayasa manajemen organisasi yang efektif dan terpadu, dengan memperhatikan sifat-sifat dari proses itu sendiri.

Berikut ini sistem manajemen sekolah yang berorientasi pada sistem penyelenggaraan terpadu. 1. DIREKTUR: Bertugas memimpin operasionalisasi sistem manajemen sekolah terpadu. Direktur bertanggungjawab kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Timur. 2. KEPALA SEKOLAH: Bertugas memimpin sekolah yang dibantu oleh seorang wakil kepala sekolah (Wakasek) dan Tata Usaha Sekolah. Dalam aktivitas sehari-hari kepala sekolah berkoordinasi dengan direktur sebagai koordinator sekolah. Kepala sekolah bertanggungjawab kepada Direktur dan Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Timur. 3. MANAJER AKADEMIK DAN KESISWAAN: Bertugas membantu direktur dan kepala sekolah dalam pengembangan bidang keunggulan akademis, kurikulum, dan Kesiswaan. 4. MANAJER ADMINISTRASI, KEUANGAN, DAN SARANA: Bertugas membantu direktur dan kepala sekolah dalam pengembangan bidang keunggulan administrasi, keuangan, dan sarana prasarana. 5. MANAJER SDM, LITBANG, DAN KERJASAMA: Bertugas membantu direktur dan kepala sekolah dalam pengembangan bidang keunggulan SDM, penelitian dan pengembangan, serta kerjasama. 6. WALI AMANAH KOMITE SEKOLAH TERPADU: Memiliki peran dan fungsi sebagai badan pendukung, pertimbangan, penghubung, dan pengawas dalam proses manajemen dan pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah terpadu. Wali Amanah Komite Sekolah Terpadu terdiri dari ketua, wakil ketua, dan sekretaris komite sekolah setiap jenjang sekolah ditambah kepala sekolah. 7. TATA USAHA SEKOLAH TERPADU Menangani administrasi umum yang dilaksanakan secara terpusat tetapi untuk administrasi yang bersifat khusus ditangani oleh masing-masing TU sekolah. TU Sekolah Terpadu dan TU sekolah menangani bidang database administrasi akademik, database administrasi kepegawaian, database administrasi kesiswaan, dan database administrasi umum.

8. PUSAT SUMBER BELAJAR Membantu guru mengoptimalkan proses pembelajaran dengan menyediakan dan atau mengembangkan sumber dan media pembelajaran. PSB dipimpin satu ketua dan dibantu laboran yang sesuai dengan kebutuhan. 9. UNIT PELAKSANA TEKNIS Merupakan wadah layanan bagi warga sekolah terpadu dan masyarakat dalam rangka mempermudah, melengkapi, dan melayani pelaksanaan pendidikan sekolah terpadu.

blogspot.com/2009/02
B. Manajemen Pendidikan Berbasis Mutu 1. Pengertian Total Quality Management (TQM) Menurut Edward Sallis, TQM adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus-menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang. TQM adalah suatu keinginan untuk selalu mencoba mengerjakan segala sesuatu dengan selalu baik sejak awal. Kata Total (terpadu) menegaskan bahwa setiap orang yang berada di dalam organisasi harus terlibat dalam upaya melakukan peningkatan secara terus-menerus. Kata Management berlaku bagi setiap orang, sebab setiap orang dalam sebuah institusi, apapun status, peranannya adalah manajer bagi tanggungjawabnya masing-masing.

2. Konsep Mutu a. Mutu sebagai konsep obsolut Sebagai suatu konsep yang absolut, konsep mutu memiliki pelbagai macam arti, yaitu: 1). Memiliki sifat baik, cantik, dan benar dan merupakan suatu idealisme yang tidak dapat dikompromikan. Contoh: Mobil itu mewah, wanita itu cantik, dan lain sebagainya.

2). Memiliki standar yang sangat tinggi yang tidak dapat diungguli. Contoh: Mobil yang bermutu adalah mobil hasil rancangan istimewa, mahal, dan langka. Mutu dalam konsep absolut lebih tepat disebut dengan high quality atau top quality (bermutu tinggi).

Jika dikaitkan dengan konteks pendidikan, konsep mutu sedemikian adalah elit, karena hanya sedikit institusi yang dapat memberikan pengalaman pendidikan dengan mutu tinggi kepada para peserta didik.

Dalam konteks lembaga pendidikan di Indonesia, mutu sebagai konsep absolut dapat kita lihat dalam penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI) atau Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), Sekolah Semesta Semarang kerjasama antara Indonesia dengan PASIAD Turki, dan lain sebagainya. Sekolah-sekolah model ini biasanya memiliki mutu tinggi sehingga umumnya pembiayaan pendidikan sangat mahal dan hanya dapat dinikmati oleh anakanak dari kalangan The have.

b. Mutu sebagai konsep relatif Mutu sebagai konsep relatif memandang mutu bukan sebagai suatu atribut produk atau layanan, tetapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk atau layanan tersebut. Mutu dapat dikatakan ada apabila sebuah layanan memenuhi spesifikasi yang ada.

Definisi relatif tentang mutu tersebut memiliki dua aspek. Pertama, menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua,memenuhi kebutuhan pelanggan. Penyesuaian diri terhadap spesifikasi sering disimpulkan sebagai sesuai dengan tujuan dan manfaat. Kadangkala definisi ini sering dinamai definisi produsen tentang mutu. Para produsen menunjukkan bahwa mutu memiliki sebuah sistem, yang biasa disebut sistem jaminan mutu (quality assurance system). Sebuah produk dikatakan bermutu selama produk tersebut, secara konsisten, sesuai dengan tuntutan pembuatnya. Mutu yang sedemikian ini disebut dengan mutu sesungguhnya (quality in fact).

Dalam konteks pendidikan Islam, misalnya di Pondok Pesantren khusus Tahfidzul Quran, mutu sebagai konsep relatif dapat diwujudkan dengan keberhasilan para santri dalam menghafal Quran. Karena hafalan Quran merupakan tuntutan pesantren bagi outputnya.

c. Mutu menurut pelanggan Siapakah sebenarnya yang memutuskan apakah sebuah sekolah/madrasah/ perguruan tinggi berhasil memberikan layanan bermutu? Jika kita bersandar pada manajemen sekolah berbasis mutu, maka pelanggan sebagai wasit terhadap mutu dan pelanggan di sini meliputi pelanggan internal dan eksternal. Sehingga, Edward Sallis mendefinisikan mutu sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Definisi ini disebut dengan istilah, mutu sesuai persepsi (quality in perception).

d. Standar-standar mutu Berdasarkan konsep mutu di atas, ada dua standar mutu yang dapat kita simpulkan, yaitu: 1). standar mutu produk dan jasa dan 2). standar pelanggan.

Standar mutu berdasarkan produk dan jasa meliputi: kesesuaian dengan spesifikasi, kesesuaian dengan tujuan dan manfaat, tanpa cacat (zero defect), dan selalu baik sejak awal (right first time every time). Sedangkan standar mutu berdasarkan pelanggan meliputi: kepuasan pelanggan, memenuhi kebutuhan pelanggan, dan menyenangkan pelanggan.

Dalam konteks UU Sisdiknas Tahun 2003, ada delapan standar nasional pendidikan yang harus diperhatikan oleh setiap lembaga pendidikan. Delapan standar ini merupakan standar mutu minimal yang harus dimiliki institusi pendidikan. Adapun delapan standar itu adalah standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

e. Kontrol mutu, jaminan mutu, dan mutu terpadu Kontrol mutu (quality control) untuk mendeteksi dan mengeliminasi komponen-komponen atau produk gagal yang tidak sesuai dengan standar. Misalnya di UIN Sunan Kalijaga telah dibentuk UPM (Uni Penjaminan Mutu) untuk mengontrol mutu pelayanan akademik. UPM akan melakukan AMI (Audit Mutu Internal) di setiap fakultas sebelum ada Audit Mutu Eskternal (AME).

Jaminan Mutu (Quality Assurance) untuk menjamin bahwa proses produksi menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah diterapkan sebelumnya. Jaminan mutu adalah sebuah cara menproduksi produk yang bebas dari cacat dan kesalahan. Tujuannya, dalam istilah Philip B. Crosby, adalah menciptakan produk tanpa cacat (zero defect) dan memenuhi spesifikasi produk secara konsisten atau menghasilkan produk yang selalu baik sejak awal (right first time every time).

3.

Total Quality Management (TQM) dalam Konteks Pendidikan.

Ada tujuh prinsip TQM yang perlu diperhatikan dalam konteks (implementasi) pendidikan, yaitu:

a. Perbaikan Terus-Menerus (Continuous Improvement) Konsep ini mengandung pengertian bahwa pihak pengelola (pendidikan) senantiasa melakukan perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus untuk menjamin semua komponen penyelenggaraan pendidikan telah mencapai standar mutu yang ditetapkan. Konsep ini juga bahwa antara institusi pendidikan senantiasa memperbaharui proses berdasarkan kebutuhan dan tuntutan pelanggan. Jika tuntutan dan kebutuhan pelanggan berubah, maka pihak pengelola institusi pendidikan dengan sendirinya akan merubah mutu, serta selalu memperbaharui komponen produksi atau komponen-komponen yang ada dalam intitusi pendidikan.

Untuk menciptakan kultur perbaikan terus-menerus, seorang manajer (pimpinan lembaga pendidikan) harus mempercayai stafnya dan mendelegasikan keputusan pada tingkatantingkatan yang tepat. Hal ini bertujuan untuk memberikan staf sebuah tanggung jawab untuk menyampaikan mutu di lingkungan mereka. Jepang memiliki satu kata untuk menjelaskan pendekatan perbaikan terus-menerus dengan istilah Kaizen atau perbaikan sedikit demi sedikit (step by step improvement). Essensi Kaizen adalah proyek kecil yang berupaya untuk membangun kesuksesan dan kepercayaan diri, dan mengembangkan dasar peningkatan selanjutnya.

Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Istilah penjaminan mutu (quality assurance) pada awalnya digunakan di lingkungan dunia bisnis barang dan jasa, dengan maksud untuk menumbuhkan budaya peduli mutu. Jaminan mutu perlu dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada kastemer pemakai produk. Dalam perkembangan selanjutnya, penerapan konsep jaminan mutu ini ternyata tidak hanya terbatas di lingkungan bisnis dan industri, tetapi juga dalam bidang pelayanan jasa pendidikan sejalan dengan munculnya gerakan akuntabilitas pendidikan. Dalam lingkungan sistem pendidikan, khususnya persekolahan, tuntutan akan penjaminan mutu merupakan gejala yang wajar, karena penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan akuntabilitas publik. Setiap komponen pemangku kepentingan pendidikan orang tua, masyarakat,

dunia kerja, pemerintah) dalam peranan dan kepentingannya masing-masing memeiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Mutu dalam pengertian memenuhi spesifikasi sering disebut sebagai kesesuaian untuk tujuan atau penggunaan, atau disebut pula sebagai definisi kualitas menurut produsen. Kualitas menurut produsen ini dicapai bilamana produk atau jasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya dalam suatu prosedur yang konsisten. Kualitas didemonstrasikan oleh produsen dalam sebuah sistem yang dikenal sebagai sistem jaminan kualitas, yang memungkinkan produksi yang konsisten dari produk dan jasa untuk memenuhi standar atau spesifikasi tertentu. Bilamana produk atau jasa yang dihasilkan telah memenuhi spesifikasi atau standar/kriteria yang telah ditetapkan tadi, maka produk atau jasa itu berkualitas (lihat ilustrasi berikut).

Makna kualitas dipertimbangkan pula dari sisi memenuhi persyaratan yang dituntut kastemer. Pandangan ini didasarkan oleh alasan sederhana bahwa penilai akhir dari mutu adalah kastemer, dan tanpa mereka lembaga tidak ada. Dalam kajian manajemen mutu terpadu (total quality management), produk yang hanya memenuhi standar yang ditetapkan produsen tidak menjamin dalam penjualan. Oleh karena itu, lembaga harus menggunakan berbagai cara untuk menyelidiki atau mempelajari persyaratan-persyaratan kastemer, kemudian menterjemahkannya ke dalam produk atau layanan baru yang inovatif. Seiring dengan semakin tingginya tingkat persaingan, maka manajemen sebuah perusahaan mulai mengidentifikasi kekuatan sumber daya dan tata kerja inovatif. Artinya penanganan mutu secara menyeluruh dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang terkait mulai dari hulu sampai hilir, mencakup semua proses yang dilakukan sesuai standar mutu (quality control), penjaminan mutu (quality assurance), ke arah peningkatan mutu berkelanjutan (continuous quality improvement). Apabila pemikiran tersebut dikaitkan dengan konteks manajemen mutu pendidikan di Indonesia, maka keterkaitan antara standar dengan proses pentahapannya dapat dilihat dalam ilustri berikut.

Gambar di atas menjelaskan bahwa penjaminan mutu dan peningkatan mutu pendidikan memerlukan standar mutu, dilakukan dalam satu prosedur tata kerja yang jelas, strategi, kerjasama dan kolaborasi antar pemangku kepentingan; dan dilakukan secara terus-menerus berkelanjutan. Kebijakan pembangunan pendidikan pada dewasa ini menunjukkan adanya modal kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyediakan acuan untuk mengkaji pencapaian pendidikan, mutu pendidikan dan bidang yang membutuhkan peningkatan mutu pendidikan. Delapan (8) SNP yang dimaksudkan meliputi : (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (3) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) s.tandar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan. Penjaminan & Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah di Indonesia terkait dengan: 1. 2. 3. 4. Pengkajian mutu pendidikan Analisis dan pelaporan mutu pendidikan Peningkatan mutu pendidikan Penumbuhan budaya peningkatan mutu berkelanjutan

Penelitian internasional mengindikasikan bahwa para guru dan sekolah adalah pihak-pihak yang memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil mutu pendidikan peserta didik. Untuk alasan di atas, cakupan Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan perlu diarahkan pada penjaminan dan meningkatkan mutu untuk guru, kepala sekolah, sekolah, dan tenaga inti lainnya di sekolah serta sistem yang mendukung pekerjaan mereka. Definisi penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah dirumuskan sebagai: Serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan, menganalisa dan melaporkan data mengenai kinerja dan mutu tenaga pendidik dan kependidikan, program dan lembaga. Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas peningkatan, menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan serta membantu

membangun budaya peningkatan berkelanjutan. Pencapaian mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah dikaji berdasarkan delapan Standar Pendidikan Nasional BSNP. Penjaminan mutu akan berkontribusi terhadap peningkatan mutu. Delapan Standar Pendidikan Nasional (NSP) menyediakan acuan untuk mengkaji pencapaian pendidikan, mutu pendidikan dan bidang yang membutuhkan peningkatan mutu pendidikan. Pendidikan dasar dan menengah di Indonesia beroperasi dalam suatu konteks manajemen dan pemerintahan yang mendelegasikan sebagian besar tanggung jawab implementasinya kepada propinsi, kabupaten dan sekolah. Agar dapat berjalan dengan efektif dalam konteks kebijakan dan manajemen ini, sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan perlu menyediakan fleksibilitas yang memadai yang akan memungkinkan kabupaten dan sekolah untuk mengkaji dan meningkatkan mutu di wilayah prioritas yang mencerminkan faktor kontekstual lokal dan spesial. Diagram di bawah ini memberikan pandangan umum tentang hubungan antara berbagai elemen inti dalam sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan. Ikhtisar Penjaminan & Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia

Satu model yang dikembangkan lebih rinci ditawarkan dengan tahapan siklus sebagai berikut : (1) Perencanaan program, (2) rancangan pelaksanaan penjaminan mutu dan monitoring program, (3) pengembangan instrumen pengumpulan data, (4) pengumpulan dan pencatatan data, (5) verifikasi dan analisis data, (6) laporan temuan, (7) identifikasi pencapaian dan aspek pengembangan, (8) pengembangan dan implementasi pengembangan mutu, (9) monitor dan kajian hasil peleksanaan program peningkatan, dan selanjutnya kembali ke tahap awal lagi yaitu perencanaan program. Siklus Pejaminan Mutu dan Peningkatan Mutu Pendidikan

Strategi Penjaminan dan Peningkatan Mutu Sistem penjaminan dan peningkatan mutu mempergunakan berbagai strategi penilaian data yang, jika diimplementasikan dengan tepat, akan memberikan data kualitatif dan kuantitatif pendidikan di Indonesia. Tujuan utama dari pengumpulan data mutu, analisa data mutu, dan fase pelaporannya adalah untuk:

Memperoleh data yang valid dan dapat diandalkan mengenai kinerja lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk pengguna pada semua tingkatan. Mendukung inisiatif dan program peningkatan mutu pada tingkatan sekolah, kabupaten, propinsi dan nasional

Di mana memungkinkan, strategi pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam sistem penjaminan dan peningkatan mutu diupayakan untuk mengurangi kompleksitas, biaya, dan sumber daya. Saat ini banyak data tentang pendidikan yang telah dikumpulkan. Sayangnya validitas dan keandalan dari data tersebut masih diragukan dan penggunaannya juga belum (tidak) efektif. Dengan mempertimbangkan masalah tersebut, dua prinsip utama yang mendorong perlunya pengembangan sistem penjaminan dan peningkatan mutu adalah untuk:

Meningkatkan strategi pengumpulan data sehingga data yang terkumpulkan menjadi relevan, valid, dan andal. Menjamin bahwa data dipergunakan lebih efektif untuk tujuan perencanaan, pengambilan keputusan dalam perencanaan dan alokasi sumber daya guna peningkatan mutu pendidikan.

Masing-masing metode pengumpulan data dan sumber data yang dikumpulkan dalam sistem ini memiliki potensi untuk memberikan informasi penjaminan mutu yang berharga tentang kinerja lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan jika dibandingkan dengan beberapa atau semua standar dari delapan SNP. Metode pengumpulan data yang berbeda-beda dapat menjadi lebih tepat dipergunakan untuk pengumpulan data mengenai SNP yang berbeda dibandingkan dengan metode penilaian lainnya. Sebagian metode pegumpulan data dipandang tidak terlalu cocok untuk mengumpulkan data pendidikan untuk beberapa SNP. Misalnya, Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dimana merupakan proses penjaminan dan peningkatan mutu yang didorong dari dalam sekolah, sekolah tertentu akan mengumpulkan data mengenai bagian SNP tersebut yang secara khusus terkait dengan dampak yang diberikan oleh sekolah dalam meningkatkan hasil pendidikan bagi peserta didik dan hal-hal yang terkait erat dengan peningkatan mutu di sekolah. Informasi tambahan mengenai pencapaian sekolah dibandingkan dengan delapan SNP akan dikumpulkan dari sekolah melalui strategi pengumpulan data sekolah lainnya seperti Program Monitoring Sekolah, Guru dan Kepala Sekolah (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota) dan pengumpulan data oleh Pusat Data dan Informasi (Padati-Balitbang Diknas). Target sekolah kajian dipilih dan ditetapkan atas dasar kinerja sekolah hasil evaluasi diri dan monitoring oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Perhatikan Diagram di bawah ini : Strategi Pengumpulan Data dalam Penjaminan dan Peningkatan Mutu

Program sertifikasi guru untuk sementara ini diyakini mendukung peningkatan profesionalisme dan mutu kinerja guru. Bahkan jika disertai dengan program peningkatan profesionalisme (pemutakhiran) yang berkelanjutan akan memperkuat dampaknya terhadap penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan. Program akreditasi sekolah/madrasah yang dilaksanakan oleh

Badan Akreditasi Propinsi secara bertahap mendorong sekolah/madrasah untuk melengkapi tuntutan dan mutu kinerja sesuai dengan 8 (delapan) SNP. Pengembangan Sekolah Rintisan Mandiri, Sekolah Standar Nasional, dan Sekolah Bertaraf Internasional menunjukkan orientasi pada penguatan program penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan. Sejumlah sekolah swasta yang dikelola dengan baik oleh badan hukum penyelenggaranya, juga memperkuat upaya penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan. Pengumpulan data penjaminan mutu itu sendiri tidak akan membawa pada peningkatan dalam mutu pendidikan, maka agar dapat berguna untuk tujuan peningkatan mutu, data dan informsi tentang penjaminan mutu harus:

Dikelola dengan baik Dianalisa dengan seksama Dapat diakses Dipergunakan untuk mendorong perencanaan, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya dan program peningkatan Dipergunakan untuk membangun budaya peningkatan mutu yang berkelanjutan di sekolah dan unit pendidikan lainnya.

LPMP, Pusat Statistik Pendidikan (PSP), Dinas Pendidikan Kabupatan dan Kandepag dan Kanwildepag perlu memegang tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan kegiatankegiatan ini untuk menjamin bahwa data pendidikan dipergunakan untuk tujuan peningkatan mutu pendidikan. Diagram di atas megilustrasikan strategi pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam pengimplementasian tahap-tahap awal sistem penjaminan mutu. Masing-masing dari kegiatan Penjaminan Mutu yang diilustrasikan dalam Diagram di atas akan memiliki relevansi untuk SNP tertentu. Strategi Pejaminan Mutu yang ditunjukkan dalam Diagram di atas merupakan upaya integratif, bilamana mungkin, dilakukan dengan cara menyempurnakan dan mengembangkan strategi pengumpulan data yang ada, tidak menciptakan strategi pengumpulan data yang baru. Proses ini dilakukan dengan cara : 1. mendapatkan kesepakatan mengenai tujuan, cakupan dan cara implementasi dari masingmasing strategi penjaminan mutu 2. mengkaitkan proses pengumpulan data dengan SNP. 3. membangun fleksibilitas proses untuk membantu propinsi, kabupaten/kota dan sekolah mengumpulkan informasi yang terkait dengan konteks lokal dengan tetap merujuk pada 8 SNP. 4. mengembangkan dan melatih personil dalam penggunaan instrumen pengumpul data yang dapat diterapkan secara nasional dengan sistem pelaporan yang standar. 5. mengembangkan kapasitas Lembaga Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan LPMP untuk mengelola dan menganalisa data 6. mengembangkan proses yang konsisten secara nasional dan menyediakan pelatihan untuk memasukkan data, analisis, akses dan penggunaan data

Masing-masing strategi penilaian mutu dikembangkan secara lebih terperinci selama fase program pengembangan (pilot). Segera setelah program pilot diselesaikan, akan dibuat manual teknis untuk masing-masing strategi, jika dibutuhkan. Manual-manual ini akan memberikan keterangan terperinci mengenai proses implementasi dan tanggung jawab kelompok dan individu tertentu untuk penerapan strategi penjaminan mutu. Kesemua strategi peningkatan mutu tersebut perlu dilakukan secara sinergi yang melibatkan kelembagaan sekolah, pengawas, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan propinsi, Badan Akreditasi Sekolah, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), lembaga Peningkatan, Pengembangan, dan Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), dan Perguruan Tinggi LPTK. Melakukan perubahan dari quality control ke quality assurance and development memerlukan strategi manajemen perubahan. Pemahaman terhadap kondisi saat ini melahirkan gagasan perlunya perubahan tata kerja dari kepatuhan sekadar melaksanakan peraturan-peraturan ke kesadaran kepatuhan profesional, di mana pendidik dan tenaga kependidikan melakukan perbaikan dan peningkatan atas dasar self-professional management. Pada tingkat sekolah, misalnya, perlu dikembangkan tatakerja yang memungkinkan sekolah memperoleh dukungan dan memiliki alat untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Sekolah diberi peluang mengelaborasi standar nasional pendidikan dalam konteks kebutuhannya untuk maju. Sementara itu, para pengawas, aparat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menyediakan dukungan yang memungkinkan sekolah melakukan program perbaikan kinerjanya. Penelitian menunjukkan bahwa prestasi siswa tidak semata-mata berkaitan dengan fasilitas dan qualifikasi guru, namun lebih berkaitan dengan dilakukannya perencanaan pengajaran yang serius, melakukan pendekatan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, serta dilakukannya asesmen dengan berbagai teknik. LPMP dalam peran barunya seperti diatur dalam Peraturan Mendiknas No.07 tahun 2007 mengisyaratkan langkah pemberdayaan tugas pokok dan fungsi yang menyangkut : (1) pemetaan mutu pendidikan, (2) supervisi dalam rangka pengembangan mutu, (3) pengembangan sistem informasi mutu pendidikan, dan (4) fasilitasi pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam menjalankan peran dan tanggung jawab Quality Assurance and Improvement pemberdayaan LPMP difokuskan pada fungsi bimbingan, arahan, dan saran/bantuan teknis. Dalam sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan yang digagaskan dalam makalah ini, LPMP sebagai institusi pelayanan Dirjen PMPTK melalui direktorat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan hendaknya mampu membangun jaringan kerja penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan yang melibatkan satuan pendidikan, pengawas sekolah, kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Kota. Pengembangan sistem penjaminan dan peningkatan mutu dalam kerangka sistem pendidikan nasional memerlukan investasi institusi (capacity building) dengan fokus pada perubahan pola pemahaman (mind set) dan perubahan budaya kerja (institurional/work culture) di antara orangorang, terutama yang menduduki posisi managerial. Strategi perubahan dimulai dari membangun apa, untuk apa, mengapa, dan bagaimana dengan sensitivity training, simulation, dan case analyses.

Program Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) merupakan program pemerintah yang mulai dilaksanakan tahun 2009. Program ini merupakan program lintas departemen, yakni Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama.

SPMP mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Australia. Bantuan dan dukungan yang diberikan adalah technical assistance atau pelayanan konsultasi program melalui Australian Agency for International Development (AusAID). Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama bekerja sama dengan AusAID mengembangkan kerangka umum tentang konsep SPMP sebagai upaya meningkatkan layanan pendidikan yang bermutu.

SPMP pada proses perumusannya memperhatikan aspek relevansi, efektivitas dan efisiensi program yang telah dikembangkan dan mempunyai manfaat bagi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) juga peserta didik. Beberapa program yang menjadi elemen esensial SPMP adalah Program Evaluasi Diri Sekolah (EDS), Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah (MSPD) dan Pengembangan Mutu PTK melalui Continous Professional Development (CPD). Setiap program memiliki peran yang saling terkait dan menentukan keberhasilan implementasi SPMP di lapangan.

Uji coba program-program yang disebutkan di atas pun sudah dilaksanakan sejak November 2007 dan sosialisasinya terus dilakukan, hingga Desember 2009, baik mengenai perkembangannya maupun keberhasilannya. Semua program tersebut berada di dalam satu payung pendidikan, yaitu penjaminan mutu pendidikan.

Selanjutnya, Program Penjaminan Mutu Pendidikan juga telah disosialisasikan kepada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi, Direktorat Bindiklat melalui Kepala Subdirektorat Pengembangan Sarana Diklat, melakukan pendekatan klaster (kelompok wilayah). Seluruh LPMP se-Indonesia yang jumlahnya mencapai 30 LPMP, dikelompokkan ke dalam lima klaster dan diketuai oleh satu orang Kepala LPMP pilihan. Yaitu, Kepala LPMP DKI Jakarta (klaster 1), Kepala LPMP Jawa Barat (klaster 2), Kepala LPMP Jawa Tengah (klaster 3), Kepala LPMP Sulawesi Selatan (klaster 4) dan Kepala LPMP Bali (klaster 5).

If Versus Whether
Episode 109: May 30, 2008 General Grammar | Word Choice Subscribe Newsletter iTunes Podcast RSS Article RSS Tools Download MP3 Email Print Comments (31) Share Facebook Twitter Stumbleupon Reddit Digg Delicious Tip Sponsored By

Grammar Girl here. Today's topic is whether--not rain or sunshine, but whether w-h-e-t-h-e-r, as in whether you like it or not, it's the topic. [Listener question about if versus whether and whether you need an or not after whether] Well, it's been a while since the listener called in those questions, so I hope people are speaking to each other by now. But they are great questions. First, let's figure out when to use whether and when to use if.

If Versus Whether
Although in informal writing and speech the two words are often used interchangeably, in formal writing, such as in technical writing at work, it's a good idea to make a distinction between them because the meaning can

sometimes be different depending on which word you use. The formal rule is to use if when you have a conditional sentence and whether when you are showing that two alternatives are possible. Some examples will make this more clear. Here's an example where the two words could be interchangeable: Squiggly didn't know whether Aardvark would arrive on Friday. Squiggly didn't know if Aardvark would arrive on Friday. In either sentence, the meaning is that Aardvark may or may not arrive on Friday. Now, here are some examples where the words are not interchangeable. Squiggly didn't know whether Aardvark would arrive on Friday or Saturday. Because I used whether, you know that there are two possibilities: Aardvark will arrive on Friday or Aardvark will arrive on Saturday. Now see how the sentence has a different meaning when I use if instead of whether: Squiggly didn't know if Aardvark would arrive on Friday or Saturday. Now in addition to arriving on Friday or Saturday, there is the possibility that Aardvark may not arrive at all. These last two sentences show why it is best to use whether when you have two possibilities, and that is why I recommend using whether instead of if when you have two possibilities, even when the meaning wouldn't change if you use if. It's safer and more consistent. Here's a final pair of examples: Call Squiggly if you are going to arrive on Friday. Call Squiggly whether or not you are going to arrive on Friday. The first sentence is conditional. Call Squiggly if you are going to arrive on Friday means Aardvark is only expected to call if he is coming. The second sentence is not conditional. Call Squiggly whether or not you are going to arrive on Friday means Aardvark is expected to call either way.

So to sum up, use whether when you have two discrete choices or mean "regardless of whether," and use if for conditional sentences.

Whether Versus Whether or Not


That last example is also a good lead in to the second part of the caller's question: when do you need an or not after whether? Why did I say, "Call Squiggly whether or not you are going to arrive on Friday"? Often, the or not is just extra fluff and should be left off. In my first example, where I said, "Squiggly didn't know whether Aardvark would arrive on Friday," adding an or not wouldn't change the meaning or emphasis. Squiggly didn't know whether or not Aardvark would arrive on Friday means the same thing as Squiggly didn't know whether Aardvark would arrive on Friday. Or not is superfluous, so leave it out. On the other hand, you need the full phrase whether or not when you mean "regardless of whether." It shows that there is equal emphasis on both options. Call Squiggly regardless of whether you are going to arrive on Friday. Call Squiggly whether or not you are going to arrive on Friday. Finally, a listener wrote to say that her boss was driving her crazy by saying "rather or not" instead of "whether or not." So I'll add that "rather or not" is incorrect; whether is a conjunction and rather is an adverb, and they are not interchangeable. "Whether or not" is the correct way to show that there are two possibilities or you mean "regardless of whether."
Questions and comments for me go to feedback@quickanddirtytips.com, or you can submit them via Facebook or Twitter. References Bernstein, T.M. Do's Don'ts and Maybes of English Usage, Times Books: New York. 1977, p.237. Garner, B. Garner's Modern American Usage, Oxford: Oxford University Press. 2003, p. 422. if. American Heritage College Dictionary. Fourth Edition. Houghton Mifflin Company:Boston. 2007, p. 689.

rather. Dictionary.com. Dictionary.com Unabridged (v 1.1). Random House, Inc. http://dictionary.reference.com/browse/rather (accessed: May 23, 2008). Kilian, C. "Rather? Whether?" Ask the English Teacher. May 26, 2006. http://crofsblogs.typepad.com/english/2006/05/rather_whether.html (accessed: May 23, 2008). whether. Dictionary.com. Dictionary.com Unabridged (v 1.1). Random House, Inc. http://dictionary.reference.com/browse/whether (accessed: May 23, 2008). Share Facebook Twitter Stumbleupon Reddit Digg Delicious Was this Tip Helpful? Yes No Comments for If Versus Whether Subscribe to Comments j 10/23/2012 10:16:44 PM ? To test whether installing equippeding thea closed circuit in sneakers ,electricitysneakers can be generate thed through electricity when walking. is this correct gds 9/10/2012 9:14:00 AM please correct the following sentence as I confuse while using whether in sentences. also mail me some examples. thanks If a person does not fulfill the required norms, whether he will be selected or not. abrash 3/19/2012 5:19:37 AM i didnt understand tht word because its too difficult whether of re gconize Larice 11/11/2011 1:18:52 PM I have just found your website. I love it. :) Mark 6/10/2011 6:05:31 AM Can I type "whether it be...?" Word wants to change that to "whether it is," but can I write "whether it be..." simply as style preference? WONG SHIT PING 5/6/2011 3:42:41 AM GOOD! RogersP 3/26/2011 10:54:11 PM So, I still have the question: When "if" is used to show a condition, is it an adverb or a conjunction? Alfonso 3/7/2011 4:33:22 AM

Although the discussion seems to have ended long ago, I would like to hear whether Grammar Girl thinks the following is substandard written English: "to check/to verify if..." ...Instead of: "to check/to verify whether...". Alfonso Emka 3/2/2011 5:04:07 AM Could you please clarify another tricky aspect concerning the use of "whether"? I keep stumbling on combinations of [preposition]+whether, which seems redundant to me. Examples would be: "It's not a question about whether this is A or B but ...." or "I'm not sure about whether I should choose this jacket because...". Or "We haven't decided on whether we ...". Wouldn't just "whether" do the job? salem 9/2/2010 6:33:31 PM what if I have three choices can I use whether? Tapu 2/8/2010 12:15:22 AM For kathrina, EXAMPLES: If ~If we save carefully for the next year, we can afford to spend next summer in Europe. ~If you can't say something nice, don't say anything at all.

Whether ~There is a simple rule for deciding whether to choose "whether" or "if." ~Whether we have that much saved by next June or not, we plan to spend the summer in Europe. ~I honestly can't tell you whether I will be free to take that position by October. ~She had to decide whether she should go to the party or stay home and study. ~I didn't know whether I should continue trusting him or cut my losses and run.

~Considering all that had happened during the previous year, she didn't know whether to laugh or cry.

Apakah dan jika


1. Ketika kedua pilihan yang diberikan, kita umumnya menggunakan apakah daripada jika:

Saya tidak tahu apakah dia akan datang atau tidak. (Ini akan menjadi mungkin untuk digunakan jika sini, tapi kurang umum.)

2. Sebelum suatu infinitive dengan untuk kita gunakan apakah:

Saya tidak tahu apakah akan menerima tawaran mereka atau tidak. (Jika tidak akan digunakan di sini.)

3. Kita bisa menggunakan apakah setelah preposisi :

Ini adalah pertanyaan apakah kita bisa setuju pada segala sesuatu. (Jika tidak akan digunakan di sini.)

4. Kedua apakah dan jika dapat digunakan dalam pidato tidak langsung untuk memperkenalkan ya / tidak ada pertanyaan :

Apakah mereka mengatakan apakah / jika mereka akan terlambat?

5. Setelah beberapa verba, kita gunakan apakah:


Saya ragu apakah mereka akan membuatnya. Kami membahas apakah itu keputusan yang benar.

Read more at http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=tra nslate.google.co.id&u=http://www.usingenglish.com/articles/whetherif.html&usg=ALkJrhjgsYw9kUhdLM6TErFUsEH236rt4A#wj5yGOwRocqPJGKd.99

pakah dan Jika (dipertukarkan)


Apakah dan jika dapat digunakan secara bergantian dalam situasi berikut: Saat melaporkan ya / tidak pertanyaan. Saya tidak yakin apakah saya akan menghadiri pesta. Saya tidak yakin apakah saya akan menghadiri pesta. (Dalam contoh ini, pertanyaan ya / tidak ada "Apakah saya menghadiri pesta?")

Janice bertanya-tanya apakah dia telah unplugged besi. Janice bertanya-tanya apakah dia telah unplugged besi. (Dalam contoh ini, pertanyaan ya / tidak adalah "Apakah Janine cabut besi?") Dalam apakah / if...or...constructions. Saya ingin tahu apakah itu kisah nyata atau palsu. Saya ingin tahu apakah itu adalah kisah nyata atau palsu. Catatan: Menggunakan 'apakah' jauh lebih umum. Hal ini tentu lebih formal.

Apakah
Dalam keadaan berikut, 'apakah' harus digunakan: Untuk menyajikan dua alternatif (baik yang merupakan kondisi). Menginformasikan petugas apakah Mark membutuhkan kursi. (Dalam contoh ini, kedua alternatif adalah 'Mark membutuhkan kursi' dan 'Markus tidak perlu duduk' Petugas untuk diinformasikan dalam kedua kasus..) Menginformasikan petugas jika Mark membutuhkan kursi. (Kalimat ini tidak gramatikal salah, tapi bukan berarti sama dengan contoh pertama Dalam contoh ini, petugas hanya untuk diberitahu jika Mark membutuhkan kursi.. Oleh karena itu, Mark membutuhkan kursi adalah suatu kondisi. Ini adalah kalimat bersyarat. Lihat bagian tentang 'Jika' di bawah ini.) Biarkan Anna tahu apakah bos mampu untuk pergi ke Crowborough. (Dalam contoh ini, kedua alternatif yang 'akan' dan 'tidak akan'. Anna perlu tahu jawaban terlepas dari yang dipilih.) Biarkan Anna tahu apakah bos mampu untuk pergi ke Crowborough. (Kalimat ini tidak gramatikal salah, tapi bukan berarti sama dengan yang di atas Dalam contoh ini, Anna hanya perlu diberitahu jika bos akan Crowborough..) Setelah preposisi . Saya ingin berbicara tentang apakah Anda akan ke California. (Kata 'tentang' adalah sebuah preposisi.) Pada titik ini, para pramugari membuat keputusan tentang apakah penumpang tetap berada di

pesawat. (Kata 'on' adalah sebuah preposisi.) Sebelum infinitive kata kerja mulai 'untuk' (misalnya, apakah akan meminta ..). Saya telah berpikir apakah akan menanam tomat saya sendiri tahun ini. ('Untuk tumbuh' adalah kata kerja infinitif) Ketika 'apakah' mulai klausul yang merupakan kalimat subjek atau pelengkap . Apakah Anda tenggelam atau berenang tidak keprihatinan saya. ('Apakah Anda tenggelam atau berenang' adalah subjek dari kalimat ini.) Saya tidak peduli apakah Anda tenggelam atau berenang. ('Apakah Anda tenggelam atau berenang' adalah komplemen dari kata kerja 'untuk peduli'.) Dalam menulis formal. (Ketika jika dan apakah yang dipertukarkan, memilih apakah secara tertulis formal.) Saya ragu apakah tim akan berhasil. Silakan membentuk komite untuk menentukan apakah garis pendanaan yang diusulkan sesuai.

Jika
Gunakan 'jika' untuk memperkenalkan suatu kondisi (misalnya, dalam kalimat bersyarat). Dalam kalimat kondisional, kondisi harus dipenuhi sebelum sesuatu terjadi. Contoh: Jika Anda bernyanyi, saya akan membayar Anda sepuluh pound. Peter akan menangkap Anda jika Anda jatuh.

Apakah atau Tidak


Sangat sering, 'atau tidak' adalah berlebihan (misalnya, tidak diperlukan). Namun, ketika 'atau tidak' berarti 'terlepas dari apakah', bagian 'atau tidak' diperlukan. Contoh: Teguran Chris apakah dia berada di waktu hari ini. ('... Terlepas dari apakah dia berada di waktu hari ini.')

Parade akan pergi ke depan apakah itu hujan atau tidak. ('... Terlepas dari apakah itu hujan.') (Catatan:.. Ada keringanan hukuman pada tempat 'atau tidak' ditempatkan Itu tidak harus mengikuti segera setelah 'apakah')

"Apakah" vs "Jika"
Menggunakan ---- Apakah dan Jika 1) Setelah Preposisi,. Kami hanya menggunakan apakah. Saya belum diselesaikan pertanyaan apakah aku akan kembali pulang. Ada argumen besar tentang apakah kita harus pindah ke rumah baru. 2). Apakah, tapi tidak jika, digunakan sebelum infinitif. Mereka tidak bisa memutuskan apakah akan menikah sekarang atau menunggu. 3). Bila klausul pertanyaan-kata adalah subjek atau pelengkap, apakah disukai. Apakah kita bisa tinggal bersama ibu saya adalah masalah lain. (Subyek) Pertanyaannya adalah apakah orang itu dapat dipercaya -. (Pelengkap) Pertanyaannya adalah jika pria dapat dipercaya. - Benar tapi kurang disukai. 4). Jika pertanyaan tidak langsung adalah fronted , apakah digunakan. Apakah saya akan punya waktu Saya tidak yakin saat ini. 5) Apakah umumnya lebih disukai dalam dua -. Pertanyaan bagian dengan atau. Direksi belum memutuskan apakah mereka akan merekomendasikan dividen atau menginvestasikan kembali keuntungan. 6) Setelah verba yang lebih umum dalam gaya formal, entah disukai.. Kami mendiskusikan apakah kita harus menutup toko. 7) Apakah dan jika keduanya bisa. Memperkenalkan pertanyaan tidak langsung.

Saya tidak yakin apakah / jika saya akan punya waktu. 8) Ya /. Tidak ada pertanyaan dilaporkan dengan jika atau apakah. Saya tidak tahu apakah / apakah saya dapat membantu Anda. Link di bawah ini lebih lanjut menjelaskan penggunaan "apakah" dan "jika" apakah vs jika Catatan - Kata IF tidak selalu sinyal kalimat bersyarat. Dalam kasus tersebut, GMAT lebih memilih "apakah" bukan "jika" Aku tidak tahu apakah aku akan pergi ke pesta dansa. (Salah) Saya tidak tahu apakah saya akan pergi ke pesta dansa. (Benar)

enggunakan paragraf
Studi panduan Isi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. What is a paragraph? Apa paragraf? How long should a paragraph be? Berapa lama sebaiknya paragraf itu? When do I start a new paragraph? Ketika saya memulai sebuah paragraf baru? How do I write a paragraph? Bagaimana cara menulis paragraf? The introduction Pengantar The development Perkembangan The conclusion Kesimpulan Summary Ringkasan

Panduan ini menjelaskan cara untuk membuat penggunaan efektif dari paragraf dalam tulisan Anda. Fungsi dan fitur dari paragraf dijelaskan, bersama-sama dengan pedoman untuk menggunakan paragraf untuk menciptakan struktur yang tertulis jelas dan koheren. Lainnya yang berguna panduan: Menggunakan koma , struktur kalimat .

Apa paragraf?
Menulis dari setiap panjang membutuhkan subdivisi ke sejumlah titik atau tahap, dan tahaptahap ini dinyatakan dalam sebuah paragraf. Paragraf, apakah dilambangkan dengan baris baru

dan lekukan atau istirahat garis, memberikan struktur untuk tulisan Anda. Akhir paragraf merupakan jeda yang signifikan dalam aliran tulisan. Jeda ini merupakan tanda bagi pembaca, yang menunjukkan bahwa menulis adalah untuk melanjutkan ke tahap yang berbeda. Setiap paragraf harus berurusan dengan satu ide atau aspek ide, dan harus jelas bagi pembaca apa ide utama adalah.

Berapa lama sebaiknya paragraf itu?


Tidak ada aturan mutlak: paragraf yang sangat pendek atau panjang dapat bekerja bila digunakan oleh penulis berpengalaman. Namun, sebagai panduan, paragraf biasanya harus tidak kurang bahwa 2 atau 3 kalimat panjang dan harus ada 2 atau 3 paragraf per halaman A4. Panjang paragraf tergantung pada gagasan yang dirawat, tetapi jika sebuah paragraf yang lebih pendek dari 2 atau 3 kalimat, periksa untuk melihat apakah itu tidak benar-benar bagian dari paragraf sebelumnya atau berikutnya. Jika ayat Anda lebih panjang dari setengah halaman, periksa untuk melihat apakah ide itu akan dijelaskan lebih baik dalam dua atau lebih paragraf.

Ketika saya memulai sebuah paragraf baru?


Memulai paragraf baru untuk setiap titik atau tahap baru dalam tulisan Anda. Ketika Anda mulai paragraf Anda harus selalu menyadari gagasan utama yang dinyatakan dalam ayat tersebut. Jadilah waspada terhadap penyimpangan atau rincian yang termasuk baik dalam sebuah paragraf yang berbeda atau membutuhkan ayat sendiri.

Bagaimana cara menulis paragraf?


Sebuah paragraf dapat memiliki struktur internal dengan tubuh, pengenalan utama dan kesimpulan dalam cara yang sama seperti esai Contoh di bawah ini menunjukkan sebuah paragraf yang:

memperkenalkan titik utama paragraf ini; mengembangkan dan mendukung titik; menunjukkan pentingnya titik dibuat.

Contoh sebelumnya menunjukkan satu gaya ayat. Ini adalah aturan yang berguna selalu memiliki tiga tahapan dalam sebuah paragraf: pengenalan, pengembangan dan kesimpulan.

Pengantar

Pendahuluan membuat tujuan ayat yang jelas sehingga pembaca dapat membaca paragraf dengan tujuan ini dalam pikiran. Hal ini biasanya diperlukan untuk menunjukkan tempat paragraf memiliki dalam struktur bagian secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan hanya dengan sebuah kata (Namun demikian, Namun, lanjut) atau mungkin membutuhkan frase (Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah ....). Dalam esai, ini mungkin berarti menunjukkan bagaimana gagasan utama paragraf menjawab pertanyaan esai. Dalam beberapa kasus ketika ayat memulai bagian baru, mungkin perlu untuk menulis sebuah paragraf terpisah yang menjelaskan bagaimana bagian berikut ini berhubungan dengan bagian secara keseluruhan.

Perkembangan
Tubuh paragraf harus mengembangkan gagasan yang telah diperkenalkan pada awal paragraf. Hal ini dapat dilakukan dengan:

mendefinisikan ulang ide; memberikan contoh; mengomentari bukti; menunjukkan implikasi atau konsekuensi; memeriksa menentang ide.

Kesimpulan
Akhir paragraf dapat menunjukkan pentingnya titik, menghubungkan kembali ke awal paragraf, mengomentari implikasi dari titik secara keseluruhan, atau membuat link ke paragraf berikutnya. Adalah penting untuk tidak mengakhiri paragraf dengan detail penyimpangan atau tidak relevan. Setiap kalimat dalam paragraf harus menjadi bagian dari struktur internal. Contoh lain dari sebuah paragraf menggunakan struktur bagian tiga diberikan di bawah ini.

Ringkasan
Paragraf memberikan struktur untuk tulisan Anda yang memungkinkan pembaca untuk mengidentifikasi dan mengikuti tahapan pengembangan dalam perawatan material. Ingat bahwa paragraf harus memiliki struktur internal mereka sendiri sementara pas ke dalam struktur yang lebih besar dari seluruh bagian tulisan. Jadilah jelas apa gagasan utama setiap paragraf adalah, menghadapinya semaksimal diperlukan untuk tujuan Anda, tetapi waspada terhadap penyimpangan atau tidak relevan. Periksa gunakan sendiri paragraf dengan membaca kalimat pertama untuk melihat apakah itu menguraikan gagasan utama paragraf itu. Penggunaan efektif

paragraf dapat dilihat secara tertulis ketika pembaca dapat memperoleh gambaran tentang isi dengan membaca kalimat pertama setiap paragraf.

Anda mungkin juga menyukai