Anda di halaman 1dari 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. 1.

Penyakit Kandung Empedu


Pengertian1,2,3,5 Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik. Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Gambar 1. Batu kandung empedu

Gambar 1. Batu kandung empedu -GmaGGam

2. Anatomi1,2,3,5
3

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah langsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus. Gambar 2: Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.

Gambar 2. Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.

3. Fisiologi Saluran Empedu1,2,5,6

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu, dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaannya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. Gambar 3: Posisi anatomis dari vesica fellea dan organ sekitarnya.

Gambar 3. Posisi anatomis dari vesica fellea dan organ sekitarnya Pengosongan Kandung Empedu3,5,6 Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:

6 a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan

merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu. b) Neurogen: Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. Tabel 1. Komposisi cairan empedu Komponen Air Garam Empedu Bilirubin Kolesterol Asam lemak Lechitin Elektrolit Dari hati 97,5gm % 1,1 gm % 0,04 gm % 0,1 gm % 0,12 gm % 0,04 gm % Dari kandung empedu 95 gm % 6 gm % 0,3 gm % 0,3-0,9 % 0,3-1,2 gm % 0,3 gm % -

a. Garam Empedu1,3,4,5 Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu adalah: o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut. o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi di segmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu. b. Bilirubin1,3,4,5 Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

4. Klasifikasi3,4,5,6,7
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkan atas 3 (tiga) golongan, yaitu: a) Batu kolesterol Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Batu kolesterol bisa berupa batu kolesterol murni, batu kombinasi, batu campuran (mixed tone). Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu,mengendapdan membentuk batu empedu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan perdangan dalam kandung empedu. Proses degenerasi dan adanya penyakit hati Penurunan fungsi hati

Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme Mal absorpsi garam empedu Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu Peningkatan sintesis kolesterol Berperan sebagai penunjang iritan pada kandung empedu Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh kolesterol Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol kandung empedu Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu Penyakit kandung empedu (kolesistitis) Pengendapan kolesterol Batu empedu
b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu bilirubin bisa berupa batu Ca bilirubinat (pigmen kalsium) dan batu pigmen murni. Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi. Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil transferase Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

c) Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. 5. Epidemiologi3,4,5,6,7 Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi. 666666Faktor Resiko Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : 1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon estrogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar estrogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (estrogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu. 2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. 3.Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI

10

maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga menguras garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. 4.Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. 5.Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga. 6.Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi. 7.Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik. 8.Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
6. Manifestasi Klinis3,4,5,6,7

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadangkadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang- kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau

11

dini hari, berlangsung lama

antara 30 60 menit, menetap, dan nyeri terutama

timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

12

Gambar 4. Manifestasi klinis penyakit kandung empedu


7. Patofisiologi1,2,3

Batu

empedu

yang

ditemukan

pada

kandung

empedu

di

klasifikasikanberdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristaltersebut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu.

13

8. Komplikasi1,2,3,5 Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : 1. Asimptomatik 2. Obstruksi duktus sistikus 3. Kolik bilier 4. Kolesistitis akut Empiema Perikolesistitis Perforasi 5. Kolesistitis kronis Hidrop kandung empedu Empiema kandung empedu Fistel kolesistoenterik Ileus batu empedu (gallstone ileus) Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan / menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel

14

kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata. Batu kandung empedu dapat maju, masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.8.

Diagnosis1,2,3,4,5,6 1. Anamnesis Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. 2. Pemeriksaan Fisik 2.1. Batu kandung empedu Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,

15

empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. 2.2. Batu saluran empedu Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang hati teraba dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. 3. Pemeriksaan Penunjang1,2,3,5 1. Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. 2. Pemeriksaan radiologis o Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

16

Gambar 5. Rontgen dan USG pada kolelitiasis USG mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

17

o Kolesistograf

Gambar 6. Batu kandung empedu Untuk penderita tertentu, kolesistograf dengan kontras cukup baik karena relatif murah dan sederhana untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
9. Penatalaksanaan1,2,3,5,6

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain : 1. Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

18

2. Kolesistektomi laparaskopi Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

Gambar 7. Kolesistektomi laparoskopi 3. Disolusi medis Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien. 4. Disolusi kontak Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metil-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang

19

diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasienpasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan6,7,8 Pelarutan batu empedu6,7,8 Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.

Pengangkatan non bedah6,7,8 Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T-Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi TTube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.

20

3. ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy)

Prosedur noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa/sejumlah fragmen. 4. Kolesistotomi Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis. 5. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal. 6. Pemeriksaan darah

Kenaikan serum kolesterol Kenaikan fosfolipid Penurunan ester kolesterol Kenaikan protrombin serum time Kenaikan bilirubin total, transaminase Penurunan urobilirubin Peningkatan sel darah putih Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama. Terapi Farmakologis2,3,6,7,8 1.Ranitidin Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi. Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis, ranitidin

21

dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik). Perhatian : pengobatan dengan ranitidin dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil. 2.Buscopan Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita. Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat. 3.Buscopan Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg. Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita. 4.NaCl i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh. ii. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh.
10. Penatalaksanaan6,7,8,9

Penatalaksanaan Kolelitiasis/Koledokolitiasis 1. Penatalaksanaan pendukung dan diet Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002) Manajemen terapi :
o

Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein

o Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut. o Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign o Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.

22

o Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati) Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi / teh. Terapi Non-farmakologis, seperti : relaksasi, distraksi, kompres hangat / dingin, masase ), mempertahankan Tirah Baring. pemberian analgetik.

B.

Kopi12,13
Kopi merupakan salah satu alternatif minuman pilihan yang sangat digemari masyarakat Indonesia maupun negara lain selain teh. Kegemaran mengkonsumsi kopi sudah dilakukan turun-temurun sejak jaman nenek moyang, bahkan dalam setiap jamuan makan baik acara formal maupun non formal, sajian kopi hampir tidak pernah dilupakan. Kondisi ini sama dengan di luar negeri, di Amerika misalnya, sebagian besar masyarakat menyukai kopi, sehingga istilah coffe break sampai saat ini masih digunakan dan menjadi ikon untuk menyatakan waktu istirahat dan jam makan telah siap. Sebagian orang mengkonsumsi kopi sebagai salah satu minuman kegemaran, sedang sebagian orang tidak menyukai minum kopi karena khawatir efek kopi terhadap kesehatan. Menurut masyarakat awam, kopi mampu menghilangkan rasa lelah dan terhindar dari rasa mengantuk, sedang menurut hasil penelitian ilmiah, kopi mampu menurunkan risiko diabetes mellitus, penyakit kardiovaskuler, kanker serta mampu menurunkan kadar asam urat darah. Hal tersebut karena kandungan polyphenol yaitu chlorogenic acid di dalam kopi, namun tetap perlu diperhatikan berapa cangkir kopi perhari yang diminum agar aman dan memberi efek baik bagi tubuh. Kopi merupakan salah satu jenis polong-polongan dengan kandungan senyawa kompleks diantaranya kafein dan chlorogenic acid. Kafein termasuk alkaloid

23

(C8H10O2N4.H20) dengan rumus kimia 1,3,7-trimethylxantine. Kafein bersifat diuretik, sedangkan chlorogenic acid merupakan senyawa polyphenol yang bekerja sebagai antioksidan kuat di dalam kopi. Dalam 1 cangkir kopi robusta dengan 10 g bubuk kopi mengandung sekitar 100 mg kafein dan 200 mg chlorogenic acid. Efek kafein dalam menghambat reseptor adenosin menyebabkan timbulnya beberapa efek kurang baik bagi tubuh. Salah satu efek kopi yang masih menjadi bahan kontroversi adalah efek terhadap peningkatan atau penurunan kadar asam urat dan pembentukan batu empedu. Kandungan zat-zat kimia pada kopi13 :

Kafein Trigoneline Protein dan Asam Amino Karbohidrat Asam Alifatik (asam karboksilat) Asam Klorogenat Lemak dan turunannya Glikosida Mineral Komponen Volatil Beberapa efek positif kafein diantaranya: mengurangi risiko terkena penyakit Alzheimer, Parkinson, kanker hati, batu ginjal, dsb. Kafein meningkatkan memori jangka pendek, membantu meredakan sakit kepala (analgetik). Kafein merupakan efektif antioksidan, kafein merupakan diuretik yg baik sehingga peminum lebih sering buang air kecil. Kafein menyebabkan jantung berdebar lebih cepat dan menahan kantuk, kafein meningkatkan laju metabolisme termasuk pembakaran kalori dan lemak, kafein mencegah stuip atau step kopi yg dicampur dg susu lemak tinggi dapat meredakanbatuk. - Mengurangi resiko diabetes Menurut Para peneliti di Harvard, mengkonsumsi enam cangkir kopi (Kopi Hitam) atau lebih setiap harinya dapat mengurangi resiko diabetes. 54 persen bagi pria, dan 30 persen bagi wanita.

24

Penelitian lainnya yang dimuat dalam American Journal of Epidemiology menunjukkan konsumsi empat cangkir atau lebih per harinya pada lansia memiliki resiko Diabetes tipe 2 lebih rendah dibandingkan dengan yang jarang mengkonsumsi kopi. Karena selain mengandung kafein, kopi juga mengandung antioksidan, dan mineral yang meningkatkan sensitifitas insulin dan metabolisme glukosa. - Menurunkan Resiko Kanker Kolon, kanker hati dan Sirosis Hati Dua cangkir kopi sehari dapat menurunkan resiko kanker kolon sebanyak 25 persen dan sirosis hati sebesar 80 persen. Antoksidan yang terkandung di dalam kopi dapat membantu melindungi sel dari radikal bebas yang seringkali dikaitkan dengan kanker dan kelainan otak degeneratif. Dr Francesca Bravi dari Italia menemukan bahwa peminum kopi menikmati 41 persen pengurangan resiko HCC (Hepatocellular Carcinoma) atau kanker hati, dibanding dengan mereka yang tidak pernah mengkonsumsi kopi. - Mencegah kristalisasi batu empedu Kopi meningkatkan aliran empedu dan mencegah kristalisasi empedu. Dua cangkir kopi dalam satu hari dapat mengurangi resiko batu empedu sebesar 50 persen. - Mencegah serangan jantung Kopi juga dapat melindungi peminumnya dari serangan jantung. Penelitian yang dilakukan jantung di Harvard sebesar 32 menunjukkan persen wanita yang mengkonsumsi wanita 5 cangkir atau lebih setiap minggunya mampu mengalami penurunan resiko serangan dibandingkan dengan yang mengkonsumsi kurang dari 4 cangkir setiap minggunya. - Mencegah sakit kepala Satu dosis obat penawar sakit megandung 120 miligram kafein, sama seperti jumlah yang ditemukan dalam secangkir kopi. Kafein ditambahkan pada obat penawar sakit karena bisa meningkatkan penyerapan dalam

25

peningkatan

efek

penghilang

sakit.

Kafein

juga

membatasi

pembesaran

pembuluh darah ke kepala, yang dapat menyebabkan migran. - Mencegah gigi rusak Komponen yang memberi kopi aroma dan rasa pahit, yaitu Trigonelline, diakui para peneliti Italia memiliki zat anti bakeri dan anti lekat yang menceah gigi berlubang. - Membangun stamina tubuh Kafein memberi signal pada otak dan sistem syaraf untuk melakukan hal-hal secara berbeda. Penelitian menunjukkan dua cangkir kopi sanggup membangun stamina tubuh. - Mencegah konstipasi Kopi cenderung mempercepat proses pengosongan perut sehingga masalah sembelit dapat teratasi. - Menurunkan risiko kanker payudara Menjelang masa menopause, wanita yang mengonsumsi 4 cangkir kopi sehari mengalami penurunan risiko kanker payudara sebesar 38 persen, demikian menurut sebuah studi yang dipublikasikan di The Journal of Nutrition. Kopi melepaskan phytoestrogen dan flavonoid yang dapat menahan pertumbuhan tumor. Namun konsumsi kurang dari 4 cangkir tidak akan mendapatkan manfaat ini. - Melindungi kulit. Konsumsi 2-5 cangkir kopi setiap hari dapat membantu menurunkan risiko kanker kulit nonmelanoma hingga 17 persen. Kafein dapat memacu kulit untuk membunuh sel-sel prakanker dan juga menghentikan pertumbuhan tumor.

26

- Peningkatan Asam Lambung Walaupun kopi memiliki banyak manfaat, kopi dikenal dapat meningkatkan kegelisahan. semua Dosis konsumsi itu, yang tingkat terlalu banyak kopi tidak yang bisa tinggi diterima dapat orang. Selain keasaman

merangsang pengeluaran asam lambung berlebih. - Peningkatan Detak jantung Kafein sebagai kandungan utama kopi bersifat stimulan yang mencandu. Kafeine mempengaruhi sistem kardiovaskuler seperti peningkatan detak jantung dan tekanan darah. Dampak negatif itu muncul bila Anda mengkonsumsinya secara berlebihan. Bagi kebanyakan orang, minum dua sampai tiga cangkir kopi tidak memberikan dampak negatif. Meminum kopi dengan frekuensi lebih dari itu bisa menimbulkan jantung berdebar-debar, sulit tidur, kepala pusing dan gangguan lainnya. Oleh karena itu, bagi mereka yang mengkonsumsi kopi agar tidak mengantuk-misalnya karena kekurangan tidur, disarankan agar konsumsinya disebar sepanjang hari. Riset mengenai hubungan konsumsi kopi dengan keguguran kandungan tidak memberikan kesimpulan seragam. Tetapi, untuk amannya ibu hamil disarankan tidak minum lebih dari satu cangkir kopi sehari. Meskipun kopi pertama kali dikenal oleh manusia sebagai tanaman obat, dunia kedokteran modern sudah lama mencurigai kopi sebagai penyebab/pemicu berbagai penyakit. Mengapa kopi, bukan makanan/minuman lainnya? Mungkin karena kopi sama sekali tidak mempunyai kandungan nutrisi, tapi dapat membuat manusia merasa lebih baik tanpa sebab2 yang jelas. Namun para pecinta kopi di dunia dapat bernafas sedikit lebih lega karena setelah lebih dari 20 tahun penelitian yang intensif, sampai sekarang belum bisa dibuktikan bahwa kebiasaan minum kopi dalam jumlah yang wajar berhubungan dengan penyakit apapun atau gangguan kehamilan. Namun untuk amannya bila anda sedang hamil atau memiliki masalah kesehatan tertentu, ada baiknya anda mengkonsultasikan kebiasaan minum kopi anda kepada dokter. Ini juga dianjurkan kepada mereka yang memiliki tingkat kolesterol

27

tinggi, penyakit jantung, gejala kanker payudara, atau gangguan pencernaan. Sekali lagi, sampai saat ini tidak ada penelitian yang berhasil membuktikan adanya hubungan antara kebiasaan minum kopi dengan penyakit2 tersebut, tapi tidak ada salahnya kalau kita lebih waspada. Kandungan Kafein dalam Makanan/Minuman12,13

Satu cangkir kopi rata-rata mengandung 100-150 miligram kafein. Satu demitasse (cangkir mini untuk espresso) single-espresso rata2 mengandung 80120 miligram kafein. Satu cangkir teh rata2 mengandung 40 miligram kafein. Satu batang coklat ukuran sedang rata2 mengandung 20-60 miligram kafein. Satu botol minuman kola berukuran 340ml mengandung 40-60 miligram kafein, atau kira2 separuh kandungan kafein dalam secangkir kopi/espresso. Efek Jangka Pendek7,8,13 Dalam The Pharmacological Basis of Therapeutics oleh Dr. J. Murdoch Ritchie: a/ Efek positif dari kafein antara lain: menambah kecepatan berpikir dan inspirasi, menyembuhkan rasa ngantuk dan kelelahan, peningkatan sensor stimuli dan reaksi motorik; misalnya seorang yang mengetik akan dapat bekerja lebih cepat/ Secara kedokteran, menurut Dr. Ritchie, kafein yang terkandung dalam 1 sampai 2 cangkir kopi dapat menambah detak jantung, melebarkan pembuluh darah, mendorong aliran sampah2 cair maupun padat dari dalam tubuh, sehingga badan kita terasa lebih segar. b/ Efek negatif kafein bila diserap oleh tubuh secara berlebihan antara lain: kecemasan kronis, gelisah, lekas marah, insomnia, otot berkedut, dan diare. Kafein dalam jumlah yang lebih besar (yang dikandung oleh -misal- 10 cangkir kopi yang diminum berturut2) akan bersifat racun bagi tubuh. Efek yang ditimbulkan antara lain: muntah, demam, dan kebingungan secara mental. Kafein dalam jumlah yang sangat besar bahkan dapat menjadi zat yang mematikan. Dosis mematikan bagi manusia adalah sekitar 10 gram, atau kira-kira 100 cangkir kopi yang diminum berturut-turut.

28

Efek Jangka Panjang7,8,13 Para peneliti sejak lebih dari 20 tahun lalu sudah berusaha menghubungkan kopi atau kafein yang terkandung di dalamnya dengan berbagai macam penyakit, tapi sampai sekarang tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan. Tahun 70-an di Amerika Serikat pernah dipublikasikan bahwa meminum 12-24 gelas kopi sehari dapat menyebabkan gangguan kehamilan.. pada tikus Tubuh manusia mungkin mempunyai metabolisme yang berbeda untuk mengolah kafein, namun yang perlu diperhatikan, meski anda sedang hamil atau tidak, adalah konsumsi yang wajar. Jumlah Konsumsi yang Wajar7,8,13 Jadi dalam jumlah yang wajar kafein dapat membantu pikiran, pekerjaan, dan pergaulan, tapi akan berubah menjadi racun bila dikonsumsi secara berlebihan. Jumlah yang tepat berbeda untuk tiap orang. Yang bisa dijadikan pedoman adalah bahwa sampai saat ini tidak ada penelitian yang menyebutkan efek2 negatif kafein terjadi bila dikonsumsi dengan dosis di bawah 300 miligram sehari. Bila 1 demitasse single-espresso mengandung sekitar 100 miligram kafein, berarti kita bisa minum sampai dengan 3 cangkir espresso sehari dengan aman tanpa terpengaruh efek negatif dari kafein; dengan asumsi anda tidak minum terlalu banyak minuman kola, makan coklat, atau minum obat sakit kepala di hari yang sama. Efek kafein pada tiap orang berbeda-beda. Ada orang yang biasa minum sampai 5 cangkir espresso dalam sehari dan tidak merasakan efek negatifnya.

29

BAB III PEMBAHASAN


Penyakit kandung empedu adalah penyakit yang paling sering mempengaruhi lebih dari 20 juta penduduk terutama dewasa di US Amerika serikat, diperkirakan yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Penyakit ini menyebabkan biaya serta angka morbiditas (kematian) dalam jumlah besar. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain1,2. Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone)1,2. Walaupun ini adalah penyakit dengan tingkat kejadian yang besar dan memberikan hidup1,2,3. Salah satu gaya hidup berpengaruh tterhadap kejadian penyakit kandung empedu adalah konsumsi kopi. Kopi mengandung kafein yang diketahui dapat mencegah pria terkena penyakit ini. Pria yang minum setidaknya 2 cangkir kopi secara teratur setiap harinya mempunyai resiko terkena penyakit ini sekitar 60 % atau resiko lebih kecil terjadi pada pria yang mengkonsumsi kopi dalam jumlah kecil atau tidak sama sekali. Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa kandungan kafein pada kopi dapai menurunkan resiko terjadinya penyakit kandung empedu, terutama batu empedu1,2. dampak hebat, faktor resiko untuk terjadinya penyakit ini masih belum diketahui secara jelas. Namun kemungkinan berhubungan dengan faktor gaya

30

Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik1,2,3,5,9. Berdasarkan jurnal American Journal of Epidemiology, A large prospective Study Association of Coffee Consumption with Gallbladder disease menyatakan bahwa penelitian dilakukan pada tahun 1988-1994 menggunakan studi prospektive dengan analisis univariat dan multivariat yang dilakukan pada 13.938 partisipan (pasien), usia 20-74 tahun, jumlah partisipan pria sebanyak 6.675 dan partisipan wanita sebanyak 7263 pasien. Pengumpulan data didapatkan dari wawancara (anamnesis, pemeriksaan fisik, data laboratorium yang didapatkan dari (metode stratifikasi multistage sampling) pada populasi ras black america dan non-hispanic blacks)9. Kriteria inklusi didapatkan dari partisipan pria dan wanita yang mempunyai riwayat minum kopi (< 1 cangkir kopi/hari, 1-2 cangkir kopi per hari, > 2 cangkir kopi per hari), mempunyai faktor resiko penyakit kandung empedu : usia, ras etnik (nonhospanic hitam, non hispanic putih, black america), BMI, lingkar pinggang, lingkar panggul, serum total, kolesterol total, merokok (< 1 pak/hari, 1-2 pak/hari, > 2 pak per hari), konsumsi alkohol (< 1 gelas/hari, 1-2 gelas/hari, > 2 gelas/hari), dan untuk partisipan wanita harus diketahui jumlah riwayat partus (kelahiran)9. Kriteria eksklusi didapatkan dari mereka yang diwawancara tapi tidak diperiksa, mereka yang sudah diperiksa dirumah (n=152) tapi tidak menjalani pemeriksaan USG (N=351), hasil pemeriksaan USG yaitu lumen kandung empedu tidak dapat divisualisasikan secara adekuat (n=56), wanita hamil (n=276), mereka yang tidak teratur mengkonsumsi kopi9.

31

Dari penelitian yang sudah dilakukan pada 13.938 partisipan dengan jumlah pria 6.675, 7.263 wanita didapatkan hasil9 :
1. 1.415 atau 19,5 % wanita di diagnosa penyakit kandung empedu

dengan 770 wanita ( 10,6 %) sudah terdiagnosa penyakit kandung empedu sebelumnya (sebelum perlakuan) dan 645 (8,9 %) belum terdiagnosa penyakit kandung empedu (sebelum perlakuan). 5.848 wanita tidak terdiagnosa penyakit kandung empedu (setelah perlakuan).
2. 578 atau 8,7 % pria di diagnosa penyakit kandung empedu dengan 219

pria (3,3 %) sudah terdiagnosa penyakit kandung empedu sebelumnya (sebelum perlakuan) dan 359 (5,4 %) belum terdiagnosa penyakit kandung empedu sebelumnya (sebelum perlakuan). 6.097 pria tidak terdiagnosa penyakit kandung empedu (setelah perlakuan). Dengan menggunakan analisis univariat dan multivariat untuk mengolah data sampel dari partisipan wanita didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara wanita yang mengkonsumsi kopi dengan kejadian penyakit kandung empedu (p value= 0,027). Rasio prevalensi dari mereka yang sebelumnya tidak terdiagnosa penyakit kandung empedu tidak berhubungan dengan konsumsi kopi. Begitu juga pada pria, dengan analisis uni dan multivariat didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara pria yang mengkonsumsi kopi dengan kejadian penyakit kandung empedu (p value= 0,47). Rasio prevalensi dari mereka yang sebelumnya terdiagnosa penyakit kandung empedu, signifikansi statistik didapatkan hanya ketika mereka minum kopi < 1 cangkir/hari dibandingkan dengan pria yang tidak minum kopi. Prevalensi dari mereka yang belum terdiagnosa sebelumnya tidak berhubungan dengan konsumsi kopi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (bermakna) antara kedua partisipan baik pria ataupun wanita terhadap terjadinya penyakit kandung empedu ataupun resiko terkena penyakit kandung empedu setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan variabel kopi (konsumsi kopi). Baik pria dan wanita mempunyai resiko yang sama untuk terkena penyakit ini, dengan jumlah wanita mempunyai resiko sedikit lebih tinggi dibandingkan pria. Namun tidak ada hubungan antara jumlah kejadian penyakit kandung empedu dan konsumsi kopi baik pada pria maupun wanita.

32

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
1. Penyakit kandung empedu adalah penyakit yang paling sering terjadi 20 juta

penduduk terutama dewasa. Insiden penyakit batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
2. Penyakit ini menyebabkan biaya serta angka morbiditas (kematian) dalam jumlah

besar.
3. Dengan menggunakan teknik diagnosis USG, penderita batu kandung empedu

dapat ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi.
4. Faktor resiko untuk terjadinya penyakit ini berhubungan dengan faktor gaya hidup

yaitu konsumsi kopi. Kopi mengandung kafein yang diketahui dapat mencegah wanita dan terutama pria terkena penyakit ini. 5. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (bermakna) antara kedua partisipan baik pria ataupun wanita terhadap terjadinya penyakit kandung empedu ataupun resiko terkena penyakit kandung empedu setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan variabel kopi (konsumsi kopi). 6. Baik pria dan wanita mempunyai resiko yang sama untuk terkena penyakit ini, dengan jumlah wanita mempunyai resiko sedikit lebih tinggi dibandingkan pria. 7. Tidak ada hubungan antara jumlah kejadian penyakit kandung empedu dan konsumsi kopi baik pada pria maupun wanita. B. SARAN Dilakukan penelitian tentang hubungan antara konsumsi kopi, efek yang terdapat dalam kandungan kopi terhadap penyakit kandung empedu (batu empedu) dengan metode penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai