Anda di halaman 1dari 14

24

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alat Tangkap Mini Purse Seine Purse seine (pukat cincin) adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, tanpa kantong dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Purse seine adalah suatu alat penangkapan ikan yang digolongkan dalam kelompok jaring lingkar (surrounding nets) (Martasuganda et al. 20 4). 0 Berdasarkan standar klasifikasi alat penangkap perikanan laut, purse seine termasuk dalam klasifikasi pukat cincin. Von Brandt (1984) menyatakan bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil di sekitar permukaan air. Purse seine dibuat dengan dinding jaring yang panjang, dengan panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Dengan bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring purse seine. Karakteristik jaring purse seine terletak pada cincin yang terdapat pada bagian bawah jaring. Pengoperasian purse seine dilakukan dengan melingkari gerombolan ikan sehingga membentuk sebuah dinding besar yang selanjutnya jaring akan ditarik dari bagian bawah dan membentuk seperti sebuah kolam (Sainsbury 1996). Untuk

memudahkan penarikan jaring hingga membentuk kantong, alat tangkap ini mempunyai atau dilengkapi dengan cincin sebagai tempat lewatnya tali kolor atau tali pengerut (Subani & Barus 1998). Konstruksi purse seine menurut Subani dan Barus (1988), terdiri atas: (1) Bagian jaring, terdiri atas jaring utama, jaring sayap, dan jaring kantong. (2) Srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang berfungsi memperkuat jaring sewaktu dioperasikan, terutama saat penarikan jaring. (3) Tali temali, terdiri atas tali pelampung, tali ris atas, tali ris bawah, tali pemberat, tali kolor, dan tali selambar. (4) Pelampung (5) Pemberat

25

(6) Cincin

Gambar 2 Alat tangkap purse seine setelah dilingkarkan (Subani & Barus 1989) Penangkapan ikan dengan menggunakan purse seine merupakan salah satu metode penangkapan yang paling agresif dan ditujukan untuk penangkapan gerombolan besar ikan pelagis (Sainsbury 1996). Pukat cincin di perairan pantai barat Sulawesi Selatan bagian utara biasa dinamakan gae, sedangkan di sebelah selatan seperti Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto dinamakan rengge. Rengge terbuat dari bahan nylon dan polyethilene dengan ukuran mata jaring yang sama semua sebesar 1 inci. Bagian sayap jaring terbuat dari nylon 210 D/6 dan dikelilingi (selvedge) dengan nylon 210 D/9, memiliki kantong di bagian pinggir yang terbuat dari bahan polyethilene. Tali pelampung sepanjang 30 meter. Tali ris atas, tali pemberat dan tali ris bawah terbuat 0 dari polyethilene berdiameter 5 mm. Tali kolor umumnya terbuat dari polyethilene berdiameter 18 mm (Sudrajat et al. 1995 diacu dalam Nelwan 20 1). 0 Purse seine yang dioperasikan di Kabupaten Jeneponto memiliki ukuran panjang 60 m, lebar atau kedalaman jaring 45 m dan ukuran mata jaring 1 inci. 0 Bagian badan dan sayap jaring terbuat dari polyamide 210 D/6. Bagian kantong terbuat dari polyamide 210 D/9. Pelampung terbuat dari bola plastik berdiameter 10 cm, sedangkan pemberat dari timah hitam dengan diameter 13,5 inci. Tali ,5 temali terbuat dari bahan polyethilene bernomor benang 8 untuk tali pelampung, tali

26

pemberat, tali ris atas, samping dan bawah, sedangkan tali kolor bernomor benang 18 (Nelwan 20 1). 0 Kapal yang digunakan untuk mini purse seine di Kabupaten Jeneponto umumnya terbuat dari bahan jati (Tectona grandis) dengan ukuran panjang 14-16 m, lebar 2,5-3,3 m dan tinggi 1-1,8 m (Nelwan 20 1). 0 Tiap kapal purse seine ukuran di atas 30 GT seharusnya minimal dilengkapi dengan power block yang berfungsi untuk membantu menarik jaring dari dalam air ke atas dek kapal, atau pada kapal-kapal purse seine di Indonesia fungsi power block dapat diganti dengan capstan yang dipasang di atas dek kapal. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan purse seine adalah ikan-ikan pelagis yang bergerombol (pelagic shoaling species). Ini berarti bahwa ikan yang akan ditangkap tersebut harus membentuk suatu gerombolan (shoaling), berada dekat permukaan air (sea surface) dan diharapkan dalam suatu densitas shoaling yang tinggi. Jika ikan belum terkumpul dalam suatu area penangkapan (catchable area), atau berada di luar kemampuan perangkap jaring, maka harus diusahakan agar ikan berkumpul ke suatu area penangkapan. Hal ini ditempuh misalnya dengan

penggunaan cahaya dan rumpon (Ayodhyoa 1981). Hasil tangkapan purse seine dengan alat bantu rumpon daun lontar di Kabupaten Jeneponto adalah tembang (Sardinella fimbriata), sardin (Sardinella sirm), kembung perempuan (Rastrelliger brachisoma), selar bentong (selar crumenopthalmus), layang (Decapterus russeli), cakalang (Katsuwonus pelamis), rambai (Caranx malabaricus), alu-alu (Sphyraena jello), layur (Trichiurus savala), dan cumi-cumi (Loligo vulgaris) (Hajar 1998). 2.2 Model Surplus Produksi Tujuan penggunaan model surplus produksi adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum (biasa disebut EMSY atau effort MSY), yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang, yang biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari (maximum sustainable yield/MSY). Model surplus produksi dapat

27

diterapkan bila diketahui dengan baik tentang hasil tangkapan total (berdasarkan spesies) dan atau hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort/CPUE) per spesies dan atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Upaya penangkapan harus mengalami perubahan substansial selama waktu yang dicakup (Sparre & Venema 1999). Gulland (1988) menguraikan bahwa maksimum sustainable yield (MSY) adalah hasil tangkap terbanyak berimbang yang dapat dipertahankan sepanjang masa pada suatu intensitas penangkapan tertentu yang mengakibatkan biomas sediaan ikan pada akhir suatu periode tertentu sama dengan sediaan biomas pada permulaan periode tertentu tersebut. Maksimum Sustainable Yield mencakup 3 hal penting : (1) Memaksimalkan kuantitas beberapa komponen perikanan (2) Memastikan bahwa kuantitas-kuantitas tersebut dapat dipertahankan dari waktu ke waktu (3) Besarnya hasil penangkapan adalah alat ukur yang layak untuk menunjukkan keadaan perikanan Model surplus produksi yang digunakan untuk menentukan MSY dan upaya penangkapan optimum ini menyangkut hubungan antara kelimpahan dari sediaan ikan sebagai massa yang uniform dan tidak berhubungan dengan komposisi dari sediaan seperti proporsi ikan tua atau besar. Kelebihan model surplus produksi ini adalah tidak banyak memerlukan data, yaitu hanya data hasil tangkapan dan upaya penangkapan atau hasil tangkapan per satuan upaya. Persyaratan untuk analisis model surplus produksi adalah sebagai berikut (Sparre & Venema 1999): (1) Ketersediaan ikan pada tiap-tiap periode tidak mempengaruhi daya tangkap relatif (2) Distribusi ikan menyebar merata (3) Masing-masing alat tangkap menurut jenisnya mempunyai kemampuan tangkap yang seragam Asumsi yang digunakan dalam model surplus produksi menurut Sparre dan Venema (1999) adalah :

28

(1)

Asumsi dalam keadaan ekuilibrium Pada keadaan ekuilibrium, produksi biomassa per satuan waktu adalah sama dengan jumlah ikan yang tertangkap (hasil tangkapan per satuan waktu) ditambah dengan ikan yang mati karena keadaan alam.

(2)

Asumsi biologi Alasan biologi yang mendukung model surplus produksi telah dirumuskan dengan lengkap oleh Ricker (1975 diacu dalam Kurniawati 20 5) sebagai 0 berikut : 1) Menjelang densitas stok maksimum, efisiensi reproduksi berkurang, dan sering terjadi jumlah rekrut lebih sedikit daripada densitas yang lebih kecil. Pada kesempatan berikutnya, pengurangan dari stok akan meningkatkan rekrutmen 2) Bila pasokan makanan terbatas, makanan kurang efisien dikonversikan menjadi daging oleh stok yang besar daripada oleh stok yang lebih kecil. Setiap ikan pada suatu stok yang besar masing-masing memperoleh makanan lebih sedikit; dengan demikian dalam fraksi yang lebih besar makanan hanya digunakan untuk mempertahankan hidup, dan dalam fraksi yang lebih kecil digunakan untuk pertumbuhan 3) Pada suatu stok yang tidak pernah dilakukan penangkapan terdapat kecenderungan lebih banyak individu yang tua dibandingkan dengan stok yang telah dieksploitasi

(3)

Asumsi terhadap koefisien kemampuan menangkap Pada model surplus produksi diasumsikan bahwa mortalitas penangkapan proporsional terhadap upaya. Namun demikian upaya ini tidak selamanya benar, sehingga kita harus memilih dengan benar upaya penangkapan yang benar-benar berhubungan langsung dengan mortalitas penangkapan. Suatu alat tangkap (baik jenis maupun ukuran) yang dipilih adalah yang mempunyai hubungan linear dengan laju tangkapan.

29

2.3

Model Bio-Ekonomi Gordon-Schaefer Model produksi hanya dapat mengetahui potensi produksi sumberdaya

perikanan dan tingkat produksi maksimumnya. Model tersebut belum mampu menunjukkan potensi industri penangkapan ikan dan belum dapat menentukan tingkat pengusahaan yang maksimum bagi masyarakat. Sumberdaya perikanan tangkap merupakan sumberdaya yang open access, artinya setiap orang dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu wilayah perairan tanpa adanya pembatasan. Kecenderungan ini menyebabkan tingkat upaya tangkap ikan meningkat hingga tercapai keseimbangan dimana tidak lagi diperoleh keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut (Gordon 1954 diacu dalam Wiyono 20 1). Dengan perkataan lain dapat dikondisikan daerah tersebut telah 0 mengalami overfishing. Menurut Clark (1985) bahwa untuk mengoptimalkan pemanfaatan

sumberdaya ikan di suatu wilayah perairan, maka konsep yang harus dikembangkan adalah konsep kepemilikan tunggal (single owner concept) yang menganggap stok sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan sebagai modal (asset) oleh pihak pemilik tunggal, yakni pemerintah daerah. Pemilik tunggal mempunyai tujuan untuk memaksimumkan keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan pada jangka panjang. Titik pada saat keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan sama dengan nol (n = 0 disebut titik open access equilibrium (keseimbangan bionomi). ) Model bio-ekonomi merupakan hasil penggabungan dari model biologi dan ekonomi. Biasanya model bio-ekonomi penangkapan ikan berdasarkan pada model biologi Schaefer (1957) dan model ekonomi dari Gordon (1954). Persamaan tersebut dinamakan model Gordon-Schaefer. Asumsi dasar yang digunakan dalam model ini adalah permintaan ikan hasil tangkapan dan penawaran upaya penangkapan adalah elastis sempurna (Gordon 1954 diacu dalam Wiyono 20 1). 0 Harga ikan (p) dan biaya marginal upaya penangkapan masing-masing mencerminkan manfaat marginal dari ikan hasil tangkapan bagi masyarakat dan biaya sosial marginal upaya penangkapan.

30

Menurut Schaefer (1957) diacu dalam Fauzi (20 4) perubahan cadangan 0 sumberdaya ikan secara alami dipengaruhi oleh pertumbuhan logistik ikan, yang secara metematis dapat dinyatakan dalam sebuah fungsi sebagai berikut:

dx/dt= f (x)
dx/dt = xr (1 - x/k) ......................................................... (1)

dimana :
x

= ukuran kelimpahan biomas ikan = daya dukung alam = laju pertumbuhan instrinsik

k r

f (x) = fungsi pertumbuhan biomas ikan


dx/dt = 1aju pertumbuhan biomas
Apabila sumberdaya tersebut dimanfaatkan melalui kegiatan penangkapan, maka ukuran kelimpahan akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut merupakan selisih antar laju pertumbuhan biomas dengan jumlah biomas yang ditangkap, sehingga secara hubungan fungsional, dinyatakan sebagai berikut (Schaefer 1957 diacu dalam Fauzi 20 4): 0

dx / dt = f ( x ) h
dimana :
h = hasil tangkapan

........................................................... (2)

dan hasil tangkapan, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

h = q.E.x .......... .............................................................. (3)


dimana :
q = koefisien teknologi penangkapan

E = tingkat upaya penangkapan (effort)


Pada kondisi keseimbangan, perubahan kelimpahan sama dengan nol (dx/dt = 0), dengan asumsi koefisien teknologi sama dengan satu (q =1) maka diperoleh hubungan antara laju pertumbuhan biomassa dengan hasil tangkapan. Hubungan tersebut secara matematis dinyatakan dengan menggabungkan persamaan (1) dengan persamaan (3), sehingga diperoleh persamaan baru sebagai berikut:

31

dx/dt = f(X) - h = 0
h = f (x)

q.E.z = r.x (1 x / k) ...................................................... (4)


sehingga hubungan antara ukuran kelimpahan (stok) dengan tingkat upaya dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

x = k k / rE ................................................................. (5)
Dengan mensubsitusikan persamaan (5) ke dalam persamaaan (3), maka diperoleh fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang menggambarkan hubungan antar tingkat upaya (effort) dengan hasil tangkapan (produksi) lestarinya, sehingga secara matematis persamaannya menjadi:
h = k.E (k / r)E 2 .......................................................... (6)

Dengan memasukkan faktor harga per satuan hasil tangkap dan biaya per satuan upaya penangkapan, maka persamaan keuntungan dari usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan menjadi


dimana :

= TR TC ................................................................. (7) = p.h c.E ............................................................... (8)

p c

= keuntungan pemanfaatan sumberdaya = harga rata-rata hasil tangkapan = biaya penangkapan ikan per satuan upaya

TR = penerimaan total
TC = biaya total penangkapan ikan

Dalam kondisi open access, tingkat keseimbangan akan tercapai pada saat penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC), dengan tingkat upaya = EoA (Gambar 3), yang menurut Gordon disebut juga sebagai "bioeconomic equilibrium of
open acces fishery ". Pada tingkat upaya di bawah E0A, penerimaan total lebih besar dari

biaya totalnya, sehingga pelaku perikanan akan lebih banyak tertarik untuk meningkatkan upaya panangkapan ikannya. Pada tingkat upaya di atas E0A biaya total lebih besar dari

32

penerimaan total, sehingga mendorong pelaku perikanan untuk mengurangi upaya, dengan demikian hanya pada tingkat upaya E0A, keseimbangan akan tercapai.
Revenue/cost
MSY MEY

TC = c.E

TR = p.h

Effort

EMEY

EMSY

EOA

Revenue/cost

AR MR c=MC=AC

Effort 0 EMEY EOA

Gambar 3 Keseimbangan bio-ekonomi Gordon-Schaefer (Fauzi 20 0 0 ). Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa keuntungan maksimum akan dicapai pada tingkat upaya EMEY, dimana jarak vertikal antara peneriman total dan biaya total mencapai tingkat yang paling tinggi. Tingkat EMEY disebut sebagai Maximum Economic
Sustainble Yield (MEY). Apabila tingkat upaya pada keseimbangan open access (E0A)

dibandingkan dengan tingkat upaya pada saat MEY (EMEY), ternyata tingkat upaya yang dibutuhkan pada keseimbangan open access, jauh lebih banyak dari pada tingkat upaya pada saat MEY, ini berarti bahwa pada keseimbangan open access telah terjadi

33

penggunaan sumberdaya yang berlebihan, yang menurut Gordon disebut sebagai


economic overfishing.

2.4

Optimisasi Optimisasi adalah suatu kata kerja yang berarti menghitung atau mencari

titik optimum. Kata benda optimisasi merupakan peristiwa atau kejadian proses optimisasi. Jadi teori optimisasi mencakup studi kuantitatif tentang titik optimum dan cara-cara untuk mencarinya (Haluan 1985), sedangkan Gaspersz (1992) menyatakan bahwa optimisasi adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Proses ini dalam analisis sistem diterapkan terhadap alternatif yang dipertimbangkan, kemudian dari hasil itu dipilih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik. Kadarsan (1984) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, suatu usaha perikanan laut harus memiliki faktor produksi yang cukup dan kombinasi yang tepat. Keterbatasan sumberdaya menyebabkan diperlukannya pengaturan atau alokasi sumberdaya agar dapat mencapai keseluruhan atau sebagian tujuan yang diinginkan. Teknik optimisasi sering digunakan dalam mengatasi masalah keterbatasan sumberdaya tersebut. Persoalan optimisasi dapat berbentuk maksimasi atau minimasi. Pada umumnya orang mengharapkan kebaikan sebanyak-banyaknya atau maksimum dan keburukan sedikit mungkin atau minimum. Keadaan seperti inilah yang disebut optimum. Dalam proses optimisasi, terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan ukuran kuantitatif dan efektifitas suatu persoalan. Oleh karena itu pengetahuan mengenai sistem yang berlaku menyangkut aspek fisik maupun ekonomi merupakan suatu keharusan. 2.5 Faktor Produksi Produksi adalah segala kegiatan untuk menciptakan atau menambah guna atas sesuatu benda, atau segala kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan orang lain melalui pertukaran (transaksi). Produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat output per unit periode atau waktu. Dalam proses produksi, terdapat

34

hubungan yang sangat erat antara faktor-faktor produksi yang digunakan dan produksi yang dihasilkan (Partadiredja 1981 diacu dalam Sudibyo 1998). Gasperz (1992) menyatakan bahwa ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam suatu alternatif usaha, yaitu aspek teknik dan aspek ekonomi. Aspek teknik yang utama adalah adalah proses produksi. Dalam proses produksi diperlukan proses produksi yang benar di antara beberapa kemungkinan cara produksi. Perlu juga diperhatikan pemilihan mesin dan peralatan yang sesuai dengan karakteristik usaha/pekerjaan. Fungsi produksi adalah hubungan matematik antara produksi (output) dan faktor-faktor produksi (input). Hubungan tersebut tanpa memperhatikan harga-harga, baik harga faktor-faktor produksi maupun produksi itu sendiri. Secara matematis fungsi produksi dapat dinyatakan
n

dengan Y =

f ( X 1 , X 2 , X 3 ,......... X n ), .,

sedangkan X 1 , X 2 , X 3 ,......., X menghasilkan output (Y).

merupakan faktor input yang digunakan untuk

Fungsi di atas menerangkan output yang dihasilkan

tergantung dari faktor-faktor input, tetapi belum memberikan hubungan kuantitatif antara faktor-faktor input denngan output. Untuk dapat memberikan hubungan

kuantitatif, hubungan tersebut harus dinyatakan dalam bentuk yang khas seperti fungsi linier (Sugiarta 1992). Soekartawi (1993) menyatakan bahwa analisa fungsi poduksi sering dilakukan oleh para peneliti, karena mereka menginginkan informasi tentang bagaimana sumberdaya yang terbatas dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat diperoleh. Pada kenyataannya, penggunaan masukan-produksi masih dipengaruhi oleh faktor lain di luar kontrol manusia misalnya iklim atau faktor lingkungan lain. Supranto (1983) menyatakan bahwa di antara fungsi produksi yang umum dipakai adalah fungsi linier dengan analisis regresi, apabila dalam persamaan garis regresi tercakup dua jenis variabel yaitu variabel bebas dan variabel tak bebas. Oleh karenanya, maka regresi ini dinamakan regresi linier berganda. Variabel tak bebas (Y) dalam regresi linier berganda tergantung pada dua atau lebih variabel bebas. Persamaan garis tersebut dapat ditulis dengan Y = bo+b1 X1 +b2 X 2 + b3 X3 +....+ bn X n .

35

Y dalam hal ini adalah variabel tak bebas, sedangkan X adalah variabel bebas yang nilainya diketahui, kemudian pengaruhnya terhadap Y dapat diperkirakan sehingga nilai Y dapat diramalkan. Model-model peramalan yang dilakukan berdasarkan variabel penjelas (explanory forecasting models) yang umum digunakan adalah model-model regresi. Secara umum, jika ada satu variabel tak bebas (variabel yang diramalkan) tergantung pada saru atau lebih variabel bebas, maka hubungan di antara variabel-variabel itu dicirikan melalui model peramalan yang disebut model regresi. Model regresi berganda merupakan model regresi dengan dua atau lebih variabel bebas. Analisis regresi berganda adalah suatu analisis regresi bersyarat terhadap nilai-nilai tetap dari variabel-variabel bebas. Dengan demikian, maka akan diperoleh nilai rata-rata dari Y untuk nilai-nilai tetap dari variabel X. Penelitian yang dilakukan oleh Sudibyo (1998) mengenai analisis faktor produksi unit penangkapan purse seine di Pekalongan menghasilkan persamaan regresi linier fungsi Cobb Douglass, yaitu: Ln Y = 2,27 + 0 ,1229 ln X1 0 ,265 ln X3 + 0 ,492 ln X4 + 0 67 ln X5 + 0 ,0 ,125 ln X6 +0 ,553 ln X1X3 0 25 lnX1X6 0 ,0 ,599 ln X3X5 dimana: X1 = ukuran kapal, X2 = kekuatan mesin, X3 = jumlah bahan bakar minyak, X4 = jumlah trip, X5 = lama operasi, dan X6 = jumlah anak buah kapal. Uji koefisien regresi linier secara keseluruhan faktor produksi dengan menggunakan uji F terhadap produksi berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99%. Secara individual faktor produksi terhadap produksi dengan menggunakan uji t yang berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan 99 % adalah faktor input panjang jaring (X4). Penelitian yang dilakukan oleh Chaliluddin (20 2) mengenai pengembangan 0 perikanan pukat cincin cakalang di Nangroe Aeh Darussalam menyimpulkan faktorfaktor produksi kapal (X1), kekuatan mesin (X2), konsumsi bahan bakar minyak (X3), panjang jaring (X4) dan jumlah ABK (X5) berpengaruh nyata terhadap produksi hasil tangkapan dengan persamaan regresi Y = e-0,916 X10,074 X20,0557 X30,038 X40,446 X50,257. Secara parsial, faktor ukuran tenaga mesin (X2) dan panjang jaring

36

(X4) berpengaruh nyata terhadap produksi, sedangkan faktor lain tidak berpengaruh nyata. Penelitian yang dilakukan Effendi (20 4) mengenai analisis faktor produksi 0 bagan motor di Selat Sunda menghasilkan persamaan regresi linier, yaitu: Y = -1958,496 + 11,0 X1 + 0 59 ,542 X2 + 34,815 X3 0 ,542 X4 + 13,787 X5 dimana: X1 = bingkai jaring, X2 = daya lampu merkuri, X3 = jumlah tenaga kerja, X4 = kedalaman pemasangan waring, dan X5 = jumlah trip Uji koefisien regresi linier secara keseluruhan faktor produksi dengan menggunakan uji F terhadap produksi berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99%. Secara individual faktor produksi terhadap produksi dengan menggunakan uji t yang berpengaruh nyata adalah faktor ukuran bingkai jaring (X1) dan daya lampu merkuri (X2). 2.6 Analisis Kelayakan Usaha Kadariah et al. (1978) menyatakan bahwa ada dua macam analisis yang biasa digunakan dalam mengevaluasi kelayakan usaha, yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial adalah suatu analisis terhadap biaya dan

manfaat di dalam suatu usaha yang dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung dalam usaha tersebut. Pada analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total atau keuntungan yang diperoleh dari semua sumberdaya yang digunakan dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Selanjutnya dikatakan bahwa pada prinsipnya, analisis investasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, tergantung pihak yang berkepentingan langsung dengan proyek tersebut yaitu: (1) Analisis finansial; analisis ini dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah individu atau kelompok individu yang bertindak sebagai investor dalam proyek. Dalam hal ini, maka kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima investor tersebut.

37

(2) Analisis ekonomi; analisis ini dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, maka kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima oleh masyarakat. Husnan dan Suwarsono (20 0 menyatakan bahwa analisis finansial 0) penting artinya dalam mempertimbangkan insentif bagi orang yang turut serta dalam mensukseskan pelaksanaan proyek, sebab tidak ada gunanya melaksanakan proyek perikanan misalnya, yang menguntungkan bila dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan, jika nelayan yang menjalankan aktivitas produksi tidak bertambah baik keadaannya. Dalam analisis ekonomi, yang diperhatikan adalah hasil total atau produktivitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyrakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa melihat pihak mana yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan pihak mana dalam masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut. Bagi para

pengambil keputusan, yang penting adalah mengarahkan penggunaan sumbersumber yang langka kepada proyek-proyek yang dapat memberikan hasil terbanyak untuk perekonomian sebagai keseluruhan, artinya yang menghasilkan
social return atau economic returns yang paling tinggi.

Dalam

rangka

mencari

suatu

ukuran

menyeluruh

sebagai

dasar

penerimaan/penolakan atau pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai macam cara yang dinamakan Investment Criteria atau Kriteria Investasi. Kriteria investasi yang sering digunakan dalam menilai kelayakan proyek adalah NPV, Net B/C dan IRR (Choliq et al. 1994). Sesuai ketentuan yang berlaku dalam analisis finansial (NPV, IRR dan Net B/C), biaya penyusutan dan bunga modal (jika modal sendiri) tidak

diperhitungkan sebagai pengeluaran atau tidak masuk dalam komponen biaya, sedangkan nilai sisa (salvage value) dimasukkan sebagai penerimaan pada akhir umur usaha (Djamin, 1984).

Anda mungkin juga menyukai