Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Tabel III.1.7. Hasil Perhitungan Friksi dan Energy Loses Untuk Fitting
Jenis fitting Reducer (1 ke 0) Enlarger (6 ke 5) Elbow (10 ke 9) Total
f 0.41394 0.93880 0.75 2.10274
h (J/kg) 592,3939657 1340,938984 1071,056034 3004,389
III.2 Pembahasan
Percobaaan Frictional Isothermal Compressible Flow adalah untuk menghitung friksi
konduit aliran fluida kompresibel isothermal dan mengukur kehilangan energi pada berbagai
fitting.
Fluida yang digunakan dalam percobaan ini adalah udara. Udara merupakan fluida
kompresibel. Dalam aliran kompresibel, friksi mempengaruhi perubahan tekanan yang
mengakibatkan perubahan densitas yang menjadi penyebab perubahan flow rate fluida.
Percobaan ini mengukur kecepatan keluar (Voutput) dengan mengatur variabel bukaan intake
(tirai) pada blower. Proses adiabatis dan isotermal terjadi pada aliran di saluran yang
penampangnya tetap. Proses ini merupakan proses irreversible dan entropi gas bertambah.
Namun karena Q = 0, suhu stagnasi konstan di seluruh saluran. Sedangkan proses isentropis
terjadi pada ekspansi dan reduksi dari conduit.
(Geankoplis, 108-110)
Langkah selanjutnya mengukur Δh pada tiap titik lubang dengan manometer U air
sederhana dan air sebagai fluida pengisi manometer, dengan cara menempelkan saluran bebas
dari alat ke lubang-lubang di titik-titik tersebut. Nilai Δh ini nantinya akan digunakan untuk
menghitung nilai P pada masing-masing titik, menggunakan rumus P = Patm + ρair.g.Δh. Lalu
mengukur kecepatan angin yang keluar dari blower menggunakan anemometer dan suhunya
menggunakan termometer ruangan. Anemometer seharusnya diletakkan di penghujung pipa
keseluruhan, yakni selepas titik 0 (titik output). Namun pada percobaan ini pengukuran
kecepatan udara dilakukan pada jarak 100 cm dari ujung pipa keluaran. Jika dilakukan tepat di
titik 0 dari ujung pipa keluaran, pengukuran tidak bisa akurat karena udara tidak dapat
menggerakkan baling-baling anemometer secara merata dan dapat merusak baling-baling
anemometer. Percobaan dilakukan dengan variasi penutup intake atau bukaan tirai yang
berbeda–beda dan variabel yang digunakan adalah tiap kenaikan sudut 15o, mulai dari tertutup
penuh (120o), sudut 135o, sudut 150o, sudut 165o, sampai terbuka penuh (180o) dan
menghasilkan kecepatan udara keluaran (Voutlet) yaitu 7,96 m/s, 8,23 m/s, 10,77 m/s, 11,63
m/s, dan 13,32 m/s. Setelah mendapatkan data-data percobaan semua variabel, dilakukan
perhitungan friksi pada tiap reducer, enlarger, elbow, dan fitting.
Pada percobaan ini digunakan 11 titik lubang pada perpipaan (saluran) udara dimulai
dari blower yaitu titik 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 0 yang dapat dilihat pada gambar
II.4.1. Pada titik 11 ke 10 terjadi friksi ducting lurus, titik 10 ke 9 terjadi friksi elbow 90 0, titik
9 ke 6 terjadi friksi ducting lurus, titik 6 ke 5 terjadi friksi enlarger, titik 5 ke 1 terjadi friksi
ducting lurus, dan titik 1 ke 0 terjadi friksi reducer. Setiap friksi pada tiap titik dihitung
dengan cara yang berbeda seperti pada Appendiks dan hasil perhitungannya dapat dilihat pada
Tabel III.1.1 hingga tabel III.1.6. Kemudian dibuat grafik antara friksi (f) tiap titik terhadap
kecepatan udara (V) seperti berikut :
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai f semakin kecil dengan semakin
meningkatnya kecepatan udara, meskipun ada yang meningkat nilai f di beberapa titik
kecepatan. Kecepatan udara dipengaruhi oleh kondisi terbuka-tertutupnya katup blower,
sehingga jumlah udara yang masuk ke blower semakin banyak apabila blower terbuka penuh.
Hal ini mengakibatkan kecepatan udara semakin meningkat pada pipa saluran sehingga nilai
friksi (f) semakin kecil. Hal ini sesuai dengan literatur di mana kecepatan udara (V)
berbanding terbalik dengan nilai f. Hal lain yang mempengaruhi besarnya friksi pada
perpipaan yaitu perbedaan diameter. Hal ini dapat dilihat perbandingan tabel perhitungan
untuk ducting lurus kecil yaitu tabel III.1.4 dan untuk ducting lurus besar yaitu tabel III.1.2.
Dapat dilihat bahwa semakin besar diameter ducting maka nilai friksi (f) semakin kecil. Hal
ini sesuai dengan literatur bahwa diameter berbanding terbalik terhadap friksi.
Pada Reducer titik 1 ke 0 di tabel III.1.1, dapat dilihat bahwa bilangan Mach semakin
meningkat karena pengaruh kenaikan kecepatan diperoleh bilangan Mach yang diperoleh M <
1, sehingga diperoleh subsonic. M0 > M11 karena terjadi ekspansi sehingga kecepatan menjadi
lebih lambat saat udara mengalir dari pipa ukuran kecil menuju pipa ukuran besar.
Pada Enlarger titik 6 ke 7 di tabel III.4.3, dapat dilihat bahwa bilangan Mach semakin
meningkat karena pengaruh kenaikan kecepatan diperoleh bilangan Mach yang diperoleh M <
1, sehingga diperoleh subsonic. M7 > M6 karena terjadi ekspansi sehingga kecepatan menjadi
lebih lambat saat udara mengalir dari pipa ukuran kecil menuju pipa ukuran besar.
Untuk Elbow 90o titik 2 ke 3 di tabel III.2.5, untuk memperoleh pressure drop sama
dengan faktor friksi menunjukkan bahwa meningkatnya kecepatan terjadi penurunan ∆L,
tetapi dari tabel ternyata mengalami peningkatan lalu penurunan, faktor yang berpengaruh
adalah pengamatan data yaitu ∆h yang tidak presisi untuk pengambilan data.
Berikut ini adalah sebagian data dari Fitting terhadap panjang ekivalen yaitu :
(http://chemical-engineer.digitalzones.com/length.html.)
(3.1)
Untuk menghitung friksi dan kehilangan energi akibat berbagai fitting hal ini
ditunjukkan dengan persamaan dalam buku Geankoplis untuk fluida kompresibel dimana
telah ditetapkan nilai friksi (f) atau Kf. Berdasarkan tabel perhitungan III.2.7 terdapat
berbagai macam fitting (penyambungan) diantaranya pada percobaan ini yaitu enlarger,
reducer, dan elbow 900. Perhitungan friksi akibat fitting untuk semua variabel kecepatan udara
nilainya sama karena faktor luas penampang pipa (A) tetap dan sesuai pada tabel III.2.1.
Selain itu ada juga yang disebut dengan shear stress (τ) pada dinding pipa dengan
rumus pada persamaan (1.5) yang menunjukkan bahwa kecepatan aliran udara (V) berbanding
lurus dengan shear stress. Namun pada hasil perhitungan tidak sesuai dengan literatur karena
faktor f sangat kecil sehingga faktor V2 tidak terlalu berpengaruh pada perhitungan shear
stress.
Berdasarkan percobaan, untuk friksi yang diperoleh berbanding terbalik terhadap
kecepatan, hal ini sesuai dengan teori dimana kecepatan berbanding terbalik friksi yang
dihasilkan. Perbedaan fluida kompresibel dan fluida inkompresibel pada kondisi tertentu
diantaranya adalah faktor pengaruh tekanan dan temperatur. Pada fluida kompresibel,
headloss yang terjadi dapat bernilai tidak seragam, penurunan energi, penurunan tekanan
menyebabkan penurunan kerapatan massa. Sehingga perhitungan aliran fluida kompresibel
lebih kompleks dari fluida inkompresibel. Untuk mempermudah perhitungan, sejumlah
asumsi umumnya digunakan, seperti halnya gas diasumsikan sebagai fluida ideal, satu
dimensi, perubahan ketinggian diabaikan, dan tidak ada usaha eksternal pada dan dari fluida
kompresibel yang mengalir.
Fluida kompresibel adalah fluida yang dapat dimampatkan, karena memiliki jarak
antar molekul yang lebih renggang Dalam kondisi fluida kompresibel atau inkompresibel
dapat ditunjukkan melalui suatu bilangan non dimensional yaitu bilangan Mach. Untk fluida
kompresibel memiliki besar bilangan Mach diatas 0,3. Dengan kecepatan yang bisa mencapai
kecepatan suara maka friksi yang dihasilkan lebih kecil dari fluida inkompresibel. Meskipun
perhitungan lebih rumit, seharusnya kehilangan energi juga lebih kecil. Contoh : Udara
Fluida inkompresibel adalah fluida yang tidak dapat dimampatkan, karena memiliki
jarak antar molekul yang rapat. Artinya fluida tersebut memiliki besar densitas yang konstan
dan dapat juga ditunjukkan dengan Bilangan Mach dimana nilainya kecil dari 0,3. Dengan
kecepatan yang rendah dan tidak mencapai kecepatan suara, maka friksi yang dihasilkan lebih
besar dari fluida kompresibel. Meskipun perhitungan lebih mudah, seharusnya kehilangan
energi juga lebih besar. Contoh : Air
(Geankoplis, 107)