Anda di halaman 1dari 21

Karaktristik Kimia Lipida

Laporan Praktikum Biokimia


Disusun oleh : Praktikan Koordinator Praktikum : Alfonsa Ratna Pertiwi (2011-21-001) : F.X Prastowo Agung Putranto, S.TP Sada Rasmada Waktu Percobaan Kode - Nama Mata Kuliah Program Studi : Selasa, 25 September 2012 Pukul 08.00 - 14.00 : B21 201 Kimia Pangan : Prodi. S1 Ilmu Gizi STIK Sint Carolus

PRODI S1 ILMU GIZI SEKOLAH ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS JAKARTA 2012

Abstrak
Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan, dengan kandungan yang berbeda beda. Lemak dan minyak juga mempunyai karaktristik kimia yang berbeda beda yang akan kita uji dalam praktikum kali ini. Penentuan kelautan lemak dilakukan dengan cara mengambil masing masing sampel 4 ml dan dilarutkan dalam pelarut hexane, aseton, alkohol 70%, benzene dan aquades. Diperoleh hasil bahwa minyak dan lemak larut dalam pelarut non polar dan semi polar seperti aseton, benzene dan hexane. Uji kedua yaitu penentuan smoke point dengan memanaskan masing-masing sampel hingga terbentuk asap, minyak jagung memiliki smoke point yang tinggi yang menandakan bahwa minyak ini mempunyai kualitas yang masih bagus. Praktikum ketiga yaitu identifikasi akrolein dengan penambahan larutan KHSO4 pada 0,5 ml masing-masing sampel lalu dipanaskan. Akrolein ini merupakan senyawa yang menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan, minyak gliserin dan minyak jelanta positif mengandung akrolein. Praktikum keempat yaitu penentuan angka peroksida dengan menambahkan campuran larutan asam asetat-chloroform 3:2 pada 5 gram masing masing sampel, minyak jelanta memiliki angka peroksida yang lebih tinggi, semakin tinggi angka peroksida berarti semakin menurun mutu minyak tersebut. Kata kunci : Kelarutan Lipid, Lemak dan Minyak, Nonpolar dan Semipolar, Smoke Point, Akrolein, Angka Peroksida.

1.

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak termasuk dalam salah satu golongan lipid, yaitu lipid netral. Lemak dan minyak dapat di komsumsi (edible fat) dan sumbernya dapat berasal dari hewani dan nabati. Lemak dan minyak merupakan zat maknaan yang penting bagi tubuh manusia Lemak dan minyak nabati merupakan lemak dan minyak yang bersal dari tumbuh-tumbuhan sedangkan lemak dan minyak hewani berasal dari hewan. Lemak dalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi yang efektif dan cadangan makanan, dan juga merupakan pelarut bagi vitamin A, D, E dan K. Lemak merupakan bahan makanan yang kaya energi. Lemak yang pada suhu kamar berupa cairan, lazim disebut minyak. Minyak biasanya berasal dari tumbuhan seperti minyak kelapa, minayak jagung dan minyak zaitun. Wujud lemak berkaitan dengan asam lemak pembentukannya. Lemak yang berbentutk cair (minyak) banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Sedangkan lemak yang berbentuk padat lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari pada asam lemak tak jenuh. Lemak dan minyak memiliki sifat kelarutan yang sama, yaitu nonpolar. 1.2 Tujuan 2.1 Mengidentifikasi kelarutan lipida dalam berbagai solvent (zat pelarut). 2.2 Menentukan smoke point pada minyak baru dan minyak bekas. 2.3 Mengidentifikasi akrolein pada minyak baru dan minyak jelanta. 2.4 Menentukan angka peroksida pada minyak baru dan minyak jelanta.

1.3 Manfaat Praktikum kali ini bermanfaat bagi kita calon-calon ahli gizi agar bisa mengetahui karaktristik kimia lemak, yang sangat erat kaitannya dengan makanan dan juga kesehatan, seperti contohnya kandungan akrolien pada minyak jelanta yang bisa menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan.

2. Dasar Teori
2.1 Kelarutan Lipid Lipid atau trigliserida merupakan bahan bakar utama hampir semua organisme disamping karbohidrat. Trigliserida adalah triester yang terbentuk dari gliserol dan asam-asam lemak. Asam-asam lemak jenuh ataupun tidak jenuh yang dijumpai pada trigliserida, umumnya merupakan rantai tidak bercabang dan jumlah atom karbonnya selalu genap. Ada dua macam trigliserida, yaitu trigliserida sederhana dan trigliserida campuran. Trigliserida sederhana mengandung asam-asam lemak yang sama sebagai penyusunnya, sedangkan trigliserida campuran mengandung dua atau tiga jenis asam lemak yang berbeda. Pada umumnya, trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh bersifat cairan pada suhu kamar, disebut minyak, sedangkan trigliserida yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat yang sering disebut lemak. Trigliserida bersifat tidak larut dalam air, namun mudah larut dalam pelarut nonpolar seperti kloroform, benzena, atau eter. Trigliserida akan terhidrolisis jika dididihkan dengan asam atau basa. Hidrolisis trigliserida oleh basa kuat (KOH atau NaOH) akan menghasilkan suatu campuran sabun K+ atau Na+ dan gliserol. Hidrolisis trigliserida dengan asam akan menghasilkan gliserol dan asam-asam lemak penyusunnya. Trigliserida dengan bagian utama asam lemak tidak jenuh dapat diubah secara kimia menjadi lemak padat oleh proses hidrogenasi sebagian ikatan gandanya. Jika terkena udara bebas, trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung mengalami autooksidasi. Molekul oksigen dalam udara dapat bereaksi dengan asam lemak, sehingga memutuskan ikatan gandanya menjadi ikatan tunggal. Hal ini menyebabkan minyak mengalami ketengikan.

Kelas lipida yang lain adalah steroid dan terpen. Steroid merupakan molekul kompleks yang larut di dalam lemak dengan empat cincin yang saling bergabung. Steroid yang paling banyak adalah sterol yang merupakan steroid alkohol. Kolesterol adalah sterol utama pada jaringan hewan. Kolesterol dan senyawa turunan esternya, dengan asam lemaknya yang berantai panjang adalah komponen penting dari plasma lipoprotein. 2.2 Smoke Point Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih rendah. Ketiga sifat ini penting dalam penentuan mutu lemak yang digunakan sebagai minyak goreng (Winarno, 2002). Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan tersebut. Titik asap, titik nyala dan titik api adalah kriteria mutu yang terutama penting dalam hubungannya dengan minyak yang digunakan untuk menggoreng (Ketaren, 1986). Minyak yang telah terhirolisis, smoke point-nya menurun, bahan-bahan menjadi coklat, dan lebih banyak menyerap minyak. Selama penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan harus dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya (Winarno, 2002).

2.3 Senyawa Akrolein Uji kualitatif lipid adalah uji akrolein. Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Menurut Scy Tech Encyclopedia (2008), uji akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap putih. Gliserol pada lipid yang terhidrolisis lebih lanjut akan membentuk senyawa akrolein, senyawa ini merupakan aldehid yang mudah terbakar, sangat reaksif dengan banyak senyawa kimia dapat menimbulkan rasa gatal ditenggorokan dan sangat beracun. Hidrolisis sangat mudah terjadi pada minyak yang memiliki asam lemak yang rendah (<C14) seperti minyak kelapa, minyak kelapa sawit, mentega. 2.4 Angka Peroksida apada lipid Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik ensimatik maupun non-ensimatik. Di antara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji et. al., 1989). Bilangan peroksida didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini menunjukan tingkat kerusakan lemak atau minyak (Rohman, 2007). Penentuan peroksida kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena

peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren, 1986). Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun.

3. Metodologi
3.1 Alat dan Bahan yang digunakan : 3.1.1 Identifikasi Kelarutan Lipida Alat Tabung reaksi Pipet tetes Gelas beker 50 ml Gelas ukur Bahan Kimia Margarin Minyak kelapa Minyak jagung/kedelai Aquades Alkohol 70% 4 ml Aseton 4 ml Hexane 4 ml Benzene 4 ml 3.2.2 Penentuan Smoke Point Alat Gelas beker Hot plate Termometer Bahan Minyak kelapa Minyak jagung/kedelai Minyak jelanta

3.2.3 Identifikasi Akrolein Alat Tabung reaksi Pipet tetes Gelas beker 50 ml Gelas ukur kecil Bahan Minyak baru Minyak jelanta KHSO4 Gliserin

3.2.4 Penentuan Angka Peroksida Alat Timbangan analitik Erlenmeyer 250 ml Alumunium foil Bahan Minyak baru Minyak jelanta Asam asetat : khloroform (2 : 3) Pipet mohr Corong kaca Buret + statif + klep Larutan Kl jenuh Na2S2O3 0,1 N Larutan amilum 1% Aquades

10

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Identifikasi Kelarutan Lipida
Siap 5 tabung reaksi

Tabung 1, isi 4 ml aquades & 1 ml sampel

Tabung 2, isi 4 ml alkohol 70% & 1 ml sampel

Tabung 3, isi 4 ml aseton & 1 ml sampel

Tabung 4, isi 4 ml hexane & 1 ml sampel

Tabung 5, isi 4 ml benzene & 1 ml sampel Gojog, amati & catat semua perubahannya

Bandingkan hasil kelarutan tiap sampel yang diuji

3.2.2 Identifikasi Akrolein


Siapkan 3 tabung reaksi Tabung 1 isi 0,5 ml minyak baru & 1 ml KHSO4

Tabung 1 isi 0,5 ml minyak bekas & 1 ml KHSO4 Tabung 1 isi 0,5 ml gliserin & 1 ml KHSO4

Panaskan, amati, catat semua perubahan yang terjadi

11

3.2.3 Penentuan Smoke Point


20 ml sampel kegelas beker

Pasang termometer untuk membaca suhu

Panaskan sampel hingga mulai timbul asap

Catat suhunya

Bandingkan ketiga sampel yang diuji

3.2.4 Penentuan Angka Peroksida

Timbang 5+-0,05 gr sampel dalam 250 ml anlenmeyer bertutup + 30 ml asam asetat choloroform (3:2), goyang sampai larut semua

+ 0,5 ml larutan jenuh Kl

Diamkan 1 menit, kadangkala digoyang

+ 30 ml aquades

Titrasi dengan 0,1 N Na2S2O3 hingga warna kuning hampir hilang

+ 0,5 ml larutan pati 1%, titrasi sampai warna biru hampir hilang

Angka peroksida dinyatakan dalam mili-ekquivalen, dari peroksida dalam setiap 1000 gr contoh

Angka peroksida = ml Na2S2O3 (sampel-blangko) x N Na2S2O3 X 1000 / berat sampel


(gram)

12

4. Hasil dan Pembahasan


4.1 Hasil Percobaan 4.1.1 Identifikasi Kelarutan Lipida Jenis Sampel Jenis Pelarut Aquades Alkohol 70% Aseton Hexane Benzene Aquades Alkohol 70% Aseton Hexane Benzene Aquades Alkohol 70% Kelarutan Tidak larut Tidak larut Larut Larut Tidak larut Tidak larut Larut Larut Tidak larut Tidak larut

13

Aseton Hexane Benzene Kesimpulan :

Larut Larut

Lipida bersifat tidak larut dalam larutan polar seperti air dan

alkohol, tetapi larut dalam larutan nonpolar seperti benzene dan hexzane. 4.1.2 Penentuan Smoke Point Jenis sampel Minyak kelapa Minyak jagung Minyak jelanta Suhu smoke point (0C) 185 1900C 200 2080C 175 1780C

Kesimpulan : Pada uji sampel, terlihat bahwa yang memiliki smoke point paling kecil yaitu minyak jelanta yang menandakan pada minyak jelanta sudah banyak terhidrolisis. Dari segi kualitas berdasarkan smoke point minyak yang memiliki smoke point tinggi merupakan minyak yang bermutu baik yaitu minyak jagung.

14

4.1.3 Identifikasi Akrolein Jenis sampel Hasil pengamatan

0,5 ml minyak baru Sebelum pemanasan : minyak baru & KHSO4 terbagi atas + 1 ml KHSO4 2 fase, terlihat jelas pemisahanya. Setelah pemanasan : Larutan terbagi menjadi 2 fase dan tambah terlihat jelas. 0,5 jelanta KHSO4 Sesudah pemanasan : tetap menjadi 2 fase, namun warna minyak menjadi kuning muda. 0,5 ml gliserin + 1 Sebelum pemanasan : Larutan tercampur menjadi satu. ml KHSO4 Setelah pemanasan : Sama seperti sebelum pemanasan, larutan tercampur menjadi satu. Kesimpulan : Minyak gliserin terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Gliserol yang mengalami hidrolisis lebih larut dan menghasilkan senyawa akrolein yang dapat menimbulkan rasa gatal ditenggorokan. ml + minyak Sebelum pemanasan : larutan terpisah 2 fase, minyak 1 ml berwarna orange & KHSO4 berwarna kuning.

15

4.1.4 Penentuan Angka Peroksida Sampel Jenis Berat (g) ml Na2S2O3 Angka Titrasi sampel Minyak baru Minyak jelanta Kesimpulan : Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan, maka angka peroksida minyak jelanta lebih kecil dibandingkan minyak baru. 5 50 5 0,1 1100 5 54,5 Titrasi blanko 18,6 0,1 1462
N (Na2S2O3)

peroksida

16

4.2 Pembahasan
Dari percobaan pertama yang telah dilakukan yaitu dengan melakukan pengujian uji kelarutan / daya larut, dapat diketahui bagaimana kelarutan lemak dan minyak direaksikan dengan beberapa larutan dan dilakukan dengan beberapa perlakuan. Pada percobaan uji kelarutan / daya larut, disini digunakan minyak jagung, minyak kelapa dan minyak jelanta sebagai sampel. Pengujian pertama minyak diuji dengan aquades yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Hasilnya minyak dan aquades tadi tidak bisa menyatu, sehingga dapat disimpulkan bahwa minyak bersifat nonpolar atau tidak menyatu dengan larutan polar atau air. Selanjutnya dilakukan pengujian minyak dengan larutan etanol atau alkohol 70%, disini etanol bersifat semipolar, yaitu dapat bereaksi dengan larutan polar maupun nonpolar. Setelah minyak direaksikan dengan etanol dapat dilihat reaksinya yaitu terbentuk 2 fase dimana etanol berada dilapisan atas. Etanol hanya dapat bereaksi / larut sebagian dengan minyak karena sifat semipolarnya. Reaksi selanjutnya yaitu mereaksikan minyak dengan larutan aseton. Dimana aseton bersifat semipolar, sehingga ketika minyak direaksikan dengan aseton keduanya dapat menyatu atau terbentuk 1 fase, karena sifatnya sama semipolar sehingga keduanya dapat bereaksi dengan baik. Lalu minyak sebagai sampel diuji dengan larutan hexsan, hasilnya terbentuk 1 fase / bercampur dan perlakuan minyak dengan larutan benzene juga dihasilkan minyak dan benzene membentuk 1 fase/ bercampur. Kedua hal ini bisa terjadi karena benzene dan hexane adalah larutan yang non polar, karena lipida hanya larut dalam pelarut non polar. Praktikum kedua yaitu Pada penentuan titik asap pada minyak goreng, sampel yang digunakan sama seperti pada penentuan uji kelarutan lipida. Tujuan dari penentuan titik asap ini adalah untuk mengetahui mutu minyak goreng yang baik. Pada penentuan titik asap ini dilakukan dengan memanaskan sampel minyak sebanyak 20 ml dalam gelas beker di atas hot plate hingga terbentuk asap tipis. Dari hasil pengamatan maka diperoleh data seperti yang tersaji. Berdasarkan data yang telah diperoleh maka dapat diketahui bahwa pada sampel minyak jagung

17

memiliki smoke point paling tinggi, hal ini dikarenakan minyak yang masih baru menunjukan mutu yang masih bagus yang ditandai dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik asap yang lama pada suhu 2000 2080C. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membentuk asap dan semakin tinggi akan menunjukkan bahwa semakin bagus kualitas dari minyak tersebut. Sampel minyak jelanta, waktu yang dibutuhkan untuk membentuk asap jauh lebih cepat dan suhunya juga lebih kecil yaitu 1750-178oC . Hal ini dikarenakan minyak bekas telah mengalami pemanasan berulang dimana pemanasan berulang akan menyebabkan penurunan titik asap sehingga menurunkan kualitas minyak. Pemanasan berulang juga akan mengakibatkan perubahan oksidatif dan hidrolitik pada lemak dan mengakibatkan akumulasi substansi yang akan memberikan flavour yang tidak disukai pada makanannya.

Praktikum ketiga yang kita uji adalah identifikasi senyawa akrolein pada minyak jagung, minyak jelanta dan gliserin. Pada hasil uji akrolein, pada tabung 2 dan 3 yang berisi larutan gliserin, minyak jelanta dan 1 ml KHSO4 kemudian diidentifikasi sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan, diperoleh hasil bahwa gliserol dalam bentuk bebas atau yang terdapat dalam gliserin dan minyak jelanta akan mengalami dehidrasi membentuk aldehid akrilat atau akrolein. Senyawa pendehidrasi dalam uji ini adalah KHSO4 yang menarik molekul air dari gliserol. Hasil uji akrolein menunjukkan bahwa gliserin dan minyak jelanta diuji memberikan bau yang tajam yang diidentifikasi oleh praktikan sebagai bau akrolein. Pada teorinya, hanya gliserol dalam bentuk bebas atau yang terikat berupa senyawa yang akan membentuk akrolein, sedangkan asam-asam lemak tidak. Gliserol yang terhidrolisis lebih lanjut akan membentuk senyawa akrolein, senyawa ini merupakan aldehid yang mudah terbakar, sangat reaksif dengan banyak senyawa kimia dapat menimbulkan rasa gatal ditenggorokan dan sangat beracun. Hidrolisis sangat mudah terjadi pada minyak yang memiliki asam lemak yang rendah (<C14) seperti minyak kelapa, minyak kelapa sawit, mentega. Menurut Rusdy (2008), minyak goreng yang telah digunakan, akan mengalami

18

beberapa reaksi yang menurunkan mutunya. Pada suhu pemanasan sampai terbentuk akrolein. Bila minyak digunakan berulang kali, maka semakin cepat terbentuk akrolein sehingga membuat batuk orang yang memakan hasil gorengannya. Praktikum keempat yaitu kita menentukan angka peroksida dari minyak jagung dan minyak jelanta. Perlakuan yang kita lakukan adalah dengan melarutkan 5 gram sampel dalam campuran asam asetat : chloroform (3 : 2) yang mengandung kl maka akan terjadi pelepasan iod. Pada sampel minyak jelanta seharusnya memiliki angka peroksida lebih tinggi dibandingkan dengan minyak jagung yang masih baru. Hal ini dikarenakan adanya proses pemanasaan yang menyebabkan minyak akan cepat rusak yang menyebabkan penurunan mutu yang ditandai tingginya nilai bilangan peroksida. Tetapi pada praktikum diperoleh angka perosida paling tinggi pada minyak jagung, hal ini terjadi karena kesalahan dari pihak praktikan yang kurang teliti dalam menghitung jumlah larutan yang diperlukan. Jadi, semakin tinggi angka peroksida maka mutu minyak tersebut semakin menurun.

19

5.Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Minyak atau lemak memiliki daya larut yang sama, yaitu tidak dapat larut dalam pelarut polar, namun bereaksi atau larut dalam pelarut nonpolar. Jadi dapat disimpulkan lemak dan minyak merupakan larutan nonpolar. 2. Bilangan peroksida tertinggi diperoleh pada minyak jelanta, semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin rendah kualitas dari minyak. 3. Titik asap yang paling lama dan tinggi adalah pada sampel minyak jagung baru yaitu pada suhu2000 2080C. Semakin lama waktu pemanasan dan semakin tinggi smoke pointnya maka semakin bagus mutu minyak. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak antara lain adanya reaksi oksidasi dan hidrolisis. 5. Senyawa akrolein itu terbentuk pada minyak yang sudah terhidrolisis, sehingga gliserol yang mengalami hidrolisis lebih lanjut membentuk senyawa akrolein, yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.

6.Daftar Pustaka
http://dc396.4shared.com/doc/e2VrwJJU/preview.html (diakses pada 26-09-2012, 18.56 WIB) http://www.rismaka.net/2009/06/uji-lipid.html (diakses pada 26-09-2012, 19.30 WIB) Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007. Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta Rusdy,Ekmal.2008.DioxindanJelantahSangPembunuh. http://www.riaupos.com/v2/content/view/4862/30/ (diakses pada 26-09-2012, 18.03 WIB). Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
20

21

Anda mungkin juga menyukai