Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu hasil pembangunan dan upaya penunjang pembangunan dalam bidang kesehatan merupakan sarana pelayanan umum, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan dapat menjadi tempat penularan penyakit. Segala kegiatan di rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang mempunyai potensi besar menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama yang berasal dari aktivitas medis. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-medis. mikroorganisme, Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti dan pembuatan obat citotoksik. Limbah padat Rumah Sakit merupakan salah satu jenis limbah yang memerlukan penanganan secara khusus, mengingat jumlahnya yang besar dengan karakteristik yang beragam. Keberadaan limbah ini apabila tidak dikelola dengan baik maka dapat menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan yang pada gilirannya akan mempengaruhi kesehatan manusia. rumah sakit dibagi menjadi dua, yaitu: Limbah padat dapur, perlengkapan generator, anastesi,

a.Limbah medis padat Limbah jenis ini terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. b. Limbah padat non-medis Limbah ini dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Untuk menghindari terjadinya dampak negatif terhadap lingkungan perlu adanya langkah-langkah penanganan dan pemantauan lingkungan. Limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi dapat membahayakan kesehatan para petugas, pasien maupun masyarakat. Sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit dideteksi. Selain itu, limbah cair, limbah padat dan limbah gas yang dihasilkan RS dapat pula menjadi media penyebaran gangguan atau penyakit, berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman. 1.2 Rumusan Masalah 1. Mengapa pihak rumah sakit tidak segera melakukan tindakan pembersihan sampah medik? 2. Mengapa ada pemulung yang masuk dan mengambil barang bekas termasuk sampah medic dirumah sakit? 3. Analisa Masalah Medik Berupa Jarum Suntik yang dibiarkan Berserakan di Sekitar Kompleks Rumah Sakit WJ. Johannes?

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sanitasi Sanitasi, menurut kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai 'pemelihara kesehatan'. Menurut WHO, sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Menurut Kepmenkes (1992), sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sedangkan menurut Hopkins, sanitasi adalah cara pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungan. Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi lingkugan adalah bagian dari sistem pembuangan limbah, yang khususnya menyangkut pembuangan air kotor dari rumah tangga, kantor, hotel, pertokoan (air buangan dari WC, air cucian, dan lain-lain). Selain berasal dari rumah tangga, limbah juga dapat berasal dari sisa-sisa proses industri, pertanian, peternakan, dan rumah sakit (sektor kesehatan). Dapat diartikan pula bahwa sanitasi lingkungan adalah cara dan usaha individu atau masyarakat untuk memantau dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Usaha usaha yang dapat dilakukan untuk penyehatan lingkungan fisik antara lain : penyediaan air bersih, mencegah terjadinya pencemaran udara, air dan tanah serta memutuskan rantai penularan penyakit infeksi dan lain lain yang dapat membahayakan serta menimbulkan kesakitan pada manusia atau masyarakat.

Tenaga dan instansi kesehatan masyarakat berada di garis terdepan dalam upaya mengatasi berbagai masalah kesehatan lingkungan yang ditimbulkan oleh sistem sanitasi yang tidak aman. Banyak prestasi kesehatan masyarakat atau epidemiologi di Amerika Serikat dan negara tertentu lainnya dapat dikaitkan dengan tindakan sanitasi yang telah dilaksanakan. Semula, aktivitas di bidang sanitasi tersebut hanya berkaitan dengan pengurangan gangguan yang berbahaya. Secara bertahap, penyediaan terhadap air bersih dan fasilitas pembuangan limbah juga ditambahkan sebagai tindakan sanitasi.
2.2 Aspek Sanitasi

Upaya kegiatan serta bidang pengawasannya akan menyangkut berbagai aspek, yaitu : 1. Aspek sosial Pendekatan edukatif yang ditujukan kepada karyawan dan mahasiswa perguruan tinggi. Partisipasi dari karyawan dan mahasiswa sangat diperlukan, sebab berhasil atau tidaknya program kegiatan hygiene dan sanitasi pergurun tinggi tergantung atas kesadaran karyawan dan mahasiswa perguruan tinggi. 2. Aspek Teknis Pada dasarnya usaha hygiene sanitasi pada perguruan tinggi merupakan usaha yang dilakukan untuk kepentingan bersama, baik untuk pegawai, mahasiswa maupun pengelolanya sendiri. Dengan demikian perlu adanya suatu peraturan/ persyaratan yang relevan untuk menjaga agar usaha hygiene dan sanitasi tidak merugikan mahasiswanya. Dalam pelaksanaannya penerapan dari peraturan sering terjadi hambatan oleh karena beberapa faktor, antara lain : - kurang ada pengertian serta kesadaran dari karyawan maupun mahasiswa mengenai peraturan yang menyangkut upaya hygiene sanitasi khususnya dalam rangka pemeliharaan kesehatan.

- adanya sikap apatis dari sebagian masyarakat tentang peraturan/ persyaratan dari tempat-tempat umum khususnya hygiene dan sanitasi perguruan tinggi. 3. Aspek Administrasi dan Manajemen Agar dapat berhasil dengan baik maka usaha hygiene sanitasi diperlukan perencanaan program yang baik pula. Perlu diingat bahwa program ini akan melibatkan berbagai instansi lain (lintas sektoral), petugas kesehatan, petugas keamanan, dan petugas kebersihan. 2.3. Pengertian Institusi Institusi merupakan struktur dan mekanisme aturan dan kerjasama sosial yang mengawal perlakuan dua atau lebih individu. Institusi diartikan sebagai suatu organisasi ataupun bangunan yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya. Jadi, baik populasi maupun bangunannya beserta fungsinya perlu diperhatikan. Usaha kesehatan kelembagaan saat ini menjadi sangat penting karena manusia tinggal menetap di dalamnya. Macam-macam institusi antara lain: 1. Rumah Sakit, 2. Hotel, 3. Sekolah, 4. Pondok Pesantren, 5. Restoran atau Rumah Makan, dll. 2.4. Pengertian Rumah Sakit Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks. Kompleksitasnya tidak hanya dari segi jenis dan macam penyakit yang harus memperoleh perhatian dari para dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis dan menentukan terapinya (upaya kuratif), namun juga adanya berbagai macam peralatan medis dari yang sederhana hingga yang modern dan canggih.

Menurut Depkes RI (2004), Rumah Sakit (RS) adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Sedangkan menurut perumusan WHO yang dikutip Harafiah dan Amir (1999), pengertian Rumah Sakit adalah suatu keadaan usaha yang menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, therapeutik, dan rehabilitasi untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka dan untuk mereka yang mau melahirkan.
2.5.Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Rumah sakit

Adapun persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan Permenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004 adalah meliputi : sanitasi pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi, biologi, dan sosial psikologi di rumah sakit. Program sanitasi di rumah sakit terdiri dari penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen, pengendalian serangga dan tikus, sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi, penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan sampah/limbah (Depkes RI, 2004). 2.6. Limbah Rumah Sakit Limbah rumah sakit adalah semua limbah baik yang berbentuk padat maupun cair yang berasal dari kegiatan rumah sakit baik kegiatan medis maupun nonmedis yang kemungkinan besar mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif. Apabila tidak ditangani dengan baik, limbah rumah sakit dapat menimbulkan masalah baik dari aspek pelayanan maupun estetika selain dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan menjadi sumber penularan penyakit (infeksi nosokomial). Oleh karena itu, pengelolaan limbah rumah sakit
6

perlu mendapat perhatian yang serius dan memadai agar dampak negatif yang terjadi dapat dihindari atau dikurangi. Menurut Depkes (2006), limbah RS adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif. Sedangkan menurut KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat dan cair. Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas sendiri yang ditetapkan KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu : 1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat. Setiap Rumah Sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang. 2. Fasilitas Pembangunan Limbah Cair Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan MenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004). Limbah padat RS adalah semua limbah RS yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan RS yang terdiri dari limbah medis dan non medis, yaitu : 1. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di RS
7

di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dari halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi. 2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. 3. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme pathogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang manusia yang rentan. 4. Limbah sangat infeksius adalah limbah yang berasal dari pembiakan dan stock (sediaan) bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan, dan bahan lain yang diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius. Limbah cair RS adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan RS, 2006). Menurut Keputusan MenKes R.I.No.1204/MENKES/SK/X/2004 Rumah Sakit, pengertian tinja yang berasal dari Tentang Persyaratan kegiatan rumah Kesehatan Lingkungan yang kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan radio aktif serta darah yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, cukup untuk menularkan penyakit pada

limbah cair adalah semua buangan termasuk sakit

yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,

bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. 2.6.1. Sumber Limbah Rumah Sakit Dalam melakukan fungsinya rumah sakit menimbulkan berbagai buangan dan sebagian dari limbah tersebut merupakan limbah yang berbahaya. Sumber air limbah rumah sakit dibagi atas tiga jenis yaitu :
8

1. Air limbah infeksius : air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis seperti pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan, penyakit menular dan lain lain. 2. Air limbah domestik : air limbah yang tidak ada berhubungan tindakan medis yaitu berupa air limbah kamar mandi, toilet, dapur dan lain lain. 3. Air limbah kimia : air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, sterilisasi, riset dan lain lain (Chandra, 2007). Limbah Rumah Sakit dapat digolongkan antara lain menurut jenis unit penghasil dan untuk kegunaan desain pembuangannya. Namun dalam garis besarnya dibedakan menjadi Limbah medis dan non medis. A. Limbah Medis Limbah medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga kegiatan medis di ruang polikllinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi, dan ruang laboratorium. Limbah padat medis sering juga disebut Limbah biologis. Limbah biologis terdiri dari : 1. Limbah medis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, ruang peralatan, ruang bedah, atau botol bekas obat injeksi, kateter, plester, masker, dan sebagainya. 2. Limbah patologis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, bedah, kebidanan, atau ruang otopsi, misalnya, plasenta, jaringan organ, anggota badan, dan sebagainya. 3. Limbah laboratorium yang dihasilkan dari pemeriksaan laboratorium diagnostik atau penelitian, misalnya, sediaan atau media sampel dan bangkai binatang percobaan. B. Limbah Nonmedis Limbah padat non medis adalah semua limbah padat diluar limbah padat
9

medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan, seperti berikut : 1. Kantor/administrasi 2. Unit perlengkapan 3. Ruang tunggu 4. Ruang inap 5. Unit gizi atau dapur 6. Halaman parkir dan taman 7. Unit pelayanan Selain dibedakan menurut jenis unit penghasil, limbah Rumah Sakit dapat dibedakan berdasarkan karakteristik limbah yaitu : 1. Limbah infeksius : yang berhubungan atau berkaitan dengan pasien 2. 3. yang diisolasi, pemeriksaan mikrobiologi, poliklinik, perawatan, Limbah sitotoksik : bahan yang terkontaminasi dengan penyakit menular dan lain lain. radioisotope seperti penggunaan alat medis, riset dan lain lain. Limbah domestik : buangan yang tidak berhubungan dengan tindakan pelayanan terhadap pasien (Depkes RI, 2006). 2.6.2. Dampak Limbah Terhadap Kesehatan dan Lingkungan Rumah Sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan Rumah Sakit, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda peralatan medis maupun non medis. Dari lingkungan, kuman dapat sampai ke tenaga kerja, penderita baru. Ini disebut infeksi nosokomial (Anies, 2006). Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti :

10

1. Gangguan kenyamanan dan estetika Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik. 2. Kerusakan harta benda Dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit. 3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang Ini dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor. 4. Gangguan terhadap kesehatan manusia Ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi. 5. Gangguan genetik dan reproduksi Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif. Limbah rumah sakit yang terdiri dari limbah cair dan limbah padat memiliki potensi yang mengakibatkan keterpajanan yang dapat mengakibatkan penyakit atau cedera. Sifat bahaya dari limbah rumah sakit tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa karakteristik berikut : - Limbah mengandung agent infeksius - Limbah bersifat genoktosik - Limbah mengandung zat kimia atau obat obatan berbahaya atau baracun - Limbah bersifat radioaktif - Limbah mengandung benda tajam Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan
11

kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam fasilitas penghasil limbah berbahaya, dan mereka yang berada diluar fasilitas serta memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu, atau yang beresiko akibat kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama yang beresiko antara lain : - Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga pemeliharaan rumah sakit - Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau dirumah Penjenguk pasien rawat inap Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi layanan kesehatan masyarakat, misalnya, bagian binatu, pengelolaan limbah dan bagian transportasi. Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya, ditempat penampungan sampah akhir atau incinerator, termasuk pemulung (Pruss. A, 2005). 2.7. Upaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah. Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi RS masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyai nilai ekonomis. Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (waste reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan pencemaran

12

(waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction) (Hananto, 1999). Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) :
1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam

menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin. 2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah. 3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar

persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol. 5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi. 6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.
13

2.8. Teknologi pengolahan limbah Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis. Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh. Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukaannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United States Environmental Protection Agency (U.S.EPA) tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain. 2.9. Tenaga Pengelola Pada rumah sakit kelas A dan B diperlukan tenaga pengelola serendahrendahnya S1 di bidang kesehatan lingkungan meliputi ahli kimia, teknik kesehatan, kimia, teknik sipil. Pada Rumah Sakit kelas C diperlukan tenaga pengelola serendah-rendahnya D3 di bidang kesehatan meliputi ahli kesehatan ahli lingkungan, biologi, teknik kimia, teknik lingkungan, teknik sipil.Sedang kan pada Rumah Sakit kelas D diperlukan tenaga paramedik di bidang kesehatan lingkungan, teknik kesehatan, kimia, teknik sipil.

14

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Mengapa pihak rumah sakit tidak segera melakukan tindakan pembersihan sampah medik? 3.1.1 Penyebab: Manajemen rumah sakit memiliki sikap yang lamban dalam menangani permasalahan tersebut. Hal-hal yang menjadi faktor sehingga timbul kelambanan dalam penanganan limbah medik adalah kurangnya kepekaan untuk membersihkannya, kurangnya kesadaran bahwa penimbunan sampah medik dapat berdampak negatif bagi para petugas medik rumah sakit dan pengunjung rumah sakit, serta tidak adanya atau tidak berfungsinya IPAL yaitu Instalasi Pengolahan Air Limbah. 3.1.2 Dampak: Limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk. Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury). Jenis-jenis limbah rumah sakit, antara lain:

15

a. Limbah Klinik Limbah yang dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan, dan berasal dari unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman terhadap pengunjung dan staff rumah sakit. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah. b. Limbah Patologi Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard. c. Limbah Bukan Klinik Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya. d. Limbah Dapur Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu, dan hewan pengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit. e. Limbah Radioaktif Limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit tetapi pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.

16

3.1.3 Solusi: Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Berdasarkan dampak yang mungkin timbul maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik, antara lain: a. Pengelolaan sumber daya manusia Adanya kebijakan atau peraturan untuk penentuan petugas yang bertugas untuk melakukan pemilahan dari tiap kategori limbah medik, pemberi label pada limbah tersebut bahwa limbah tersebut termasuk limbah beresiko tinggi atau tidak, pengangkut limbah dari ruangruang rumah sakit, serta pengolah limbahlimbah medik tersebut. Pengaturan bagi petugas rumah sakit tersebut dibuat agar pengolahan limbah ini dapat terlaksana lebih teratur. b. Penyediaan alat dan sarana yang kondisi masih baik Perlu disediakannya IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) serta incinerator yang merupakan alat untuk membakar limbah padat dengan suhu panas diatas 1.200C dengan fungsinya antara lain mengurangi massa dan volume dari limbah padat, mendestruksi materi-materi berbahaya seperti mikroorganisme patogen, dan meminimalisir pencemaran udara yang dihasilkan dari proses pembakaran sehingga gas buang yang keluar dari cerobong menjadi lebih terkontrol dan ramah lingkungan. c. Adanya pengaturan yang lebih baik dan jelas terkait keuangan dan tata laksana pengorganisasian Pengaturan terkait keuangan ini bertujuan agar segala kebutuhan berupa sarana dan prasarana untuk mengolah limbah medik akan terpenuhi. Selain itu adanya koordinasi tata laksana dalam pengolahan limbah dapat terlaksana karena sebaiknya pengolahan limbah medik dilakukan tiap tiga bulan sekali agar dapat terciptanya kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan lingkungan bagi rumah sakit dan wilayah di sekitarnya.

17

3.2 Mengapa ada pemulung yang masuk dan mengambil barang bekas termasuk sampah medic dirumah sakit? 3.2.1 Penyebab: 1. Tidak ada pilihan lain untuk mendapatkan nafkah, karena mereka rata-rata adalah golongan orang-orang berpendidikan rendah, tidak mempunyai keterampilan serta tidak mempunyai modal dan sulitnya mencari pekerjaan sehingga mereka hanya bias mengais barang barang sisa meski dirumah sakit 2. Tidak adanya pengawasan dari ihak rumah sakit dan petugas pengelolaan sampah dirumah sakit termasuk sampah medic. 3. Kurangnya pengetahuan pemulung tentang bahaya yang akan timbul dari sampah medic yang dipulungnya. 4. Masih ada barang yang bias diambil dan bias diolah kembali oleh pemulung. 3.2.2 Dampak : 3.2.2.1 Dampak Positif Menjadi peluang usaha bagi para pemulung yang menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan sampah dan juga dari keterbatasan SDM. Kemudahan untuk mengangkut hasil yang mereka cari dan kemudian dijual kepada pengusaha daur ulang yang kemudian dijadikan barang komoditas dan bernilai jual. Bisa mencukupi kebutuhan hidupnya Dari kekurangan

3.2.2.2 Dampak Negatif Selain dampak positif, pemulung juga mempunyai dampak negatif yang juga dirasakkan jika menjadi pemulung, yaitu : Beresiko terpaparnya penyakit
18

Yang diakibatkan tertalu banyak barang bekas midis sehingga bisa menimbulkan bibit penyakit, dan apabila terjadi kontak secara langsung terhadap mereka dan itu sangat beresiko terpapar penyakit.

Ketakutan dan ketidaknyamanan Ketakutan terhadap penyakit yang akan menjangkit mereka, serta ketidaknyamanan untuk berada di antara tumpukan-tumpukan sampah yang selain pembawa penyakit, juga mengeluarkan aroma yang tidak sedap.

Kurangnya perhatian dinas terhadap kesehatan pemulung.

3.2.3 Solusi Berdasarkan rekomendasi dari beberapa pihak terkait, penulis mengajukan solusi dari permasalahan ini : Meningkatkan pengawasan dirumah sakit. Adanya petugas kebersihan di rumah sakit itu dan alat untuk mengelola sampah medis yang ada. Lebih baik pemerintah meningkatkan dan memberiakan lapangan pekerjaan serta pembinaan gratis kepada masyarakat kalangan bawah atau marjinal ini agar mereka mendapatkan hasil penghidupan yang lebih baik yang tidak merugikan orang lain disekitarnya. Jika masyarakat pemulung tetap bersikeras untuk menjalakan pekerjaannya sebagai pemulung, hendaknya pemerintah mengadakan pengecekan kesehatan beberapa waktu sekali demi kesehatan bersama. Masyarakat dan pemerintah saling bekerja sama memotivasi masyarakat kalangan bawah ini untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Salah satunya memberikan program pelatihan khusus sesuai keahlian masyarakat masing-masing.

19

3.3 Analisa Masalah Medik Berupa Jarum Suntik yang dibiarkan Berserakan di Sekitar Kompleks Rumah Sakit WJ. Johannes? 3.3.1 PENYEBAB Penyebab terjadinya permasalahan ini adalah kelalaian manajemen pengendali IPAL di rumah sakit WJ. Johannes. Manajemen IPAL rumah sakit tersebut sangat kurang dalam mengelola dan melakukan pengawasan system IPAL yang berjalan. Penyebab ke dua bisa saja kemungkinan kurangnya tenaga kerja yang mampu mengelola dengan benar sampah medis yang dihasilkan sesuai dengan standart pengelolaannya. Penyebab ketiga yaitu ketidaktersediaan incinerator atau otok lafuntuk pembakaran sampah medis. Penyebab keempat karena keterlambatan sarana transportasi khusus pengangkut limbah rumahsakit. 3.3.2 DAMPAK Dampak yang dapat terlihat dari kelalaian system manajemen pengendalian IPAL rumah sakit tersebut adalah terjadinya penumpukkan sampah medis berupa jarum suntik yang berserakan di sekitar komplek rumah sakit. Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit bahwa setiap rumah sakit, baik yang memiliki inscinerator atau tidak diwajibkan melakukan pembakaran limbah selambat lambatnya 24 jam apabila disimpan dalam suhu ruang sehingga tidak terjadi penumpukan sampah. Dari segi lingkungan dampak yang paling terlihat adalah penurunan estetika lingkungan di sekitar tempat penumpukan sampah medis dan juga adanya penurunan kualitas udara. Selain itu dalam berita tersebut diterangkan bahwa pemulung dapat kelua rmasuk rumah sakit untuk melakuka npemungutan sampah medis terutama jarum suntik untuk didaur ulang kembali menjadi mainan anak-anak2. Sampah medis harus dijauhkan dari orang-orang yang tidak berkepentingan dengan maksud agar tidak di jadikan sebagai peluang mencari keuntungan pribadi mereka. Sampah medis apapun perlu adanya pengelolaan karena jika disalah gunakan oleh oknum

20

tidak bertanggung jawab dapat menyebarkan bibit penyakit baru. Wadah untuk menampung sampah medis juga perlu mendapat perhatian. Standart wadah untuk menampung sampah medis harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya. Dampak selanjutnya adalah tidak menutup kemungkinan penumpukan sampah yang tak terkendali ini mengundang vector penyakit seperti lalat untuk menyebarkan bibit penyakit baru di area kompleks didekat tempat penumpukan sampah medis tersebut. 3.1.3 SOLUSI Pengelolaan limbah medis bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan. Hal ini menjadi sebuah tugas manajemen pengendalian rumah sakit khususnya IPAL, Banyak persyaratan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan dan pengendaliannya. Perlu adanya sebuah sertifikasi system pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan. Dengan adanya sertifikasi pengolahan limbah yang baik dan benar akan meminimalkan penumpukan sampah medis di lingkungan sekitar rumah sakit. Di samping itu pelatihan kepada teknisi IPAL juga sangat diperlukan supaya pengelolaan limbah itu berjalan sesuai dengan standart sehingga tercapai lingkungan rumah sakit yang bersih dan sehat. Teknisi juga tidak akan bekerja dengan sempurna jika tidak didukung dengan fasilitas IPAL yang memadai, jadi standardisasi alat juga perlu diperhatikan. Perlu adanya komunikasi antara pihak rumah sakit dengan pihak rumah sakit lain yang menjadi partner dalam pengelolaan limbah rumah sakit. Seminimal mungkin untuk menghindari adanya mist communication di antara kedua pihak. Komunikasi yang terjalin dengan baik akan melancarkan segala urusan yang berkaitan dengan transportasi dan pengelolaan limbah rumah sakit. Manajemen juga perlu membuat sebuah kebijakan berupa peraturan yang melarang keras kepada pihak yang tidak berkepentingan selain petugas IPAL untuk keluar masuk di sekitar lingkungan pengolahan limbah. Serta adanya
21

pengawasan dari manajemen setiap harinya supaya pengelolaan limbah berjalan dengan lancar. Demikian beberapa hal yang dapat menjadi solusi manajemen rumah sakit WJ. Johannes supaya dapa tmenciptakan kembali lingkungan rumah sakit yang sehat dan bersih .

22

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dari pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa sanitasi d rumah sakit masih kurang efektif. Seharusnya keadaan lingkungan di rumah sakit harus bersih dan sehat namun pada kenyataannya tenaga kerja di rumah sakit masih kurang memadai sehingga dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan seperti pembahasan di atas, dimana permasalahan tersebut dapat berdampak negatif, baik pada lingkungan rumah sakit maupun pada kesehatan terutama pada pasiennya. Karena kebersihan lingkungan itu merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi kesehatan.

23

DAFTAR PUSTAKA

1.

Pickett, George. 2008. Kesehatan Masyarakat : Administrasi dan Praktik, Ed.9. Jakarta : EGC. Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta : EGC. Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta : Salemba Medika. Chandra, Budiman. 2006 . Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta :EGC. http://bapelkescikarang.or.id/bapelkescikarang/images/stories/laptnasanrs.pd f . Diakses tanggal : 20 Oktober 2012.

2.

3.

4.

5.

6.

http://www.victorynewsmedia.com/berita-3163-sampah-medikdiabaikan.html . Diakses tanggal : 20 Oktober 2012.

7.

http://www.media.litbang.depkes.go.id/data/sanitasi.pdf . Diakses tanggal : 20 Oktober 2012.

8.

http://dc193.4shared.com/doc/d1a7vgwI/preview.html . Diakses tanggal : 22 Oktober 2012.

9.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. Available at: http://www.jasamedivest.com/files/permenkes_1204-2004persyaratan_kes_rs.pdf . Diakses tanggal : 22 Oktober 2012. http://tofan-nuralam.blogspot.com/2009/11/sanitasi-rumah-sakit.html Diakses tanggal : 22 Oktober 2012. http://blogkesehatan.net/pengelolaan-limbah-rumah-sakit/ tanggal : 22 Oktober 2012. . .

10. 11. 12.

Diakses .

http://id.scribd.com/doc/48879633/Makalah-Limbah-Cair-Rumah-Sakit Diakses tanggal : 22 Oktober 2012.

24

13.

http://www.google.co.id/url? sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CB8QFjAA& url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream %2F123456789%2F28011%2F4%2FChapter %2520II.pdf&ei=F8SMUKzpJ4rtrQehkoDYBQ&usg=AFQjCNHTUHUB9 m-jvCTfIuIJWCPQhBrTnQ . Diakses tanggal : 25 Oktober 2012.

14. http://www.indonesian-publichealth.com/2012/09/prosedur-pengelolaan-

limbah-medis.html
15. http://www.ilunifk83.com/t381-limbah-medis 16. http://drdelyuzar.wordpress.com/2012/05/20/sampah-medis/

25

Anda mungkin juga menyukai