Anda di halaman 1dari 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mendapatkan penjelasan dari variabel - variabel penelitian yang berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan Klien Tentang Perawatan Diri Di Rumah Terhadap Kekambuhan Serangan PPOM, maka dalam bab II ini akan dibahas mengenai konsep pengetahuan, konsep perawatan diri dan konsep dasar tentang PPOM.

A. Konsep Pengetahuan 1. Pengertian. Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu objek tertentu ( Notoatmodjo, 1997 : 127 ). Pengetahuan mempunyai 2 arti, yang pertama pengetahuan adalah segala apa yang diketahui, yang kedua pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berkenaan suatu hal (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995 : 991). Jadi pengetahuan adalah segala apa yang diketahui setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. 2. Tingkatan Pengetahuan. Pengukuran pengetahuan seseorang dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari suatu

6 objek penelitian atau responden dengan menyesuaikan tingkat tingkat seperti : a. Tahu ( Know ). Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari orang lain : menyebutkan, manguraikan, mendefinisikan, dan menanyakan. b. Memahami ( Comprehension ). Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi ( Application ). Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil / sebenarnya. d. Analisa ( Analysis ). Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponenkomponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitan satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja yangg dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan. e. Sintesis ( Synthesis ). Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

7 baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada.

f. Evaluasi ( Evaluation ). Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek ( Notoatmodjo, 1996 : 129 ) Menurut Nursalam (2003 : 124), skor yang digunakan untuk

mengkategorikan jenjang dalam penelitian biasanya dituliskan dalam prosentase, misal : 1). Kurang ( mampu memilih jawaban yang benar < 56 % ) 2). Cukup ( mampu memilih jawaban yang benar 56 75 % ) 3). Tinggi ( mampu memilih jawaban yang benar > 75 % ) 3. Macam Pengetahuan. a. Analisis apriori, pengetahuan hasil dari analisa yang tidak bergantung pada adanya pengalaman / sebelum ada pengalaman. b. Sintesis apriori, pengetahuan yang merupakan hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah sebelum ada pengalaman. c. Analisa posteriori, pengetahuan hasil dari analisa yang terjadi sebagai akibat pengalaman. d. Sintesa posteriori, pengetahuan yang merupakan hasil keadaan yang meempersatukan dua hal yang biasanya terpisah sebagai akibat pengalaman.

8 4. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan. Dibedakan menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal. 1). Pengalaman, artinya berdasarkan pikiran kritis, akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Mungkin pengalaman tersebut hanya untuk dicatat saja. 2). Usia, adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. ( Elisabeth : 1995 ). Menurut WHO klasifikasi umur meliputi : usia pertengahan / middle age (45 59 tahun), usia lanjut / Elderly (60 70 tahun), usia tua / Old (75 90 tahun). 3). Gizi, adalah keseluruhan berbagai proses dalam tubuh maklhuk hidup untuk menerima bahanbahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahanbahan tersebut agar menghasilkan berbagai aktivitas penting dalam tubuhnya sendiri ( Mary E. Deck : 2002 ) b. Faktor eksternal. 1). Pendidikan, adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembnagan orang lain menuju ke arah suatu cita cita tertentu. (Suwarno : 1992). Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki. 2). Media massa, adalah sarana penyebar berita seperti surat kabar dan majalah (Badudu Zain : 1994).

9 3). Media elekronik, adalah data yang dirubah melalui suatu proses pekerjaan statistik yang secara potensial dapat menambah

pengetahuan bagi peneliti atau pemakai ( Nasrul Efendi : 1998 ) B. Konsep Perawatan Diri. Stevens menyatakan bahwa merawat merupakan suatu kegiatan dengan ruang lingkup yang luas, yang dapat menyangkut diri kita sendiri, dapat juga menyangkut sesuatu yang lain, dan dapat menyangkut lingkungan kita karena merawat diri mempunyai arti yang lebih luas dari apa yang sering diartikan dengan cara merawat diri menurut AKS (aktivitas kehidupan seharihari). (P.J.M. Stevens, 2000 : 3) Dalam pengertian merawat diri individu, terdapat beberapa hal yang mendasar : 1. Menyangkut sejumlah nilai, norma dan pendapat sehubungan dengan perbuatan seseorang sesuai kehendaknya. 2. Selanjutnya menyangkut juga pengertian, pandangan pribadi, dan beberapa aspek tertentu. Seseorang menginginkan suatu perawatan tertentu berdasarkan pandanganpandangan pribadinya. Jika seseorang tidak lagi berminat mengambil keputusan semacam ini, maka ia akan mengalami gangguan dalam merawat diri. (contoh : orang yang lemah ingatan atau seorang pasien psikogeriatrik). Jadi dapat dikatakan bahwa kegiatan perawatan diri merupakan sikap dan kegiatan yang dilakukan pada saat perawatan diri itu berlangsung.

C. KONSEP PPOM

10 1. Penyakit paru paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan. suatu sekelompok penyakit paru paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang disebut dengan sebutan PPOM adalah : bronkitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkial (Sylvia dan Lorraine, 1995 : 689). 2. Penyakit paru obstruksi menahun merupakan suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini seringkali merupakan kombinasi dari dua atau tiga kondisi, yakni : asma, emfisema, dan bronkitis kronis dengan satu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer tersebut (Barbara, 1999 : 31). Jadi dapat disimpulkan bahwa PPOM adalah kondisi klinis yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran pernafasan secara progresif, yang disebabkan oleh kombinasi dari dua atau tiga kondisi, yakni : asma, bronkitis kronis, dan emfisema paru. 1. ASMA a. Pengertian : Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel di mana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. b. Klasifikasi dan Etiologi : 1). Asma ekstrinsik / alergik : karena alergen yang diketahui, seperti serbuk sari, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang, yaitu terhadap makanan seperti susu atau coklat. Bentuk ini dimulai pada masa kanak kanak. 2). Asma intrinsik / idiopatik : sering tidak ditemukan faktor faktor pencetus yang jelas, seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi. Lebih sering pada usia lebih dari 40 tahun.

11 3). Asma campuran : terdiri dari komponen komponen asma intrinsik dan ekstrinsik.

c. Patofisiologi : Obstruksi disebabkan karena (1) kontraksi otot otot yang mengelilingi bronki, yang mengelilingi jalan nafas; (2) pembengkakan membran yang melapisi bronki (edema bronki); (3) pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem syaraf otonom. d. Manifestasi Klinis : Tiga gejala umum asma dalah batuk, dispnea, dan mengi. Pada beberapa keadaan batuk, mungkin merupakan satu satunya gejala. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dengan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sikardian, yang mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas. Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernafasan lambat, dan mengi. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong klien untuk duduk tegak danmenggunakan otot otot aksesori pernafasan. Jalan nafas yang tersumbat menyebabkan dispnea.

12 Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum, yang terdiri ats sedikit mukus mengandung masa gelatinosa yang bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya ternasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala retensi karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi.

2. BRONKITIS KRONIS a. Pengertian. Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut turut. b. Etiologi. Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronkitis kronis. c. Patofisiologi. Asap mengiritasi jalan nafas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihaislkan. Sebagai akibat, bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis,

mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing, termasuk bakteri. Klien

13 kemudianm menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernafasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan nafas. Pada waktunya, mungkin

terjadi perubahan paru yang ireversible, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis. d. Manifestasi Klinis. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah tanda dini bronkitis kronis. Batuk mungkin dapat diperburuk oleh cuaca yang dingin, lembab dan iritan paru. Klien biaanya mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi saluran pernafasan.

3. EMFISEMA PARU. a. Pengertian. Emfisema paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika Klien mengalami gejala, fungsi paru sudah sering mengalami kerusakan yang ireversible. b. Etiologi. Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetapi pada sedikit Klien (dalam prosentase yang kecil) terdapat predisposisi familial terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma,

14

defifiensi antitripsin-1, yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru.

c. Patofisiologi. Pada emfisema, beberapa fakor penyebab obstruksi jalan nafas, yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat oleh infeksi kekambuhan), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, megakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnea) dan menyebabkan asidosis respiratprius. Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi.

15 Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.

d. Manifestasi Klinis. Dispnea adalah gejala utama emfisema dan mempunyai awitan yang membahayakan. Klien biasanya mempunyai riwayat merokok dan batuk kronis yang lama, mengi, serta peningkatan nafas pendek dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernafasan. Pada inspeksi, Klien biasanya tampak mempunyai barrel chest akibat udara terperangkapnya, penipisan massa otot, dan pernafasan dengan bibir dirapatkan. Pernafasan dada, pernafasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernafasan adalah umum terjadi. Pada tahap lanjut dispnea terjadi saat aktivitas, bahkan pada kehidupan aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti makan dan mandi.

4. Tabel 2.1. Skala Ketidakmampuan PPOM (Susan Martin Tucker, 1995) Kelas Observasi / Temuan Kelas I Tidak terdapat pembatasan yang signifikan pada aktivitas normal, namun terjadi dispnea pada latihan yang sangat melelahkan. Kelas II Tidak terjadi dispnea dengan aktivitas esensial kegiatan sehari-hari; dispnea terjadi saat menaiki tangga dan menaiki yang lain tetapi tidak pada tingkat berjalan; kegiatan terbatas pada pekerjaan yang bersifat monoton. Kelas III Dispnea dengan beberapa aktivitas kegiatan sehari-hari (misal : mandi pancuran, berpakaian), tetapi dapat melakukan semua kegiatan serupa tanpa bantuan; mampu berjalan sendiri di sekitar lingkungan rumah, tetapi tidak dapat terus berjalan dengan orang normal lainnya yang sebaya. Kelas IV Tergantung pada orang lain dalam beberapa aktivitas sehari-

16 hari; tidak mengalami dispnea dengan latihan normal. Mengalami dispnea saat istirahat; tergantung pada bantuan orang lain untuk sebagian besar aktivitas sehari-hari.

Kelas V

5. TATALAKSANA PPOM Pada prinsipnya ada 4 komponen penatalaksanaan PPOM menurut WHO 1998, yaitu : a. b. c. d. Pengkajian dan pemantapan penyakit. Kurangi faktor resiko. Terapi PPOM satbil. Terapi eksaserbasi akut. Menurut Asril Bahar, dari keempat item di atas dapat diuraikan menjadi : a. Stop merokok. Bila Klien dapat berhenti merokok, maka progresifitas penurunan VEP 1 nya dapat diperkecil, dimana orang yang merokok mengalami penurunan VEP 1 > 50 ml/tahun, sedangkan orang yang tidak merokok mengalami penurunan VEP hanya 18 ml/tahun. Strategi yang dianjurkan oleh Public Health Service Report USA adalah : 1). Ask : Lakukan identifikasi perokok pada tiap kunjungan. 2). Advice : Terangkan tentang keburukan / dampak merokok sehingga Klien di desak mau berhenti merokok. 3). Assess : yakinkan Klien untuk berhenti merokok. 4). Assist : Bantu Klien dalam program berhenti merokok.

17 5). Arrange : Jadwalkan kontak usaha berikutnya yang lebih intensif, bila usaha pertama masih belum memuaskan.

b.

Terapi farmakologis. 1). Terapi PPOM stabil. a). Bronkodilator, pengobatan utama PPOM adalah dengan obat bronkodilator. Pemberian bronkodilator dapat berdasarkan

keperluan atau secara teratur (terus menerus) dengan tujuan mencegah atau mengurangi keluhan dan gejala. Bronkodilator utama yang sering dipakai adalah agonis-b, antikolinergik, methylxanthin. Pemberian secara inhalasi (metered dose inhaler) lebih menguntungkan daripada cara oral atau parenteral karena efeknya cepat pada organ paru dan efek sampingnya minimal. Pemberian secara MDI lebih disarankan daripada pemberian cara nebulizer sesuai dengan rekomendasi ATS (American Thoracic Society, ERS (European Respiratory Society), BTS (British Thoracic Society). b). Steroid, dalam suatu studi metaanalisis, pemberian steroid oral pada terapi lanjutan PPOM (maintenance) hanya memberikan perbaikan sekitar 10 20%. Bila pemberian steroid tidak memberikan respon perbaikan, maka hendaknya obat tersebut langsung dihentikan. Bila terdapat perbaikan dengan terapi oral

18 steroid, maka terapi inhalasi steroid dapat segera dimulai dan kemudian secara perlahan terapi oral steroid dihentikan (tapering off). Pemberian steroid jangka panjang tidak direkomendasikan karena terdapt efek samping steroid sistemik seperti miopati yang membuat kelemahan otot sehingga menurunkan fungsi paru dan bisa juga terjadi kegagalan pernafasan pada Klien PPOM lanjut. c. Terapi oksigen. Pasien PPOK stadium II dan III sering mengalami hipoksemia, baik pada waktu eksaserbasi maupun pada keadaan stabil. Pemberian O2 bertujuan untuk mencegah kerusakan sel-sel atau organ sehingga komplikasinya bisa dihalangi. Oksigen diberikan terutama pada waktu : 1). Keadaan eksaserbasi akut 2). Keadaan waktu beraktivitas 3). Terus-menerus (jangka panjang) pada PPOK berat yakni > 15 jam / hari, dosis 1-2 L/m dengan nasal kanul pada keadaan : (a). Pa02 < 55 mmHg atau Sa 02 < 88 % (b). Pa02 55 - 60 mmHg atau Sa02 89 % di mana terdapat juga hipertensi- pulmonal, edema perifer tanda gagal jantung, dan polisitemia (Ht > 55 %). Target pemberian terapi O2 adalah meningkatkan PaO2 sedikitnya menjadi 60 mmHg (dalam keadaan istirahat pada tempat permukaan laut) dan atau SaO2 sedikitnya menjadi 90 % tanpa menurunkan PH jadi < 7,25 atau meningkatkan PaCO2 > 10 mmHg. Efek pemberian terapi oksigen

19 jangka panjang ini secara bermakna dapat menurunkan tingkat mortalitas PPOK. d. Ventilasi mekanis. Indikasi penggunaan ventilasi mekanik pada keadaan PPOK adalah bila terdapat gagal napas akut dan atau kronik. e. Rehabilitasi. Pasien PPOK dengan obstruksi saluran napas dan sesak berat biasanya sulit dan malas untuk beraktivitas, sehingga kemampuan otot-otot pergerakannya makin berkurang. Kondisi ini akan makin memperberat penyakit pasien. Oleh sebab itu rehabilitasi sangat membantu dalam terapi PPOK. Program rehabilitasi di sini bertujuan : 1). Mengurangi keluhan dan gejala. 2). Meningkatkan kualitas hidup. 3). Meningkatkan toleransi aktivitas fisis dan psikis. Sebelum mengikuti program rehabilitasi, pasien hendaknya sudah mendapat terapi farmakologi yang optimal. Terdapat beberapa aktivitas rehabilitasi : 1). Latihan Fisik a). Latihan peningkatan kemampuan otot-otot pernapasan. Otot pernapasan pasien PPOK banyak yang lelah, sehingga perlu ditingkatkan untuk mendapatkan nilai ventilasi yang maksimal. b). Latihan endurance. Tindakan reconditioning dilakukan secara menyeluruh pada seluruh otot-otot tubuh terutama yang menunjang

20 pernapasan. Ketahanan otot-otot tubuh dilakukan melalui beberapa latihan. Latihan berjalan kaki banyak dipakai tapi latihan naik tangga, bersepeda dll juga dapat dilakukan.

2). Latihan pernapasan. Tujuannya adalah bernapas yang efektif dengan memakai otot pernapasan (diafragma dan otot dada) seoptimal mungkin, sehingga ventilasi lebih baik, contoh : pernapasan pursed-lips. Di samping itu refleks batuk pun dilatih supaya jalan napas menjadi lebih bersih. 3). Rehabilitasi psikososial. Pasien PPOK sering mengalami depresi dan banyak kehilangan waktu untuk kerja, sehingga perlu terapi psikologis dan nasihat untuk aktivitas sosialnya. Jika diperlukan, pasien dapat diberikan obat-obat antidepresi. f. Nutrisi. Kebanyakan pasien PPOK di Indonesia mempunyai nutrisi yang kurang baik. Bagi pasien PPOK yang obesitas hendaknya menurunkan berat badannya, apalagi bagi pasien yang ada gangguan tidur. Biasanya nutrisi orang Indonesia tinggi pada karbohidrat (60-65%) dan keadaan ini kurang cocok bagi pasien PPOK. Pemberian nutrisi hendaknya seimbang berdasarkan kalori yang dibutuhkan dan pada pasien PPOK jumlah karbohidratnya dikurangi supaya peningkatan CO2 dalam darah dapat diturunkan.

21 Di samping itu porsi makanan yang disajikan hendaknya kecil saja tapi lebih sering diberikan. Komponen nutrisi lain yang juga dianjurkan adalah rendah Na, dan tinggi pada Mg, vitamin C, vitamin E. Makanan sebaiknya segar (natural) dan disertai dengan buah serta sayuran.

g.

Pembedahan. Biasanya dilakukan pada PPOK berat dan tindakan operasi diambil bila diyakini dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan mekanik paru. Jenis operasi : 1). Bullectomy. Dapat mengurangi sesak napas dan meningkatkan fungsi paru, terutama pada bullae yang besarnya lebih dari 1/3 bagian paru. 2). Lung volume reduction surgery (LVRS). Belum ada bukti yang jelas bahwa operasi ini sebagai prosedur paliatif, sehingga tidak bisa direkomendasikan penggunaannya secara luas. 3). Transplantasi paru. Pada PPOK lanjut operasi ini dapat meningkatkan kualitas hidup dan fungsi paru. Kriteria: VEP1 < 35 % prediksi, PaO2 < 55 - 60 mmHg, PaC02 > 50 mmHg, hipertensi pulmonal sekunder, usia > 65 tahun, gagal terapi medis maksimal, tanpa kegagalan organ lain. Harapan hidup pasca transplantasi sekitar 5-6 tahun, tapi dengan kualitas hidup lebih baik.

h.

Vaksinasi. Vaksinasi terhadap influenza dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas PPOK sampai 50%. Vaksin dapat diberikan 1 2 X/tahun.

22 Vaksinasi terhadap pneumokok. Saat ini terdapat vaksin pneumokok yang berisi 23 serotipe virulen tapi efektivitasnya masih dipertanyakan. i. Edukasi. Edukasi pada pasien PPOK amat penting, karena pasien dengan batuk kronik dan sesak napas yang pregresif perlu mengetahui tentang : 1). Keadaan status kesehatannya (tingkat penyakit dan pengobatannya). 2). Bagaimana dapat melakukan aktivitas yang terbatas jadi lebih optimal. 3). Bagaimana mencegah perburukan penyakit (eksaserbasi akut). 4). Bagaimana cara berhenti merokok, menjauhi polusi udara dan menjauhi faktor pencetus. 5). Menerangkan tentang penyakit PPOK secara keseluruhan

(patofisiologi, terapi, penatalaksanaan sendiri terhadap sesak napas, cegah eksaserbasi, kapan minta bantuan, dll) dan target pengobatan yang diberikan. 6). Menghindari orang yang terkena infeksi saluran pernafasan. 7). Mempertahankan berat badan yang ideal. a). Klien dengan berat badan kurang. Masalah-masalah yang sering dihadapi oleh klien PPOM dalam memenuhi kalori yaitu : (1). Cepat puas dan kenyang, Pertama makan makanan yang tinggi kalori, lalu makanan yang rendah kalori dan kepadatannya (minuman). (2). Kembung, makanlah porsi kecil dan sering, dan hindari makan terburu-buru selama makan, untuk mengurangi udara yang tertelan.

23 (3). Anoreksia, Pertama makan makanan yang tinggi kalori dan simpan makanan rendah kalori untuk dimakan kemudian; sediakan makanan kesenangan, gunakan makanan yang mengandung lemak, sehingga dapat menaikkan kepadatan kalori. (4). Dispnea, Istirahat sebelum makan; gunakan bronkodilator sebelum makan bila terkena serangan, makan perlahan-lahan; usahakan bernafas lewat mulut dengan mengerutkan bibir di antara gigitan. (5). Kelelahan, Istirahat sebelum makan, makan lebih banyak bila tidak terlalu lelah, gunakan makanan yang mudah disiapkan bila lelah.

b). Klien obesitas / kegemukan. (1). Tingkatkan aktivitas dalam keterbatasn fisik; jalan kaki adalah salah satu olahraga yang baik. Penting untuk memulai gerakan yang ringan dulu, lalu naikkan perlahan-lahan intensitas dan lamnya gerakan. (2). Turunkan masukan kalori / diit rendah kalori : (a). Klien diet harus menimbang dan mengukur makanan sebagai pembantu dalam mempelajari dan mengenal ukuran sajian. (b). Mengkonsumsi lebih banyak makanan berserat tinggi. (c). Mengurangi konsumsi lemak.

24 (3). Modifikasi perilaku, memperlambat kecepatan makan,

kunyah makanan secara perlahan-lahan, jangan makan sewaktu ada aktivitas lain, seperti menonton TV. (Mary Courtney : 1997) Dengan hasil edukasi ini pasien lebih menyadari tentang penyakitnya, sehingga akan mengurangi rasa takut dan cemasnya. Edukasi juga diberikan kepada keluarga pasien supaya menyadari keadaan sakit pasien, sehingga pasien mendapat dukungan penuh secara moril. Edukasi diberikan pada setiap kali kunjungan dan dilakukan secara menyeluruh oleh tim yang terkait seperti dokter, fisioterapi, nutrisionis, psikoterapis; pekerja sosial, dan lain-lain. (Asril Bahar : 2001)

Anda mungkin juga menyukai