Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hemoroid adalah pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis pada bagian bawah rektum dan atau anus. Pada dasarnya hemoroid merupakan keadaan non patologik, namun apabila menimbulkan keluhan, maka diperlukan tindakan. Hemoroid terbagi mejadi 2, hemoroid interna maupun eksterna dan biasanya datang dengan keluhan utama yang berbeda. Hemoroid merupakan golongan penyakit yang sebenarnya dapat dihindari, karena lebih dari 40% diakibatkan oleh konstipasi lama dan feses yang keras. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain :anatomik, umur, keturunan, pekerjaan, endokrin, keadaan khusus seperti penyakit-penyakit tertentu, dan tentunya pola makan. Hemoroid menyerang segala usia, dengan puncak insidensi pada usia 46-65 tahun. Tidak ada perbedaan banyaknya pernderita pria maupun wanita, namun wanita dikatakan lebih banyak karena hemoroid sering terjadi pada ibu hamil. Pasien dengan hemoroid umumnya datang dengan keluhan perdarahan pada saat defekasi, rasa tidak nyaman, gatal ataupun nyeri. Perdarahan merupakan gejala yang juga terjadi pada beberapa penyakit lain, sehingga perlu diteliti hal yang mendasarinya untuk menentukan terapi.

BAB II ANOREKTAL
2.1 ANATOMI1,2 Rektum dengan panjang 15-20cm berbentuk huruf S, bermula dari

rectosigmoid junction setinggi kurang lebih pada sacral III. Selanjutnya ke bawah akan mengikuti lengkung sakrokoksigeal, melewati lantai pelvis dan berlanjut sebagai kanalis analis. Lantai pelvis sendiri dibangun oleh m. levator ani, yang terdiri dari m. pubokoksigeus, m. ileokoksigeus, dan m. puborektalis. Rektum berasal dari invaginasi entoderm, dengan epitel selapis silindris dan banyak mengandung sel goblet yang merupakan penghasil mukus. Lapisan-lapisan rektum dari dalam ke luar adalah struktur mukosa, submukosa, muskuler (sirkuler dan longitudinal), dan serosa (peritoneum). Penyangga yang penting dari rektum antara lain mesosigmoid, mesorektum, ligamentum laterale kanan dan kiri rektum, dan m. puborektalis yang mengelilingi rektum.

Gambar 2.1 Anorektal dalam potongan sagital

Gambar 2.2 Levator ani Haustra ( kantong ) dan tenia ( pita ) tidak terdapat pada rektum. Pada sepertiga bagian atas rektum, terdapat bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula rektum bila ini terisi maka timbulah perasaan ingin buang air besar. Garis batas pertemuan rektum dan anus disebut sebagai linea dentata (linea pectinea/linea pectinati) yang wilayahnya merupakan peralihan (anorectal junction), ditandai dengan berubahnya struktur epitel selapis silindris, menjadi epitel berlapis gepeng yang merupakan epitel dari kanalis analis dan anus. Dari linea ini kearah rectum terdapat kolumna rektalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rektalis yang berakhir di kaudal sebagai valvula rektalis. Setinggi linea dentata ini terdapat kripta analis.

Gambar 2.3 Anatomi anorektal Kanalis analis merupakan kanalis diantara rektum dan anus, memiliki panjang kurang lebih 4 cm, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring (cincin) anorektal, ke kaudal berbatasan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa ischiorektalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada lakilaki dengan sentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior diafragma urogenital (ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus perineal, diafragma urogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina posterior. Ring (cincin) anorektal

dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan bagian serabut m. levator ani mengelilingi bagian bawah anus bersama m. spincter ani eksternus. Kanalis analis merupakan hasil invaginasi ektoderm, sehingga strukturnya akan berbeda. Garis Hilton atau pecten of Robert Stroud merupakan batas yang membagi 2 wilayah di bawah linea pectinati, menjadi zona hemoragika dengan epitel berlapis gepeng non-keratin dan zona kutanea dengan epitel berlapi gepeng berkeratin. Garis ini berada diantara lapisan m.sphincter ani internus dan eksternus. Vaskularisasi wilayah anorektal (dari kranial ke kaudal) sebagian besar diperoleh dari a. hemoroidalis (rektalis) superior yang merupakan cabang dari a. mesenterika inferior, a. hemoroidalis media yang dicabangkan oleh a. hipogastrika, dan a. hemoroidalis inferior yang merupakan cabang dari a. pudenda interna dan aliran darah balik dinamakan seperti nama arteri sebelumnya.

Gambar 2.4 Vaskularisasi anorektal Pembuluh darah vena yang perlu diperhatikan pada hemoroid adalah pada pleksus hemoroidalis interna dan eksterna, yang dominan berada pada angka 3, 7, dan 11 yang paling sering mengalami varises, bila varises terdapat diantaranya, maka hemoroid berukuran lebih kecil. Pleksus hemoroidalis interna berada dalam submukosa rektum, sebelah superior dari linea dentata, sedangkan pleksus hemoroidalis eksterna berada di bawah kulit dari kanalis analis, inferior dari linea dentata. Pada penyakit hemoroid, yang terjadi adalah pelebaran dan juga radang pada bagian pleksus tersebut.

Pleksus hemoroidalis interna akan menuju v. hemoroidalis superior dan berlanjut ke vena porta. Sedangkan untuk bagian eksterna akan menuju v. hemoroidalis media dan inferior, dan selanjutnya akan mengembalikan darah ke v. cava inferior.

Gambar 2.5 Pleksus hemoroidalis interna dan eksterna Aliran limfe dari rektum mengikuti vasa hemoroidalis superior ke nn.ll mesenterika inferior menuju nn.ll. para aorta, sedangkan dari kanalis ani menuju ke nn.ll. inguinalis kemudian nn.ll. illiaca ekterna dan nn.ll. illiaca kommunis. Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik n.rektalis inferior sehingga sangat sensitif terhadap rasa sakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa sakit, dan sangat sensitif terhadap regangan. Rektum diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus mesenterika inferior dan n.presakralis (hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan saraf parasimpatis dari S2,3,4.

2.1 FISIOLOGI Rektum memiliki fungsi penyerapan air dan garam yang terakhir. Selain itu berfungsi utama sabegai jalur ekskresi (feses), begitu pula dengan fungsi dari anus. Rektum pada epitelnya memiliki banyak sel goblet yang dapat menghasilkan mukus yang berguna sebagai lubrikan saat pengeluaran feses atau defekasi. Pada saat defekasi, dibutuhkan relaksasi dari m. sphincter ani eksternus yang dilakukan secara sadar, dan dibutuhkan kontraksi dari rektum. Pada beberapa orang dengan penyulit, misalnya konsistensi feses yang keras, maka akan membutuhkan dorongan lebih ke lantai pelvis dengan cara mengedan.

BAB III HEMOROID


3.1 DEFINISI Hemoroid adalah pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis pada bagian bawah rektum dan atau anus. Pada dasarnya hemoroid merupakan keadaan non patologik, namun apabila menimbulkan keluhan, maka diperlukan tindakan. Keadaan seperti ini yang umum diterminologikan sebagai hemoroid.3,4,5 3.2 KLASIFIKASI Hemoroid dibagi menjadi 2 berdasarkan letak pelebaran vena. Hemoroid interna, berada di atas linea dentata yang diliputi mukosa, tipikal untuk terjadi perdarahan maupun prolaps, namun tidak nyeri. . Hemoroid interna dapat dibagi menjadi beberapa derajat, yaitu: a. Derajat I : Perdarahan hemoroid b. Derajat II : Perdarahan dan prolaps, namun masih dapat masuk kembali dengan spontan c. Derajat III: Perdarahan dan prolaps, namun membutuhkan usaha manual untuk memasukkannya d. Derajat IV: Perdarahan prolaps, dan terjadi inkarserasi (tidak dapat masuk kembali dengan cara manual)5 Hemoroid eksterna berada di bawah kulit, terjadi pembesaran seiring waktu, menghasilkan dilatasi dan cenderung menjadi trombosis berulang.. Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena

ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.6 Hemoroid interna merupakan varises dari v. hemoroidalis superior dan media, sedangkan hemoroid eksterna dari v. hemoroidalis inferior. Ada pula yang disebut dengan tipe campuran antara hemoroid interna dan eksterna8

Gambar 3.2.a Hemoroid interna dan eksterna 3.3 EPIDEMIOLOGI Hemoroid yang menimbulkan gejala terdapat pada 4% populasi, dan dapat terjadi pada segala usia, namun tertinggi pada kelompok usia 46-65 tahun. Wanita lebih sering menderita hemoroid dikarenakan faktor kehamilan, namun bila faktor kehamilan disingkirkan, maka tidak ada perbedaan jumlah. Sepertiga dari penduduk Amerika Serikat (2002) pada kelompok usia tersebut memiliki mengalami penyakit hemoroid dengan simptom, dan membutuhkan penanganan medis.11 Pada usia diatas 50 tahun, di Amerika Serikat (2009) 30% memiliki gejala perdarahan dari anus tanpa nyeri, perasaan tidak nyaman dan gatal pada daerah anus, yang merupakan gejala paling umum dari hemoroid interna3

3.4 ETIOLOGI

Penyebab utama dari hemoroid adalah keadaan peningkatan tekanan pada daerah anorektal berulang atau lama, yang menyebabkan peregangan vena lalu mengakibatkan bendungan. Lebih dari 40% kasus diakibatkan oleh konstipasi lama dan feses yang keras 3Selain itu terdapat beberapa penyakit yang memiliki hemoroid sebagai penyerta, antara lain inflammatory bowel disease, kolitis ulseratif, dan penyakit Chron.11

3.5 FAKTOR RESIKO 1. Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya. 2. U m u r : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis. 3. Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis 4. Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid. 5. Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan sering mengejan pada waktu defekasi. 6. Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena ada sekresi hormone relaksin. 7. Keadaan khusus: bendungan (hipertensi) pada peredaran darah portal, misalnya pada penderita sirosis hepatis 8. Pola makan : makanan rendah serat dan kurangnya asupan air.7

3.6 PATOFISIOLOGI Jaringan hemoroid normal dapat ditemukan di bagian distal dari rektum dalam kanalis analis. Jaringan ini terdiri dari jaringan ikat dan vaskularisasi yang biasanya terdapat di bagian anterolateral dan posterolateral kanan, juga di bagian lateral kiri.

Patofisiologi secara singkat pada penjelasan faktor resiko. Penyebab utama merupakan konsistensi feses yang keras dan konstipasi, sehingga dibutuhkan mengedan saat defekasi. Peningkatan tekanan intra abdomen akibat mengedan yang menekan daerah anorektal terlalu sering dan lama atau kebiasaan mengangkat benda berat, akan mengganggu aliran balik vena, selanjutnya akan menyebabkan vena pada pleksus hemoroidalis berdilatasi dan menonjol ke dalam lumen ataupun kulit luar anus. Gangguan aliran darah vena juga terjadi akibat pengaruh gravitasi seperti pada orang yang duduk terlalu lama di toilet dan pekerjaan yang memposisikan tubuh untuk duduk lama.6,11 Pada kehamilan, diproduksinya hormon relaksin, memberikan pengaruh pada vena untuk berdilatasi, dan penekan uterus pada rektum juga mengakibatkan dibutuhkannya mengedan pada saat defekasi. Pada saat kelahiran, dapat terjadi perlukaan dan tekanan besar pada pembuluh darah rektum, sehingga nantinya akan mengakibatkan hemoroid.9 Hemoroid interna merupakan pelebaran vena di atas linea dentata yang tidak dipersarafi oleh saraf somatik, sehingga tidak menyebabkan nyeri, sehingga hanya dirasakan oleh pasien sebagai perasaan tidak nyaman. Terjadi perdarahan merupakan keluhan yang paling sering dilaporkan, dan prolaps hingga ke bagian luar anus. Daerah prolaps menjadi tempat penumpukan iritan (salah satunya akibat mukus/lendir), sehingga dapat menimbulkan gatal (priritus ani). Perdarahan yang khas adalah perdarahan yang terpisah dari feses, tidak tercampur dan sering disertai dengan lendir. Lendir (mukus) berasal dari sel goblet yang banyak terdapat pada mukosa rektum yang berfungsi sebagai pelumas. Terdapat lendir atau bercak feses pada pakaian dalam dapat menjadi salah satu tanda prolaps yang menetap. Apabila prolaps kian jauh dan terjepit oleh kompleks otot sfingter, maka dapat terjadi inkarserasi, lalu mengalami stranggulasi bahkan nekrosis. Apabila terjadi stranggulasi dan nekrosis, maka akan menyebabkan rasa nyeri. Pada keadaan khusus namun jarang terjadi, dapat terjadi trombosis akut, dan rasa nyeri dirasakan hebat. Hemoroid eksterna menyebabkan nyeri karena strukturnya yang diinervasi oleh saraf somatik, terutama pada keadaan akut trombosis. Hal ini terjadi akibat penekanan saraf oleh bekuan darah dan edema. Nyeri akan terasa menghilang selama

7-14 hari, saat bekuan darah juga mengalami resolusi. Namun resolusi tidak diikuti dengan perbaikan kulit, sehingga terdapat kulit yang berlebih atau yang umum disebut dengan skin tag. Lalu dapat terjadi trombosis berulang, dan biasanya terdapat pada tempat yang sama (vena pada daerah tersebut telah mengalami perubahan dari kejadian sebelumnya, sehingga mudah terjadi trombosis) dan terjadi perdarahan. Selain itu, skin tag akan menyebabkan masalah higienitas, dapat terjadi gatal ataupun keluhan yang lain.11

3.7 MANIFESTASI KLINIS Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada hubungannya dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh faeces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan faeces, dapat hanya berupa garis pada faeces atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus. Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupakn ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang.5, 10

3.8 DIAGNOSIS5,11 Dari anamnesis untuk hemoroid interna dapat didapatkan keluhan rasa tidak nyaman, gatal dan terdapatnya darah merah segar yang terpisah dari feses pada saat defekasi, dapat berupa garis pada feses, ataupun bercak pada tissue toilet, dan jarang sekali didapatkan keluhan nyeri. Derajat hemoroid didapatkan dari penjelasan apakah ada benjolan yang dapat masuk sendiri, perlu didorong jari, atau bahkan tidak dapat masuk sama sekali. Pada hemoroid eksterna rasa nyeri lebih umum dikeluhkan karena struktur kulit yang peka terhadap rangsang nyeri. Ditanyakan pula tentang riwayat kebiasaan, seperti mengejan, konstipasi, makanan rendah serat, kurang asupan air putih, kehamilan, riwayat penyakit yang mungkin diderita yang berkaitan dengan hemoroid, seperti sirosis hepatis. Pemeriksaan fisik melalui inspeksi dapat ditemukan tonjolan lunak pada anus pada hemoroid eksterna, dan juga pada hemoroid interna yang mengalami prolaps Pada hemoroid yang mengalami trombosis, maka warna tonjolan terlihat ungu kebiruan, tampak tegang, dan ukuran garis tengah biasanya beberap milimeter hingga 1-2 cm. Hemoroid interna yang prolaps tidak terlalu jauh, maka pasien diminta mengedan, maka akan terlihat masa hemoroid yang diliputi mukus. Palpasi, pada palpasi dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan Rectal Toucher (RT). Perhatikan nyeri yang ditimbulkan pada saat disentuh, fissura ani, lalu lebih dalam untuk merasakan massa atau luka pada kanalis analis dan mengidentifikasinya untuk membantu menyingkirkan diagnosis banding. Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar terutama pada arah jam 3, 7, dan 11, yaitu lateral kiri, anterolateral dan posterolateral kanan. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan tambahan mempergunakan alat tambahan seperti anoskopi dan proktosigmoidoskopi. Bahkan dapat diperlukan pemeriksaan endoskopi apabila ada kecurigaan perdarahan berasal dari saluran cerna bagian atas. Dengan anoskopi dapat

dilihat hemoroid interna. Penderita dalam posisi litotomi. Anaskopi dengan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Benjolan hemoroid akan menonjol pada ujung anaskop. Bila perlu penderita disuruh mengejan supaya benjolan dapat kelihatan sebesar-besarnya. Pada anoskopi dapat dilihat warna selaput lendir yang merah meradang atau perdarahan, banyaknya benjolan, letaknya dan besarnya benjolan. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi (rektum/sigmoid), karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Pemeriksaan penunjang lain antara lain pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui kemungkinan anemia sekunder, dan pemeriksaan feses untuk mendeteksi darah samar.

3.9 DIAGNOSIS BANDING Perdarahan rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna yang juga terjadi pada : 1. Karsinoma kolorektum 2. Penyakit divertikel 3. Polip 4. Kolitis ulserosa Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi perlu dipilih secara selektif, bergantung pada keluhan dan gejala penderita. Prolaps rektum juga harus dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid interna. Penonjolan massa pada hemoroid harus dapat dibedakan dengan kondiloma, prolaps rektum, prolaps polip, dan juga dengan fissura ani karena pada fissura dapat muncul umbai kulit.5

3.10 PENATALAKSANAAN4,6,12 Terapi medika mentosa dapat diberikan pelunak feses, seperti psyllium. Edukasi dan terapi pelunak feses berespon sangat baik pada hemoroid derajat I dan II. Untuk mengurangi simptom dapat dilakukan berendam dengan air hangat selam kurang lebih 10 menit. Tersedia beberapa jenis medikamentosa yang dapat membantu para penderita hemoroid, jenis obat-obatan ini dapat membantu untuk meringankan gejala dari pasien, antara lain: a. Anestesi lokal Dapat mengurangi rasa sakit, rasa terbakar dan gatal. Pemakaian terbatas pada area perianal dan kanalis analis bawah. Hati-hati pada pemakaian karena dapat menyebabkan reaksi alergi, sehingga apabila keluhan memberat, segera hentikan. Jenis yang dapat diberikan antara lain: Benzokain 5-20%, Benzyl alkohol 5-20%, Dibucain 0,25-1% (Nupercainol), dan Lidocaine 2-5% b. Vasokonstriktor Jenis yang digunakan adalah vasokonstriktor dengan epinefrin. Diaplikasikan pada anus, lalu membuat pembuluh darah mengecil dan mengurangi edema. Contoh: Efedrin sulfat 0,1-1,25%, phenylephrine 0,25% (Medicone supp, Rectacaine), Epinefrin 0,005-0,01% c. Protektan Menciptakan barrier pada kulit yang mengalami lesi sehingga dapat mengurangi iritasi, rasa sakit dan gatal. Beberapa jenis yang sering digunakan: gel alumunium hidroksida, gliserin, kaolin, lanolin, petrolatum putih, dan calamine dengan konsentrasi maksimal 25% d. Astringent Memebantu membuat koagulasi protein pada kulit yang teriritasi, sehingga memicu pengeringan yang akan mengurangi gatal dan rasa sakit. Contoh yang sering digunakan: Calamine 5-25%, witch hazel 10-50% dan zinc oksida 5-25% e. Antiseptik Dapat membantu membunuh bakteri dan mikroorganisme lain, sehingga akan menghindarkan infeksi yang akan memperburuk keadaan. Dapat

digunakan pilihan seperti asam borat, phenol, resolsinol, hydrastis, dan cetylpyridinum chloride. f. Keratolitik Membantu disintegrasi dari permukaan luar kulit sehingga obat lain dapat terserap lebih baik. Keratolitik yang sering digunakan: Alumunium hidroksi alantoin (alcloxa) 0,2-2% dan resorsinol 1-3% g. Kortikosteroid Dapat mengurangi radang, namun pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan kulit yang permanen. Sehingga pemakaian dibatasi hanya menggunakan dosis kecil, dengan jangka waktu maksimal selama 2 minggu. 13 Kegagalan terapi melalui edukasi dan medika mentosa merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan mekanis, namun sangat jarang dibutuhkan tindakan khusus pada hemoroid derajat II. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain: a. Ligasi elastik

Gambar 3.10.1 Ligasi rubber band Dilakukan pada hemoroid derajat I atau II yang sangat efektif untuk mencegah perdarahan dan prolaps. Ligasi (teknik Baron) dilakukan pada 1-2 cm di atas linea dentata. Jaringan dijepit atau dihisap ke dalam tabung ligator khusus, lalu gelang karet didorong dari ligator pada basal jaringan pleksus

hemoroidalis dengan rapat.

Selanjutnya jaringan akan iskemi, nekrosis,

terlepas, dan meninggalkan jaringan parut yang dapat mencegah prolaps ataupun perdarahan selanjutnya. Pengikatan hanya dilakukan pada satu pleksus, dan dapat diulang pada 2-4 minggu berikutnya. Dapat dilakukan pengikatan 3 pleksus sekaligus namun harus dengan anestesi lokal. Jaringan akan nekrosis dan lepas dalam waktu 7-10 hari, perdarahan dapat timbul, namun sedikit, dikarenakan mungkin terjadi perdarahan, maka sebaiknya hindari pemberian OAINS dan asetosal. Hindari meletakkan karet pada zona transisi (mukokutan) karena innervasi yang kaya, sehingga dapat menyebabkan nyeri, juga tidak meletakkan karet pada m.sphincter interna secara dalam, karena spasme berat dapat terjadi dan mengakibatkan retensi urin. Sepsis dapat terjadi, biasanya terjadi pada pasien immunokompromais, pasien dengan abnormalitas lantai panggul, dan ligasi yang tebal. Komplikasi menjadi mengancam nyawa apabila ada nyeri hebat, demam, dan retensi urin dalam selang waktu 12 jam setelah tindakan. Retensi urin terjadi pada 1% kasus ligasi tunggal, dan 10-20% pada ligasi multiple. Pasien harus dirawat, diberikan antibiotik intravena spektrum luas dan pengangkatan ligasi. b. Fotokoagulasi (IRC= Infra Red Coagulation) Mempergunakan panas untuk melakukan proses nekrosis dan fibrosis. Hasil yang diperoleh sama dengan ligasi, namun dioakai hanya untuk area kecil, untuk area besar, diperlukan tatalaksana lain. c. Sklerosis Fenol 5% dicampur dengan minyak almon digunakan untuk teknik sklerosis, dilakukan untuk menghentikan perdarahan pada hemoroid derajat I dan II. Dengan jarum spinal, cairan diinjeksi ke bagian submukosa dari pleksus hemoroidalis untuk menimbulkan bleb mukosa. Komplikasi yang dapat timbul antara lain reaksi alergi, infeksi, dan prostatitis. d. Cryosurgery dan Direct Current Coagulation Dilakukan koagulasi dengan pemekuan menggunakan cairan nitrogen ataupun karbon dioksida. Setiap tempat dilakukan selama 10 menit. Namun

para ahli banyak yang tidak melakukan karena tidak dapat menentukan kedalaman pembekuan dan pasien sering mengeluhkan BAB banyak dengan dengan cairan seropurulen dengan bau tidak enak. e. Eksisional Hemoroidektomi Dibatasi dilakukan pada hemoroid derajat III dan IV yang tidak dapat diberikan terapi rawat jalan, hemoroid tipe gabungan yang melibatkan komponen anoderm sehingga tak mungkin di ligasi, hemoroid dengan trombosis akut, inkarserasi, dan ancaman gangren. Pasien dengan terapi antikoagulan juga sebaiknya dilakukan hemoroidektomi daripada ligasi, karena ancaman perdarahan saat jaringan nekrotik lepas. Prinsipnya adalah eksisi hanya pada jaringan yang berlebihan. Teknik dapat bermacam-macam, antara lain dengan laser, scalpel, gunting ataupun cauter. Komplikasi 10-50% dapat terjadi retensi urin, kejadian ini dapat dengan cara meminimalisir jumlah cairan IV yang masuk selama operasi. Hal lain yang mungkin timbul adalah nyeri, perdarahan, infeksi, impaksi feses, dan cedera sfingter. Untuk itu pasien diberikan analgetik yang sesuai dan hindari mengejan. Perdarahan yang banyak harus diatasi dengan visualisasi, kauter ataupun penjahitan dengan anestesi (biasanya digunakan anestesi spinal ataupun epidural). Stenosis anal menjadi komplikasi jangka panjang akibat insisi sirkumferensial pada anoderm dan linea dentata. Trombosis akut dan inkarserasi dari hemoroid tipe gabungan dapat ditatalaksana rektum. Hemoroidektomi konvensional saat ini dikenal 3 tipe: 1. Teknik Milligan Morgan (Open hemorrhoidectomy) Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus. dengan bedrest, pelunak feses dengan atau tanpa hemoroidektomi, dan injeksi lokal anestesi untuk mengurangi edema pada

Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana. Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan. 2. Teknik Whitehead Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali. 3. Teknik Langenbeck Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan stenosis. Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ani harus benar-benar lumpuh. 4. Teknik Ferguson (Close hemorrhoidectomy) Dilakukan pengangkatan semua piles primer seperti padda teknik Millian Morgan, namun semua luka dijahit lengkap. f. Eksisi hemoroid eksterna yang mengalami trombosis Pasien dengan trombosis akut dari hemoroid eksterna dapat ditindak lanjuti dengan eksisi pada jaringan yang mengalami trombosis. Dilakukan dengan anestesi lokal dan biasanya luka dibiarkan terbuka.

g. Bedah Stapler Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat, maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya. Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu : 1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan kerusakan dinding rektum. 2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang. 3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah dilaporkan. 4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler. 3.11 KOMPLIKASI Perdarahan akut pada umumnya jarang , hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis

dan apabila berulang dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit) akan mudah terjadi gangren, hilangnya jaringan, serta infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian. Komplikasi lain juga dapat terjadi terkait tindakan non bedah ataupun bedah yang dilakukan.

3.12 PENCEGAHAN Pencegahan dilakukan dengan meminimalisir penyebab utama, yaitu konstipasi dan defekasi yang keras. Sehingga diperlukan diet tinggi serat, meminum air putih paling sedikit 8 gelas per hari, hindari duduk di toilet terlalu lama, ataupun lakukan gerakan lain disela-sela pekerjaan dalam posisi duduk lama, dan langsung melakukan proses defekasi segera saat rangsangan mulai muncul.7 3.13 PROGNOSIS Ad vitam: bonam Ad functionam: dubia ad bonam Ad sanasionam: dubia ad bonam Prognosis didasarkan bahwa hampir seluruh kasus hemoroid tidak mengancam keselamatan, sedangkan fungsi dan kekambuhan bergantung dari edukasi dan tindakan oleh ahli yang sebagian besar memberi hasil yang baik.

BAB IV KESIMPULAN
Hemoroid adalah pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis pada bagian bawah rektum dan atau anus. Pada dasarnya hemoroid merupakan keadaan non patologik, namun apabila menimbulkan keluhan, maka diperlukan tindakan. Hemoroid terjadi pada segala usia dan tidak memandang jenis kelamin, namun puncak insidensi terjadi pada usia 46-65 tahun, dan wanita dalam data sering dinyatakan lebih sering mendertita hemoroid karena faktor kehamilan, bila faktor ini dihilangkan, maka jumlahnya akan sama. Hemoroid umumnya tidak mengancam nyawa, dan dapat dihindari dengan pola hidup yang benar. Hemoroid terbagi menjadi 2 menurut letak pelebaran vena, menjadi interna dan eksterna. Letak yang berbeda ini akan memunculkan gejala yang berbeda pula. Pasien biasanya datang dengan keluhan perdarahan saat defekasi, rasa tidak nyaman, gatal ataupun nyeri. Nyeri lebih sering terjadi pada hemoroid eksterna, tetapi dapat terjadi padda hemoroid interna yang mengalami stranggulasi. Pemeriksaan yang dibutuhkan antara lain Rectal Toucher (RT), anoskopi, dan bila perlu proktosigmoidoskopi. Dalam kasus-kasus tertentu dapat membutuhkan pemeriksaan dengan barium ataupun endoskopi. Pemeriksaan ini digunakan sebagai penegakkan diagnosis dan penyingkiran diagnosis banding. Tatalaksana umumnya dengan edukasi dan pengobatan simptomatis, sedangkan tindakan khusus dan terapi bedah lainnya dilakukan umumnya trombosis akut. pada hemoroid interna derajat III-IV ataupun pada hemoroid eksterna yang mengalami

DAFTAR PUSTAKA 1.
Anatomi anorektum atau anorektal. Available at: http://dokterugm.wordpress.com/2010/04/17/anatomi-anorektum-atauanorektal/. Accessed Sept, 19 2011

2. 3.

Anal canal. Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Anal_canal Accessed Sept, 19 2011 Hemorrhoids. Available at: http://www.mayoclinic.com/health/hemorrhoids/DS00096. Accessed Sept, 20 2011

4.

Hemorrhoid. Available at: http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hemorrhoids/Hemorrhoids. accessed Sept, 20 2011

5. 6.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 675 Kodner Ira J, Fry Robert D,etc. Colon, rectum and anus. In: Spencer Shires, Galloway Daly, editor. Schwartz principle of surgery. 7th ed. New York: Mc Graw Hill; 2011. p. 1395-1300

7. 8. 9.

Linchan W.M .Dalam: Buku Ajar Bedah Sabiston Jilid II. Ed.2. Jakarta: EGC; 1994. hal 56 59. Hemorrhoids. Available at: http://wiki.medpedia.com/Hemorrhoids.

Accessed Sept 21, 2011 Hemoroid dengan kehamilan. Available at:

http://obstetriginekologi.com/artikel/kehamilan+dengan+hemoroid.html. Accessed Sept 21, 2011.

10. 11.

Bleday R, et al. Clinical features of hemorrhoids. Available at: http://www.uptodate.com/home/index.html. Accessed Sept, 21 2011 Hemorrhoids. Accessed Sept 20, 2011 Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/195401-overview#a0199.

12.

Dudley, Hug A.F, Hamilton Bailey, Dalam:Ilmu Bedah Gawat Darurat. Ed.11. Samik Wahab, Soedjono Aswin, editor .Yogyakarta;Gajah Mada University press, 2001.hlm. 124-29

13.

Treatment 22 2011

for

haemorrhoid.

Available

at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/hemorrhoids.html . Accessed Sept

Anda mungkin juga menyukai