Anda di halaman 1dari 16

Merangsang Kecintaan Anak pada Alam Lewat Buku

KOMPAS.com/Caroline Damanik Buku cerita untuk anak yang ditulis penyanyi Oppie Andaresta dan dibagi-bagikan gratis kepada para siswa di sekolah-sekolah yang dikunjungi oleh tim Tur Edukasi Bumiku Lestari, 3-20 November 2012. TERKAIT:

Dari Gambar Penyu Turun ke Perilaku Berawal dari Prihatin pada Lagu Anak Anak-anak Ternyata Suka Menanam Pohon

JAKARTA, KOMPAS.com - Meningkatkan minat baca sekaligus memperkenalkan lingkungan hidup akan lebih mudah bila dimulai dengan menumbuhkan kecintaan anak-anak terhadap buku terlebih dahulu. Penanggung Jawab Pekan Buku Dyah Ayu Pitaloka mengatakan, dengan menggelar pameran buku anak-anak, siswa bisa belajar mencintai lingkungan. Kecintaan pada buku dan lingkungan dikembangkan pula melalui pesta kostum karakter dari buku-buku Indonesia. Anak-anak diajak untuk menggali kekayaan isi buku sambil bermain dengan kostum karakter-karakter yang ada di dalamnya, mulai dari Wiro Sableng, Jaka Tarub, sampai Malin Kundang. Buku anak yang mengandung pesan moral untuk mencintai lingkungan sekitar dan mengangkat wawasan kekayaan alam, akan memberi masukan yang baik soal penanaman karakter anak. "Buku bacaan menarik seperti buku cerita anak yang membahas binatang, tanaman dan pemandangan alam, tersirat ada pesan bahwa mereka harus melindunginya, terlibat, dan interaksi dengan bumi. Kegiatan tur edukasi tadi misalnya, membuat anak-anak mau bergerak, membaca buku, menghafal lagu, dan mereka menanam pohon," katanya kepada Kompas.com usai mengikuti kegiatan tur, Kamis (8/11/2012) siang.

Menurut Dyah, pengetahuan yang diperoleh anak dari buku diperdalam melalui rangkaian kegiatan Tur Edukasi Bumiku Lestari. Tur yang digawangi oleh penyanyi Oppie Andaresta ini kaya akan pesan-pesan yang disampaikan melalui lagu, musik dan kegiatan langsung, seperti daur ulang. Anak-anak berkebutuhan khusus di SD Global Mandiri juga dilibatkan untuk bernyanyi. "Dalam seminggu, mereka sudah hafal lagunya. Selain dari membaca buku Bumiku Lestari dari WWF, mereka juga setiap harinya mendengar Radio Top Primary, radio sekolah ini. Jadi semakin sering membaca dan mendengar, anak-anak bisa melakukan itu," ucapnya. Para siswa kelas I-VI juga diajak untuk melakukan aksi menanam pohon. Ada 12 pohon yang ditanam pada hari itu oleh para siswa yang mewakili masing-masing kelas. Setelah itu, para siswa kelas IV, V dan VI melakukan kegiatan daur ulang dari kertas koran menjadi paper bag, membuat pigura dari kardus bekas, serta tempat pensil dari botol bekas. Selanjutnya para siswa juga diajak menonton film tentang hewan yang hampir langka dan butuh dilindungi bersama. Film orangutan dari Kalimantan membuat anak-anak sadar bahwa ada satawa di muka bumi yang harus dilindungi dari ancaman kepunahan.

Sebarkan Energi Positif untuk Anak-anak

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan terus berkembang. Menurut Master Training Parenting Menebar Energi Positif Yusron Aminullah, cara mendidik anak dari zaman ke zaman tidak akan pernah sama. Orangtua harus dinamis dalam memenuhi kebutuhan dasar seorang anak dan membekali dirinya dalam menghadapi masa depan. "Anak-anak sekarang adalah milik zaman ini. Orangtua harus menyadari itu, bahwa setiap zaman, anak-anak kita akan sangat berbeda, maka mendidik anak yang baik pun harus sesuai dengan zaman mereka," ucap Yusron dalam Workshop Parenting di Festival Taman Bacaan Nasional, Kemdikbud, Jakarta, awal November lalu. Dia menjelaskan, saat ini ada beberapa anak yang di usia mudanya sudah memiliki kematangan berpikir yang baik. Mereka memiliki daya tangkap penerimaan informasi yang cepat, memiliki pengamatan yang tajam, daya pikir yang lebih kritis serta daya ingat yang lebih kuat dari para orangtuanya. "Jadi kalau ada orangtua yang merasa lebih pintar dari anaknya, itu salah sekali. Anak-anak bisa lebih pintar sehingga tidak selamanya lagi para orangtua yang memberi tahu anak-anak mereka. Karenanya, orangtua harus bersedia sharing, membagi dan menerima sesuatu dengan anak-anaknya," tutur Yusron lagi. Meski kondisi yang terjadi demikian, Yusron mengatakan orangtua tetap bisa menunjang kematangan berfikir anak-anaknya, yaitu dengan berbagi pengalaman hidup serta mengolah kematangan emosional mereka. "Kurangi berbicara 'kepada', melainkan perbanyak bicara 'dengan' anak-anak. Mengapa? Sebab, berbicara kepada itu lebih mengarah ke komunikasi satu arah yang hanya mengedepankan logika, sedangkan berbicara dua arah, berarti menggunakan hati kita. Itulah energi positif yang harus disebarkan kepada mereka, anak-anak kita. Komunikasi yang memadai, komunikasi dua arah," tegasnya lagi.

Energi positif yang dimaksudkan, lanjut Yusron adalah energi yang sering dipancarkan dari tubuh kita, nilainya tidak akan pernah berubah, sebab energi bersifat kekal. "Nah energi ini, selalu ada dalam tubuh kita. Kalau yang kita pancarkan dari tubuh kita adalah energi positif, maka yang akan kembali adalah energi positif, demikian sebaliknya," ujar Yusron lagi. Lebih jelas, menebar energi positif sesungguhnya selalu dianjurkan setiap agama. Pelajaran soal ringan tangan (beramal), rajin bekerja, berprasangka baik, membagi kasih, sampai yang paling sederhana, dan membagi senyum selalu disiarkan oleh setiap agama. "Yang perlu kita lakukan adalah memelihara energi itu agar tetap memancarkan nilai positif. Caranya selalu ikhlas, dan merespon segala hal dengan positif," katanya. Selain itu, untuk menyesuaikan diri dengan kondisi anak-anak. Orangtua sudah harus berlatih menyamakan tingkat frekuensi dengan banyak orang. "Menyesuaikan diri itu seperti mengusahan untuk ada dalam satu gelombang. Seperti radio, kalau tidak satu gelombang, maka kejernihan hati kita akan berkurang, bahkan tidak nyambung," ucap Yusron lagi. Untuk itu orangtua senantia rela dan ikhlas, serta mau untuk terus belajar, memperbaiki diri, dan mehamami posisi diri serta menghapus halangan dalam diri. "Orangtua mesti terbuka, jangan merasa hebat sendiri. Latih komunikasi yang baik dengan anak-anak kita dengan memilih kalimat yang tepat yang lebih bijak, halus lembut, dan dengan kasih sayang. Anak-anak dilatih kepekaannya untuk tidak mendengarkan yang keraskeras akan mengasah emosional mereka ke arah yang positif," terangnya. Budayakan menulis Dalam melatih kepekaan emosi anak, Yusron juga menganjurkan orangtua dan anak untuk membudayakan tulisan di lingkungan keluarga. Menurutnya, tulisan adalah kepanjangan dari lisan. Lisan kepanjangan dari hati. Tulisan yang dilandasi hati walaupun mengkritik, kritiknya bukan untuk menjatuhkan tapi membangun. Karena di dalamnya bukan hanya kritik melainkan juga solusi. "Jadi budayakan menulis di rumah, menulis apa saja. Menulis laporan kegiatan harian mereka dengan bahasa mereka sendiri. Sebab menulis ini akan melatih kepekaan indra anak," ujarnya lagi. Dalam suatu waktu, orangtua boleh mengajak anak untuk melihat fenomena sekelilingnya, atau mengajak anak menyampaikan kritik dalam tulisan tetapi dimulai dari lingkungan keluarga sendiri. "Misal kita ajak anak-anak ke panti asuhan, anak jalanan, kondisi kemiskinan, atau mengkritik ayah dan ibunya sendiri. Tapi menulisnya tidak dipaksa, dalam waktu-waktu longgar saja. Seperti di akhir pekan orangtua dan anak berjalan-jalan bersama, maka ajak

anak untuk menulis dan memerhatikan sekelilingnya sehingga disampaikannya dalam katakata," kata Yusron lagi.

Binus Buka Jurusan Hubungan Internasional


Binus University meluncurkan program studi Hubungan Internasional dalam acara International Conference on Business, International Relations and Diplomacy (ICoBIRD) 2012 di Jakarta, Rabu (7/11/2012). JAKARTA, KOMPAS.com - Binus University membuka program studi Hubungan Internasional (HI). Program studi ini diluncurkan secara resmi dalam acara International Conference on Business, International Relations and Diplomacy (ICoBIRD) 2012 di Jakarta, Rabu (7/11/2012). Ketua Program Studi Hubungan Internasional, Tirta Nugraha Mursitama, mengatakan ICoBIRD merupakan momen yang tepat menyusul harapan akan standar kualitas yang tinggi dalam pengajaran, penelitian dan diseminasi hasil-hasil penelitian dari jurusan Hubungan Internasional di Binus University. Kami berharap jurusan Hubungan Internasional Binus University mampu menempatkan diri sejajar bahkan lebih baik dari jurusan HI lain di Indonesia maupun Asia Tenggara," ungkapnya dalam acara peluncuran seperti dikutip dari rilis yang diterima Kompas.com. Tirta juga mengatakan, saat ini ASEAN telah bertransformasi menjadi sebuah entitas dengan dasar hukum yang mengikat bagi para anggotanya. Oleh karena itu, Binus ingin terlibat dalam persiapan menuju terciptanya komunitas ekonomi ASEAN pada tahun 2015 melalui program studi HI dan acara ICoBIRD yang tahun ini mengambil tema adalah Hubungan Internasional dan Diplomasi serta Bisnis dan Manajemen di ASEAN. "Kegiatan ini diharapkan memberikan pemahaman terhadap perkembangan terkini studi Hubungan Internasional maupun perkembangan peristiwa-peristiwa penting dalam Hubungan Internasional khususnya di kawasan Asia Tenggara yang akan mereka hadapi selama menjadi mahasiswa maupun setelah lulus nanti, tandasnya.

Demi Masa Depan, Anak Perlu Tahu Prinsip 3R


KOMPAS.com/Ali Sobri Para siswa kelas 4-6 sekolah dasar (SD) Lazuardi Depok mengikuti kegiatan workshop Reduce, Reuse dan Recycle (3R) dalam rangkaian acara Tur Edukasi Bumiku Lestari, Rabu (13/11/2012). Melalui kegiatan ini mereka memanfaatkan kardus dan koran bekas menjadi tas dan pigura. TERKAIT:

Yuk, Undang Mobil Panda ke Sekolah Kamu! Dari Gambar Penyu Turun ke Perilaku Anak-anak Ternyata Suka Menanam Pohon "Beri Cinta pada Bumi seperti Bumi Mencintaimu"

DEPOK, KOMPAS.com - Menerapkan prinsip Reduce, Reuse, dan Recycle (3R) atau Mengurangi, Memakai kembali, dan Mendaur ulang, ternyata tidak sesulit yang dibayangkan. Anak-anak, contohnya, diajak melalui kegiatan memilah sampah dan memanfaatkan kembali sebagian barang-barang di sekitarnya. Seperti yang dilakukan para siswa kelas 4-6 SD Lazuardi Cinere Depok Jawa Barat, Rabu (14/11/2012). Dalam tur edukasi Bumiku Lestari, tim World Wildlife Fund (WWF) memberikan satu pembekalan 3R yang menarik dan menyenangkan bagi anak-anak. Setelah mengumpulkan barang-barang bekas, seperti koran dan kardus bekas, para siswa ini mulai memikirkan akan diapakan tumpukan koran dan kardus di sekitar mereka? Salah satu tim WWF Ardhy Dinata Sitepu sempat mengarahkan siswa untuk sama sama memikirkan awal mula benda-benda tersebut berasal. "Kertas dan kardus terbuat dari apa ya? Dari apa adik-adik?" serunya di hadapan siswa dan dijawab 'dari pohon'. Ardhy juga mengajak para siswa sekolah dasar ini berinteraksi mengenai akibar dari eksploitasi pohon menjadi kertas-kertas secara terus menerus. Dengan antusias, anak-anak memberikan sejumlah jawaban, mulai dari jumlah pohon menipis, bumi makin gundul sampai tanah makin gersang. "Sekarang pohon sudah makin sedikit, Kak. Kondisi lingkungan jadi panas," kata Zeira siswa kelas 4 mengutakan pendapatnya. Oleh karena itu, Ardhy melanjutkan, orang-orang tidak boleh boros menggunakan berbahan dasar kertas. Selain itu, pola hidup 3R harus dikembangkan. Apa itu? 3R, gaya hidup bijak "Kita masih punya 3R. Reduce, Reuse dan Recycle. Mari dengan kreatif kita daur ulang dan gunakan kembali kertas-kertas ini," tutur Ardhy sambil mulai memeragakan pembuatan bag paper atau pigura dari kardus.

"Kalau kita mengurangi penggunaan kertas, plastik, atau sterofoam, wah kita bisa hemat adik-adik. Kalau kita hemat, maka pohon tetap ada, sumber daya alam kita tetap melimpah karena kita bijak menggunakannya. Kalau kita hemat, berarti kita menjaga alam dan bisa menyelamatkan bumi untuk masa depan," katanya lagi. Selain itu, melalui kegiatan bertema 3R ini, anak-anak bisa mengetahui pola hidup yang bijak untuk masa depan lingkungan. Melalui kegiatan yang menyenangkan, pesan ramah lingkungan mudah diterima oleh anak-anak. "Kalau kita boros, maka pohonnya habis dan hewan-hewan di hutan mati, kasihan kan?" tandasnya. Bagaimana dengan anak-anak Anda?

Krisis Eropa Tak Pengaruhi Jumlah Penerima Beasiswa

TERKAIT:

Kejar Ilmu Sampai Eropa? Intip Dulu Peluangnya Pameran Pendidikan Tinggi Eropa Digelar di Jakarta dan Medan

JAKARTA, KOMPAS.com - Krisis ekonomi yang melanda sebagian besar negara Eropa ternyata tidak membawa dampak negatif terhadap minat para siswa atau mahasiswa asing untuk menuntut ilmu di sana. Begitu pula dengan siswa atau mahasiswa dari Indonesia yang tetap bersemangat untuk mengincar peluang pendidikan di Eropa. Perwakilan dari DAAD, Olivia Sopacua, mengatakan bahwa krisis ekonomi Eropa membawa dampak kurang baik bagi kondisi masyarakat. Namun untuk mahasiswa asing yang tengah menyelesaikan studinya di Jerman, krisis ini sama sekali tak berpengaruh karena jaminan pendidikan tetap diterima dengan baik. "Ini terlihat dari jumlah siswa yang kami berangkatkan tidak pernah menurun. Angkanya selalu stabil. Sekitar 300 orang kami berangkatkan tiap tahunnya," kata Olivia, saat jumpa pers 4th European Higher Education Fair di Energy Building, Jakarta, Kamis (1/11/2012). Hal senada juga diungkapkan oleh Perwakilan dari Campus France Indonesia, Anton Hilman. Ia mengungkapkan bahwa ada rencana penambahan siswa yang akan diberangkatkan melalui program beasiswa untuk tahun ajaran berikutnya. "Sama sekali tidak pengaruh. Kami rencananya akan menambah kuota yang akan diberangkatkan ke Prancis," jelas Anton. Selain itu, uang tunjangan pendidikan dari pemerintah Prancis yang memang selalu diberikan pada siswa atau mahasiswa asing untuk menutup semua biaya pendidikan juga tidak

berkurang. Untuk itu, ia meminta pada calon pelajar atau mahasiswa yang hendak ke Prancis agar tidak perlu khawatir terhadap krisis yang sedang terjadi. Sementara itu, Perwakilan dari Nuffic Neso Indonesia, Mervin Bakker, mengatakan bahwa minat yang diperlihatkan oleh siswa atau mahasiswa asing untuk belajar di Belanda juga tidak menurun meski krisis tengah melanda Eropa. "Sampai sekarang peminatannya sangat bagus. Memang krisis berpengaruh pada hal-hal tertentu. Tapi tidak untuk pendidikan. Semuanya berjalan sesuai. Untuk mahasiswa asing juga tidak ada masalah," ungkap Mervin

Dirancang, Kredit untuk Mahasiswa


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah sedang mencari model kredit atau pinjaman tanpa bunga bagi mahasiswa tidak mampu. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan Tinggi tahun 2012. Hanya saja hingga kini belum ditemukan bentuk dan mekanisme yang ideal. Pada masa Orde Baru, sudah ada Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI). Kredit dicairkan saat mahasiswa menyelesaikan tugas akhir dan harus dikembalikan setelah lulus. Sebagai jaminan, ijazah sarjana ditahan. Namun, banyak penerima KMI yang kemudian tidak mengembalikan pinjaman, kata Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Illah Sailah. Ia mengatakan hal itu dalam Seminar Memperluas Akses Pendidikan Tinggi Melalui Bantuan Finansial: Beasiswa dan Kredit Mahasiswa, Rabu (31/10), di Jakarta. Kredit tidak dikembalikan, menurut Illah, karena banyak instansi yang menerima karyawan tanpa perlu menunjukkan ijazah. Banyak juga yang tidak bisa melunasi karena tidak bekerja, kata Illah. Untuk mengantisipasi agar tidak terulang kembali, perguruan tinggi harus selalu menjalin komunikasi intensif dengan mahasiswa agar bisa diketahui perkembangannya setelah lulus. Alternatif lain yang diusulkan adalah menggunakan ikatan dinas sehingga cicilan kredit otomatis dipotong dari gaji. Bisa juga dengan mendorong kewirausahaan mahasiswa sehingga bisa mencicil selagi masih kuliah, kata Illah. Dalam diskusi, para peserta mengutarakan pengalaman praktik pemberian pinjaman tanpa bunga. Beberapa contoh perguruan tinggi yang sudah memiliki mekanisme pinjaman tanpa bunga bagi mahasiswa, antara lain, Politeknik Manufaktur Negeri Bandung, Politeknik Negeri Jakarta, Binus University, dan Politeknik Aceh. Survei Untuk memahami kebutuhan mahasiswa terhadap kredit, Higher Education Leadership and Management (HELM) membuat survei terhadap 2.000 mahasiswa di 71 perguruan tinggi negeri dan swasta (20 persen PTN BHMN). Hasil survei itu, antara lain, menunjukkan, sumber pendapatan mayoritas mahasiswa dari orangtua (88,16 persen) dan beasiswa (4,60 persen). Mayoritas mahasiswa tahu bahwa orangtua mereka sampai harus pinjam uang untuk membiayai kuliah anaknya, kata konsultan HELM, Alex Usher. Para orangtua harus meminjam, antara lain, dari saudara (32 persen), bank (28 persen), dan Pegadaian (13 persen).

Ketika ditanya kesediaan untuk memanfaatkan pinjaman tanpa bunga dari pemerintah, mayoritas mahasiswa ingin memanfaatkan pinjaman itu untuk membantu mengurangi beban orangtua. Bagi yang tidak bersedia memanfaatkan pinjaman itu, alasannya karena tak butuh pinjaman dan tidak suka berutang. Survei ini memang tidak sempurna, tetapi setidaknya memberi gambaran soal pinjaman, kata Usher. (LUK)

Ajak Siswa Berkreasi Demi Cinta Indonesia

KOMPAS.com/Ali Sobri Tim Kelas 4-5 SD HighScope Indonesia ini memamerkan produk batik tulisnya dalam pameran Cinta Indonesia, Senin (29/10/2012) di kampus TB Simatupang, Jakarta Selatan. Masih ada puluhan pameran lain yang mengangkat ragam potensi yang membanggakan Indonesia. Pameran ini rangkaian semanagat kemerdekaan 17 Agustus dan Sumpah Pemuda 28 Oktober. JAKARTA, KOMPAS.com - Nuansa Indonesia terasa begitu kental saat memasuki lingkungan sekolah. Masih dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda, siang itu, suasana di dalamnya sangat Indonesia. Belum apa-apa, pengunjung yang memasuki area kelas 8-9 SMP HighScope Indonesia sudah disuguhkan makanan khas tradisional Indonesia. Kelas lain memamerkan pariwisata dan kekayaan budaya seperti miniatur Candi Borobudur, rumah adat Bali, tarian tradisional Saman dari Aceh, cerita rakyat dan permainan tradisional Indonesia. Semuanya disajikan dalam Student Exhibition di Sekolah HighScope Indonesia, Senin (29/10/2012). Sebagai rangkaian kegiatan 'Cinta Indonesia', pameran proyek siswa mulai dari TK, SD, SMP dan SMA itu pun menjadi puncak peringatan hari Raya Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus lalu sampai dengan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober kemarin. Bahkan, semangat cinta Indonesia itu pun akan diteruskan di lingkungan sekolah setiap hari Kamis. "Melalui acara ini, kita ingin show-off, menunjukkan kekayaan budaya kita, potensi Indonesia, bahkan sumber daya manusia yang ternyata tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain," kata Kepala SMP HighScope Indonesia, Etika Hia, di sela pameran bertajuk Cinta Indonesia itu. Melalui kegiatan yang kreatif ini, Eka berharap para siswa tergugah rasa cinta dan bangga mengenal negerinya. Para siswa telah dibekali pengetahuan soal nasionalisme oleh pakarpakar khusus anak yang diundang. Siswa kemudian didorong untuk menggali potensi daerah di Indonesia, mempelajari, menikmati, memilikinya, lalu memperkenalkan kembali kepada publik.

"Dari sini, harapan kami, kesadaran anak-anak untuk membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan yang banyak akan tertanam, juga dengan kecintaan mereka terhadap negerinya akan membuat mereka mau kembali dan menyumbang sesuatu untuk Indonesia," kata Eka. "Mereka sendiri yang menggali informasi sesuai minatnya. Mereka juga diajarkan untuk bersinggungan langsung dengan publik, makanya ada proyek seperti ini, mereka yang memamerkannya dengan pemanfaatan teknologi yang mereka pahami, tapi esensi pun tetap dapat mereka tangkap," tuturnya lagi. Lihat saja, para siswa tampak bersukacita membawakan beragam bentuk kebudayaan, mulai dari lagu nasional dan daerah, menari, mendalang sampai mengenalkan produk tradisional Indonesia, seperti kuliner, anyaman dan wayang. Seperti yang dilakukan Citta dan Puja, dua siswi kelas 8-9 C ini memilih untuk menyajikan proyek makanan khas tradisional dari Palembang, yaitu Es Kacang Merah. Melalui proyek wisata boga ini, mereka belajar sejarah dan cara pembuatan minuman tersebut. "Minuman sederhana ini rasanya enak, tapi belum banyak yang mengenalnya. Ini kan salah satu kekayaan Indonesia, makanya kami mencoba menggali dan mempelajarinya, kemudian memperkanalkannya juga," ungkap Citta. Lain lagi dengan Fabian dan teman-temannya dari kelas 8-9 B. Melalui proyek Museum Legenda Indonesia, kelasnya memamerkan ragam cerita rakyat. Mereka pun menuturkan kisah dan tampilan tokoh-tokoh di dalamnya. "Budaya Indonesia itu tidak diketahui anak muda sekarang. Dari cerita rakyat ini, kita jadi tahu pesan sekaligus peninggalan budaya yang dimiliki Indonesia. Biar kita juga tidak terlalu mengekspos budaya luar," katanya. "Kalau aku bangga sama tarian Indonesia, karena Indonesia itu kreatif. Dari gerak tarian itu banyak hal yang bisa kita pelajari," ungkap Salma, siswa kelas 4-5 SD Highscope saat memamerkan proyek tarian Saman dari Aceh. Siswa lainnya ada yang terlibat dalam pembuatan film dokumenter sejarah, tarian tradisional, pementasan wayang, nyanyian tradisional, kegiatan membatik, dan pameran tokoh inspirasi Indonesia berprestasi dan presentasi Cinta Indonesia lainnya. Proyek Cinta Indonesia diharapkan dapat menyadarkan siswa untuk berjuang di era globalisasi dengan tetap memegang teguh nilai nasionalisme dan nilai kearifan lokal nusantara. "Semangatnya supaya menjadikan Indonesia lebih baik ke depan, tidak hanya di dalam negeri tetapi di kancah internasional, cita cita itu diwujudkan dari sekarang. Untuk membangun Indonesia ke depan," tutup Kepala Sekolah Eka.

Penting, Pendidikan Wirausaha Dikenalkan Sejak Dini

Pendidikan kewirausahaan perlu diperkenalkan sejak dini. TERKAIT:


40 Guru Dilatih Ilmu Pengajaran Wirausaha Pentingnya Berwirausaha Sejak Dini UTM-IPM Upaya Jaring Mahasiswa Berkemampuan Wirausaha SMKN 9 Bandung, Mengelola Hotel Sendiri Aghnia Nabila, Wirausahawan Muda yang Inspiratif

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan kewirausahaan perlu diberikan kepada anak-anak. Dengan demikian, pengembangan kemampuan berwirausaha bisa dimulai sejak dini untuk menciptakan generasi muda yang mandiri. Marketing and Customer Director Prasetiya Mulya Businees School, Iwan Kahfi, mengatakan, dalam perkembangannya selama 30 tahun, Sekolah Bisnis Prasetiya Mulya menyadari bahwa pengembangan dunia wirausaha melalui pendidikan ke sekolah-sekolah perlu diupayakan agar anak-anak muda nantinya dapat menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. "Kami berharap kontribusi Prasetiya Mulya dalam menghasilkan pengusaha muda bisa terus membantu roda perekonomian di Indonesia," kata Iwan saat membuka acara Media Gathering di FX Lifestyle Centre, Senayan, Jakarta, Jumat (19/10/2012). Tim sudah mengunjungi sekitar lima sekolah untuk mengampanyekan pendidikan kewirausahaan di kalangan siswa sekolah menengah atas di tiga daerah di Jawa. Pengembangan pendidikan kewirausahaan, termasuk untuk anak-anak dan remaja, dikembangkan lebih lanjut melalui kompetisi menulis tentang pengembangan wirausaha bagi para jurnalis dan masyarakat umum. Kompetisi menulis tentang kontribusi pendidikan kewirausahaan ini dibagi menjadi dua, yaitu kompetisi blogging untuk kalangan masyarakat umum dan kompetisi menulis untuk para jurnalis.

Melalui pendidikan kewirausahaan, Iwan berharap pergerakan roda ekonomi Indonesia bisa terus berjalan dengan baik dengan munculnya orang-orang yang siap bersaing di dunia bisnis.

Anda mungkin juga menyukai