Anda di halaman 1dari 330

BAB PENGANTAR ETIKA PROFESI PNS

Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat: 1. Menjelaskan kedudukan mata kuliah Etika Profesi PNS 2. Menjelaskan urgensi Etika Profesi PNS dalam reformasi birokrasi 3. Menjelaskan rencana perkuliahan Etika Profesi PNS

A. Kedudukan Mata Kuliah Etika Profesi PNS Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik yang dialami oleh negaranegara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Peningkatan kualitas pelayanan publik mutlak diperlukan mengingat kondisi sosial masyarakat yang semakin baik sehingga mampu merespon setiap penyimpangan dalam pelayanan publik melalui gerakan maupun tuntutan dalam media cetak dan elektronik. Apalagi dengan adanya persaingan terutama untuk pelayanan publik yang disediakan swasta membuat sedikit saja pelanggan merasakan ketidakpuasan maka akan segera beralih pada penyedia pelayanan publik yang lain. Hal ini membuat penyedia pelayanan publik swasta harus berlombalomba memberikan pelayanan publik yang terbaik. Ini yang seharusnya ditiru oleh penyedia pelayanan publik pemerintah sehingga masyarakat merasa puas menikmati pelayanan publik tersebut.

Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua

penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, maupun perusahaan pengangkutan. 2. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat

primer adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara sehingga klien/pengguna mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara, dan pelayanan perizinan. 3. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang

sekunder

diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan. Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah) dengan ciri sebagai berikut: 1. Efektif Lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran. 2. Sederhana Prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, dan tidak berbelit-belit. 3. Transparan Adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, persyaratan, dan pejabat yang bertanggung jawab terhadap pelayanan publik tersebut. 4. Efisiensi Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan. 5. Keterbukaan Berarti prosedur/tatacara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang

berkaitan dengan proses pelayanan wajib di informasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak. 6. Ketepatan waktu Kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Cara-cara yang diperlukan untuk memberikan pelayanan publik yang profesional adalah sebagai berikut: 1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya, 2. Memperlakukan pengguna pelayanan sebagai customers, 3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan sesuai dengan yang diinginkan mereka, 4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas, 5. Menyediakan alternatif bila pengguna pelayanan tidak memiliki pilihan lain. Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Penetapan standar pelayanan Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara

pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-

kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya. 2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP) Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal: a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus; b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku; c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan; d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan; e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan; f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan

diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas. 3. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survei kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik;

4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi. Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan. Dalam Undang-undang 43 Tahun 1999 antara lain dinyatakan bahwa sebagai unsur aparatur negara Pegawai Negeri Sipil harus memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional. Ciri- ciri profesional adalah memiliki wawasan yang luas dan dapat memandang masa depan, memiliki Kompetensi di bidangnya, memiliki jiwa berkompetisi/bersaing secara jujur dan sportif, serta menjunjung tinggi etika profesi. Dua kata kunci yaitu Kompetensi dan etika Profesi adalah Basic prerequisite dari profesionalisme yang harus ditetapkan landasan dasarnya dalam rangka pembangunan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil. Kompetensi adalah sebagai tolok ukur seseorang untuk menduduki jabatan tertentu, sedangkan etika profesi unsur aparatur negara. Oleh karena itu untuk dapat membentuk Pegawai Negeri Sipil

yang profesional perlu ditetapkan standar kompetensi jabatan dan kode etik Pegawai Negeri Sipil. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien. Sedangkan pengertian kompetensi adalah persyaratan kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan tugas organisasi. Adapun pengertian kode etik Pegawai Negeri Sipil adalah kewajiban, tanggung jawab, tingkah laku, dan perbuatan sesuai dengan nilai-nilai hakiki profesinya yang dikaitkan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat serta pandangan hidup Bangsa dan Negara Indonesia. Sebagai panduan bagi instansi untuk menyusun standar kompetensi melalui Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 telah ditetapkan Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktur Pegawai Negeri Sipil yang pada akhir tahun 2004 seluruh instansi baik Pusat maupun Daerah telah dapat menyelesaikan standar kompetensi jabatan di setiap wilayahnya. Disamping itu pada saat ini telah dirancang Peraturan Pemerintah mengenai kode etik Pegawai Negeri Sipil yang pada hakikatnya mengatur tentang nilai-nilai perilaku kedinasan Pegawai Negeri Sipil, baik sebagai profesional maupun sebagai aparatur negara. Materi Nilai-nilai Perilaku Kedinasan antara lain: a. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya wajib berusaha

meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan profesionalisme di bidang tugasnya. b. Pegawai Negeri Sipil karena kedudukan atau jabatannya wajib menyimpan informasi resmi negara yang sifatnya rahasia. c. Pegawai Negeri Sipil wajib mentaati dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya segala Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kedinasan yang berlaku. d. Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.

e. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya senantiasa mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka penegakan kode etik dibentuk komisi kehormatan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai fungsi untuk menjabarkan lebih lanjut kode etik Pegawai Negeri Sipil, didalam implementasi penugasannya melakukan pemantauan dan pengendalian perilaku Pegawai Negeri Sipil yang melanggar kode etik serta merekomendasikan pada pejabat pembina kepegawaian dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selanjutnya. Untuk itu pada saat ini sedang disusun Rencana Peraturan Pemerintah tentang Penilaian Pegawai Berbasis Kinerja dengan tujuan untuk : a. Memperoleh gambaran langsung tentang kinerja seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pokoknya; b. Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat kinerja, baik yang berasal dari individu Pegawai Negeri Sipil maupun unit kerja lain atau instansinya, yang dapat digunakan sebagai input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekaligus bagi penyerpurnaan aspek manajemen dan organisasi dari unit kerja atau instansi dimana Pegawai Negeri Sipil itu bekerja. c. Memberikan gambaran tentang kinerja unit kerja dan instansi dimana Pegawai Negeri Sipil tersebut bekerja, dan mencari jalan keluar untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja unit kerja dan instansinya. Penilaian Pegawai Negeri Sipil berbasis kinerja dilaksanakan melalui Pendekatan hasil dan Pendekatan Kualitan. Kedua pendekatan ini dikombinasikan dalam salah satu pendekatan yang disebut dengan Pendekatan Pencapaian Tujuan/Target, artinya penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil, yang didasarkan pada target dan telah disepakati atau ditentukan terlebih dahulu. Adapun standar penilaian kinerja yang digunakan meliputi aspek-aspek sebagai berikut : a. Aspek Kuantitas, menggambarkan kesepakatan tentang jumlah barang yang dihasilkan, atau jumlah pelayanan atau jasa yang diberikan dalam pelaksanaan suatu tugas pokok seorang Pegawai Negeri Sipil pada periode tertentu.

b. Aspek Kualitas, menggambarkan kesempatan tentang mutu barang yang dihasilkan, atau mutu pelayanan/jasa yang diberikan, dalam pelaksanaan suatu tugas pokok seorang Pegawai Negeri Sipil pada periode tertentu. c. Aspek waktu, menggambarkan kesempatan tentang lamanya seoarang Pegawai Negeri Sipil menghasilkan jumlah barang dan pelayanan dengan kualitas yang telah disepakati, dalam pelaksanaan tugas pokoknya. d. Aspek biaya, menggambarkan kesepakatan tentang besarnya anggaran yang digunakan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menghasilkan jumlah barang dan memberikan pelayanan dengan kualitas yang telah ditentukan, dengan pelaksanaan tugas pokoknya. B. Urgensi etika profesi terhadap reformasi birokrasi 1. Reformasi Birokrasi Apa yang terlintas dalam benak kita apabila mendengar kata birokrasi. Pastilah yang terlintas adalah prosedur-prosedur yang berbelit, suap terhadap oknum aparat pemerintah, pelayanan publik yang rumit dan membingungkan, pejabat pemerintah dengan kekayaan yang tidak masuk akal dan pemikiranpemikiran negatif lainnya terhadap instansi dan pejabat pemerintah. Hal itu memang tidak sepenuhnya salah dan memang terjadi di pemerintahan. Pemerintah pun tidak tinggall diam, untuk mewujudkan pemerintahan yang baik pemerintah melakukan reformasi birokrasi terhadap instansi-instansi pemerintahan. Kementerian Keuangan Replubik Indonesia yang pertama kali menjalankan reformasi birokrasi di Indonesia. 2. Pengertian Birokrasi Menurut Max Webber Birokrasi, merupakan pemikiran dari Max Weber (1864-1920) seorang ahli sosiolog Jerman yang menekankan pada kebutuhan akan hierarki yang ditetapkan dengan ketat untuk mengatur peraturan dan wewenang dengan jelas. Menurutnya organisasi ideal pastilah sebuah birokrasi yang aktivitas dan tujuannya dipikirkan secara rasional dan pembagian tugas dari para karyawannya dinyatakan dengan jelas. Weber yakin bahwa kompetensi teknik harus ditekankan dan evaluasi prestasi kerja didasarkan pada keunggulan, organisasi apapun yang mempunyai orientasi pada sasaran yang terdiri dari beberapa ribu individu pasti memerlukan pengendalian seluruh aktivitasnya. Secara pribadi, pegawai ,dan pejabat bebas, tetapi dibatasi oleh jabatannya yang disusun berdasarkan hierarki, keatas, kebawah,

maupun kesamping. Pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi professional, memiliki jenjang karier yang pasti mendahulukan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi dan memperoleh imbalan yang setara. Pengertian Reformasi Birokrasi Reformasi Birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan

pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek berikut : a. Kelembagaan (organisasi) b. Ketatalaksanaan (business process) c. sumber daya manusia aparatur Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem

penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak berjalan dengan baik, harus ditata ulang atau diperbarui. Reformasi Birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, Reformasi Birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu, dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, harus segera diambil langkah langkah yang bersifat mendasar, komprehensif dan sistemik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaruan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner. Disadari sepenuhnya, kondisi birokrasi pemerintahan saat ini masih belum seperti yang dicita-citakan, yang antara lain diindikasikan dengan : a. praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini; b. tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi harapan publik; c. tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas dari birokrasi pemerintahan belum Optimal; d. tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah;

e. tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah; f. tingkat efektifitas pengawasan fungsional dan pengawasan internal dari birokrasi

pemerintahan belum dapat berjalan secara optimal. 3. Fungsi Pelayanan Publik Dalam kerangka Negara demokrasi, ada dua fungsi pokok pemerintahan Negara yang pelaksanaannya diserahkan kepada birokrasi. Kedua fungsi itu adalah fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan publik. Fungsi pengaturan pada dasarnya mengandung tujuan pokok pemeliharaan sistem, yakni mewujudkan ketertiban sosial. Dalam rangka ketertiban sosial ini pemerintah bertanggung jawab untuk menentukan peraturan-peraturan tertentu yang secara hokum mengikat setiap warga Negara. Setiap warga Negara terikat oleh dan harus taat kepada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara yang bersangkutan. Fungsi pelayanan oleh birokrasi mengacu kepada konsepsi negara kesejahteraan, bahwa pemerintahan negara yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan hidup seluruh rakyatnya. Wujud dari usaha peningkatan kesejahteraan ini adalah pelayanan aparatur pemerintah kepada warga negara yang memperlukannya. Oleh sebab itu, birokrasi menyelenggarakan pelayanan umum atau pelayanan publik (public services), dan pelaksananya, yaitu pegawai negeri dikenal sebagai pelayan (abdi) masyarakat (public servants). Berdasarkan pengertian pelayanan umum seperti ini, maka sesungguhnya fungsi pengaturan merupakan bagian dari pelayanan umum, hanya saja dalam menyediakan pelayanan umum dalam konteks pengaturan ini aparatur pemerintah memiliki kewenangan tertentu yang tidak dimiliki oleh komponen lain di dalam masyarakat. Dalam hal ini, birokrasi dipercayai untuk mengemban tanggung jawab untuk membuat kebijakan dan juga melaksanakan kebijakan tersebut. Pejabat birokrasi biasanya disebut dengan birokrat. Di negara demokrasi, birokrat adalah pejabat publik (pemerintahan) yang diangkat, dipertahankan, dan dipromosikan melalui sistem merit (berdasarkan prestasi atau kinerja). Birokrat bukan pejabat publik yang diangkat secara politis, dan mereka mempunyai posisi yang relatif sangat aman. Jadi, birokrat berbeda dengan pejabat publik yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum. Di Indonesia, para menteri adalah pejabat negara (publik) yang berkait erat secara langsung dengan (diangkat oleh) presiden

10

yang dipilih rakyat melalui pemilihan umum. Oleh sebab itu, mereka tidak termasuk sebagai birokrat. Birokrat adalah mereka yang menduduki jabatan eselon I kebawah di kementerian atau lembaga-lembaga non-kementerian. Sesuai dengan Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (UU Nomor 17 Tahun 1974 yang diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999), pegawai negeri yang membentuk pelayanan publik (public service) di Indonesia meliputi pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, dan POLRI, dan pegawai BUMN/D. 4. Pengertian Etika Pelayanan Publik Uraian mengenai birokrasi dan pelayanan publik di muka secara jelas menunjukan pemerintahan kepada kita bahwa administrasi pemerintahan fungsi atau pokok birokrasi berupa publik ini

(disingkat pelayanan

birokrasi) publik

mempunyai (public

penyelenggaraan

service).

Pelayanan

dilaksanakan oleh aparatur pemerintahan yang di Indonesia disebut dengan pegawai negeri. Jadi, pelayanan publik adalah identik dengan birokrasi atau administrasi pemerintahan dan pegawai negeri. Oleh sebab itu, istilah etika pelayanan publik mempunyai pengertian yang sama dan dapat dipertukarkan dengan istilah etika birokrasi atau etika pegawai negeri (khususnya PNS), walaupun tentu saja masingmasing istilah ini dapat memberikan nuansa yang agak berbeda. Etika pelayanan publik merupakan bidang etika terapan atau etika praktis. Dengan demikian, seperti halnya etika bisnis, etikan pelayanan publik tidak berkaitan dengan perumusan standar-standar etika baru, tetapi berkaitan dengan penggunaan atau penerapan standar-standar etika yang telah ada. Tegasnya, etika pelayanan publik berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip atau standar-standar moral dalam menjalankan tanggung jawab peran aparatur birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pelayanan bagi kepentingan publik. Focus utama dalam etika pelayanan publik adalah apakah aparatur pelayanan publik, pegawai negeri, atau birokrasu telah mengambil keputusan dan berperilaku yang dapat dibenarkan dari sudut pandang etika. Karena etika bersangkut paut dengan bagaimana agar manusia mencapai kehidupan yang baik, maka penerapan etika dalam konteks pelayanan publik dimaksudkan agar pelayanan kepada masyarakat oleh aparatur birokrasi benar-benar memenuhi harapan masyarakat tersebut. Sesuai dengan pengertian tersebut, kita dapat mengatakan bahwa beretika dalam konteks pelayanan publik berarti mempertimbangkan cara yang tepat untuk

11

bertindak bagi pegawai negeri sebagai pelayan publik (sehingga biasa disebut dengan abdi negara dan abdi masyarakat) dalam berbagai situasi pelayanan publik. Dengan demikian, etika pelayanan publik harus mencakup prinsip-prinsip, nilai-nilai, standar-standar, atau norma-norma moral (etika) yang harus dijadikan panduan oleh, dan criteria penilaian terhadap aparatur birokrasi atau pegawai negeri dalam menjalankan aktivitasnya di dalam organisasi (internal activities) dan dalam berhubungan dengan pihak-pihak luar, khususnya masyarakat (publik) pengguna layanan birokrasi (external activities). Secara khusus, perhatian pada isu-isu etika dalam pelayanan publik bermuara pada tujuan untuk mewujudkan integeritas dalam pelayanan publik (public service integrity). Integeritas mengacu kepada hubungan yang kuat antara nilai-nilai ideal dan perilaku nyata, dan merupakan syarat pokok bagi pemerintah untuk menyediakan kerangka yang terpercaya dan efektif bagi kehidupan ekonomi dan sosial seluruh warga negara. Pranata dan mekanisme untuk memajukan integritas dipandang sebagai komponen pokok good governance. Dalam konteks pelayanan publik, integritas berarti bahwa: a. Perilaku aparatur pemerintahan (pegawai negeri) sebagai pelayan publik adalah sejalan dengan misi pelayanan publik dari instansi tempat mereka mengabdikan diri. b. Pelaksanaan pelayanan publik sehari-hari dapat diandalkan c. Warga negara memperoleh perlakuan tanpa pandang bulu sesuai dengan ketentuan hukum dan keadilan. d. Prosedur pengambilan keputusan adalah transparansi bagi publik, dan tersedia sarana bagi publik untuk melakukan penyelidikan dan pemberian tanggapan. 5. Relevansi Etika dalam Pelayanan Publik Di sektor manapun, termasuk sektor publik (pemerintahan), ada dua aspek penting yang umumnya diyakini sebagai penentu kinerja prima, yaitu profesionalisme dan etika. Seperti halnya di sektor bisnis, sektor publik juga dituntut untuk mencapai kinerja prima, dengan ukuran-ukuran seperti efisiensi, produktivitas, dan efektivitas, dan pada saat yang sama dituntut untuk senantiasa menjunjung tinggi standar etika, seperti integritas, objektivitas atau imparsialitas, keadilan, dan sebagainya. Dengan perkataan lain, sektor publik, seperti sektor bisnis, dituntut memiliki dua keunggulan, yaitu keunggulan teknis (profesionalisme) dan keunggulan moral (etika). Ada beberapa alasan, baik normatif maupun objektif, yang dapat digunakan untuk

12

menjelaskan relevansi dan makin pentingnya etika dalam birokrasi atau pelayanan publik. a. Etika dan Kehidupan yang Baik Dalam bentuknya yang paling abstrak, etika adalah salah satu cabang filsafat. Etika berkaitan dengan perilaku moral, yaitu produk dari standar moral dan pertimbangan/keputusan moral. Tegasnya, etika berkaitan dengan bagaimana seharusnya kita hidup. Mengambil keputusan tentang bagaimana seharusnya kita hidup adalah fondasi etika. Dengan cara sederhana, kita dapat mengatakan bahwa etika berkenaan dengan bagaimana orang-orang melaksanakan urusan mereka, setiap jam atau setiap hari. Perilaku etis berarti jujur dengan diri sendiri dan dengan orang lain. Etika berkaitan dengan karya, kinerja, atau prestasi, yang di-karya atau kinerja itulah nama kita melekat. Konsep etika tidak lain adalah sejumlah asumsi dasar yang melandasi hampir semua hubungan dan transaksi di dalam masyarakat. Asumsi-asumsi ini meliputi asumsi-asumsi tentang bagaimana kita memperlakukan orang lain; apa hak kita dan apa hak orang lain; kapan hak individual kita berakhir dan kapan hak individual orang lain bermula; bagaimana harta milik individu dan masyarakat seharusnya diperlakukan, dan apa yang merupakan perlakuan yang wajar dan adil bagi semua orang. Dengan demikian, etika dapat diartikan secara luas sebagai keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan kehidupannya. Pernyataan berikut ini mencerminkan pengertian etika ini Bagaimana saya harus membawa diri dan bersikap?. Perbuatan-perbuatan mana yang harus saya kembangkan agar hidup saya sebagai manusia berhasil? Pelayanan publik merupakan bidang kehidupan penting yang ditujukan untuk kebaikan masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam kenyataanya, pelayanan publik mempengaruhi seluruh segi kehidupan warga negara. Oleh sebab itu, sudah selayaknya jika isu-isu atau dimensi etika dimasukkan dalam pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pelayanan publik. b. Kekuasaan birokrasi Dalam menjalankan fungsinya, birokrasi berkewenangan untuk membuat kebijakan dan melaksanakan kebijakan tersebut. Fungsi ini memberikan kekuasaan birokrasi untuk menafsirkan atau menjabarkan suatu kebijakan ke dalam kegiatan,

13

program atau proyek, yang pada gilirannya mempengaruhi kepentingan dan pelayanan publik. Dalam konteks ini, timbul pertanyaan apakah birokrasi

menjalankan kekuasaan atau kewenangannya tersebut dengan benar, apakah birokrasi tidak menyelewengkan kewenangannya tersebut demi kepentingan selain kepentingan masyarakat. Etika diperlukan sebagai panduan dalam pengambilan keputusan dan sekaligus sebagai kriteria untuk menilai baik atau buruknya suatu keputusan tersebut. c. Kewibawaan Pemerintah Dimana pun, pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan dambaan penyelenggara pemerintahan sendiri dan masyarakat secara umum. Kebersihan dan kewibawaan ini pada dasarnya hanya dapat diperoleh jika birokrasi dan pelaksananya bebas dari perilaku negatif atau tercela. Secara kategoris, dimana pun tidak ada pemerintah yang secara resmi menyutujui tindakan dan keputusan yang buruk/tercela para anggotanya. Sementara itu, makin disadari bahwa sumber kewibawaan birokrasi dan aparaturnya bukanlah kekuasaan yang mereka miliki, melainkan kualitas pengabdian mereka kepada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Dengan perkataan lain, kecintaan rakyat, bukan oleh ketakutan rakyat. Kewibawaan pemerintah tersebut semakin besar jika dalam menjalankan fungsinya, aparatur pemerintahan berpegang teguh pada profesionalisme dan standar moral yang tinggi, seperti cermat, cepat, ramah, berkeadilan, objektif, transparan, dan manusiawi. d. Hak dan Kepatuhan Warga Negara Setiap warga negara berhak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah. Walaupun pelayanan umum dapat disediakan oleh komponen masyarakat selain pemerintah, pemerintahlah yang bertanggung jawab terhadap terselenggaranya pelayanan umum tersebut. Dalam hubungan ini, setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh pelayanan dari negara. Hak ini makin nyata karena negara berkewenangan dalam pengaturan dan pengaturan ini menyebabkan setiap warga negara berkewajiban untuk mematuhinya. Sebagai warga negara, setiap individu tidak bisa menghindar untuk meminta pelayanan ketika memiliki kepentingan tertentu. Senagai contoh, pemerintah mengatur bahwa setiap warga negara yang akan mendirikan bangunan wajib memiliki Ijin Mendirikan Bangungan (IMB). Jadi ketika, kita akan membangun sebuah rumah, kita berkewajiban untuk memperoleh

14

IMB dari pemerintah. Contoh lain, setiap warga negara yang telah mencapai umur tertentu wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), sehingga ketika mencapai umur yang ditentukan, seorang warga negara harus berurusan dengan birokrasi untuk memperoleh layanan KTP. Ini berarti pemerintah hatus menyediakan pelayanan IMB, KTP, SIM, keamanan dan sejenisnya, dan kita berhak mendapatkan pelayanan itu ketika kita membutuhkannya. Sudah barang tentu, setiap warga masyarakat mengharapkan akan memperoleh pelayanan dari birokrasi dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan pengorbanan yang mereka lakukan. Etika diperlukan untuk memandu dan menjadi kriteria apakah birokrasi telah menjalankan fungsi pelayanannya sesuai dengan standar teknis dan etis sebagaimana diharapkan oleh warga negara. e. Celah Harapan Masyarakat Sudah menjadi rahasia umum bahwa kinerja pelayanan publik oleh birokrasi kita masih buruk, bahkan sering dikatakan sebagai sangat buruk dan ditinjau dari kriteria pelayanan yang bermutu, tidak satu pun dari kriteria tersebut dapat dipenuhi oleh birokrasi kita. Anekdot-anekdot seperti Kasih amplop (uang) urusan beres, Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah atau Kalau bisa lama kenapa dipercepat dan sejenisnya sering dilontarkan untuk menyebut kualitas atau kinerja pelayanan publik oleh birokrasi. Isu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) adalah sangat khas yang lazim dikaitkan dengan birokrasi kita. Buruknya kinerja pelayanan publik ini telah menyebabkan sangat rendahnya kepercayaan masyarakat kepada birokrasi, bahkan terhadap pemerintah secara umum. Ini tampak dari tanggapan yang cenderung negatif terhadap sejumlah inisiatif pemerintah (perhatikan, misalnya, proyek busway dan perpanjangan waktu three in one oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta). Sementara itu, selain mengetahui betapa buruknya kinerja birokrasi, masyarakat semakin menyadari dan semakin berani menuntut hak-haknya untuk memperoleh pelayanan yang sesuai. Pada saat ini, masyarakat semakin berani untuk menggunakan hak-hak hukumnya menuntut pertanggung jawaban birokrasi ketika merasa dirugikan atau dilanggar hak-haknya dalam memperoleh pelayanan yang layak dari birokrasi. Semakin hari, semakin kencang tuntutan agar birokrasi efisien dan menghasilkan pelayanan prima (excellent services). Perkembangan kinerja pelayanan yang diperlukan untuk menghindari atau meiadakan risiko tuntutan

15

ini hanya dapat dicapai melalui peningkatan profesionalisme, yaitu peningkatan sarana-prasarana pelayanan dan kompetensi teknis dalam pelayanan yang dilandasi oleh kesadaran dan komitmen terhadap norma-norma moral. Seperti di negara-negara lain, masyarakat kita juga menuntut birokrasi untuk berperilaku etis (dengan standar tinggi) dalam memberikan pelayanan. Pelayanan publik sering dinyatakan sebagai kepercayaan publik (public service is a public trust). Warga negara mengharapkan para abdi negara melayani kepentingan mereka secara berkeadilan dan mengelola sumber daya publik sebaik-baiknya. Pelayanan publik yang adil (fair) dan dapat diandalkan melahirkan kepercayaan publik dan menciptakan suatu lingkungan yang menguntungkan bagi bisnis dan bidang-bidang kehidupan lain umumnya, sehingga memberikan sumbangan kepada berfungsinya pasar dengan baik dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. f. Reformasi Penyelenggaraan Pemerintahan Pegawai negeri (khususnya Pegawai Negeri Sipil) melaksanakan tugas mereka dalam lingkungan yang berubah cepat, dengan sumber daya yang makin terbatas, tuntutan yang meningkat dari warga negara dan pengawasan yang makin besar dari masyarakat. Ditambah dengan kenyataan mengenai buruknya kinerja pelayanan publik, tekanan-tekanan dari arus globalisasi, kemajuan teknologi, demokratisasi, dan penerapan prinsip-prinsip good governance, PNS dituntut untuk menjalankan urusan-urusan pemerintah dengan cara-cara baru yang efektif dan lebih kompleks. Dengan perkataan lain, agar dapat memenuhi tuntutan yang makin berkembang ini, pemerintah harus melakukan reformasi di berbagai bidang administrasinya. Di Indonesia sendiri ada sejumlah inisiatif yang telah dikembangkan dan dilaksanakan, diantaranya, desentralisasi dan otonomi penyelenggaraan pemerintah daerah, penilaian kinerja instansi sesuai dengan kriteria standar pelayanan minimum, dan manajemen berbasis kinerja. Akan tetapi, reformasi ini menimbulkan dampak ikutan terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang selama ini hidup dan dianut di lingkungan birokrasi (pelayanan publik). Nilai-nilai baru yang diadopsi, seperti penakanan pada kinerja, produktivitas, efisiensi, dan efektivitas, secara signifikan berbenturan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang secara tradisional berlaku. Dalam situasi seperti ini, peluang terjadinya perilaku menyimpang sangat besar. Sebagaimana telah banyak diungkapkan oleh sejumlah pihak, otonomi daerah di negara ditengarai telah berhasil memperluas wilayah dan memperbesar

16

jumlah pelaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di dalam birokrasi. Panduan etika, sesuai dengan tuntutan lingkungan yang baru, sangat diperlukan untuk memperjelas harapan dan tuntutan terhadap aparat birokrasi, termasuk laranganlarangan yang harus dipatuhi. Dengan perkataan lain, diperlukan penyesuaianpenyesuaian infrastruktur etika untuk membangun iklim etis yang dapat menjamin keunggulan dalam pelayanan publik dan menjamin terwujudnya misi pelayanan publik. Secara ringkas, relevansi dan makin pentingnya etika dalam pelayanan publik adalah karena fakta bahwa warga negara telah mempercayakan sumber daya publik kepada birokrasi. Pejabat pemerintahan, aparatur birokrasi atau pegawai negeri telah dianggap sebagai pengelola sumber daya dan penjaga kepercayaan khusus yang diamanatkan oleh warga negara. Selain itu, aparatur birokrasi menetapkan juga kebijakan dan mengimplementasikannya, kebijakan dan implementasinya ini mempengaruhi semua bidang kehidupan warga negara. Oleh sebab itu, rakyat, warga negara mengharapkan aparatur birokrasi benar-benar menjadi abdi negara dan abdi masyarakat, menempatakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, mengelola sumber daya publik yang tela dipercayakan secara professional dan menjunjung tinggi standar etika. 6. Sumber-sumber Nilai-nilai Etika Pelayanan Publik Dalam konteks pelaksanaan tugas sebagai aparatur pemerintah yang melaksanakan pelayanan publik, nilai-nilai tertinggi yang seharusnya diacu oleh aparatur pelayanan publik (birokrasi) di Indonesia adalah nilai-niali yang bersumber dari konstitusi (UUD 1945), falsafah negara (Pancasila), dan aturan-aturan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai acuan perilaku seluruh aparatur pemerintahan yang diantaranya adalah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (tentang Pokok-pokok Kepegawaian), dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (tentang Peraturan Disiplin PNS). Untuk unit-unit organisasi tertentu, kode etik atau aturan perilaku yang lebih khusus ditetapkan sesuai dengan sifat dan lingkup atau kekhususan tugas unit yang bersangkutan. Sudah barang tentu, karena tergabung dalam wadah KORPRI, maka PNS terikat juga dengan Panca Prasetya KORPRI, sehingga Panca Prasetya KORPRI dapat dipandang sebagai panduan nilai-nilai bagi PNS dalam berperilaku.

17

Perlu diingat, bahwa seorang PNS mungkin juga merupakan anggota suatu profesi. Misalnya, seorang akuntan yang menjadi PNS adalah juga sebagai anggota Ikatan Akuntan Indonesia. Akuntan PNS ini seharusnya tunduk pula pada kode etik dan aturan perilaku yang berlaku di lingkungan profesi akuntansi. Jadi, pada saat yang bersamaan seorang PNS, di samping berperan sebagai pribadi, anggota masyarakat umum, juga berperan sebagai aparatur birokrasi, dan sebagai anggota profesi akuntansi. Dengan demikian, PNS tersebut pada dasarna memiliki tiga sumber acuan etika, yaitu nilai-nilai dan standar etika yang berlaku di masyarakat umum, di lingkungan birokraasi, dan di lingkungan profesi akuntansi. C. Rencana perkuliahan etika profesi PNS Mata kuliah ini menjelaskan tentang pengertian etika, memahami teori-teori etika, pengertian etika profesi, pengertian dan hakekat profesi, pengertian pelayanan publik, etika dan disiplin PNS, hukuman disiplin PNS serta kode etik Kementerian Keuangan. Tujuan umum mata kuliah Etika Profesi Pns ini adalah memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai yang tepat atas penerapan standar etika dalam profesi sebagai PNS. Dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat: 1. Meningkatkan kesadaran dan kepekaan terhadap etika profesi PNS dan konsepkonsep yang menyertainya. 2. Meningkatkan kemampuan dalam memecahkan dilema etis di tempat kerja dan di luar tempat kerja. 3. Meningkatkan kesadaran untuk mempraktekkan kode etik yang berlaku di tempat kerja. Mata kuliah Etika Profesi PNS terdiri dari enam belas bab, yaitu: 1. Kuliah Umum I (Pengantar Etika Profesi PNS). Bab ini akan memperlajari: a. Kedudukan mata kuliah Etika Profesi PNS b. Urgensi Etika Profesi PNS dalam reformasi birokrasi c. Rencana perkuliahan Etika Profesi PNS Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah perkuliahan mahasiswa dapat memahami pentingnya mata kuliah Etika Profesi PNS dan gambaran umum tentang pokok-pokok bahasan yang akan disampaikan dalam mata kuliah Etika Profesi PNS. 2. Teori dan Konsep Etika I. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian Etika

18

b. Teori-Teori Etika (Teleologi, Deontologi, Etika Keutamaan) c. Konsep hak, kewajiban, keadilan dan kepedulian Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah memperlajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami teori dan konsep etika. 3. Teori dan Konsep Etika II . Bab ini akan mempelajari: a. Perbedaan etika dan etiket b. Pengertian nilai c. Pengertian norma Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah memperlajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami perbedaan etika dengan etiket serta pengertian nilai dan norma. 4. Etika Profesi. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian profesi dan etika profesi b. Urgensi etika profesi c. Prinsip-prinsip etika profesi Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini

mahasiswa memahami pengertian, urgensi dan prinsip-prinsip etika profesi. 5. Etika Bisnis. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian etika bisnis b. Prinsip-prinsip etika bisnis c. Isu-isu umum etika bisnis Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika bisnis agar dapat menjalankan tugasnya. 6. Etika Kepemimpinan. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian etika kepemimpinan b. Urgensi etika kepemimpinan c. Karakter-karakter utama dalam etika kepemimpinan Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika kepemimpinan agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai PNS. 7. Etika Pelayanan Publik. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian pelayanan publik

19

b. Prinsip-prinsip etika pelayanan publik c. Netralitas PNS Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika pelayanan publik. 8. Etika Kerja. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian etika kerja b. Perbedaan etika kerja dan etika profesi c. Berbagai etika kerja PNS Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami beberapa hal tentang etika kerja. 9. Pokok-Pokok Kepegawaian. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian PNS b. Hak dan kewajiban PNS c. Pembinaan dan jabatan PNS Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami hak dan kewajiban sebagai PNS serta pembinaan dan jabatan-jabatan dalam PNS. 10. Disiplin PNS. Bab ini akan mempelajari: a. Urgensi disiplin PNS b. Larangan-Larangan bagi PNS c. Tingkat dan jenis hukuman PNS Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami tentang aturan-aturan disiplin sebagai PNS. 1. Pengertian Korupsi, Prinsip-Prinsip Anti Korupsi dan Faktor Penyebabnya. Bab ini akan mempelajari: a. Definisi korupsi dan bahayanya b. Prinsip-prinsip anti korupsi c. Faktor penyebab korupsi dan solusinya Tujuan yang ingin dicapai yaitu mahasiswa memahami definisi dan prinsipprinsip anti korupsi serta memahami penyebab terjadinya korupsi. 11. Aturan tentang Anti Korupsi. Bab ini akan mempelajari: a. Berbagai peraturan tentang anti korupsi b. Jenis-jenis korupsi dan sangsinya

20

c. Membentuk karakter anti korupsi Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami aturan-aturan tentang anti korupsi. 12. Jiwa Korps dan Kode Etik. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian dan pembinaan jiwa korps b. Pengertian dan sumber kode etik c. Pengertian dan Aturan Kode Etik PNS Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami urgensi pembentukan jiwa korps PNS dan pembentukan aturan kode etik PNS. 13. Kode Etik Kementerian Keuangan. Bab ini akan mempelajari: a. Pengertian, tugas dan tanggung jawab kementerian Keuangan b. Tugas Pokok dan Fungsi Eselon I Kementerian keuangan c. Aturan Kode Etik Kementerian Keuangan Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami tentang Kode Etik Kementerian Keuangan. 14. Kode Etik pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan. Bab ini akan mempelajari: a. Kode Etik Profesi Akuntan b. Kode Etik Profesi Anggaran c. Kode Etik Profesi Pajak d. Kode Etik Profesi Bea Cukai e. Kode Etik Profesi PPLN f. Kode Etik Profesi Perbendaharaan Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami Kode Etik pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan sesuai dengan spesialisasinya. 15. Kuliah Umum II (Membangun Etos Pribadi). Bab ini akan mempelajari: a. Urgensi memiliki etos pribadi b. Faktor-faktor pendorong perilaku tidak etis c. Cara membentuk etos pribadi Tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami cara membangun etos pribadi.

21

Perlu dikemukakan disini bahwa uraian dalam modul ini mengutamakan penekanan praktis yang terutama ditujukan untuk memicu kesadaran dan pemahaman mahasiswa mengenai isu-isu penting yang dapat dijumpai dalam perjalanan karir seorang professional di bidang akuntansi. Selanjutnya, pada akhir modul ini diberikan beberapa contoh soal/kasus yang dapat digunakan untuk diskusi dalam rangka melatih kepekaan dan pemahaman mahasiswa akan isu-isu etis di lingkungan profesi. Untuk memperkaya wawasan mahasiswa, peristiwa-peristiwa sehari-hari yang diliput oleh media massa, misalnya dapat digunakan sebagai tambahan bahan diskusi sesuai dengan pokok

bahasannya. Hal ini membantu mahasiswa dalam menumbuhkan kesadaran dan kepekaan etis yang diperlukan saat-saat ini, sebagai kelompok intelektual.

22

RANGKUMAN

Pengantar etika profesi PNS memperkenalkan etika profesi PNS tersebut, dan sedikit menjelaskan mengenai implikasi dan aplikasi etika profesi PNS pada profesi birokrat. Bab ini menjelaskan bahwa birokrat perlu menjunjung tinggi etika profesi dalam menjalankan tupoksi utamanya yaitu pelayanan publik. Tujuan dituliskannya makalah ini adalah agar kita dapat: 1. Mengetahui tentang peranan dan kebijakan pelayanan publik. 2. Mengetahui etika pelayanan publik. 3. Mengetahui permasalahan pelayanan publik di Indonesia. 4. Mengetahui solusi dari permasalahan pelayanan publik di Indonesia. 5. Mengetahui contoh-contoh pelayanan publik dalam kehidupan sehari-hari. Di sektor manapun, termasuk sektor publik (pemerintahan), ada dua aspek penting yang umumnya diyakini sebagai penentu kinerja prima, yaitu profesionalisme dan etika. Seperti halnya di sektor bisnis, sektor publik juga dituntut untuk mencapai kinerja prima, dengan ukuran-ukuran seperti efisiensi, produktivitas, dan efektivitas, dan pada saat yang sama dituntut untuk senantiasa menjunjung tinggi standar etika, seperti integritas, objektivitas atau imparsialitas, keadilan, dan sebagainya. Dengan perkataan lain, sektor publik, seperti sektor bisnis, dituntut memiliki dua keunggulan, yaitu keunggulan teknis (profesionalisme) dan keunggulan moral (etika). Ada beberapa alasan, baik normatif maupun objektif, yang dapat digunakan untuk menjelaskan relevansi dan makin pentingnya etika dalam birokrasi atau pelayanan publik. Secara ringkas, relevansi dan makin pentingnya etika dalam pelayanan publik adalah karena fakta bahwa warga negara telah mempercayakan sumber daya publik kepada birokrasi. Pejabat pemerintahan, aparatur birokrasi atau pegawai negeri telah dianggap sebagai pengelola sumber daya dan penjaga kepercayaan khusus yang diamanatkan oleh warga negara. Selain itu, aparatur birokrasi menetapkan juga kebijakan dan mengimplementasikannya, kebijakan dan implementasinya ini mempengaruhi semua bidang kehidupan warga negara. Oleh sebab itu, rakyat, warga negara mengharapkan aparatur birokrasi benar-benar menjadi abdi negara dan abdi masyarakat, menempatakan kepentingan publik di atas kepentingan

23

pribadi, mengelola sumber daya publik yang tela dipercayakan secara profesional dan menjunjung tinggi standar etika. Mata kuliah ini menjelaskan tentang pengertian etika, memahami teori-teori etika, pengertian etika profesi, pengertian dan hakekat profesi, pengertian pelayanan publik, etika dan disiplin PNS, hukuman disiplin PNS serta kode etik Kementerian Keuangan. Tujuan umum mata kuliah Etika Profesi PNS ini adalah memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai yang tepat atas penerapan standar etika dalam profesi sebagai PNS. Dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat: 1. Meningkatkan kesadaran dan kepekaan terhadap etika profesi PNS dan konsepkonsep yang menyertainya. 2. Meningkatkan kemampuan dalam memecahkan dilema etis di tempat kerja dan di luar tempat kerja. 3. Meningkatkan kesadaran untuk mempraktekkan kode etik yang berlaku di tempat kerja.

LATIHAN 1. Apakah pelayanan kepada publik perlu ditingkatkan? jelaskan 2. Sebutkan tiga jenis pelayanan publik berdasarkan organisasi yang

menyelenggarakannya 3. Sebutkan ciri-ciri pelayanan publik yang profesional 4. Mengapa diperlukan adanya standard operating procedures (sop)? 5. Apa yang dimaksud dengan kompetensi pns? 6. Jelaskan definisi dari kode etik pns 7. Sebutkan aspek-aspek dalam standar penilaian kinerja 8. Jelaskan pengertian birokrasi menurut max weber 9. Jelaskan pengertian reformasi birokrasi secara umum 10. Terdapat dua fungsi pokok pemerintahan negara yang pelaksanaannya diserahkan kepada birokrasi. Sebutkan dan jelaskan kedua fungsi tersebut 11. Jelaskan pengertian integritas dalam konteks pelayanan publik 12. Jelaskan secara ringkas relevansi pentingnya etika dalam pelayanan publik

24

BAB

TEORI DAN KONSEP ETIKA I _____________________________________________________


Tujuan Instruksional Khusus :

Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa memahami Pengertian Etika, Teori-Teori Etika (Teleologi, Deontologi, Etika Keutamaan), Konsep hak, kewajiban, keadilan dan kepedulian

___

A. Pengertian Etika Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, ethikos, berarti timbul dari kebiasaan. Etika memiliki banyak makna antara lain: 1. Semangat khas kelompok tertentu, misalnya ethos kerja, kode etik kelompok profesi. 2. Norma-norma yang dianut oleh kelompok, golongan masyarakat tertentu mengenai perbuatan yang baik dan benar. 3. Studi tentang prinsip-prinsip perilaku baik dan benar sebagai falsafat moral. Etika sebagai refleksi kritis dan rasional tentang norma-norma yang terwujud dalam perilaku hidup manusia. 4. Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Etika juga memiliki pengertian arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari istilah itu. 1. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. 2. Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. 3. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan (ekspektasi) profesi dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa

25

profesi secara wajar, jujur, adil, profesional, dan terhormat. 4. Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemrintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit. 5. Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersama dan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu. Menurut K. Bertens, etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting. Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam pengajaran etika bisnis, yaitu : 1. Menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis. Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius. 2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pebisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Dalam etika sebagai ilmu, bukan hanya penting adanya norma-norma moral, tidak kalah penting adalah alasan bagi berlakunya norma-norma itu. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis. 3. Membantu pebisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat didalam profesinya (kelak). Hal ketiga ini memunculkan pertanyaan, apakah studi etika ini menjamin seseorang akan menjadi etis juga? Jawabnya, sekurang-kurangnya meliputi dua sisi

26

berikut, yaitu disatu pihak, harus dikatakan: etika mengikat tetapi tidak memaksa. Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etika bisnis boleh diharapkan juga mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis. Untuk melengkapi tentang etika, perlu juga ditambahkan tentang apa yang sebenarnya bukan etika (What ethics is not). Salah seorang tokoh etika, Peter Singer menerangkan sebagai berikut: 1. Etika bukan seperangkat larangan khusus yang hanya berhubungan dengan perilaku seksual. 2. Etika bukan sistem yang ideal, luhur dan baik dalam teori, namun tidak ada gunanya dalam praktek. Agaknya, penilaian demikianlah yang apriori diberikan oleh masyarakat jika ada kasus kejadian klinis. 3. Etika bukan sesuatu yang hanya dapat dimengerti dalam konteks agama. Ini tentulah pemikiran sekuler. Menurut ajaran agama, sesuatu yang secara moral 'baik' adalah sesuatu yang sangat disetujui dan disenangi Tuhan. Sedangkan Singer berpendapat (sama dengan Plato 2000 tahun sebelumnya), suatu perbuatan manusia adalah baik karena disetujui Tuhan, bukan sebaliknya karena disetujui Tuhan perbuatan itu menjadi baik. Kontradiksi pendapat tentang ini sudah berlangsung berabad-abad, dan mungkin akan berlangsung terus. 4. Etika bukan sesuatu yang relatif atau subjektif. Sangkalan Singer terhadap anggapan keempat ini tidak dijelaskan lebih lanjut disini, karena elaborasinya dari sudut historis dan falsafah yang panjang dan rumit. B. Tiga Bagian Utama Etika Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika). 1. Meta-Etika (Studi Konsep Etika). Meta-Etika sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa. Dalam meta-etika, tindakan atau peristiwa yang dibahas dipelajari berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuatnya. Sebagai contoh,"Seorang anak menendang bola hingga kaca jendela pecah." Secara meta-etis, baik-buruknya tindakan tersebut harus dilihat menurut sudut pandang yang netral. Pertama, dari sudut pandang si anak, bukanlah suatu kesalahan apabila ia menendang bola ketika sedang bermain, karena memang

27

dunianya (dunia anak-anak) memang salah satunya adalah bermain, apalagi ia tidak sengaja melakukannya. Akan tetapi kalau dilihat dari pihak pemilik jendela, tentu ia akan mendefinisikan hal ini sebagai kesalahan yang telah dibuat oleh si anak. Si pemilik jendela berasumsi demikian karena ia merasa dirinya telah dirugikan. Bagaimanapun juga hal-hal seperti ini tidak akan pernah menemui kejelasannya hingga salah satu pihak terpaksa kalah atau mungkin masalah menjadi berlarut-larut. Mungkin juga kedua pihak dapat saling memberi maklum. Menyikapi persoalan-persoalan yang semacam inilah, maka meta-etika dijadikan bekal awal dalam mempertimbangkan suatu masalah, sebelum penetapan hasil pertimbangan dibuat. 2. Etika Normatif (Studi Penentuan Nilai Etika). Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. 3. Etika Terapan (Studi Penggunaan Nilai-Nilai Etika). Etika terapan memberi pemahaman tentang spektrum bidang terapan etika sekaligus menunjukkan bahwa etika merupakan pengetahuan praktis. Berbagai bidang terapan di antaranya adalah bidang kesehatan, tanggung-jawab sosial perusahaan atau yang biasa dikenal dengan istilah Inggris Corporate Social Responsibility (CSR), pengolahan tanah, dan masih banyak lainnya. C. Sejarah Etika Etika termasuk dalam ruang lingkup sejarah peradaban dan etnologi. Sejarah etika menekankan pada berbagai sistem filosofis yang dalam perjalanan waktu telah dielaborasi dengan mengacu pada tatanan moral. Oleh karena itu, pendapat yang dikemukakan oleh orang-orang bijak zaman dahulu, seperti Pythagoras (582-500 SM), Heraclitus (535-475 SM), Konfusius (558-479 SM), nyaris milik sejarah etika, karena, meskipun mereka mengusulkan berbagai kebenaran moral dan prinsipprinsip, mereka melakukannya dengan cara yang dogmatis, tidak secara filosofissistematis. Istilah etika pertama kali dipakai oleh orang Yunani, yaitu dalam pengajaran Socrates (470-399 SM).

28

1.

Etika filosof Yunani Kuno: Socrates, Plato, Aristoteles. Menurut Sokrates, objek utama dari aktivitas manusia adalah kebahagiaan,

dan sarana yang diperlukan untuk mencapainya adalah kebajikan. Karena semua orang selalu mencari kebahagiaan, tidak ada orang yang sengaja korup. Segala kejahatan muncul dari kebodohan, dan kebajikan adalah kehati-hatian. Oleh karena itu kebajikan bisa diberikan lewat instruksi. Murid Socrates, Plato (427-347 SM) menyatakan bahwa summum bonum terdiri atas imitasi sempurna dari Tuhan, baik yang mutlak, tiruan yang tidak dapat diwujudkan sepenuhnya dalam hidup ini. Kebajikan memungkinkan manusia untuk memerintah sesuai keinginannya, karena ia harus benar, sesuai dengan perintah akal budi, dan dengan bertindak demikian ia menjadi seperti Tuhan. Tetapi Plato berbeda dari Socrates, ia tidak menganggap kebajikan terdiri dari kebijaksanaan saja, tetapi juga keadilan, kesederhanaan, dan ketabahan. Kebajikan merupakan harmoni yang tepat dari kegiatan manusia. Aristoteles (384-322 SM), harus dianggap sebagai pendiri nyata etika sistematis. Dengan karakteristik ketajaman ia membahas etika dan politik. Sebagian besar masalah yang menyangkut etika itu sendiri. Tidak seperti Plato, yang mulai dengan ide-ide sebagai dasar pengamatan, Aristoteles lebih memilih untuk mengambil fakta-fakta pengalaman sebagai titik awalnya, menganalisis secara akurat, dan berusaha untuk melacak penyebab tertinggi dan utama. Dia berangkat dari titik bahwa semua orang cenderung untuk kebahagiaan sebagai objek akhir dari semua usaha mereka, sebagai kebaikan tertinggi, yang dicari demi dirinya sendiri, dan semua barang lainnya hanya berfungsi sebagai sarana. Kebahagiaan ini tidak terdapat dalam barang-barang eksternal, tetapi hanya dalam aktivitas yang tepat untuk sifat manusia. Kegiatan ini harus dilaksanakan dalam kehidupan yang sempurna dan abadi. Kesenangan tertinggi secara alami terikat dengan kegiatan ini, tetapi untuk membentuk kebahagiaan yang sempurna, barang-barang eksternal juga harus ada. Kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai melalui usaha sendiri. Dengan penetrasi yang tajam dari Aristoteles dan hasil penyelidikan kebajikan intelektual dan moral, teorinya dianggap benar oleh sebagian besar orang. Satu-satunya yang kurang adalah bahwa visinya tidak menembus melampaui kehidupan duniawi ini, dan bahwa ia tidak pernah melihat dengan jelas hubungan manusia dengan Tuhan.

29

2.

Etika Filosof Yunani dan Romawi: Hedonisme, Epicurus, Sinis, Stoicisme,

Skeptis. Sebuah gilirannya etika lebih hedonistik (edone, "kenikmatan") dimulai dengan Democritus (460-370 SM), yang menganggap disposisi gembira dan ceria sebagai kebaikan dan kebahagiaan tertinggi manusia. Sensualisme murni atau Hedonisme pertama kali diajarkan oleh Aristippus dari Kirene (435-354 SM), menurut kesenangan adalah akhir dari kebaikan tertinggi usaha manusia. Epicurus (341-270 SM) berbeda dari Aristippus dalam prinsip bahwa jumlah total terbesar yang mungkin dari kenikmatan spiritual dan sensual adalah hal yang tertinggi yang dapat dicapai manusia. Kebajikan adalah norma direktif yang tepat dalam attainment akhir ini. Para Sinis, Antisthenes (444-369 SM) dan Diogenes dari Sinope (414-324 SM), mengajarkan kebalikan dari Hedonisme, yaitu bahwa kebajikan saja sudah cukup untuk kebahagiaan, bahwa kesenangan adalah kejahatan, dan bahwa manusia benar-benar bijaksana atas hukum manusia. Ajaran ini segera berubah menjadi kesombongan dan penghinaan terbuka untuk hukum dan untuk sisa manusia (Sinisme). Kaum Stoa, Zeno (336-264 SM) dan murid-muridnya, Cleanthes, Chrysippus, dan lain-lain, berusaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan pandangan Antisthenes. Kebajikan, menurut mereka, dalam hidup manusia sesuai dengan perintah rasional, dan, seperti alam setiap individu seseorang hanyalah bagian dari tatanan alam keseluruhan. oleh karena itu, kebajikan adalah perjanjian yang harmonis dengan Tuhan, yang membentuk keseluruhan alam. Seperti apakah hubungan Tuhan dengan dunia dalam pandangan mereka, panteistik atau rasa teistik, tidak seluruhnya jelas. Stoa Romawi, Seneca (4 SM - AD 65), Epictetus (lahir sekitar tahun 50), dan Kaisar Marcus Aurelius (AD 121-180). Cicero (106-43 SM) menguraikan tidak ada sistem filsafat baru miliknya sendiri, tetapi memilih pandangan-pandangan tertentu dari berbagai sistem filsafat Yunani yang tampaknya terbaik menurutnya. Dia menyatakan bahwa kebaikan moral, yang merupakan objek umum dari semua kebajikan, ada di dalam manusia sebagai makhluk rasional yang berbeda dari makhluk buas. Tindakan sering baik atau buruk, adil atau tidak adil, bukan karena institusi atau kebiasaan manusia, tetapi sifat mereka. Cicero memberikan sebuah eksposisi lengkap dari kebajikan kardinal dan kewajiban terhubung dengan mereka. Ia bersikeras terutama pada devosi kepada dewa-dewa, yang tanpanya masyarakat

30

manusia tidak bisa ada. Sistem etika Yunani dan Romawi berjalan atas kecenderungan skeptis, yang menolak hukum moral alam, dasar seluruh tatanan moral pada kebiasaan atau kesewenang-wenangan manusia, dan membebaskan orang bijak dari ketaatan pada ajaran biasa dari tatanan moral. Kecenderungan ini dilanjutkan oleh kaum Sofis. 3. Etika: Sejarah Moralitas Kristen. Paganisme kuno tidak pernah memiliki konsep yang jelas dan pasti tentang hubungan antara Tuhan dan dunia, kesatuan umat manusia, nasib manusia, serta sifat dan makna dari hukum moral. Kristen menjelaskan penuh pertanyaan ini dan pertanyaan lain yang sejenis. Seperti Santo Paulus mengajarkan (Roma, ii, 24 persegi), Tuhan telah menulis hukum moral di hati semua orang, bahkan yang berada di luar pengaruh Wahyu Kristen; hukum ini memanifestasikan dirinya dalam hati nurani setiap orang dan adalah norma yang menurut seluruh umat manusia akan dinilai pada hari perhitungan. Corse ini segera diadopsi dalam periode awal, seperti Yustinus Martir, Irenaeus, Tertullian, Clement dari Alexandria, Origenes, Ambrosius, Hieronimus, dan Agustinus. Mereka yang mengeksposisi dan membela kebenaran Kristen,

memanfaatkan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh para filsuf pagan. Hal ini terutama berlaku St Agustinus, yang melanjutkan untuk benar-benar

mengembangkan sepanjang garis filosofis dan untuk menetapkan dengan tegas sebagian besar kebenaran moralitas Kristen. Hukum abadi (lex aterna), jenis asli dan sumber dari segala hukum temporal, hukum alam, hati nurani, tujuan akhir manusia, kebajikan kardinal, dosa, pernikahan, dll diperlakukan oleh dia di paling jelas dan tajam cara. 4. Etika: Sejarah Filsafat Abad Pertengahan Etika. Sebuah garis tajam pemisahan antara filsafat dan teologi, dan khususnya antara etika dan teologi moral, pertama kali bertemu dengan dalam karya-karya terpelajar besar Abad Pertengahan, khususnya Albert (1193-1280) Besar, Thomas Aquinas (1225 -1274), Bonaventura (1221-1274), dan Duns Scotus (1274-1308). Pada fondasi diletakkan filsuf dan teolog Katolik yang berhasil terus membangun. Abad keenam belas ditandai dengan kebangkitan kembali pertanyaan etis, meskipun sebagian besar dijawab melalui teologi. Contoh teolog besar adalah Victoria, Dominicus Soto, L. Molina, Suarez, Lessius, dan De Lugo. Sejak abad

31

keenam belas jurusan etika (filsafat moral) telah didirikan di banyak universitas Katolik. Yang lebih besar, karya-karya filosofis murni tentang etika, namun tidak muncul sampai abad ketujuh belas dan kedelapan belas, sebagai contoh yang dapat kita contoh produksi Ign. Schwarz, "Instituitiones juris et universalis Naturae Gentium" (1743). 5. Etika: Sejarah Filsafat Etika 1500-1700-an. Para Reformator benar-benar memegang teguh kesucian sebagai sumber wahyu yang sempurna. Melanchthon, dalam bukunya "Elementa philosophiae moralis", masih melekat pada filosofi Aristotel, maka apakah Hugo Grotius, dalam karyanya, "De jure belli et Pacis" juga sama. Thomas Hobbes (1588-1679) mengandaikan bahwa manusia awalnya dalam kondisi kasar (Naturae status) di mana setiap orang bebas untuk bertindak saat dia senang, dan memiliki hak untuk semua hal, sehingga muncul perang semua melawan semua. Para penganut panteisme Spinoza Baruch (1632-1677)

menganggap insting untuk mempertahankan diri sebagai dasar kebajikan. Setiap makhluk diberkahi dengan dorongan yang diperlukan untuk menyatakan diri sebagai alasan tuntutan tidak bertentangan dengan alam, membutuhkan masing-masing untuk mengikuti dorongan ini dan sesak nafas setelah apapun yang berguna baginya. Kebebasan akan terdiri hanya dalam kemampuan untuk mengikuti dorongan alami unrestrainedly ini. Shaftesbury (1671-1713) mendasarkan etika pada kasih sayang atau kecenderungan manusia. Ada kecenderungan simpatik, idiopatik, dan tidak wajar. Yang pertama dari hal ini kepentingan umum, kedua kebaikan pribadi agen, ketiga menentang yang lainnya. Untuk menjalani kehidupan moral yang baik, perang harus dilancarkan pada impuls yang tidak wajar, sedangkan kecenderungan idiopathetic dan simpatik harus dilakukan untuk menyelaraskan. Keselarasan ini merupakan kebajikan. Dalam pencapaian kebajikan prinsip subjektif dari

pengetahuan adalah moralitas. Teori moralitas dikembangkan lebih lanjut oleh Hutcheson (1694-1747); sedangkan "akal sehat" disarankan oleh Thoms Reid (17101796) sebagai norma tertinggi perilaku moral. Di Perancis para filsuf materialistik abad kedelapan belas, seperti Helvetius, de la Mettrie, Holbach, Condillac, dan lainlain, menyebarluaskan ajaran sensualisme dan Hedonisme sebagaimana yang dipahami oleh Epicurus.

32

6.

Sejarah Filsafat Etika: Kant, John Stuart Mill, Altruisme. Sebuah revolusi lengkap dalam etika diperkenalkan oleh Immanuel Kant

(1724-1804). Dari bangkai alasan teoretis murni ia berpaling untuk penyelamatan untuk alasan praktis, dimana dia menemukan hukum, mutlak moral universal, dan kategoris. Hukum ini tidak harus dipahami sebagai otoritas eksternal, karena ini akan heteromony yang asing bagi moralitas sejati, melainkan lebih merupakan hukum akal kita sendiri, yang otonom yaitu, harus diamati untuk kepentingan sendiri, tanpa memperhatikan setiap kesenangan atau utilitas yang timbul darinya. Para pengikut Kant telah memilih satu doktrin lain dari etika dan gabungan berbagai sistem bersifat panteisme dengannya. Fichte tempat tertinggi manusia yang baik dan nasib di spontaniety mutlak dan kebebasan; Schleiermacher, dalam kooperasi dengan peradaban umat manusia progresif. Sebuah pandangan yang mirip berulang secara substansial dalam tulisan-tulisan Wilhelm Wundt dan, sampai batas tertentu, dalam orang-orang pesimis, Edward von Hartmann, meskipun budaya menganggap yang terakhir dan kemajuan hanya sebagai sarana untuk tujuan akhir, yang menurutnya, terdiri dari memberikan Mutlak dari siksaan eksistensi. Sistem Cumberland, yang mempertahankan kepentingan umum umat manusia untuk menjadi akhir dan kriteria perilaku moral, diperbaharui secara positif dalam abad kesembilan belas oleh Auguste Comte dan memiliki banyak pengikut menghitung, misalnya, di Inggris, John Stuart Mill, Henry Sidgwick, Alexander Bain, di Jerman, GT Fechner, F. E. Beneke, F. Paulsen, dan lain-lain. Herbert Spencer (1820-1903) berusaha untuk efek kompromi antara Utilitarianisme sosial (Altruisme) dan Utilitarianisme swasta (Egoisme) sesuai dengan teori evolusi. Menurutnya, perilaku yang baik yang berfungsi untuk meningkatkan kehidupan dan kesenangan. Karena kurangnya adaptasi manusia dengan kondisi kehidupan, kebaikan mutlak seperti perilaku belum mungkin, dan berbagai kompromi harus dibuat antara Altruisme dan Egoisme. Dengan kemajuan evolusi kondisi yang ada akan menjadi lebih sempurna, dan akibatnya manfaat yang diperoleh individu dari perilaku sendiri akan sangat berguna bagi masyarakat luas. Secara khusus, simpati (dalam sukacita) akan memungkinkan kita untuk mengambil kesenangan dalam tindakan altrusitic. 7. Etika: Filsafat Evolusioner, Sosialisme, Nietzsche. Sebagian besar non-Kristen filsuf moral telah mengikuti jalan yang dilalui Spencer. Dimulai dengan asumsi bahwa manusia, oleh serangkaian transformasi,

33

secara bertahap berevolusi dari makhluk buas itu, dan karena itu berbeda dari dalam gelar saja, mereka mencari jejak pertama dan awal dari ide-ide moral dalam kasar itu sendiri. Charles Darwin telah melakukan beberapa pekerjaan persiapan sepanjang jalan, dan Spencer tidak ragu untuk belajar brute-etika, pada keadilan pra-manusia, hati nurani, dan pengendalian diri kasar. Hari Evolusionis mengikuti pandangannya dan berusaha untuk menunjukkan bagaimana moralitas hewan telah dalam manusia terus menjadi lebih sempurna. Dengan bantuan analogi diambil dari etnologi, mereka menceritakan bagaimana awalnya umat manusia berjalan di atas muka bumi secara semi-biadab, tidak tahu tentang pernikahan, dan hanya dengan derajat mencapai tingkat yang lebih tinggi moralitas. Sebagai evolusionis, demikian juga Sosialis mendukung teori evolusi dari sudut pandang etika mereka, namun yang terakhir tidak mendasarkan pengamatan mereka pada prinsip-prinsip ilmiah, tetapi pada pertimbangan sosial dan ekonomi. Menurut K. Marx, F. Engels, dan eksponen lain dari "penafsiran materialistik dari sejarah" yang disebut, semua, moral religius, konsep-konsep yuridis dan filosofis tapi refleks kondisi ekonomi masyarakat di benak pria. Sekarang ini hubungan sosial tunduk kepada perubahan konstan; maka ide-ide moralitas, agama, dll juga terus berubah. Oleh karena itu, tidak ada kode universal moralitas yang mengikat semua manusia pada segala waktu. Manusia berbeda satu sama lain dan selalu berubah, dan mereka melihat dunia dengan cara mereka sendiri. Apalagi keputusan yang dikeluarkan pada masalah-masalah agama dan moral hakiki tergantung pada kecenderungan, minat, dan karakter dari penilaian orang, sedangkan yang terakhir ini terus-menerus bervariasi. Pragmatisme berbeda dari Relativisme, bahwa tidak hanya dianggap benar yang terbukti oleh pengalaman untuk menjadi berguna. Oleh karena hal yang sama tidak selalu berguna, kebenaran tidak mungkin berubah. Menurut Max Nordau, ajaran moral tidak lain hanyalah "kebohongan konvensional". Nietzsche pencetus sekolah yang doktrin yang didirikan pada prinsipprinsip ini. Menurutnya, kebaikan awalnya diidentifikasi dengan kemuliaan dan budi peringkat. Proletariat bawah diinjak. Dengan demikian muncul pertentangan antara moralitas dan budak. Mereka yang berkuasa masih terus memandang

kecenderungan egoistik mereka sendiri sebagai mulia dan baik, sementara rakyat memuji "naluri kawanan umum", yaitu semua qulaities diperlukan dan berguna untuk keberadaannya - seperti kesabaran, ketaatan kelemahlembutan, dan cinta sesama.

34

Kelemahan menjadi kebaikan, mengernyit merendahkan diri menjadi rendah hati, tunduk kepada penindas membenci adalah ketaatan, pengecut berarti kesabaran. "Moralitas adalah satu penipuan panjang dan berani." Oleh karena itu, nilai melekat pada konsep yang berlaku moralitas harus seluruhnya ulang. Superioritas intelektual di luar kebaikan dan kejahatan seperti yang dipahami dalam pengertian tradisional. Tidak ada order moral yang lebih tinggi yang orang-orang kalibrasi tersebut setuju. Akhir dari masyarakat bukanlah kebaikan bersama anggotanya. Aristokrasi intelektual adalah akhir sendiri. Seperti bersandar dengan masing-masing individu untuk memutuskan siapa yang milik ini aristokrasi intelektual, sehingga setiap orang bebas untuk membebaskan diri dari tatanan moral yang ada. D. Teori Etika Sejumlah teori dan konsep etika telah dikembangkan oleh beberapa filsuf atau pemikir dalam bidang etika. Pembelajaran teori etika tersebut untuk memperoleh kemudahan dalam mengupas persoalan etika dan sebagai panduan untuk menentukan benar atau salahnya suatu tindakan, keputusan dan kebijakan. 1. Teori Teleleologi. Dalam buku karangan Kusmanadji (2004, II-1-II-2) dikemukakan bahwa teori teleleologi disebut juga teori konsekuensialis, menyatakan bahwa nilai moral suatu tindakan ditentukan semata-mata oleh konsekuensi tindakan tersebut. Benar atau salahnya tindakan ditentukan oleh hasil atau akibat dari tindakan tersebut. Maka, yang menyebabkan tindakan itu benar atau salah adalah bukan tindakan itu sendiri melainkan akibat dari tindakan tersebut. Akibat dalam hal ini adalah konsekuensi baik. Oleh karena itu, kebaikan merupakan konsep fundamental dalam teori teleleologi. Menurut Aristoteles, Etika teleologis atau Etika Aristoteles, yakni etika yang mengukur benar/salahnya tindakan manusia dari menunjang tidaknya tindakan tersebut ke arah pencapaian tujuan (telos) akhir yang ditetapkan sebagai tujuan hidup manusia. Setiap tindakan menurut Aristoteles diarahkan pada suatu tujuan, yakni pada yang baik (agathos). Yang baik adalah apa yang secara kodrati menjadi arah tujuan akhir (causa finalis) adanya sesuatu. Yang baik yang menjadi tujuan akhir hidup manusia menurut dia adalah kebahagiaan atau kesejahteraan (eudaimonia). Itulah sebabnya teori etikanya sering disebut sebagai teori etika Eudaimonisme.

35

Dalam buku karangan Ucok Sarimah (2008, 5-6) membedakan teori teleleologi menjadi 3, yaitu: a. Egoisme Etis Suatu tindakan benar atau salah tergantung semata-mata pada baik buruknya akibat tindakan tersebut bagi pelakunya. b. Altruisme Etis Berlawanan dengan egoisme etis, bahwa baik buruknya suatu tindakan ditentukan oleh baik buruknya akibat tindakan tersebut terhadap orang lain, kecuali pelaku. c. Utilitarianisme Gabungan antara egoisme etis dan altruisme etis, bahwa benar salahnya tindakan tergantung pada baik buruknya konsekuensi tindakan tersebut bagi siapa saja yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut. Dari ketiga teori tersebut, teori teleleologi yang sangat menonjol adalah utilitarianisme yang biasanya dihubungkan dengan filsuf Inggris, Jeremy Betham dan John Stuart Mill. Sesuai dengan namanya utilitarisme berasal dari kata utility dengan bahasa latinnya utilis yang artinya bermanfaat dalam mengukur baik dan buruk. Kebaikan didefinisikan sebagai kesenangan sedangkan keburukan didefinisikan sebagai kesedihan. Bentuk klasik utilitarianisme dinyatakan sebagai berikut: Suatu tindakan adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu menghasilkan selisih terbesar kesenangan di atas kesedihan bagi setiap orang. Dalam buku karangan Kusmanadji (2004, 2), Utilitarianisme mencakup empat prinsip, yaitu: 1) Konsekuensialisme. Prinsip yang berpendiran bahwa kebenaran tindakan ditentukan semata-mata oleh konsekuensinya. 2) Hedonisme. Manfaat (utility) dalam teori ini didefinisikan sebagai kesenangan dan tidak adanya kesedihan. Hedonisme adalah prinsip bahwa kesenangan dan hanya kesenanganlah yang merupakan perbuatan tertinggi. 3) Maksimalisme. Tindakan yang benar adalah tindakan yang tidak hanya memiliki konsekuensi berupa beberapa kebaikan, tetapi juga jumlah terbesar konsekuensi baik setelah memperhitungkan konsekuensi buruk. 4) Universalisme. Konsekuensi yang harus dipertimbangkan adalah konsekuensi bagi setiap orang.

36

Utilitarianisme Klasik dan Utilitarianisme Pluralistik Utilitarianisme Klasik mendefinisikan kebaikan tertinggi adalah kesenangan (pleasure) dan keburukan tertinggi adalah keburukan (plain) dan semua tindakan harus dievaluasi dengan ukuran kesenangan dan kesedihan yang dihasilkan bagi semua orang yang dipengaruhi. Utilitarianisme Pluralistik disebut juga utilitarianisme dalam arti luas yaitu dengan mengartikan kebaikan sebagai kesejahteraan umat manusia. Apapun yang menjadikan umat manusia secara umum lebih baik atau memberikan manfaat adalah kebaikan , dan apapun yang menyebabkan umat manusia menjadi lebih buruk atau menimbulkan kerugian adalah keburukan. Utilitarianisme Tindakan dan Utilitarianisme Aturan Utilitarianisme Tindakan berpendirian bahwa dalam semua situasi seseorang seharusnya melakukan tindakan yang memaksimalkan manfaat (utility) bagi semua orang yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut. Dapat pula dinyatakan suatu tindakan adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu menghasilkan selisih terbesar dari kebaikan atas keburukan bagi setiap orang. Utilitarianisme Aturan berpendirian bahwa manfaat dapat diperhitungkan pada kelompok-kelompok tindakan, bukan pada masing-masing tindakan secara individual. Dapat pula dinyatakan suatu tindakan adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu sesuai dengan seperangkat aturan yang keberterimaannya secara umum akan menghasilkan selisih terbesar dari kebaikan atas keburukan bagi setiap orang. Meski pun sudah dialami manfaat dari utilitarisme bukan berarti utilitarisme secara teoritis tidak memiliki masalah. Jika semua yang dikategorikan sebagai baik hanya diperoleh dari manfaat terbanyak bagi orang terbanyak, maka apakah akan ada orang yang dikorbankan? Anggap saja ada anjing gila, anjing tersebut suka menggigit orang yang lewat. 7 dari 10 orang menyarankan anjing tersebut dibunuh sedangkan 3 lainnya menyarankan dibunuh. Penganut utilitarisme akan menjawab tentu yang baik jika anjing itu dibunuh. Lalu saran 3 orang tadi dikemanakan? Apakah mereka harus menerima itu begitu saja? Kalau menurut teori ini YA. Kasus di atas hanyalah sebatas anjing bagaimana jika manusia? Bukan tidak mungkin hal ini terjadi bahkan sudah terjadi, tentu dalam perkembangan peradaban

37

ada sejarah diskriminasi ras mau pun etnis. Kasus diskriminasi ras kulit hitam dan diskriminasi etnis Tionghoa sebelum tahun 1997 tampaknya tidak terdengar asing lagi di telinga. Salah satu sebab mereka didiskriminasikan karena mereka minoritas, dan mayoritas berhak atas mereka. Oleh utilitarisme hal ini dibenarkan selama diskriminasi membawa manfaat. Kelebihannya adalah ketika berkenaan dengan bisnis dan keuangan. Perhitungan ala utilitaris ini dapat berlaku sebagai tinjauan atas keputusan yang akan diambil. Mengingat dalam keuangan yang ada kebanyakan adalah angkaangka, jadi keputusan dapat diambil secara mudah berdasarkan jumlah terbanyak bagi manfaat terbanyak. 2. Teori Deontologi. Menurut Teori Deontologi perbuatan tertentu adalah benar bukan karena manfaat bagi kita sendiri atau orang lain tetapi karena sifat atau hakikat perbuatan itu sendiri atau kaidah yang diikuti untuk berbuat. Dalam buku karangan Ucok Sarimah (2008, 6) dalam kaitannnya dengan teori deontologi dikenal: a. Deontologi Tindakan Menurut teori ini, bila seseorang dihadapkan pada situasi dimana harus mengambil keputusan, seseorang harus segera memahami apa yang harus dilakukan tanpa mendasarkan pada peraturan atau pedoman. b. Deontologi Kaidah Suatu tindakan benar atau salah karena kesesuaian atau tidak sesuainya dengan suatu prinsip moral yang benar. c. Deontologi Monistik Teori ini mendukung suatu kaidah umum seperti the golden rule sebagi prinsip moral tertinggi yang menjadi dasar untuk menurunkan kaidah atau prinsipprinsip moral lainnya. d. Deontologi Pluralistik Teori ini dikemukakan oleh William David Ross yang mengidentifikasi tujuh kewajiban moral pada pandangan pertama (prime face). Teori deontologi sebenarnya sudah ada sejak periode filsafat Yunani Kuno, tetapi baru mulai diberi perhatian setelah diberi penjelasan dan pendasaran logis oleh filsuf Jerman yaitu Immanuel Kant. Kata deon berasal dari Yunani yang artinya kewajiban. Sudah jelas kelihatan bahwa teori deontologi menekankan pada

38

pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban berarti sudah melakukan kebaikan. Deontologi tidak terpasak pada konsekuensi perbuatan, dengan kata lain deontologi melaksanakan terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. Berbeda dengan utilitarisme yang mempertimbangkan hasilnya lalu dilakukan perbuatannya. Lalu apa itu kewajiban menurut deontologi? Sulit untuk mendefinisikannya namun pemberian contoh mempermudah dalam memahaminya. Misalnya, tidak boleh menghina, membantu orang tua, membayar hutang, dan tidak berbohong adalah perbuatan yang bisa diterima secara universal. Jika ditanya secara langsung apakah boleh menghina orang? Tidak boleh, apakah boleh membantu orang tua? Tentu itu harus. Semua orang bisa terima bahwa berbohong adalah buruk dan membantu orang tua adalah baik. Nah, kira-kira seperti itulah kewajiban yang dimaksud. Menurut Kant, terdapat tiga kriteria agar suatu tindakan atau prinsip itu bermoral: a. Tindakan atau prinsip itu haruslah secara konsisten universal (dapat

diuniversalkan). b. Suatu tindakan secara moral benar bagi seseorang pada situasi tertentu jika dan hanya jika alasan untuk melakukan tindakan tersebut merupakan alasan yang ia harapkan dimiliki oleh orang lain pada situasi yang sama. c. Tindakan atau prinsip itu menghargai makhluk relasional sebagai tujuan akhir. d. Suatu tindakan secara moral benar jika dan hanya jika dalam melaksanakan tindakan tersebut seseorang tidak memperlakukan orang lain semata-mata sebagai alat untuk memenuhi kepentingannya sendiri, tetapi menghargai orang lain sebagai tujuan akhir bagi dirinya sendiri. e. Tindakan atau prinsip itu berasal dari, dan menghargai, otonomi makhluk rasional. f. Suatu tindakan adalah benar secara moral jika dan hanya jika tindakan tersebut

menghargai kapasitas orang untuk memilih secara bebas bagi dirinya sendiri. Selain Kant, filsuf lain yang dikaitkan dengan Teori Deontologi adalah William David Ross. Menurut penilaian moral yang umum, seseorang tidak perlu barangkali bahkan tidak boleh membiarkan konsekuensi buruk dari perbuatan sebenarnya baik, jika orang itu mempunyai kemampuan untuk mencegahnya. Ross mengajukan jalan

39

keluar dengan mengidentifikasi tujuh kewajiban moral pada pandangan pertama (prima face). Artinya bahwa kewajiban-kewajiban tersebut harus dilaksanakan kecuali ada kewajiban lain yang lebih penting atau pada situasi tertentu ada kewajiban lain yang sama atau lebih kuat. Ketujuh kewajiban moral tersebut adalah: a. Fidelity (kewajiban menepati janji/kesetiaan). b. Kita harus menepati janji yang dibuat dengan bebas, baik eksplisit maupun implisit, dan mengatakan kebenaran. c. Reparation (kewajiban ganti rugi). d. Kita harus memberikan ganti rugi kepada orang yang mengalami kerugian karena tindakan kita yang salah, kita harus melunasi hutang moril dan materiil. e. Gratitude (kewajiban berterima kasih). f. Kita harus berterima kasih kepada orang yang berbuat baik terhadap kita.

g. Justice (kewajiban keadilan). h. Kita harus memastikan bahwa kebaikan dibagikan sesuai dengan jasa orang yang bersangkutan. i. j. Benefience (kewajiban berbuat baik). Kita harus membantu orang lain yang membutuhkan bantuan kita, berbuat apa

pun yang dapat kita perbuat untuk memperbaiki keadaan oarng lain. k. Self-improvement (kewajiban mengembangkan diri). l. Kita harus mengembangkan dan meningkatkan diri kita dibidang keutamaan,

intelegensi, dll. m. Non-maleficence (kewajiban tidak merugikan). n. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 3. Teori Keutamaan (Virtue). Teori keutamaan (virtue) adalah teori yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati, melainkan: apakah orang itu bersikap adil, jujur, murah hati, dan sebagainya. (Velasquez;2005) . Isu utama teori keutamaan adalah membicarakan tentang karakter apa saja yang membuat seseorang sebagai orang baik secara moral. Teori keutamaan sering juga dikatakan sebagai teori yang membicarakan tentang karakter yang merupakan keutamaan moral. Karakter yang pada umumnya dianggap sebagai keutamaan moral adalah watak baik yang ada pada setiap individu. Karakter yang umumnya dianggap sebagai keutamaan moral adalah:

40

a. Keberanian/keteguhan, meningkatkan peluang untuk memperoleh apa yang diinginkan. b. Kejujuran, mensyaratkan niat baik dan tulus untuk menyampaikan kebenaran. c. Kesetiaan, tanggung jawab untuk menjunjung tinggi dan melindungi kepentingan pihak-pihak tertentu dan organisasi. d. Keandalan, berusaha secara maksimal dan masuk akal dalam memenuhi komitmen. e. Moderat ( tidak ekstrim, cenderung ke dimensi pada umumnya). f. Pengendalian diri yang baik.

g. Toleransi terhadap sesama. h. Keramahan merupakan inti kehidupan bisnis, keramahan itu hakiki untuk setiap hubungan antar manusia, hubungan bisnis tidak terkecuali. i. Loyalitas berarti bahwa seseorang tidak bekerja semata-mata untuk mendapat gaji, tetapi mempunyai juga komitmen yang tulus dengan perusahaan. j. Kehormatan adalah keutamaan yang membuat seseorang terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan. k. Rasa malu membuat solider dengan kesalahan perusahaan. l. Kesantunan. menjadi peka

m. Belas kasih. n. Bangga (tetapi tidak arogan). o. Berkeadilan, memastikan bahwa manfaat atau keuntungan dibagikan sesuai dengan jasa pihak-pihak yang terkait dan berhak, dll. Etika keutamaan memerlukan konteks, artinya dalam menerapkan etika keutamaan kita perlu memiliki pemahaman mengenai hakikat manusia dan tujuan hidup ini. Hakikat manusia dapat diketahui dengan lebih memahami watak dari manusia itu sendiri. Sedangkan tujuan hidup dapat ditentukan dengan mempertanyakan apa akhir dari kehidupan manusia?. Bahwa manusia di dunia hanya bagian dari perjalanan panjangnya menuju kehidupan yang kekal sehingga dalam pribadi manusia secara otomatis memiliki sifa-sifat keutamaan. Keutamaan merupakan disposisi watak yang dimiliki seseorang dan memungkinnya untuk bertingkah laku baik secara moral. Ada tiga hal yang mencerminkan keutamaan, tiga hal tersebut adalah: a. Disposisi.

41

b. Keutamaan merupakan suatu kecenderungan tetap. Keutamaan cenderung bersifat permanen, walaupun tidak berarti tidak bisa hilang. Walaupun tidak mudah, Keutamaan dapat saja hilang. Hal ini dapat terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi seperti faktor lingkungan, orang di sekitarnya, dll. c. Keutamaan merupakan sifat baik dari segi moral yang telah mengakar dalam diri seseorang. d. Kemauan/kehendak. e. Keutamaan adalah kecenderungan tetap yang menyebabkan kehendak tetap pada arah tertentu. Perilaku berkeutamaan disertai dengan maksud baik. Dengan demikian, Motivasi atau maksud pelaku sangat penting karena itulah yang mengarahkan kehendak. f. Pembiasaan diri. Keutamaan tidak dimiliki manusia sejak lahir, melainkan diperoleh dengan cara membiasakan diri atau berlatih. Keberanian, misalnya, adalah keutamaan yang diperoleh melalui pembiasaan diri melawan rasa takut. Agar seseorang pada akhirnya dapat memiliki keutamaan moral, hal-hal yang perlu dilakukan adalah: a. Pemahaman dan menentukan karakter-karakter yang baik terhadap tujuan akhir, yaitu kehidupan yang baik. b. Memberikan kandungan atau makna terhadap tujuan akhir tersebut. Dalam melangsungkan kehidupan kesehariannya manusia senantiasa melakukan suatu tindakan, tindakan yang dilakukannya ada tindakan yang benar dan ada tindakan yang salah. Suatu tindakan dinyatakan benar apabila tindakan yang dilakukan sepenuhnya mewujudkan atau mendukung keutamaan yang relevan, dimengerti sebagai ciri-ciri karakter yang memungkinkan untuk mencapai kebaikankebaikan sosial (Aristoteles, MacIntyre). E. Tiga Konsep Moral Yang Penting 1. Hak. Hak merupakan konsep moral yang penting, yang memungkinkan individu memilih secara bebas dalam memenuhi kepentingan atau menjalankan aktivitas tertentu dan melindungi pilihan-pilihan tersebut. Hak adalah suatu klaim yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Seseorang mempunyai suatu hak apabila orang tersebut memiliki klaim untuk bertindak dengan cara tertentu atau mempunyai klaim

42

terhadap orang lain agar orang lain tersebut berbuat dengan cara tertentu. Macam hak antara lain: a. Hak legal dan hak moral. Hak legal adalah hak yang diakui dan ditegakkan sebagai bagian dari hukum. Hak legal ini lebih banyak berbicara tentang hukum atau sosial. Contoh kasus,mengeluarkan peraturan bahwa veteran perang memperoleh tunjangan setiap bulan, maka setiap veteran yang telah memenuhi syarat yang ditentukan berhak untuk mendapat tunjangan tersebut. Hak moral meliputi hak-hak yang secara moral seharusnya kita miliki, terlepas apakah diakui atau tidak oleh hukum.. Hak moral lebih bersifat individu. Hak ini memiliki kekuatan karena berasal dari kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip etika yang lebih umum.Selain itu, hak moral biasanya dianggap universal karena hak ini dimiliki oleh semua umat manusia, tidak dibatasi oleh juridiksi tertentu. b. Hak khusus dan hak umum. Hak khusus berkaitan denggan individu-individu tertentu. Sumber utama kekuatan hak khusus adalah kontrak atau perjanjian, karena instrumen ini menciptakan sejumlah hak dan kewajiban bagi individu-individu yang membuat perjanjian. Hak umum adalah hak yang melibatkan klaim terhadap setiap orang, atau kemanusiaan secara umum. Hak ini dimilki oleh semua manusia tanpa kecuali. Di dalam Negara kita Indonesia ini disebut dengan hak asasi manusia. c. Hak positif dan hak negatif. Hak positif adalah hak yang mewajibkan orang lain bertindak untuk kita. Contoh, hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, mengharuskan pihak lain untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan. Hak negatif berkorelasi dengan kewajiban pada pihak lain untuk tidak bertindak terhadap kita. Contoh adalah hak milik. Hak negatif terbagi lagi menjadi 2 yaitu: hak aktif dan pasif. Hak negatif aktif adalah hak untuk berbuat atau tidak berbuat seperti yang orang kehendaki. Contoh, saya mempunyai hak untuk pergi kemana saja yang saya suka atau mengatakan apa yang saya inginkan. Hak-hak aktif ini bisa disebut hak kebebasan. Hak negatif pasif adalah hak untuk tidak diperlakukan orang lain dengan cara tertentu. d. Hak individual dan hak sosial.

43

Hak individual adalah hak yang dimiliki individu-individu terhadap negara. Negara tidak boleh menghindari atau mengganggu individu dalam mewujudkan hakhak yang ia miliki. Hak sosial bukan hanya hak kepentingan terhadap negara saja, akan tetapi sebagai anggota masyarakat bersama dengan anggota-anggota lain. Inilah yang disebut dengan hak sosial. e. Hak absolut. Hak yang bersifat absolut adalah suatu hak yang bersifat mutlak tanpa pengecualian, berlaku dimana saja dengan tidak dipengaruhi oleh situasi dan keadaan. Namun ternyata hak tidak ada yang absolut. Mengapa? Menurut ahli etika, kebanyakan hak adalah hak prima facie yang artinya hak itu berlaku sampai dikalahkan oleh hak lain yang lebih kuat. 2. Keadilan. Konsep keadilan dipergunakan untuk: a. Menilai tindakan seseorang. b. Menilai praktik-praktik dan institusi sosial, politik, dan ekonomi. c. Seringkali dijadikan sebagai kriteria tunggal untuk menilai benar/salahnya suatu perbuatan. Ada 2 tokoh dalam hal ini yaitu Aristoteles dengan konsep keadilan tradisional dan John Rawls dengan konsep keadilan egalitarian. Menurut konsep tradisional (Aristoteles), keadilan terdiri dari keadilan universal dan keadilan khusus. Berikut ini adalah penjelasannya: a. Keadilan universal. Keadilan yang berlaku bagi keseluruhan keutamaan. Orang yang adil adalah orang yang selalu berbuat benar secara moral dan mematuhi hukum. b. Keadilan khusus. Berkaitan dengan keutamaan pada situasi khusus. Adil berarti mengambil hanya bagian yang patut atau tepat; memberikan kepada siapa saja (tanpa pandang bulu) apa yang menjadi haknya. Tidak adil berarti mengambil terlalu banyak kekayaan, kehormatan atau manfaat lain yangg diberikan oleh masyarakat; menolak untuk menanggung bagian yang wajar dari suatu beban. Keadilan khusus dibagi menjadi 3 macam yaitu:

44

1) Keadilan distributif (distributive justice). Keadilan distributif adalah keadilan dalam pendistribusian manfaat dan beban. Keadilan ini diperlukan dalam kondisi: a) Manfaat yang akan dibagikan (yang tersedia) lebih sedikit daripada jumlah dan keinginan orang. (contoh: pembagian kompor gas). b) Beban atau pekerjaan yang tidak menyenangkan terlalu banyak

dibandingkan dengan jumlah orang yang bersedia memikul (banyak contoh). Prinsip yang mendasari keadilan distributif adalah bahwa orang yang sama dalam keadaan yang sama harus diperlakukan sama. Keadilan distributif bersifat perbandingan (comparative), maksudnya bahwa pertimbangan dalam keadilan ini adalah perbandingan antara jumlah bagian masing-masing orang yang menerima manfaat atau dibagi beban, bukan masalah jumlah absolut dari manfaat / beban yang diterima. (contoh kasus banyak terjadi di Aceh). Keadilan distributif dapat ditinjau dari 2 segi, yaitu keadilan prosedur dan keadilan hasil (distribusi yang sesungguhnya dicapai). Prosedur yang adil akan

membuahkan hasil yang adil. Isu atau permasalahan keadilan distributif muncul ketika kita menilai institusi sosial, politik dan ekonomi dalam kaitannya dengan pembagian manfaat dan beban dari usaha bersama kepada para anggota kelompok. 2) Keadilan kompensasi (compensatory justice). Keadilan kompensasi berhubungan dengan masalah pemberian imbalan atau penggantian (kompensasi) kepada seseorang karena kekeliruan atau kesalahan yang menimpa dan merugikannya. Alasan yang mendasari adanya kompensasi adalah terjadi suatu kekeliruan atau kecelakaan yang disebabkan kelalaian sehingga menyebabkan seseorang dalam keadaan lebih buruk, misalnya merusak

keseimbangan moral. Dengan memberikan kompensasi maka keadaan si korban dapat dikembalikan seperti semula, sehingga keseimbangan moral tercapai kembali. Tujuan kompensasi adalah mengembalikan apa yang hilang dari seseorang akibat kesalahan orang lain (bersifat memperbaiki). Keadilan kompensasi tidak bersifat perbandingan. Jumlah kompensasi yang harus diberikan kepada korban ditetapkan berdasarkan karakteristik masing-masing kasus. Seseorang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan kompensasi kepada pihak yang menjadi korban apabila terdapat 3 kondisi sebagai berikut:

45

a) Perbuatan yang menyebabkan kerugian merupakan perbuatan yang salah atau merupakan kelalaian (negligence). b) Perbuatan orang yang bersangkutan merupakan penyebab

sesungguhnya kerugian tersebut. c) Orang tersebut secara sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan kerugian. 3) Keadilan retributif (retributive justice). Keadilan retributif berkaitan dengan pemberian hukuman terhadap pelaku kesalahan. Alasan yang mendasari pemberian hukuman adalah seseorang yang melakukan suatu kejahatan telah merusak kesimbangan moral karena menjadikan orang lain dalam keadaan buruk. Pemulihan keseimbangan moral dalam kasus ini dicapai dengan memberikan hukuman yang sesuai dengan kejahatan tersebut Tujuan pemberian hukuman adalah untuk memperbaiki (dengan cara memberikan hukuman). Keadilan retributif tidak bersifat perbandingan. Jumlah hukuman yang dikenakan kepada pelaku kejahatan ditentukan berdasarkan

karakteristik masing-masing kasus. Seseorang dapat diminta bertanggung jawab secara moral atau dapat dikenai hukuman sehingga keadilan retributif tercapai, namun harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Seseorang tidak dapat dikenai hukuman jika ia tidak tahu atau tidak memiliki kebebasan untuk memilih apa yang ia perbuat. b) Orang tersebut sungguh-sungguh melakukan kejahatan. c) Hukuman harus konsisten dan proporsional dengan kesalahannya. Isu keadilan kompensasi dan retributif memperbaiki kesalahan. Berdasarkan konsep Egalitarian (John Rawls), perspektif keadilan muncul pada saat kita berupaya

berhubungan dengan pertanyaan: Bagaimana keadilan akan dapat dicapai ketika beberapa orang yang bebas dan setara berusaha mencapai tujuannya namun berbenturan dengan orang lain yang juga berusaha mencapai tujuannya (yang mungkin saja tidak setara). Keadilan diartikan sebagai kewajaran (fairness). Konsep keadilan ini mengakomodasi suatu kondisi dimana terjadi banyak perbedaan yang menimbulkan kesulitan untuk menetapkan keadilan secara absolut, sehingga diperlukan adanya personal judgement untuk menetapkan kewajaran. Keadilan menurut Egalitarian didasarkan pada 2 prinsip, yaitu:

46

a) Setiap orang memiliki kebebasan yang sama. b) Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa sehingga: menguntungkan perbedaan); sesuai dengan tugas dan kedudukan yang terbuka bagi semua pihak berdasarkan persamaan kesempatan (prinsip kesetaraan dalam kesempatan). Kedua prinsip di atas disusun menurut urutan prioritas artinya menjalankan prinsip a dahulu, baru kemudian dapat menerapkan prinsip b. a) Prinsip a. Setiap orang memilki hak-hak dasar yang harus dipenuhi sebelum ketidaksetaraan berdasarkan prinsip b dapat diterapkan. Kebebasan tidak boleh dipertukarkan dengan kemakmuran, artinya seseorang yang mengikuti kedua prinsip ini tidak boleh mengorbankan kebebasannya demi pihak yang paling kurang beruntung (prinsip

meningkatkan kemakmurannya. b) Prinsip b Ada kondisi-kondisi yang menyebabkan orang yang rasional akan membuat pengecualian terhadap prinsip a dan menerima bagian yang lebih kurang sama atas beberapa barang primer. Dengan demikian, dalam beberapa kasus, setiap orang akan menjadi lebih baik dengan ketidaksetaraan daripada kesetaraan. (dalam konteks manfaat dan beban). Ketidaksetaraan dalam kekayaan dan kewenangan adalah adil hanya apabila ketidak-setaraan itu mengakibatkan kompensasi manfaat/ keuntungan bagi setiap orang, khususnya bagi anggota masyarakat yang paling tidak beruntung. 3. Kepedulian. Salah satu karakteristik pokok sudut pandang etika adalah objektivitas atau ketidak berpihakan (impartiality), artinya setiap hubungan khusus yang kita miliki dengan orang-orang (keluarga, teman, pegawai) harus dikesampingkan pada saat kita mengambil keputusan atau melakukan tindakan. Hal ini tidak sesuai dengan teori etika kepedulian Dalam masyarakat luas, tidak hanya di Indonesia, kepedulian dan keberpihakan telah menjadi prinsip moral penting sebagaimana dikemukakan oleh pandangan etika kepedulian atau etika komunitarian (historis, dipelopori oleh

47

gerakan Feminisme). Menurut pandangan Etika Kepedulian, kewajiban moral tidaklah mengikuti prinsip-prinsip moral universal dan imparsial, melainkan memberikan perhatian dan tanggapan terhadap kebaikan orang-orang tertentu yang mempunyai hubungan dekat dan bernilai. Hubungan konkret tidaklah terbatas antar individu, atau antara individu dengan kelompok, namun mencakup juga sistem hubungan yang lebih besar yang membentuk komunitas konkret, karenanya Etika Kepedulian meliputi jenis-jenis kewajiban yang disebut etika komunitarian. Etika Komunitarian adalah etika yang melihat komunitas dan hubungan komunal konkret memiliki nilai fundamental yang harus dilestarikan dan dibina. Yang penting dalam etika komunitarian bukanlah individu-individu yang terisolasi, tetapi komunitas yang di dalamnya individu-individu menemuka diri mereka dengan memandang diri mereka sendiri sebagai bagian integral dari komunitas yang lebih besar, dengan tradisi, kebudayaan dan sejarahnya. F. Manfaat Dan Fungsi Etika Ketut Rinjin, 2004 melalui Sjafri Mangkuprawira, 2006 mengungkapkan peran dan manfaat etika sebagai berikut. 1. Manusia hidup dalam jaringan norma moral, religius, hukum, kesopanan, adat istiadat, dan permainan. Oleh karena itu, manusia harus siap mengorbankan sedikit kebebasannya. 2. Norma moral memberikan kebebasan bagi manusia untuk bertindak sesuai dengan kesadaran akan tanggung jawabnya - human act, dan bukan an act of man. Menaati norma moral berarti menaati diri sendiri, sehingga manusia menjadi otonom dan bukan heteronom. 3. Sekalipun sudah ada norma hukum, etika tetap diperlukan karena: a. Norma hukum tidak menjangkau wilayah abu-abu. b. Norma dan hukum cepat ketinggalan zaman, sehingga sering mendapat celahcelah hukum. c. Norma hukum sering tidak mampu mendeteksi dampak secara etis dikemudian hari; d. Etika mensyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang kejujuran, keadilan dan prosedur yang wajar terhadap manusia dan masyarakat. e. Asas legalitas harus tunduk pada asas moralitas.

48

4. Manfaat etika adalah: a. mengajak mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara otonom; b. mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang tertib, teratur, damai dan sejahtera. 5. Perlu diwaspadai bahwa 'power tends to corrupt", Absolute power corrupts absolutely serta pemimpin ala Machiavellian, yang galak seperti singa dan licin seperti belut. Artinya Kekuasaan cenderung disalahgunakan, jika kekuasaan itu absolut, penyalahgunaannyapun absolute. Jadi kekuasaan harus disertai dengan pengawasan dan penegakan hukum. "the end justifies the means, even at all out tujuan menghalalkan segala cara, apapun resikonya, pokoknya menang atau untung, sehingga siapapun yang merintangi harus disingkirkan atau dilibas. Etika, disebut juga filsafat moral, adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia dan merefleksikan ajaran moral. Lebih jauh lagi, Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Dr. Irmayanti, dkk. juga Popon Sjarif menyoroti sejauh mana etika mengatur tindakan manusia dan peranannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut mereka, dalam kehidupan nyata etika setidaknya mempunyai 3 fungsi yaitu sebagaimana yang akan dikemukakan berikut ini. c. Fungsi etika dalam tingkah laku dan pergaulan hidup manusia. Etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik (karena itu ajaran moral), tapi etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan. Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme. Pluralisme moral diperlukan karena: a. Pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan. b. Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional. c. Berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing

49

dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup. Peran etika menjadi nyata agar orang tidak mengalami krisis moral yang berkepanjangan. Etika dapat membangkitkan kembali semangat hidup agar manusia dapat menjadi manusia yang baik dan bijaksana melalui eksistensi profesinya. a. Fungsi etika dalam pergaulan ilmiah. Etika keilmuan menyoroti bagaimana peran seorang mahasiswa, ilmuwan terhadap kegiatan yang sedang dilakukan (belajar, melakukan riset dan sebagainya). Tanggung jawab mahasiswa dan ilmuan dipertaruhkan ketika ia dalam proses kegiatan ilmiahnya terutama dalam sikap kejujuran ilmiah. Hal lain yang disoroti sebagai fungsi etika dalam pergaulan ilmiah adalah masalah bebas nilai. Mereka boleh meneliti apa saja sejauh itu sesuai dengan keinginan atau tujuan penelitiannya. b. Fungsi etika profesi. Bagi seorang professional yang bergerak di bidang tertentu, etika profesi dituangkan ke dalam suatu bentuk yang disebut dengan kode etik. Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Adapun peran kode etik adalah sebagai berikut: a. Pertama, sebagai kompas moral, penunjuk jalan bagi si profesional yang berdasarkan nilai-nilai etisnya: hati nurani, kebebasan-tanggung jawab, kejujuran, kepercayaan, hak-kewajiban dalam bentuk pelayanan/jasa sebaik-baiknya terhadap kliennya. b. Kedua, adanya kode etik akan melindungi klien dari perbuatan yang tidak profesional sehingga diharapkan dapat menjamin kepercayaan masyarakat (klienklien) terhadap pelayanan yang diberikan oleh si profesional.

50

RANGKUMAN
PENGERTIAN ETIKA Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, Ethikos, berarti timbul dari kebiasaan. Dari sekian banyak pengertian yang diberikan pada etika, definisi etika dapat disimpulkan sebagai studi untuk memahami apa yang merupakan kehidupan yang baik dan menaruh perhatian terhadap penciptaan kondisi bagi orang-orang untuk mencapai kehidupan yang baik tersebut. Menurut K. Bertens, etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu sebagai berikut: Meta-etika (studi konsep etika), sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa. Etika normatif (studi penentuan nilai etika), etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika), memberi pemahaman tentang spektrum bidang terapan etika sekaligus menunjukkan bahwa etika merupakan pengetahuan praktis. SEJARAH ETIKA Etika Filsafat Yunani Kuno: Socrates, Plato, Aristoteles. Menurut Socrates, objek utama dari aktivitas manusia adalah kebahagiaan, dan sarana yang diperlukan untuk mencapainya adalah kebajikan. Plato

menyatakan bahwa summum bonum terdiri atas imitasi sempurna dari Tuhan, baik yang mutlak, tiruan yang tidak dapat diwujudkan sepenuhnya dalam hidup ini. Aristoteles lebih memilih untuk mengambil fakta-fakta pengalaman sebagai titik awalnya, menganalisis secara akurat, dan berusaha untuk melacak penyebab tertinggi dan utama. Etika Filsafat Yunani dan Romawi: Hedonisme, Epicurus, Sinis, Stoicisme, Skeptis Etika hedonistik menganggap disposisi gembira dan ceria sebagai kebaikan dan kebahagiaan tertinggi manusia. Epicurus (341-270 SM) menyatakan bahwa jumlah total terbesar yang mungkin dari kenikmatan spiritual dan sensual, dengan

51

kemungkinan kebebasan terbesar dari ketidaksenangan. Para Sinis mengajarkan kebalikan dari Hedonisme, yaitu bahwa kebajikan saja sudah cukup untuk kebahagiaan, bahwa kesenangan adalah kejahatan, dan bahwa manusia benarbenar bijaksana atas hukum manusia. Kaum Stoa berusaha memperbaiki dan menyempurnakan pandangan Antisthenes. Cicero memberikan sebuah eksposisi lengkap dari kebajikan kardinal dan kewajiban terhubung dengan mereka. Etika: Sejarah Moralitas Kristen Santo Paulus mengajarkan (Roma, ii, 24 persegi), Tuhan telah menulis hukum moral di hati semua orang. Hukum ini memanifestasikan dirinya dalam hati nurani setiap orang dan adalah norma yang menurut seluruh umat manusia akan dinilai pada hari perhitungan. Etika: Sejarah Filsafat Abad Pertengahan Etika Sebuah garis tajam pemisahan antara filsafat dan teologi, dan khususnya antara etika dan teologi moral, pertama kali bertemu dengan dalam karya-karya terpelajar besar Abad Pertengahan, khususnya Albert (1193-1280) Besar, Thomas Aquinas (1225 -1274), Bonaventura (1221-1274), dan Duns Scotus (1274-1308). Etika: Sejarah Filsafat Etika 1500-1700-an. Etika: Sejarah Filsafat Etika: Kant, John Stuart Mill, Altruisme. Etika: Filsafat Evolusioner, Sosialisme, Nietzsche. TEORI ETIKA Teori Teleleologi. Teori teleleologi disebut juga teori konsekuensialis, menyatakan bahwa nilai moral suatu tindakan ditentukan semata-mata oleh konsekuensi tindakan tersebut. Benar atau salahnya tindakan ditentukan oleh hasil atau akibat dari tindakan tersebut. Teori Teleleologi yang sangat menonjol adalah utilitarianisme. Bentuk klasik utilitarianisme dinyatakan sebagai berikut: Suatu tindakan adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu menghasilkan selisih terbesar kesenangan di atas kesedihan bagi setiap orang. Utilitarianisme mencakup empat prinsip, yaitu

Konsekuensialisme, Hedonisme, Maksimalisme, dan Universalisme. Teori Deontologi Teori deontologi menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban berarti sudah melakukan kebaikan. Deontologi tidak terpaku pada

52

konsekuensi perbuatan. Menurut Kant, terdapat tiga kriteria agar suatu tindakan atau prinsip itu bermoral, yaitu tindakan atau prinsip itu haruslah secara konsisten universal (dapat diuniversalkan), tindakan atau prinsip itu menghargai makhluk easional sebagai tujuan akhir, dan tindakan atau prinsip itu berasal dari, dan mengharrgai, otonomi makhluk rasional. William David Ross mengidentifikasi tujuh kewajiban moral (prima face), artinya kewajiban-kewajiban tersebut harus dilaksanakan kecuali ada kewajiban lain yang lebih penting atau pada situasi tertentu ada kewajiban lain yang sama atau lebih kuat. Tujuh kewajiban moral, yaitu fidelity, reparation, gratitude, justice, benefience, self-improvement, dan non-maleficence. Teori Keutamaan. Isu utama dari teori keutamaan adalah membicarakan tentang karakter yang membuat seseorang sebagai orang baik secara moral. Karakter yang pada umumnya dianggap sebagai keutamaan moral adalah watak baik yang ada pada setiap individu, diantaranya kebaikan, keberanian, kejujuran, dll. Keutamaan merupakan disposisi watak yang dimiliki seseorang dan memungkinnya untuk bertingkah laku baik secara moral. Ada tiga hal yang mencerminkan keutamaan, tiga hal tersebut adalah: 1. Disposisi 2. Kemauan / kehendak 3. Pembiasaan diri TIGA KONSEP MORAL YANG PENTING Hak Hak adalah suatu klaim yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Macam hak antara lain: Hak legal dan hak moral; Hak khusus dan hak umum; Hak positif dan hak negatif; Hak individual dan hak sosial; Hak absolut. Keadilan Aristoteles mengungkapkan konsep keadilan tradisional yang terdiri dari keadilan universal dan keadilan khusus (keadilan distributif, kompensasi, dan retributif). Keadilan distributif adalah keadilan dalam pendistribusian manfaat dan beban. Keadilan kompensasi berhubungan dengan masalah pemberian imbalan atau penggantian (kompensasi) kepada seseorang karena kekeliruan atau kesalahan yang menimpa dan merugikannya. Keadilan retributif berkaitan dengan pemberian

53

hukuman terhadap pelaku kesalahan. Berdasarkan konsep Egalitarian (John Rawls), keadilan diartikan sebagai

kewajaran (fairness). Keadilan menurut Egalitarian didasarkan pada 2 prinsip, yaitu: a. Setiap orang memiliki kebebasan yang sama. b. Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa. Kedua prinsip di atas disusun menurut urutan prioritas artinya menjalankan prinsip a dahulu, baru kemudian dapat menerapkan prinsip b. Kepedulian Etika Kepedulian meliputi jenis-jenis kewajiban yang disebut etika komunitarian. Etika Komunitarian melihat komunitas dan hubungan komunal konkret memiliki nilai fundamental yang harus dilestarikan dan dibina. MANFAAT DAN FUNGSI ETIKA Sekalipun sudah ada norma hukum, etika tetap diperlukan karena: a. Norma hukum tidak menjangkau wilayah abu-abu. b. Norma hukum cepat ketinggalan zaman. c. Norma hukum sering tidak mampu mendeteksi dampak secara etis dikemudian hari. d. Etika mensyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang kejujuran, keadilan dan prosedur yang wajar terhadap manusia dan masyarakat. e. Asas legalitas harus tunduk pada asas moralitas. Fungsi etika a. Fungsi etika dalam tingkah laku dan pergaulan hidup manusia. Etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan. b. Fungsi etika dalam pergaulan ilmiah. Etika keilmuan menyoroti bagaimana peran seorang mahasiswa, ilmuwan terhadap kegiatan yang sedang dilakukan (belajar, melakukan riset). c. Fungsi etika profesi. Etika profesi dituangkan ke dalam suatu bentuk yang disebut dengan kode etik. Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.

54

SOAL-SOAL
Pilihan Ganda 1. Jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa termasuk di salam studi . a. Etika Normatif c. Etika Deskriptif 2. Yang bukan pengertian etika adalah . a. Studi tentang prinsip-prinsip perilaku baik dan benar sebagai falsafat moral. b. Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia c. Sistem yang ideal, luhur dan baik dalam teori, yang tidak ada gunanya dalam praktek. d. Norma-norma yang dianut oleh kelompok, golongan masyarakat tertentu mengenai perbuatan yang baik dan benar. 3. Asal mula kata etika adalah ethikos, yang berasal dari bahasa . a. Latin c. Spanyol berbagai aspek kehidupan adalah . a. Meta-Etika c. Etika Terapan b. Etika Normatif d. Etika Deskriptif b. Romawi Kuno d. Yunani Kuno b. Etika Terapan d. Etika Analisis

4. Studi yang menunjukkan bahwa etika merupakan pengetahuan praktis dalam

5. Siapa tokoh yang dianggap menjadi penggagas etika pertama kali? a. Plato c. Sokrates b. Aristoteles d. Phytagoras

6. Apa inti dari filsafat etika periode perkembangan Kristen? a. Hubungan Tuhan dengan dunia b. Hukum moral berasal dari Tuhan c. Moral didasarkan atas wahyu d. Adanya penilaian atas moral tiap manusia di hari akhir 7. Apa yang menjadi dasar filsafat etika Immanuel Kant? a. Akal manusia c. Hukum universal 8. Apa yang dimaksud etika filsafat evolusioner? b. Hukum alam d. Moralitas sosial

55

a. Menganggap bahwa etika manusia adalah perkembangan alam b. Etika manusia hasil dari evolusi hewan buas zaman dahulu c. Etika berdasarkan nafsu d. Etika hasil kreasi alam 9. Salah satu teori yang mendasarkan penilaian etis dari sisi konsekuensi/akibat dari suatu tindakan adalah: a. Etika Keutamaan c. Etika Kantian b. Etika Deontologi d. Etika Teleleologi

10. Tindakan yang benar adalah tindakan yang tidak hanya memiliki konsekuensi berupa beberapa kebaikan, tetapi juga jumlah terbesar konsekuensi baik setelah memperhitungkan konsekuensi buruk. Hal tersebut merupakan salah satu prinsip dalam Utilitarianisme, yaitu: a. Hedonisme c. Maksimalisasi b. Konsekuensi d. Universalisme

11. Tiga kriteria agar suatu tindakan atau prinsip adalah bermoral, kecuali: a. Universalitas b. Otonomi c. Maksimalisasi d. Menghargai makhluk rasional 12. Dalam tujuh kewajiban moral menurut Ross, salah satunya adalah Fidelity, yaitu: a. Kewajiban tidak merugikan b. Kewajiban berbuat baik c. Kewajiban ganti rugi d. Kewajiban menepati janji 13. Hal utama yang dibahas dalam teori keutamaan (virtue) ini adalah a. Akhlak manusia c. Kewajiban manusia b. Perilaku manusia d. Hak manusia

14. Berikut ini merupakan tindakan yang mencerminkan sifat keutamaan, kecuali a. Disposisi c. Pembiasaan diri kecuali a. Kebaikan b. Rasa malu b. Kemauan/kehendak d. Keadilan

15. Hal berikut ini merupakan contoh yang mencerminkan sifat-sifat keutamaan,

56

c. Kepercayaan diri

d. Kelancangan

16. Tindakan berikut yang dapat dilakukan agar dalam kehidupan sehari-hari seseorang dapat melakukan tindakan keutamaan adalah a. Mengingat kesuksesan masa lalu b. Mengingat keterpurukan masa lalu c. Mengingat masa depan yang terbentang d. Mengingat orang-orang yang ada di sekitar 17. Hak yang melibatkan klaim terhadap setiap orang, atau kemanusiaan secara umum merupakan pengertian dari.... a. Hak moral c. Hak umum b. Hak sosial d. Hak absolut

18. Berikut ini adalah kondisi dimana seseorang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan kompensasi kepada pihak yang menjadi korban, kecuali.... a. Perbuatan yang menyebabkan kerugian merupakan perbuatan yang salah atau merupakan kelalaian (negligence) b. Perbuatan yang membuat seseorang merasa rendah diri dan tersakiti karena tingkah laku kita c. Perbuatan orang yang bersangkutan merupakan penyebab sesungguhnya kerugian tersebut d. Orang tersebut secara sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan kerugian. 19. Salah satu karakteristik pokok sudut pandang etika adalah.... a. kreativitas c. solvabilitas b. subjektivitas d. objektivitas

20. Sekalipun sudah ada norma hukum, etika tetap diperlukan karena, kecuali.... a. Norma hukum tidak dapat menjangkau wilayah abu-abu. b. Norma dan hukum cepat ketinggalan zaman, sehingga sering mendapat celah-celah hukum. c. Norma hukum sering tidak mampu mendeteksi dampak secara etis dikemudian hari; d. Etika tidak mensyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang kejujuran,

keadilan dan prosedur yang wajar terhadap manusia dan masyarakat.

57

Essay 1. Jelaskan kaitan etika terapan dengan etika pada umumnya! 2. Mengapa banyak tokoh filsafat di awal terbentuknya berasal dari bangsa Yunani? 3. Berdasarkan Teori Teleleologi dan Deontologi, bagaimana kita dapat menentukan bahwa suatu tindakan itu baik atau tidak baik? 4. Sebut dan jelaskan tindakan yang mencerminkan sifat keutamaan! 5. Berikan contoh-contoh hak yang termasuk hak umum!

58

BAB TEORI DAN KONSEP ETIKA II

Tujuan Instruksional Khusus : Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa mampu memahami perbedaan etika dengan etiket serta pengertian nilai dan norma A. Etika 1. Pengertian Etika. Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita. Untuk itu perlu kiranya bagi kita mengetahui tentang pengertian etika serta macammacam etika dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah: a. Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. b. Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak. c. Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat. Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat

kebiasaan. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: usila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Dan yang kedua adalah Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000). Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata etika yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan kata etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti: a. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); b. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; c. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar Dalam dunia bisnis etika merosot terus maka kata etika di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata etika dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Jadi arti kata etika dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap. K. Bertens berpendapat bahwa arti kata etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik

dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut : a. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial; b. kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik; c. ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral. Etika berkaitan dengan nilai, norma, dan moral. Di dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai dan pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan,

dambaan-dambaan dan keharusan. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat


dikelompokkan dalam empat tingkatan yaitu: a. Nilai-nilai kenikmatan Dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak. b. Nilai-nilai kehidupan Dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum. c. Nilai-nilai kejiwaan Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Misalnya nilai keindahan, kebenaran maupun lingkungan.

d. Nilai-nilai kerohanian Dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci. Misalnya nilai-nilai pribadi. Ada empat macam nilai-nilai kerohanian, yaitu: 1) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia. 2) Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada perasaan manusia. 3) Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia. 4) Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia. Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Jadi norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Antara norma dan etika memiliki hubungan yang sangat erat yaitu etika sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas. Etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya yaitu: a. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian tentang perilaku manusia b. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa c. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang. d. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam menjalankan aktivitas kemahasiswaanya. e. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat. 2. Macam-Macam Etika. Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau

norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut: a. Etika Deskriptif. Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis. b. Etika Normatif. Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan normanorma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut: a. Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus

membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia. b. Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik. c. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.

B. Etiket Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata etiket, yaitu: 1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu. 2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu

diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.


Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah tersebut terdapat arti yang berbeda, walaupun ada persamaannya. Istilah etika sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral (mores), sedangkan kata etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam pergaulan formal. Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan sesuatu perbuatan.Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan resepsi untuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan. Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai peraturan atau tata krama yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian (tata busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu dengan si kap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan formal atau resmi.Definisi etiket, menurut para pakar ada beberapa pengertian, yaitu merupakan kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab. Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan. C. Perbedaan Etika dan Etiket 1. Hubungan Etika dengan Manusia. Antara etika dengan mahasiswa memiliki hubungan yang sangat erat. Dalam contoh kasus mahasiswa Universitas Muslim Indonesia yang sudah diceritakan di atas, dapat kita nilai bahwa etika sangat berperan penting terhadap diri mahasiswa maupun orang lain, dengan memahami peranan etika mahasiswa dapat bertindak

sewajarnya dalam melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswa misalnya di saat mahasiswa berdemonstrasi menuntut keadilan etika menjadi sebuah alat kontrol yang dapat menahan mahasiswa agar tidak bertindak anarkis. Dengan etika mahasiswa dapat berperilaku sopan dan santun terhadap siapa pun dan apapun itu. Islam telah mengajarkan kepada bahwa kita harus berperilaku sopan terhadap orang yang lebih tua dari kita dan etika juga sudah di jelaskan di dalam Islam, etika di dalam Islam sama dengan akhlaq, dan mahasiswa sebagai mahluk Allah SWT. yang telah diberikan karunia berupa akal, akhlaq yang baik ditujukan bukan hanya kepada manusia saja melainkan kepada semua mahluk baik mahluk hidup ataupun benda mati. Sebagai seorang mahasiswa yang beretika, mahasiswa harus memahami betul arti dari kebebasan dan tanggung jawab, karena banyak mahasiswa yang apabila sedang berdemonstrasi memaknai kebebasan dengan kebebasan yang tidak bertangung jawab. 2. Etika dan Etiket. Banyak orang sangat familiar dengan kata etika. Di berbagai kesempatan, kata etika seringkali digunakan dalam konteks kesopanan atau norma. Dalam konteks bisnis dan dunia kerja etika menjadi suatu pokok bahasan yang menarik untuk diulas. Bahkan di beberapa perguruan tinggi, etika dijadikan satu bahasan tersendiri yang dibakukan dalam sebuah mata kuliah, sebut saja etika bisnis dan etika profesi. Namun tahukah anda terkadang banyak dari kita yang salah menggunakan kata etika dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali maknanya tercampur dengan kata etiket. Berbeda dengan kata etika, hanya sedikit orang yang familiar dengan kata etiket. Wajar saja, karena sedikitnya literatur, publikasi dan informasi yang berbicara mengenai kata yang satu ini. Dari segi ejaan, kata ini hampir mirip dengan etika, namun maknanya tidak mirip sama sekali. Etiket merupakan suatu tata krama atau tata sopan santun yang menyangkut sikap lahiriah manusia. Pelanggaran terhadap sikap ini tidak menjadikan seseorang dicap sebagai manusia yang tidak bermoral. Sedangkan Etika dipahami sebagai suatu usaha manusia untuk menggunakan akal budinya dalam usaha mencapai hidup dengan lebih baik. Disini ada unsur penilaian terhadap suatu norma, nilai atau

agama tertentu. Pelanggaran terhadap sikap ini bisa dicap sebagai manusia tidak bermoral. Etiket lebih bersifat lahiriah sedangkan etika batiniah. Sebagai contoh, seorang direktur di sebuah perusahaan disebut manusia yang mempunyai etiket. Ini karena ia adalah orang yang disiplin, rapih dalam berpakaian, selalu mengerjakan tugasnya dengan baik, berbicara sopan, senyum menghias mukanya dan selalu menjaga hubungan baik dengan klien. Walaupun begitu ternyata ia adalah manusia yang dinilai tidak ber-etika. Dalam menjalankan bisnis ia selalu berbuat curang dengan melakukan penyuapan di berbagai tender, ia juga melakukan tindakan nepotisme di kantornya dan terkadang melakukan pelecehan terhadap karyawannya. Begitu pula dengan seorang koruptor, mafia kasus, pejabat/birokrat hukum yang menjadi sorotan negatif akhir-akhir ini. Lihatlah mereka, berjas rapih, senyamsenyum di depan wartawan dan beretorika bagus di pengadilan dan konferensi pers. Tentunya sangat gamblang kita menilai bahwa mereka adalah manusia-manusia yang tidak punya etika, namun belum tentu mereka tidak mempunyai etiket. K. Bertens dalam bukunya yang berjudul Etika (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu : 1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. Jangan mencuri merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. 2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.

Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa. 3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan. Etika bersifat absolut. Jangan mencuri, Jangan membunuh merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar. 4. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai manusia berbulu ayam, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik. D. Nilai 1. Pengertian Nilai. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Adanya dua macam nilai tersebut sejalan dengan penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka. Perumusan pancasila sebagai dalam pembukaan UUD 1945. Alinea 4 dinyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi. Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya kita belum dapat menjabarkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu kemudian dinamakan Nilai Instrumental. Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan dalam batas-

batasyang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya. Nilai sama dengan sesuatu yang menyenangkan kita, nilai identik dengan apa yang diinginkan, nilai merupakan sarana pelatihan kita, nilai pengalaman pribadi semata, nilai ide platonic esensi. 2. Pengertian Nilai Para Ahli. a. Kimball Young Mengemukakan nilai sosial adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat. b. A.W.Green Nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek. c. Woods Mengemukakan bahwa nilai sosial merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari d. M.Z.Lawang Menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan,yang pantas,berharga,dan dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut. e. Hendropuspito Menyatakan nilai sosial adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia. f. Driyarkara (1966,38) Nilai adalah hakekat suatu hal, yang menyebabkan hal itu pantas dikejar oleh manusia. g. Fraenkel (1977:6) Nilai adalah idea atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa yang dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh sesorang, biasanya mengacu kepada estetika (keindahan), etika pola prilaku dan logika benar salah atau keadilan justice. (Value is any idea, a concept , about what some one think is important in life) h. Kuntjaraningrat (1992:26)

Menyebutkan sisten nilai budaya terdiri dari konsepi-konsepi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar keluarga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap bernilai dalam hidup. i. John Dewey Value is any object of social interest j. Endang Sumantri Sesuatu yang berharga, yang penting dan berguna serta menyenangkan dalam kehidupan manusia yang dipengaruhi pengetahuan dan sikap yang ada pada diri atau hati nuraninya. k. Kosasih Jahiri Tuntunan mengenai apa yang baik, benar dan adil l. M.I. Soelaeman Agama diarahkan pada perintah dan larangan, dorongan dan cegahan, pujian dan kecaman, harapan dan penyesalan, ukuran baik buruk, benar salah, patuh tidak patuh, adil tidak adil m. Darji Nilai ialah yang berguna bagi kehidupan manusia jasmani dan rohani n. Encylopedi Brittanca 963 Nilai kualitas dari sesuatu objek yang menyangkut jenis apresiasi atau minat. o. (Rokeach, 1973 hal. 5) Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence. p. (Feather, 1994 hal. 184) Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about desirable or undesireable goals or end-states. q. (Schwartz, 1994 hal. 21) Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding principles in the life of a person or other social entity. Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah 1. suatu keyakinan, 2. berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, 3. melampaui situasi spesifik,

4. mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadiankejadian, serta 5. tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman tentang nilai, yaitu: a. suatu keyakinan, b. berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya. Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987). Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan. Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power, achievement, hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism, security). Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube, Mayton II & Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994). Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang hanya diinginkan, di mana lebih diinginkan mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). Lebih diinginkan ini memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi tahan lama dan stabil (Rokeach,

1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih mungkin berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai budaya di mana individu tersebut menetap (Danandjaja, 1985). Dari hasil penelitiannya di 44 negara, Schwartz (1992, 1994) mengemukakan adanya 10 tipe nilai (value types) yang dianut oleh manusia, yaitu : 1. Power Tipe nilai ini merupakan dasar pada lebih dari satu tipe kebutuhan yang universal, yaitu transformasi kebutuhan individual akan dominasi dan kontrol yang diidentifikasi melalui analisa terhadap motif sosial. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pencapaian status sosial dan prestise, serta kontrol atau dominasi terhadap orang lain atau sumberdaya tertentu. Nilai khusus (spesific values) tipe nilai ini adalah : social power, authority, wealth, preserving my public image dan social recognition. 2. Achievement Tujuan dari tipe nilai ini adalah keberhasilan pribadi dengan menunjukkan kompetensi sesuai standar sosial. Unjuk kerja yang kompeten menjadi kebutuhan bila seseorang merasa perlu untuk mengembangkan dirinya, serta jika interaksi sosial dan institusi menuntutnya. Nilai khusus yang terdapat pada tipe nilai ini adalah: succesful, capable, ambitious, influential. 3. Hedonism Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik dan kenikmatan yang diasosiasikan dengan pemuasan kebutuhan tersebut. Tipe nilai ini mengutamakan kesenangan dan kepuasan untuk diri sendiri. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : pleasure, enjoying life. 4. Stimulation Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik akan variasi dan rangsangan untuk menjaga agar aktivitas seseorang tetap pada tingkat yang optimal. Unsur biologis mempengaruhi variasi dari kebutuhan ini, dan ditambah pengaruh pengalaman sosial, akan menghasilkan perbedaan individual tentang pentingnya nilai ini. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah kegairahan, tantangan dalam hidup. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : daring, varied life, exciting life.

5. Self-direction Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pikiran dan tindakan yang tidak terikat (independent), seperti memilih, mencipta, menyelidiki. Self-direction bersumber dari kebutuhan organismik akan kontrol dan penguasaan (mastery), serta interaksi dari tuntutan otonomi dan ketidakterikatan. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : creativity, curious, freedom, choosing own goals, independent. 6. Universalism Tipe nilai ini termasuk nilai-nilai kematangan dan tindakan prososial. Tipe nilai ini mengutamakan penghargaan, toleransi, memahami orang lain, dan perlindungan terhadap kesejahteraan umat manusia. Contoh nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : broad-minded, social justice, equality, wisdom, inner harmony. 7. Benevolence Tipe nilai ini lebih mendekati definisi sebelumnya tentang konsep prososial. Bila prososial lebih pada kesejahteraan semua orang pada semua kondisi, tipe nilai benevolence lebih kepada orang lain yang dekat dari interaksi sehari-hari. Tipe ini dapat berasal dari dua macam kebutuhan, yaitu kebutuhan interaksi yang positif untuk mengembangkan kelompok, dan kebutuhan organismik akan afiliasi. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah peningkatan kesejahteraan individu yang terlibat dalam kontak personal yang intim. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : helpful, honest, forgiving, responsible, loyal, true friendship, mature love. 8. Tradition Kelompok dimana-mana mengembangkan simbol-simbol dan tingkah laku yang merepresentasikan pengalaman dan nasib mereka bersama. Tradisi sebagian besar diambil dari ritus agama, keyakinan, dan norma bertingkah laku. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah penghargaan, komitmen, dan penerimaan terhadap kebiasaan, tradisi, adat istiadat, atau agama. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : humble, devout, accepting my portion in life, moderate, respect for tradition. 9. Conformity Tujuan dari tipe nilai ini adalah pembatasan terhadap tingkah laku, dorongandorongan individu yang dipandang tidak sejalan dengan harapan atau norma sosial. Ini diambil dari kebutuhan individu untuk mengurangi perpecahan sosial saat interaksi dan fungsi kelompok tidak berjalan dengan baik. Nilai khusus yang

termasuk tipe nilai ini adalah : politeness, obedient, honoring parents and elders, self discipline. 10. Security Tujuan motivasional tipe nilai ini adalah mengutamakan keamanan, harmoni, dan stabilitas masyarakat, hubungan antar manusia, dan diri sendiri. Ini berasal dari kebutuhan dasar individu dan kelompok. Tipe nilai ini merupakan pencapaian dari dua minat, yaitu individual dan kolektif. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : national security, social order, clean, healthy, reciprocation of favors, family security, sense of belonging. 3. Struktur Hubungan Nilai. Selain adanya 10 tipe nilai ini, Schwartz juga berpendapat bahwa terdapat suatu struktur yang menggambarkan hubungan di antara nilai-nilai tersebut. Untuk mengidentifikasi struktur hubungan antar nilai, asumsi yang dipegang adalah bahwa pencapaian suatu tipe nilai mempunyai konsekuensi psikologis, praktis, dan sosial yang dapat berkonflik atau sebaliknya berjalan seiring (compatible) dengan pencapaian tipe nilai lain. Misalnya, pencapaian nilai achievement akan berkonflik dengan pencapaian nilai benevolence, karena individu yang mengutamakan kesuksesan pribadi dapat merintangi usahanya meningkatkan kesejahteraan orang lain. Sebaliknya, pencapaian nilai benevolence dapat berjalan selaras dengan pencapaian nilai conformity karena keduanya berorientasi pada tingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok sosial. Pencapaian nilai yang seiring satu dengan yang lain menghasilkan sistem hubungan antar nilai sebagai berikut : 1. Tipe nilai power dan achievement, keduanya menekankan pada superioritas sosial dan harga diri 2. Tipe nilai achievement dan hedonism, keduanya menekankan pada pemuasan yang terpusat pada diri sendiri 3. Tipe nilai hedonism dan stimulation, keduanya menekankan keinginan untuk memenuhi kegairahan dalam diri 4. Tipe nilai stimulation dan self-direction, keduanya menekankan minat intrinsik dalam bidang baru atau menguasai suatu bidang 5. Tipe nilai self-direction dan universalism, keduanya mengekspresikan keyakinan terhadap keputusan atau penilaian diri dan pengakuan terhadap adanya

keragaman dari hakekat kehidupan 6. Tipe nilai universalism dan benevolence, keduanya menekankan orientasi kesejahteraan orang lain dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi 7. Tipe nilai benevolence dan conformity, keduanya menekankan tingkah laku normatif yang menunjang interaksi intim antar pribadi 8. Tipe nilai benevolence dan tradition, keduanya mengutamakan pentingnya arti suatu kelompok tempat individu berada 9. Tipe nilai conformity dan tradition, keduanya menekankan pentingnya memenuhi harapan sosial di atas kepentingan diri sendiri 10. Tipe nilai tradition dan security, keduanya menekankan pentingnya aturan-aturan sosial untuk memberi kepastian dalam hidup 11. Tipe nilai conformity dan security, keduanya menekankan perlindungan terhadap aturan dan harmoni dalam hubungan sosial 12. Tipe nilai security dan power, keduanya menekankan perlunya mengatasi ancaman ketidakpastian dengan cara mengontrol hubungan antar manusia dan sumberdaya yang ada. Berdasarkan adanya tipe nilai yang sejalan dan berkonflik, Schwartz menyimpulkan bahwa tipe nilai dapat diorganisasikan dalam dimensi bipolar, yaitu : 1. Dimensi opennes to change yang mengutamakan pikiran dan tindakan independen yang berlawanan dengan dimensi conservation yang mengutamakan batasan-batasan terhadap tingkah laku, ketaatan terhadap aturan tradisional, dan perlindungan terhadap stabilitas. Dimensi opennes to change berisi tipe nilai stimulation dan self direction, sedangkan dimensi conservation berisi tipe nilai conformity, tradition, dan security. 2. Dimensi yang kedua adalah dimensi self-transcendence yang menekankan penerimaan bahwa manusia pada hakekatnya sama dan memperjuangkan kesejahteraan sesama yang berlawanan dengan dimensi self-enhancement yang mengutamakan pencapaian sukses individual dan dominasi terhadap orang lain. Tipe nilai yang termasuk dalam dimensi self-transcendence adalah universalism dan benevolence. Sedangkan tipe nilai yang termasuk dalam dimensi self-enhancement adalah achievement dan power. Tipe nilai hedonism berkaitan baik dengan dimensi self-enhancement maupun openness to change.

4. Fungsi Nilai. Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994), fungsinya ialah: 1) Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam social issues tertentu (Feather, 1994). 2) Mempengaruhi individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu dibanding ideologi politik yang lain. 3) Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain. 4) Melakukan evaluasi dan membuat keputusan. 5) Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang lain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah. b. Sistim nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan keputusan (Feather, 1995; Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994). Situasi tertentu secara tipikal akan mengaktivasi beberapa nilai dalam sistim nilai individu. Umumnya nilai-nilai yang teraktivasi adalah nilai-nilai yang dominan pada individu yang bersangkutan. c. Fungsi motivasional Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk

mengekspresikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi motivasional. Nilai dapat memotivisir individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994), memberi arah dan intensitas emosional tertentu terhadap tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan bahwa nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan keinginan, selain tuntutan sosial (Feather, 1994; Grube dkk., 1994). d. Nilai Sebagai Keyakinan (Belief) Dari definisinya, nilai adalah keyakinan (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994; Feather, 1994) sehingga pembahasan nilai sebagai keyakinan perlu untuk memahami keseluruhan teori nilai, terutama keterkaitannya dengan tingkah laku. Nilai itu sendiri merupakan keyakinan yang tergolong preskriptif atau proskriptif, yaitu beberapa cara atau akhir tindakan dinilai sebagai diinginkan atau tidak diinginkan.

Hal ini sesuai dengan definisi dari Allport bahwa nilai adalah suatu keyakinan yang melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan pilihannya (dalam Rokeach, 1973). Robinson dkk. (1991) mengemukakan bahwa keyakinan, dalam konsep Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam suatu skema konseptual, tapi juga predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan perasaan terhadap obyek dari keyakinan tersebut. 5. Pengukuran Nilai. Selama ini pengukuran nilai didasarkan kepada hasil evaluasi diri yang dilaporkan oleh individu ke dalam suatu skala pengukuran (mis. Rokeach value survey, Schwartz value survey). Evaluasi diri membutuhkan pemahaman kognitif maupun afektif terhadap diri sendiri, termasuk untuk membedakan antara nilai ideal normatif dan nilai faktual yang ada saat ini. Sejalan dengan hal ini, Schwartz, Verkasalo, Antonovsky dan Sagiv (1997) melihat hubungan antara respon terhadap social desirability dan skala nilai berdasarkan pelaporan diri. Mereka membuktikan bahwa terjadi bias pada pengukuran nilai yang mengandung aspek social desirability tinggi, yaitu pada tipe nilai hedonism, stimulation, self-direction, achievement dan power. Jadi pengukuran nilai yang menggunakan skala pelaporan diri pada penelitian yang banyak dipengaruhi aspek social desirability seperti dalam penelitian ini (mis. tingkah laku seksual) kurang baik. Cara lain yang digunakan untuk mengetahui nilai individu adalah dengan teknik wawancara. Teknik ini telah digunakan oleh Rokeach (1973) untuk menggali nilai-nilai apa saja yang dimiliki seseorang. Ia melakukan wawancara dengan para responden yang dimintanya untuk menjawab pertanyaan tentang nilai apa yang menjadi tujuan akhir mereka. Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, nilai-nilai seseorang akan tampak dalam beberapa indikator: a. Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu, maka indikator pertama adalah pernyataan tentang keinginan-keinginan, prinsip hidup dan tujuan hidup seseorang. b. Indikator berikutnya adalah tingkah laku subyek dalam kehidupannya sehari-hari. Nilai berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bertingkah laku, memberi arah pada tingkah laku dan memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan. Jadi tingkah laku seseorang mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya.

Dari tingkah laku dapat dilihat apa yang menjadi prioritasnya, apa yang lebih diinginkan oleh seseorang. c. Fungsi nilai adalah memotivasi tingkah laku. Seberapa besar seseorang berusaha mencapai apa yang diinginkannya dan intensitas emosional yang diatribusikan terhadap usahanya tersebut, dapat menjadi ukuran tentang kekuatan nilai yang dianutnya. d. Salah satu fungsi dari nilai adalah dalam memecahkan konflik dan mengambil keputusan. Dalam keadaan-keadaan dimana seseorang harus mengambil keputusan dari situasi yang menimbulkan konflik, nilainya yang dominan akan teraktivasi. Jadi, apa keputusan seseorang dalam situasi konflik tersebut dapat dijadikan indikator tentang nilai yang dianutnya. Fungsi lain dari nilai adalah membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam suatu topik sosial tertentu dan mengevaluasinya. Jadi apa pendapat seseorang tentang suatu topik tertentu dan bagaimana ia mengevaluasi topik tersebut, dapat menggambarkan nilai-nilainya. E. Norma 1. Pengertian Norma. Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sentosa. Namun masih ada segelintir orang yang masih melanggar norma-norma dalam masyarakat, itu dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah faktor pendidikan, ekonomi dan lain-lain. Norma terdiri dari beberapa macam, antara lain yaitu : a. Norma Agama b. Norma Kesusilaan c. Norma Kesopanan d. Norma Kebiasaan (Habit) e. Norma Hukum 2. Norma Yang Berlaku Dalam Masyarakat. a. Norma Agama Adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran aqidah suatu agama. Norma ini bersifat mutlak yang mengharuskan ketaatan para penganutnya. Apabila seseorang tidak memiliki iman dan keyakinan yang kuat, orang tersebut cenderung melanggar

norma-norma agama. Norma ini merupakan peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, laranganlarangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa siksa kelak di akhirat. Contoh norma agama ini diantaranya ialah: 1) Kamu dilarang membunuh. 2) Kamu dilarang mencuri. 3) Kamu harus patuh kepada orang tua. 4) Kamu harus beribadah. 5) Kamu jangan menipu. b. Norma Kesusilaan Norma ini didasarkan pada hati nurani atau ahlak manusia. Melakukan pelecehan seksual adalah salah satu dari pelanggaran dari norma kesusilan. Dengan kata lain norma kesusilaan merupakan peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Contoh norma ini diantaranya ialah : 1) Kamu tidak boleh mencuri milik orang lain. 2) Kamu harus berlaku jujur. 3) Kamu harus berbuat baik terhadap sesama manusia. 4) Kamu dilarang membunuh sesama manusia. c. Norma Kesopanan Sebuah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di masyrakat. Norma Kesopanan ini timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri. Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat istiadat.

Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian. Contoh norma ini diantaranya ialah : 1) Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus dan lain-lain, terutama wanita yang tua, hamil atau membawa bayi. 2) Jangan makan sambil berbicara. 3) Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat dan. 4) Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua. d. Norma Kebiasaan (Habit) Norma ini merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara berulangulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang-orang yang tidak melakukan norma ini dianggap aneh oleh anggota masyarakat yang lain. Kegiatan melakukan acara selamatan, kelahiran bayi dan mudik atau pulang kampung adalah contoh dari norma ini. e. Norma Hukum Adalah himpunan petunjuk hidup atau perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat (negara). Sangsi norma hukum bersifat mengikat dan memaksa. Norma Hukum merupakan peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundangundangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat

dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara. Contoh norma ini diantaranya ialah : 1) Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/nyawa orang lain, dihukum karena membunuh dengan hukuman setingi-tingginya 15 tahun. 2) Orang yang ingkar janji suatu perikatan yang telah diadakan, diwajibkan mengganti kerugian, misalnya jual beli.

3) Dilarang mengganggu ketertiban umum. 3. Norma dari Sudut Pandang Umum. Norma juga bisa berarti sebagai aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai tingkah laku, sikap, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan di lingkungan kehidupannya. Dari sudut pandang umum sampai seberapa jauh tekanan norma diberlakukan oleh masyarakat, norma dapat dibedakan sebagai berikut. a. Cara (Usage) Cara mengacu pada suatu bentuk perbuatan yang lebih menonjolkan pada hubungan antarindividu. Penyimpangan pada cara tidak akan mendapatkan hukuman yang berat, tetapi sekadar celaan, cemoohan, atau ejekan. Misalnya, orang yang mengeluarkan bunyi dari mulut (serdawa) sebagai pertanda rasa kepuasan setelah makan. Dalam suatu masyarakat, cara makan seperti itu dianggap tidak sopan. Jika cara itu dilakukan, orang lain akan merasa tersinggung dan mencela cara makan seperti itu. b. Kebiasaan (Folkways) Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi daripada cara (usage). Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama karena orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Misalnya, kebiasaan menghormati orang yang lebih tua. c. Tata Kelakuan (Mores) Jika kebiasaan tidak semata-mata dianggap sebagai cara berperilaku, tetapi diterima sebagai norma pengatur, kebiasaan tersebut menjadi tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari sekelompok manusia, yang dilaksanakan atas pengawasan baik secara sadar maupun tidak sadar terhadap anggotanya. Tata kelakuan, di satu pihak memaksakan suatu perbuatan, sedangkan di lain pihak merupakan larangan sehingga secara langsung menjadi alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan individu. Misalnya, larangan perkawinan yang terlalu dekat hubungan darah (incest). d. Adat Istiadat (Custom) Tata kelakuan yang terintegrasi secara kuat dengan polapola perilaku masyarakat dapat meningkat menjadi adapt istiadat. Anggota masyarakat yang

melanggar adat istiadat akan mendapat sanksi keras. Misalnya, hukum adat di Lampung melarang terjadinya perceraian pasangan suami istri. Jika terjadi perceraian, orang yang melakukan pelanggaran, termasuk keturunannya akan dikeluarkan dari masyarakat hingga suatu saat keadaannya pulih kembali. Norma pada umumnya berlaku dalam suatu lingkungan. Oleh karena itu, sering kita temukan perbedaan antara norma di suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu atau kelompok lainnya. Interaksi sosial mereka juga senantiasa didasari oleh adat dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya interaksi sosial di dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lain

sebagainya. Masyarakat yang menginginkan hidup aman, tentram dan damai tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut kaidah (berasal dari bahasa Arab) atau norma (berasal dari bahasa Latin) atau ukuran-ukuran. Norma-norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud: perintah dan larangan. Apakah yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi norma tersebut? Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.

RANGKUMAN 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian etika ada tiga yaitu: (1) Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. (2)Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak. (3)Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat. 2. Macam Etika bisa dikelompokkan sebagai Etika Deskriptif dan Etika Normatif 3. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata etiket, yaitu: (1) Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu. (2) Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik. 4. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. 5. Schwartz (1992, 1994) mengemukakan adanya 10 tipe nilai (value types) yang dianut oleh manusia, yaitu : 1. Power 2. Achievement 3. Hedonism 4. Stimulation 5. Self-direction 6. Universalism 7. Benevolence 8. Tradition 9. Conformity 10. Security. 6. Berdasarkan adanya tipe nilai yang sejalan dan berkonflik, Schwartz

menyimpulkan bahwa tipe nilai dapat diorganisasikan dalam dimensi bipolar, yaitu : (1) Dimensi opennes to change yang mengutamakan pikiran dan tindakan independen yang berlawanan dengan dimensi conservation yang mengutamakan batasan-batasan terhadap tingkah laku, ketaatan terhadap aturan tradisional, dan perlindungan terhadap stabilitas (2) dimensi pada self-transcendence yang

menekankan penerimaan bahwa manusia

hakekatnya sama dan

memperjuangkan kesejahteraan sesama yang berlawanan dengan dimensi selfenhancement yang mengutamakan pencapaian sukses individual dan dominasi terhadap orang lain.

7. Fungsi utama dari nilai (1)Nilai sebagai standar (2) Sistim nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan keputusan motivasional (4) Nilai Sebagai Keyakinan (Belief) 8. Pengukuran nilai biasanya didasarkan kepada hasil evaluasi diri yang dilaporkan oleh individu ke dalam suatu skala pengukuran atau dengan teknik wawancara 9. Indikator yang digunakan untuk menentukan nilai-nilaiseseorang antara lain (1) bagaimana cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu (2) tingkah laku subyek dalam kehidupannya sehari-hari (3) memotivasi tingkah laku 10. Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sentosa. 11. Macam-macam norma yng berlaku di masyarakat; Norma Agama, Norma Kesusilaan, Norma Kesopanan, Norma Kebiasaan (Habit) dan Norma Hukum. (3) Fungsi

LATIHAN 1. Jelaskan perbedaan etika dan etiket! 2. Apa arti nilai menurut kuntjaraningrat? berikan penjelasan! 3. Schawartz mengungkapkan bahwa ada 10 tipe nilai yang dianut oleh manusia, jelaskan masing-masing dari nilai tersebut dan berikan penjelasan mengenai tipe-tipe nilai tersebut! 4. Apakah yang dimaksud dengan Dimensi opennes to change, sebutkan contohcontoh yang termasuk dalam dimensi ini! 5. Orang yang lebih mudah untuk menemukan teman baru tetapi juga mudah untuk mendapatkan musuh karena sifatnya yang sombong termasuk dalam tipe yang

mana menurut Schwartz? Jelaskan jawaban anda! 6. Jelaskan fungsi nilai yang paling penting menurut anda! Berikan contohnya dalam kehidupan nyata! 7. Jelaskan beda antara nilai dan norma! Berikan contohnya sehingga mudah untuk dipahami! 8. Orang yang melanggar norma kesusilaan akan mendapatkan rasa penyesalan dalam diri karena bertabrakan dengan hati sanubarinya, namun saat ini banyak orang melakukan perbuatan yang sangat bertentangan dengan kebenaraan hati, dan mereka tidak merasa menyesal, bagaimana pendapat anda dengan permasalahan seperti ini? 9. Orang yang melanggar norma hukum akan mendapat hukuman, hukuman itu sendiri bersifat mengatur dan memaksa. Sebutkan perbedaan dari mengatur dan memaksa itu sendiri! 10. Ada seorang preman yang dikampung selalu meminta uang dari orang-orang kaya yang ada di kampungnya, bahkan tidak jarang mencuri dari orang-orang kaya itu, namun uang yang didapatnya digunakanuntuk membantu orang-orang yang di sekitarnya terutama untuk fakir miskin dan orang yang kurang mampu karena preman ini ingin membantu tetapi tidak punya pekerjaan, sedangkan orang kaya ini sombong dan itdak mau membantu yang lain. Dari masalah nilai, norma, etika dan etikaet, jelaskan masalah ini dengan teori-toeri yang sudah ada!

BAB

ETIKA PROFESI

_____________________________________________________
Tujuan Instruksional Khusus: 1. Memahami pengertian etika profesi 2. Memahami urgensi etika profesi 3. Memahami prinsip-prinsip etika profesi

A. Pengertian Profesi dan Etika Profesi 1. Etika Kita sering mendengar, membaca, atau bahkan menggunakan, istilah etika di berbagai kesempatan. Sejumlah pengamat, misalnya, menganggap bahwa banyak politisi berperilaku tidak etis atau tidak mempertimbangkan etika lagi. Mereka menuntut perlunya para penyelenggara negara memperhatikan etika, dan

mengusulkan agar disusun suatu kode etik bagi para anggota legislatif, dan penyelenggara lainnya, bahkan juga untuk pelaksanaan kampanye pemilihan umum. Demikian pula, ketika menyeruak skandal-skandal keuangan seperti enron di AS, sejumlah pihak menegaskan kembali perlunya fondasi etika dalam berbisnis, berarganisasi dan dalam menjalankan profesi. Mereka, misalnya, menyindir para pebisnis dan profesional dengan mempertanyakan, masih adakah yang namanya etika itu? Etika dalam kehidupan keseharian adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan keseharian. Apalagi dengan perkembangan kehidupan sosial ekonomi budaya dan teknologi yang mendorong munculnya gejala-gejala moral yang fenomenal.

Kenyataan ini menunjukkan perhatian dan minat orang-orang terhadap etika dan seluk beluknya, terus berkembang. Dampak langsungnya, eksistensi dan penerapan etika dalam dunia bisnis dan profesi, terus

berkembang dan semakin meningkat.Dalam dunia bisnis atau profesinal, etika merupakan prinsip-prinsip moralitas yang mengatur dan menjadi pedoman bagi para pelaku bisnis atau profesi. Dimulai dari ketika ia melakukan pemikiran, menciptakan, dan mengambil berbagai keputusan dalam menjalankan bisnis atau profesinya. Mengingat begitu pentingnya etika, hampir semua profesi yang ada saat ini memiliki kode etika profesi yang dituangkan ke dalam bentuk peraturan tertulis. Tentu saja memiliki sanksi sebagaimana peraturan lainnya bagi pelaku yang dianggap melanggarnya.
2. Pengertian Profesi Profesi berasal dari bahasa latin Proffesio yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan apa saja dan siapa saja untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan keterampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut. Profesi merupakan bagian dari pekerjaan, namun tidak setiap pekerjaan adalah profesi. Seorang petugas staf administrasi biasa berasal dari berbagai latar ilmu, namun tidak demikian halnya dengan Akuntan, Pengacara, Dokter yang membutuhkan pendidikan khusus. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang mengandalkan keterampilan dan keahlian khusus yang tidak didapatkan pada pekerjaan-pekerjaan sebelumnya. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai perkembangan teknologi.

Secara populer sedikitnya ada dua pengertian yang diberikan pada istilah profesi. Pertama, pekerjaan yang ditekuni dan menjadi tumupuan hidup. Kedua, lebih dari sekedar pekerjaan, profesi adalah bidang pekerjaaan yang dialnadasi oleh pendidikan keahlian tertentu. Selain itu, profesi sering dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu profesi baisa dan profesi luhur. Istilah profesi dalam bab ini, sebagaimana dapat kita pahami nanti, selain mengandung arti pekerjaan sebagai panggilan dan tumpuan hidup dan standar yang tinggi, juga berarti pekerjaan yang bercirikan keluhuran dan komitmen moral yang tinggi. Tegasnya, profesi memnag suatu pekerjaan, tetapi berbeda dengan pekerjaan pada umumnya. Suatu profesi dibangun dengan landasan yang bermoral karena seorang profesional memang dituntut untuk menghasilkan kinerja berstandar kualitas tinggi dan mengutamakan kepentingan publik. Karena nilai-nilai moral ini, maka menyatakan pencopet adalah profesi tentulah tidak tepat; seorang pencopet, kerenanya, bukanlah seorang profesional, tetapi seorang penjahat yang pada dasarnya anti moral atau immoral. 3. Ciri-Ciri dan Syarat Profesi. Ciri-ciri suatu profesi diantaranya adalah: a. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun. b. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi. c. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat. d. Izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa

keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus. e. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi. Syarat Suatu Profesi 1) Melibatkan kegiatan intelektual. 2) Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus. 3) Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan. 4) Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan. 5) Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.

6) Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi. 7) Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. 8) Menentukan standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik. 4. Pengertian Etika Profesi. Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitandengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhioleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetapi belumtentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yangdiperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatupekerjaan dapat disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yangmendasari praktek pelaksaan, dan penguasaan teknik intelektual yang merupakanhubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Adapun hal yang perludiperhatikan oleh para pelaksana profesi. Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sangatlahperlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen(klien atau objek). Dengan kata lain orientasi utama profesi adalah untukkepentingan masyarakat dengan menggunakan keahlian yang dimiliki. Akan tetapitanpa disertai suatu kesadaran diri yang tinggi, profesi dapat dengan mudahnyadisalahgunakan oleh seseorang seperti pada penyalahgunaan profesi seseorangdibidang komputer misalnya pada kasus kejahatan komputer yang berhasilmengcopy program komersial untuk diperjualbelikan lagi tanpa ijin dari hakpencipta atas program yang dikomesikan itu.Sehingga perlu pemahaman atasetika profesi dengan memahami kode etik profesi.Menurut Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994: 6-7), etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan ketertiban penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat. Profesional (seorang profesional) adalah orang yang menjalani suatu profesi, dan karenanya, mempunyai tanggung jawab yang tinggi untuk berkarya dengan standar kualitas tinggi dilandasi dengan kmitmen moral yang tinggi pula. Mengingat makna profesi dan profesional itu, maka etika profesi merupakan unsur atau dimensi yang tak terpisahkan dari setiap profesi. Etika profesi atau etika profesional merupakan unsur sangat penting dalam kehidupan komunitas profesi. Etika profesi

merupakan pembeda utama antara para profesional dengan orang-orang yang sekedar ahli di bidang yang mereka pilih untuk ditekuni ( pekerjaan). Dengan berpedoman pada nilai-nilai etis, yang antara lain digariskan dalam kode etik profesi, para profesional meraih dan memiliki reputasi yang tinggi, dan karena itu jasa mereka sangat dibutuhkan dan dihargai oleh masyarakat. Etika profesi merupakan jantung harapan publik dalam kaitannya dengan tingkat kepercayaan dalam pekerjaan yang dikategorikan dengan sebutan profesional. Masyarakat menghargai profesi yang memegang teguh standar etika yang tinggi dan akan memandang rendah profesi itu jika kepercayaan yang mereka berikan dikhianati. Etika profesi atau etika profesional merupakan suatu bidang etika (sosial) terapan. Etika profesi berkaitan dengan kewajiban etis mereka yang menduduki posisi yang disebut profesional. Etika profesi berfungsi sebagai panduan bagi para profesional dalam menjalani mereka memberikan dan mempertahankan jasa kepada masyarakta yang berstandar tinggi. Sebagai bidang etika terapan, etika profesi pada dasarnya berkaitan dengan penerapan standar moral atau prinsip-prinsip moral tertentu yang disepakati untuk dijadikan sebagai nilai-nilai dan panduan bersamaoleh para anggota profesi. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan profesi, etika meliputi norma-norma yang mentransformasikan nilai-nilai atau cita-cita (luhur) ke dalam praktik sehari-hari para profesional dalam menjalankan profesi mereka. Norma-norma ini biasanya dikodifikasikan secara formal ke dalam bentuk kode etik (code of ethics) atau kode (aturan) perilaku (code of conducts) profesi yang bersangkutan. Etika profesi biasanya dibedakan dari etika kerja (work ethics atau occupational ethics) yang mengatur praktik, hak dan kewajiban bagi mereka yang bekerja di bidang yang tidak disebut profesi (non-profesional) non-propfesional adalah pegawai atau pekerja biasa dan dianggap dan dianggap kurang memiliki otonomi dan kekuasaan atau kemampuan profesional. Namun demikian, ada sejumlah pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada alasan moral untuk mengeluarkan etika kerja dari kajian etika profesional karena keduanya tidak terlalu berbeda jenisnya kecuali yang menyangkut besarnya bayaran yang diterima dari pekerjaan mereka. Pertimbangan utamanya adalah bahwa orang pada umumnya tidak terlampau mengkhawatirkan terjadinya perampasan atau pengambilalihan pekerjaan, melainkan mengkhawatirkan terjadinya penyalahgunaan kewenangan,

kekuasaan atau keahlian. Misalnya, masyarakat tidak atau kurang mengkhawatirkan bahwa tukang daging akan mengambil alih pekerjaan penjahit, atau sebaliknya, penjahit akan mengambil alih pekerjaan mereka hanya demi kepentingan mereka sendiri. Perbedaan antara etika profesi dan etika kerja lazimnya dilakukan mengingat aktivitas pra profesional seperti dokter, pengacara, dan akuntan, adalah berbeda dengan pekerja lain pada umumnya. Para profesional memiliki karakteristik khusus dari segi pendidikan atau pelatihan, pengetahuan, pengalaman, dan hubungan dengan klien, yang membedakannya dari pekerja non-profesional. Tuntutak akan standar profesionalisme dan etika untuk para profesionaladalah jauh lebih tinggi dibandingkan terhadap nonprofesional. Namun demikian tetap perlu diingat, meskipun etika profesi dibedakan dari etika kerja, kerangka dan prinsip-prinsip yang dicakup etika profesi tetap dapat diberlakukan sebagai etika kerja. Ini terutama karena etika profesi mencakup prinsip-prinsip umum etika yang, sebagaimana prinsip-prinsip itu diberlakukan pada kehidupan profesi, dapat diterapkan pada bidnag pekerjaan atau kehidupan yang lain. 5. Kode Etik Profesi Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis. Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. Menurut UU no. 8 (pokok-pokok kepegawaian), Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalammelaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana seseorang sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi : a. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

b. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan keja (kalangan sosial). c. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah ; SUMPAH HIPOKRATES, yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter. Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi.Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti.Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis.Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilainilai dan citacita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.

10

Sanksi Pelanggaran KodeEtik : a. Sanksi moral b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi c. Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek seharihari control ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota-anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya. Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi.Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi.Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya normanorma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional. Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah : a. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. b. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.

11

c. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang. 6. Tujuan Kode Etika Profesi Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negar tidak sama. Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct) profesi adalah: a. Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya b. Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan c. Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu d. Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moralmoral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya e. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi f. Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau

undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya g. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. h. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi. i. j. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. Menentukan baku standarnya sendiri.

B. Urgensi Etika Profesi Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya

12

manusia bergaul.Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masingmasing yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita. Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindaksecara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita .Begitu juga dengan etika profesi yang keberadaannya sangat diperlukan bagi kalangan professional. Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi.Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring perkembangan zaman.Kode etik profesi merupakan pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar. Kode etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilainilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri.Setiap kode etik profesi selalu dibuat tertulis yang tersusun secara rapi, lengkap, tanpa catatan, dalam bahasa yang baik, sehingga menarik perhatian dan menyenangkan pembacanya.Semua yang tergambar adalah perilaku yang baik-baik.Bukan algoritma sederhana yang dapat menghasilkan keputusan etis atau tidak etis Kadang-kadang bagian-bagian dari kode etik dapat terasa saling bertentangan ataupun dengan kode etik lain.Kita harus menggunakan keputusan yang etis untuk bertindak sesuai dengan semangat kode etik profesi.Kode etik yang baik menggariskan dengan jelas prinsip-prinsip mendasar yang butuh pemikiran, bukan kepatuhan membuta. Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan

13

pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat built-in mechanism berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian (Wignjosoebroto, 1999). Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semua dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujungujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini. C. Prinsip dan Peranan Etika Profesi 1. Prinsip-Prinsip Etika Profesi. Terdapat beberapa prinsip yang melekat dengan etika profesi diantaranya adalah sebagai berikut: a. Tanggung jawab. Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya dan tangggung jawab terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya. b. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. c. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya, tetapi dibatasi tanggungjawab dan komitmen profesional dan tidak mengganggu kepentingan umum. d. Prinsip integritas moral yang tinggi. Komitmen pribadi menjaga keluhuran profesi.

14

2. Peranan Etika Dalam Profesi. a. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama. b. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya. c. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya. 3. Prinsip etika akuntasi terhadap Kepentingan Publik. Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat

15

pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. 4. Penyebab Pelanggaran Kode Etik Profesi. a. Pengaruh sifat kekeluargaan Misalnya Seorang dosen yang memberikan nilai tinggi kepada seorang mahasiswa dikarenakan mahasiswa tersebut keponakan dosen tersebut. b. Pengaruh jabatan Misalnya seorang yang ingin masuk ke akademi kepolisian , dia harus membayar puluhan juta rupiah kepada ketua polisi di daeranhya , kapolsek tersebut menyalah gunakan jabatannya. c. Pengaruh masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia, sehingga

menyebabkan pelaku pelanggaran kode etik profesi tidak merasa khawatir melakukan pelanggaran. d. Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dari masyarakat e. Organisasi profesi tidak dilengkapi denga sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan f. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi,

karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri g. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya h. Tidak adanya kesadaran etis da moralitas diantara para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya 5. Sistem Penilaian Etika Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau jahat, susila atau tidak susila.Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti.Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk

16

perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata. Burhanuddin Salam, Drs. menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat : a. Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana dalam hati, niat. b. Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti. c. Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk. Berdasarkan sistematika di atas, kita bisa melihat bahwa Etika Profesi merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika sosial. Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan, wil. Dan isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini ada (4 empat) variabel yang terjadi : a. Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik. b. Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya kelihatannya baik. c. Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik. d. Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik. D. Isu-Isu Seputar Etika Profesi 1. Mal praktik dalam Birokrasi Pelayanan Publik. Mal-praktik telah menjadi isu yang sering didengar di Indonesia, seperti dalam buku Kusmanadji (2004,16-1) mal-praktik dalam birokrasi atau maladministrasi pada dasarnya adalah praktik administrasi yang menyimpang dari etika administrasi dan sekaligus menggagalkan pencapaian tujuan organisasi.Dalam konteks pelayanan publik atau birokrasi, mal administrasi adalah masalah etika karena menyimpang atau bahkan melanggar nilai-nilai atau prinsip-prinsip etika yang seharusnya dijunjung tinggi. Penyimpangan etika ini dapat mengambil banyak bentuk antra lain, ketidakjujuran, perilaku tercela, pengabaian atau pelanggaran hukum, favoritisme, perlakuan tidak adil, pemborosan dan penggelapan dana, menutupnutupi kesalahan, dan kegagalan dalam berinisiatif. Ketidakjujuran banyak terjadi dalam lilngkungan birokrasi contohnya

pelayanan yang dibuat menjadi lebih cepat dari biasanya karena telahmenerima

17

imbalan. Perbuatan tercela yang dilakukan oleh aparatur negara mungkin tidak melanggar hukum tapi menurut standar etika perbuatan tersebut tidak patut contohnya mendahulukan pejabat daripada orang biasa padahal orang tersebut

mengantre lebih dahulu. Pengabaian atau pelanggaran hukum mudah dijumpai di lingkungan birokrasi. Banyak pegawai yang mengetahui bahwa barang-barang dinas tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi namun mereka dengan sengaja menggunakan barang tersebut, misalnya kendaraan dinas untuk keperluan keluarga tanpa melalui proses perijinan yang ditetapkan. Favoritisme lazimnya berkaitan dengan ketidakobjektifan aparatur pemerintah dalam menafsirkan hukum atau peraturan.Dalam hal ini, aparatur pemerintah dalam menafsirkan hukum atau peraturan.Dalam hal ini, aparatur tersebut tetap mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, tetapi hukum yang berlaku, tetapi hukum tersebut ditafsirkan sesuai dengan kepentingannya sendiri atu demi keuntungan pribadi. Perlakuan tidak adil acap terjadi baik terhadap pegawai ,maupun terhadap warga masyarakat yang menjadi pelanggan. Sebagi contoh, seorang atasan dalam suatu instansi, karena merasa senang dengan seseorang dibawahnya atasan tersebut memperlakukan bawahannya secara berbeda dibandingkan dengan bawahan lainnya termasuk misalnya dalan hal pengusulan untuk promosi.Pemborosan dan inefisiensi juga sering terjadi di birokrasi.Banyak terjadi bahwa harga barang atau jasa yang dibeli jauh lebih tinggi daripada harga wajarnya.Dalam banyak hal, pemborosan atau inefisiensi sejenis ini bersangkut paut dengan penggelembungan harga (mark-up).Selain itu, tidak sulit menemukan pegawai yang menggunakan barang-barang atau sarana lebih banyak dari yang diperlukan.Ini umumnya terjadi karena kurang atau tiadanya rasa memiliki dan tanggung jawab sebagaimana diharapkan oleh masyarakat yang memberikan kepercayaan kepada mereka untuk mengelola sumberdaya publik untuk kepentingan publik sebesar-besarnya. Bentuk lain mal-administrasi adalah kegagalan menunjukkan inisiatif, seperti ketidakberanian mengambil tindakan yang diperlukan padahal memiliki kewenangan untuk itu, ketidakmampuan memberikan usulan-usulan yang berguna. Banyak pejabat yang tidak berani mengambil keputusan dengan alasan menunggu adanya petunjuk pelaksana atau petujuk kriteria.

18

2. Korupsi. Korupsi merupakan isu etika yang banyak disoroti oleh penjuru dunia. Dalam bukunya Kusmanadji (2004,16-3) walaupun korupsi sering terjadi di hampir semua negara, namun di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, korupsi sangat merajalela bahkan ditengarai telah menjadi budaya.Secara ekonomi dan politik, korupsi ini dinilai memiliki dampak luar biasa karena menghambat pertumbuhan atau kemajuan ekonomi dan demokrasi megara yang bersangkutan.Oleh sebab itu, pada saat ini gerakan memberantas korupsi bergaung dimana-mana, dan Indonesia sendiri sebenarnya telah membangun kerangka atau system hukum dan

kelembagaan untuk memberantas korupsi, walaupun banyak pihak yang masih skeptic.Terakhir, lembaga independen anti korupsi, yakni Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) telah dibentuk dan telah memulai menjalankan tugasnya. Korupsi sebenarnya bukan monopoli pegawai negeri atau pejabat publik, namun tindak korupsi ini lebih menonjol dikaitkan dengan jabatan negeri atau publik (negara) Mengingat dampak buruknya yang dipandang luar biasa terhadap kehidupan social dan ekonomi suatu negara, masalah korupsi ini telah dikategorikan sebagai tindak pidana sehingga menjadi permasalahan hukum. Pada saat ini diakui bahwa pola korupsi adalah sangat beragam dari satu negara ke negara lain. Namun dari sudut pandang etika, korupsi dalam konteks birokrasi atau administrasi publikkorupsi dapat didefinisikan sebagai penggunaan jabatan, posisi, fasilitas atau sumberdaya publik untuk kepentingan atau kepentingan pribadi.Jadi, korupsi pada dasarnya merupakan pelanggaran, jika bukan pengkhianatan, terhadap kepercayaan publik yang diberikan kepada pegawai atau pejabat publik. Dengan perkataan lain, pejabat publik yang telah diserahi kepercayaan untuk mengelola sumberdaya publik dan seharusnya memberikan jaminan bahwa mereka bekerja demi kepentingan publik yang ternyata membelokkannya demi kepentingan diri sendiri. Keuntungan atau kepentingan pribadi tersebut tidak terbatas pada kepentingan tau keuntungan keuangan (finansial), tetapi meliputi juga semua jenis manfaat sekalipun tidak secara langsung berkaitan dengan diri pegawai/pejabat yang bersangkutan. Dengan definisi yang luas tersebut, maka sebenarnya banyak sekali tindakan atau keputusan pegawai negeri/pejabat publik yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. Perbuatan-perbuatan seperti pembelian atau pembayaran fiktif dan penggelembbungan harga, penerimaan suap atau uang pelican, pemungutan liar

19

(tidak sah), mangkir kerja, dan penerimaab hadiah atau sumbangan dapat dikategorikan sebagai korupsi, karena perbuatan-perbuatan tersebut berkaitan erat dengan kewenangan atau kedudukan/jabatan pelaku yang bersangkutan dan keuntungan atau kepentingan pegawai/pejabat (termasuk keluarga dan kawan). Perbuatan-perbuatan ini melanggar sumpah dan janji pegawai negeri dan sekaligus melanggar prinsip-prinsip etika seperti kejujuran, keadilan, objektivitas, dan legalitas. Dari sudut pandang hukum dalam UU tentang Tindak Pidana Korupsi (UU No. 3/1971 yang diubah dengan UU NO. 31/1999), korupsi merupakan tindak pidana yang diartikan sebagai perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara (Pasal 2). Jadi, secara hukum suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai korupsi jika memenuhi tiga kondisi : a. Melawan hukum b. Menguntungkan diri sendiri c. Merugikan negara atau perekonomian negara Selain itu, sesuai dalam pasal 3 termasuk sebagai korupsi adalah penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan yang dimaksudkan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, dan perbautan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Definisi menurut hukum ini lebih spesifik dibandingkan dengan definisi menurut etika, yaitu dengan memasukkan kriteria memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kriteria ini dalam kasus-kasus tertentu banyak digunakan oleh koruptor untuk mengelak dari kejahatan. Dengan kriteria tersebut, seorang pegawai bisa mengatakan bahwa ia tidak melakukan korupsi ketika menggunakan mobil dinas untuk perjalanan dalam rangka urusan pribadi/keluarga, menggunakan telepon kantor untuk urusan keluarga, karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak memperkaya dirinya atau tidak mengganggu perekonomian negara. Demikian pula, menggunakan waktu kerja untuk jalan-jalan di mall, datang terlambat di kantor, dan sejenisnya bukan korupsi melainkan perbuatan yang wajar-wajar saja. Ditinjau dari prinsip etika utilitarian, boleh jadi konsekuensi (kerugian) dari perbuatan-perbuatan tersebut tidak signifikan dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang jika terus-menerus terjadi (perbuatan yang

20

bersangkutan menjadi kebiasaan) konsekuensi buruk tersebut akan sangat mempengaruhi kinerja instansi yang bersangkutan. Sementara itu dari sudut pandang etika kewajiban, jelas bahwa perbuatan-perbuatan tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai (etika) yang seharusnya dipatuhi dan dijunjung tinggi, seperti loyalitas, tanggung jawab, efisiensi, dan kejujuran.Dalam perdebatan mengenai korupsi dan perumusan strategi pencegahan dan pemberantasannya, diakui bahwa korupsi ini bukan penyakit musiman atau bersifat sementara, tetapi dampak buruknya dapat dirasakan di mana-mana.Dengan makin intensif dan berkembangnya interaksi sector swasta dengan sektor publik, berbagai bentuk korupsi ditengarai tumbuh subur. Korupsi sering disandingkan dengan kolusi dan nepotisme sehingga terkenal dengan istilah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kolusi seperti halnya definisi yang digunakan dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi ,dam Mepotsme mengacu kepada permufakatan atau kerjasama (secara melawan hukum) dengan sesama

pegawai/pejabat publik atau dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masayrakat dan atau negara. Sementara itu nepotisme adalh setipa perbuatan oleh pegawai/pejabat publik (secara melawan hukum) yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.Dlam konteks birokrasi publik, kolusi dan nepotisme merupakan dua bentuk pelanggaran etika pelayanan publik, dan sebenarnya keduanya dipandang sebagai bentuk-bentuk dari tindak korupsi itu sendiri atau sebagai bagain dari tindak korupsi. 3. Benturan Kepentingan Isu etika penting lainnya yang bersangkut paut dengan birokrasi dan pelaku pelayanan publik adalah benturan kepentingan (conflict of interest). Sesuai dengan buku Kusmanadji (2004,16-6) benturan kepentingan ini tidak harus berarti korupsi, tetapi sangat membahayakan karena merupakan pintu menuju korupsi. Secara historis, pendefinisian benturan kepentingan dalam konteks birokrasi publik merupakan subjek beragam pendekatan.Ketika pejabat publik memiliki kepentingan yang sah yang timbul di luar kapasitas mereka sebagai warga negara biasa (pribadi), benturan kepentingan tidak dapat dihindarkan atau dihalangi, sehingga perlu didefinisikan, diidentifikasi dan dikelola.

21

Secara sederhana dan pragmatis, benturan kepentingan berkaitan dengan bentuan antara tugas publik dan kepntingan pribadi pegawai/pejabat publik, yang dalam hal ini kepentingan pribadi tersebut dapat mempengaruhi secara tidak menguntungkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab publik pegawai/pejabat yang bersangkutan, benturan ini termasuk dalam benturan kepentingan aktual. Benturan kepentingan yang tampak dapat dikatakan ada apabila tampak bahwa kepentingan pribadi seorang pejabat publik dapat secara tetapi tidak dalam

menguntungkan

mempengaruhi

pelaksanaan

tugas-tugasnya

kenyataannya tidak terjadi.Sementara itu benturan kepentingan potensial timbul apabila pejabat publik amemiliki kepentingan pribadi yang dapat menimbulkam benturan jika di kemudian hari terlibat dalam pelaksanaan tanggung jawab publik tertentu.Apabila suatu kepentingan pribadi dalam kenyataannya telah

mengkompromikan (mempengaruhi secara negatif) pelaksanaan tugas atau kinerja pejabat publik, maka situasi khusus ini lebih baik dianggap sebagai perilaku menyimpan, atau penyalahgunaan wewenang atau bahkan suatu tindak korupsi bukan benturan kepentingan. Seperti halnya pada definisi korupsi, pada definisi benturan kepentingan ini, pengertian kepentingan pribadi tidak dibatasi hanya pada kepentingan keuangan, atau kepentingan yang menyebabkan manfaat langsung bagi pejabat publik yang bersangkutan. Suatu benturan kepentingan dapat melibatkan aktivitas pribadi, hubungan pribadi,, dan kepentingan keluarga yang sah sekalipun, jika kepentingankepentingan tersebut dapat secara layak dianggap akan mempengaruhi secara negatif kinerja pejabat publik yang bersangkutan. Jadi kepentingan pribadi apa pun, yang berpotensi untuk mempengaruhi secara negative kinerja pejabat publik yang bersangkutan adalah relevan untuk mendefinisikan benturan kepentingan ini. Benturan kepentingan ini perlu mendapatkan perhatian, perlu dikelola dan diselesaikan dengan tepat. Tanpa pengelolaan yang tepat benturan kepentingan ini berpotensi untuk menggerogoti kelangsungan pemerintahan yang demokratis karena a. Melemahkan kepatuhan para pejabat publik teradap nilai-nilai legitimasi, imparsialitas, dan keadilann dalam pengambilan keputusan publik. b. Mendistorsi aturan hukum, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, mekanisme pasar, dan alokasi sumberdaya publik.

22

4. Fakta-Fakta Pelanggaran Etika Profesi. a. BFA Skandal Baptist Foundation of Arizona (BFA) menjadi kebangkrutan terbesar perusahaan amal nirlaba dalam sejarah AS, dimana Andersen bertindak sebagai auditornya. Mereka dianggap menipu investor sebesar $570 juta. BFA didirikan untuk menghimpun dana dan mengelola gereja di Arizona. Lembaga ini bekerja seperti bank, membayar bunga deposito yang digunakan sebagian besar untuk berinvestasi di Arizona real estate. Ini merupakan investasi yang lebih spekulatif daripada apa yang dilakukan lembaga pembaptis lainnya. Masalah dimulai ketika pasar real estate mengalami penurunan, dan manajemen dituntut untuk menghasilkan keuntungan. Karenanya, pengurus yayasan diduga menyembunyikan kerugian dari investor sejak 1986 dengan menjual

beberapa properti dengan harga tinggi kepada entitas-entitas yang telah meminjam uang dari ayyasan yang tak mungkin membayar properti kecuali kondisi pasar real estate berbalik. Dalam dokumen pengadilan apa yang disebut dengan skema Ponzi setelah kasus peniupuan yang terkenal, pejabat yayasan diduga mengambil uang dari investor baru untuk membayar investor yang sudah ada untuk menjaga arus kas. Sementara itu, pejabat puncak menerima gaji.Skema ini akhirnya terurai, mengarah pada investigasi kriminal dan tuntutan terhadap BFA dan

Andersen.Akhirnya, yayasan mengajukan petisi Bab 11 mengenai perlindungan kebangkrutan pada tahun 1999. Gugatan investor terhadap Andersen menuduh perusahaan ini melakukan pemalsuan dan menyesatkan laporan keuangan BFA.Dala sebuah pernyataannya di tahun 2000, Andersen merespon rasa simpatinya kepada BFA tetapi membela keakuratan dengan opininya tentang audit.Namun setelah dua tahun penyelidikan, laporan menunjukkan bahwa Andersen sudah diperingatkan kemungkinan kegiatan penipuan oleh beberapa karyawan BFA, yang akhirnya perusahaan setuju untuk membayar $217 juta untuk menyelesaikan gugatan dengan pemegang saham pada taun 2002. b. Sunbeam Masalah Andersen dengan Sunbeam bermula dari kegagalan audit yang membuat kesalahan serius pada akuntansinya yang akhirnya menghasilkan tuntutan class action dari investor Sunbeam. Baik dari gugatan hukum dan perintah sipil yang

23

diajukan SEC menuduh Sunbeam membesar-besarkan penghasilan melaului strategi penipuan akuntansi, seperti pendapatan cookie jar, recording revenue on contingent sales, dan mempercepat penjualan dari periode selanjutnya ke kuartal masa kini. Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang tidak benar melakukan transaksi bill-and-hold, dimana menggembungkan pesanan bulan depan dari pengiriman sebenarnya dan tagihannya. Akibatnya, Sunbeam dipaksa meyatakan kembali laporan keuangan selama enam kuartal.SEC juga menuduh Arthur Andersen.Pada 2001, Sunbeam

mengajukan petisi kepada Pengadilan kepailitan AS Distrik Selatan New York dengan Bab 11 Judul 11 tentang aturan kebangkrutan. Agustus 2002, pengadilan memutuskan pembayaran sebesar $141 juta. Andersen setuju membayar $110 juta untuk menyeleaikan klaim tanpa mengakui kesalahan dan tanggung jawab.

Sunbeam mengalami kerugian pemegang saham sebesar $4,4 miliar dan kehilangan ribuan karyawannya. Sunbeam terbebas dari kebangkrutan. c. Waste Management Andersen juga terlibat dalam pengadilan atas data akuntansi yang dipertanyakan mengenai pendapatan yang berlebih sebesar $1,4 miliar dari Waste Management. Gugatan diajukan oleh SEC atas penipuan laporan keuangan selama lebih dari lima tahun. Menurut SEC, Waste Management membayar jasa audit kepada Andersen, yang menyarankan bahwa bisa memperoleh biaya tambahan melalui tugas khusus. Awalnya Andersen mengidentifikasi praktek-praktek akuntansi yang tidak tepat dan disajikan kepada Waste Management.Namun pimpinan Waste Management menolak mengkoreksi. Hal ini dilihat oleh SEC sebagai upaya menutupi penipuan masa lalu untuk melakukan penipuan masa depan. Hasilnya, Andersen harus membayar $220 juta ke pemegang saham Waste Management dan $7 juta ke SEC. Andersen dipaksa untuk melakukan perjanjian untuk tidak melakukan laporan palsu di masa mendatang atau izin usahanya akan dicabut suatu persetujuan yang kemudian memutuskan hubungannya dengan Enron. d. Enron Bulan Oktober 2001, SEC mengumumkan investigasi akuntansi Enron, salah satu klien terbesar Andersen. Dengan Enron, Andersen mampu membuat 80 persen

24

perusahaan minyak dan gas menjadi kliennya. Namun, pada November 2001 harus mengalami kerugian sebesar $586 juta.Dalam sebulan, Enron bangkrut. Departemen Kehakiman AS memulai melakukan penyelidikan kriminal pada 2002 yang mendorong Andersen dan kliennya runtuh. Perusahaan audit akhirnya mengakui telah menghancurkan dokumen yang berkaitan dengan audit Enron yang menghambat putusan. Atas kasus itu, Nancy Temple, pengacara Andersen meminta perlindungan Amandemen Kelima yang dengan demikian tidak memiliki saksi.Banyak pihak yang menamainya sebagai bujukan koruptif yang menyesatkan.Dia menginstruksikan David Duncan, supervisor Andersen dalam pengawasan rekening Enron, untuk menghapus namanya dari memo yang bisa memberatkannya. Pada Juni 2005, pengadilan memutuskan Andersen bersalah menghambat peradilan, menjadikannya perusahaan akuntan pertama yang dipidana.Perusahaan setuju untuk menghentikan auditing publik pada 31 Agustus 2002, yang pada prinsipnya mematikan bisnisnya. e. Perusahaan Telekomunikasi Sayangnya, tuduhan penipuan tidak berakhir pada kasus Enron. Berita segera muncul ketika WorldCom, klien terbesar Andersen, memiliki penyimpangan sebesar $3,9 miliar. Harga sahamnya kemudian jatuh dan investor melayangkan serangkaian tuntutan hukum yang mengirim WorldCOm ke Pengadilan Kepailitan. Andersen menyalahkan WorldCom dan berikeras bahwa penyimpangan tidak pernah diungkapkan kepada auditor dan bahwa ia telah memenuhi standar SEC dalam auditnya. WorldCOm balik menuduh Andersen karena gagal menemukan

penyimpangan yang ada. Selama kasus Enron dan WorldCOm berlanjut, banyak perusahaanperusahaan lainnya dituduh melakukan penyimpangan akuntansi. 5. Isu-isu Seputar Hukum dan Etika Dalam Pengauditan Andersen yang Menyimpang. Kasus tersebut secara kasat mata kasus tersebut terlihat sebuah tindakan malpraktik jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain: a. Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, terlihat dari tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen yang berperan besar pada kebangkrutan perusahaan, terjadinya pelanggaran terhadap norma etika corporate

25

governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan, dan perilaku manajemen perusahaan merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap

kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan. b. Adanya penyesatan informasi. Dalam kasus Enron misalnya, pihak manajemen Enron maupun Arthur Andersen mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat.Tetapi demi mempertahankan kepercayaan dari investor dan publik kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi hancur berantakan.Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Andersen tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan. c. Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan, Andersen juga telah melakukan tindakan yang tidak etis, dalam kasus Enron adalah dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan.Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap profesionallisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan

menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan. 6. Bukti Bahwa Budaya Perusahaan Andersen Berkontribusi Terhadap Kejatuhan Perusahaan Ada beberapa poin yang membuktikan bahwa budaya perusahaan

berkontribusi terhadap kejatuhan perusahaan, diantaranya: a. Pertumbuhan perusahaan dijadikan prioritas utama dan menekankan pada perekrutran dan mempertahankan klien-klien besar, namun mutu dan independensi audit dikorbankan. b. Standar-standar profesi akuntansi dan integritas yang menjadi contoh

perusahaan-perusahaan lainnya luntur seiring motivasi meraup keuntungan yang lebih besar.

26

c. Perusahaan terlalu fokus terhadap pertumbuhan, sehingga tanpa sadar menghasilkan perubahan mendasar dalam budaya perusahaan. Perubahan sikap lebih memprioritaskan mendapatkan bisnis konsultasi yang memiliki pertumbuhan keuntungan lebih besar lebih tinggi dibanding menyediakan layanan auditing yang obyektif yang merupakan dasar dari awal mula berdirinya Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen. Pada akhirnya ini menggiring pada kehancuran perusahaan. d. Andersen menjadi membatasi pengawasan terhadap tim audit akibat

kurangnya check and balances yang bisa terlihat ketika tim audit telah menyimpang dari kebijakan semula. e. Sikap Arthur Andersen yang memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hokum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur.Akibatnya, banyak klien Andersen yang memutuskan hubungan dan Arthur Andersen pun ditutup. 7. Bagaimana UU Sarbanes-Oxiety Bisa meminimalkan Kesalahan Auditor dan Penyimpangan Akuntansi Akibat dari rentetan kasus itu, pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik. Kegagalan ini menimbulkan krisis yang serius terhadap kredibilitas akuntansi, pelaporan, dan proses tata kelola perusahaan sehingga oleh politisi AS diciptakan kerangka kerja baru terhadap akuntabilitas dan tata kelola perusahaan melalui Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk memulihkan kepercayaan yang cukup dan untuk menjadikan pasar modal kembali berfungsi normal. Undang-Undang Sarbanes-Oxiety bisa menetapkan pedoman dan arah baru untuk perusahaan dan bisa untuk pertanggungjawaban kepada divisi akuntansi. Dengan adanya tindakan ini , bisa untuk memerangi penipuan sekuritas dan akuntansi. Dan untuk menekankan kepada independensi dan kualitas, membatasi kemampuan perusahaan untuk menyediakan keduanya yaitu non-audit dan jasa untuk klien yang sama dan memerlukan tinjauan berkala audit perusahaan, agar hasilnya bisa memuaskan.

27

Beberapa perubahan yang ditentukan dalam SOX memiliki beberapa tujuan, diantaranya: a. Untuk menjamin independensi auditor. Kantor Akuntan Publik dilarang

memberikan jasa non-audit kepada perusahaan yang diaudit. b. Membutuhkan persetujuan dari audit committee perusahaan sebelum melakukan audit. Setiap perusahaan memiliki audit committee ini karena definisinya diperluas, yaitu jika tidak ada, maka seluruh dewan komisaris menjadi audit committee. c. Melarang Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit jika audit partnernya telah memberikan jasa audit tersebut selama lima tahun berturut-turut kepada klien tersebut. d. Kantor Akuntan Publik harus segera membuat laporan kepada audit committee yang menunjukkan kebijakan akuntansi yang penting yang digunakan, alternatif perlakukan-perlakuan akuntansi yang sesuai standar dan telah dibicarakan dengan manajemen perusahaan, pemilihannya oleh manajemen dan preferensi auditor. e. KAP dilarang memberikan jasa audit jika CEO, CFO, chief accounting officer, controller klien sebelumnya bekerja di KAP tersebut dan mengaudit klien tersebut setahun sebelumnya. Berkaitan dengan pemusnahan dokumen, SOX melarang pemusnahan atau manipulasi dokumen yang dapat menghalangi investigasi pemerintah kepada perusahaan yang menyatakan bangkrut. Selain itu, kini CEO dan CFO harus membuat surat pernyataan bahwa laporan keuangan yang mereka laporkan adalah sesuai dengan peraturan SEC dan semua informasi yang dilaporkan adalah wajar dan tidak ada kesalahan material. Sebagai tambahan, menjadi semakin banyak ancaman pidana bagi mereka yang melakukan pelanggaran ini.

28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari kasus ini banyak terjadi perilaku tidak etis.Perilaku tidak etis paling paling mengemuka disini adalah adalah adanya manipulasi laporan keuangan untuk menunjukkan seolah-olah kinerja perusahaan baik. Andersen telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder untuk memberikan suatu informasi yang adil mengenai pertanggungjawaban dari pihak agen dalam mengemban amanah. Faktor tersebut adalah merupakan perilaku tidak etis yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dalam agama dan dalam bisnis

membahayakan.Faktor penyebab kecurangan tersebut diantaranya dilatarbelakangi oleh sikap tidak etis, tidak jujur, karakter moral yang rendah, dominasi kepercayaan, dan lemahnya pengendalian. Hal tersebut akan dapat dihindari melalui meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik. Dalam kasus Andersen diketahui terjadinya perilaku moral

hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan padahal perusahaan mengalami kerugian.Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor.Ini merupakan salah satu contoh kasus pelanggaran etika profesi Auditor yang terjadi di Amerika Serikat, sebuah negara yang memiliki perangkat Undang-undang bisnis dan pasar modal yang lebih lengkap. Hal ini terjadi akibat keegoisan satu pihak terhadap pihak lain, dalam hal ini pihak-pihak yang selama ini diuntungkan atas penipuan laporan keuangan terhadap pihak yang telah tertipu. Hal ini buah dari sebuah ketidakjujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yang berakibat hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum. Saran yang dapat diberikan yakni sangat dibutuhkan kode etik profesi yang dapat menopang praktik yang sehat bebas dari kecurangan. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota profesi baik dalam berhubungan dengan kolega, klien, publik dan karyawan sendiri. Hal yang harus menjadi sebuah pelajaran

29

bahwa

sesungguhnya

suatu praktik

atau

perilaku

yang

dilandasi dengan

ketidakbaikan maka akhirnya akan menuai ketidakbaikan pula. Contoh-contoh lain seperti kasus etikolegal diantaranya adalah pelanggaran di mana tidak hanya bertentangan dengan butir-butir LSDI dan/atau KODEKI, tetapi juga berhadapan dengan undang-undang hukum pidana atau perdata

(KUHP/KUHAP). Misalnya : 1) Pelayanan kedokteran di bawah standar (malpraktek) 2) Menerbitkan surat keterangan palsu. 3) Membocorkan rahasia pekerjaan / jabatan dokter. 4) Pelecehan seksual dan sebagainya. Contoh nyatanya adalah kasus Drs. Irwanto PhD, peneliti dari Universitas Atmajaya, Jakarta, yang lumpuh akibat dokter salah mendiagnosis dan kasus Fellina Azzahra (16 bulan ), bocah yang ususnya bocor setelah dioperasi di Rumah Sakit Karya Medika, Cibitung, Bekasi. Terhadap tindakan medical errors yang diduga malapraktik itu tidak ada pertanggungjawaban, baik secara profesi maupun hukum. Di republik ini, kesalahan pengobatan oleh dokter tidak diatur secara khusus, malah dalam Rancangan Undang-undang Praktik Kedokteran yang disetujui Komisi VII DPR, Rabu (25/8) lalu, kasus malapraktik sama sekali tidak disinggung. Dalam kasus malapraktik dokter, sebenarnya ada dua pelanggaran profesi dan pelanggaran hukum.Namun, selama ini dalam setiap kasus malpraktik, dokter selalu berada di pihak yang benar.Keluhan yang secara lansung diajukan pasien selalu ditolak dan dan dimentahkan dengan berbagai argumentasi medis dan alasan teknis.Akibatnya, kerugian kesehatan dan material selalu melekat dalam diri pasien, sedangkan dokter tidak sedikitpun tersentuh tanggung jawab dan nurani kemanusiaannya.Semua ini disebabkan tidak ada payung hukum yang bisa dijadikan dasar penyelesaian kasus itu. Undang-undang (UU) Kesehatan nomor 23 Tahun 1992 pun tak dapat digunakan untuk menangani pelanggaran atau kelalaian dokter. UU ini hanya di desain untuk diperjelas lebih lanjut dengan 29 peraturan pemerintah (PP) yang hingga kini baru terbentuk enam PP. Aturan lebih lanjut yang tidak ada itu antara lain menyangkut standar pelayanan medis dan standar profesi. Ketiadaan aturan membuat bangsa ini tidak dapat mendefinisikan mana yang disebut malpraktik, kegagalan, kelalaian, atau kecelakaan.

30

Terhadap pelanggaran yang sifatnya hukum, ada pendapat apakah pelanggaran profesi itu tidak diarahkan kepada ganti rugi saja.Apakah harus dipidana.Itu harus ditimbang-timbang manakah yang paling cocok bagi kepentingan korban.Mestinya, dalam menyikapi persoalan malpraktik harus berorentasi kepada korban. Bagaimana memulihkan korban dan apa yang dilakukan jika korban meninggal dunia. Sayang, sistem hukum dinegeri ini pada mumnya belum memperhatikan persoalan itu.Walaupun belum ada standar, tetapi praktik standar profesi sudah ada sejak dahulu.Semisal sekolah profesi hukum atau dokter sudah mengenalkan hal itu seperti sumpah Socrates. Apakah esprit de corp telah menimbulkan kesulitan menghadirkan dokter sebagai saksi ahli dalam proses hukum malpraktik? Ini adalah tanggung jawab profesi sehingga kalau dipanggil pengadilan seharusnya seorang profesional hadir. Sistem ini di Amerika Serikat disebut sebagai subpoena, jika dipanggil untuk memberikan kesaksian tetapi mangkir tanpa alasan sah, seseorang dapat dikenai pidana. Di Indonesia pun seharusnya bisa dipanggil paksa.Solusi ideal terhadap persoalan malpraktik ini tentunya memprioritaskan penanganan keluarga atau korban, penguatan lembaga penegakan etik profesi, dan tindakan subpoena terhadap para saksi ahli yang enggan hadir di pengadilan.Secara objektif tindakan malpraktik terpulang kepada disiplin profesi kedokteran.Dominasi kehendak untuk melakukan tindakan selamat-tidaknya seorang pasien yang di tangani ada ditangan dokter. Namun malpraktik dalam profesi kedokteran agak sulit dicabut.Begitu juga dari sisi kompetensi peradilan, mungkin hanya memperpanjang birokrasi bila ditangani bukan oleh peradilan umum.Wacana yang terakhir ini tak mustahil terjadi.Untuk membuktikan ada tidaknya malpraktik, kasus akan dibawa ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Achmad Sujudi.Jika terbukti adanya malpraktik, kasus itu bisa dilanjutkan ke perkara perdata. Menurut Menkes, bisa saja kasus ini di bawa ke pidana jika dokter yang menjadi saksi ahli di MKDKI menolak menilai rekannya. Namun sebelumnya cari dulu dokter yang lain lagi. Akan tetapi, kelalaian yang terjadi dalam kegiatan pemberian terapi yang dilakukan dokter bukan kelalaian atau kesalahan yang bersifat organisatoris.Artinya, bukan tertuju kepada pribadi yang berkaitan dengan disiplin.Kelalaian itu bersifat pelayanan publik sehingga implikasinya adalah

31

implikasi publik alias tindakan pidana umum. Jadi, bukan implikasi internal yang berkonotasi pelanggaran disiplin, ujar Kamri A, staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Makassar. Jika bersifat pidana, kelalaian itu merupakan kompetensi peradilan umum.Misalnya seorang dokter yang salah mendiagnosis seoarang pasien, lalu obat yang diberikan adalah berdasarkan hasil diagnosis yang salah itu, maka dapat dipastikan bahwa yang menjadi korban adalah pasien.Sesungguhnya kelalaian ini masuk katagori tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 359 KUHP.Atau meninggalkan seorang pasien yang memerlukan pertolongan seperti diatur dalam pasal 304 KUHP.Tindakan itu adalah malapraktik yang tentu menjadi kompetensi peradilan umum.Kesalahan dalam praktik medis tak mungkin dihilangkan seperti pada mesin dan komputer.Manusia bukan mesin dan setiap kasus pasien tak pernah betul-betul identik, papar ahli Kesehatan, Prof Iwan Darmansjah. Mengutip Atul Gawande, ahli bedah, dalam complications, data statistik kasus autopsi (bedah mayat) di Amerika Serikat yang menyebut dokter gagal mendiagnosa 25 pasien dari infeksi fatal, 33 persen dari serangan jantung, dan hampir dua per tiga dari kasus emboli paru. Selain itu, 40 persen penyebab kematian yang di cantumkan tidak benar. Seorang patolog, Goerge Lundbreg, di Journal of the American Medical Association melaporkan, keadaan ini tidak berubah sejak tahun 1938 hingga tahun 1960-1970 -1980 an. Sebab daerah kelabu dalam ilmu kedokteran sangat besar. Profesi medik cenderung membuat kesalahan (fallible), namun hanya sebagian kecil yang berakhir dengan cedera atau bahkan kematian pada pasien. Medical errors dapat dibagi dalam beberapa kategori, misalnya sekali-sekali atau sering, tidak serius dan serius (termasuk kematian), serta dicegah atau tidak.Jenisnya juga dapat beragam, seperti kesalahan dalam diagnostik,

pengobatan, atau tindakan seperti operasi.Yang paling mengerikan ialah bila kesalahan itu disengaja demi tambahan imbalan.Medical errors jenis ini tergolong malapraktik sejati.Karena itu, sistem harus bisa menjaga dan bereaksi terhadap kesalahan seperti ini.Tentu tidak semua medical errors termasuk malapraktik dan tidak semua medical errors harus dihukum.Kesalahan yang tidak disengaja dan manusiawi barangkali tak perlu masuk pengadilan.Praktik kedokteran dalam pengertian luas hakekatnya merupakan perwujudan idealisme dan spirit pengabdian seorang dokter sebagaimana yang di ikrarkan dalam sumpah dokter dan kode etik

32

kedokteran Indonesia.Dalam perkembangannya, seluruh aspek kehidupan di dunia ini mengalami perubahan paradigma, termasuk dalam profesi kedokteran.Akibatnya, terjadi pula perubahan orieantasi dan motivasi pengabdian pada diri sebagian dokter.Sebagai dampak perubahan yang semakin global, individualistik, materialistik, dan hedonistik, maka perilaku dan sikap tindak profesioanal di sebagian kalangan dokter juga berubah.Masyarakat kemudian memandang negatif profesi kedokteran setelah menyaksikan maraknya praktik-praktikyang semakin jauh dari nilai-nilai luhur sumpah dokter dan kedokteran. Masyarakat (hedonistik dan unethical para oknum dokter itu. Kalau tidak, kasus Irwanto, Fellina Azzahrapasien), yang dalam konteks kontrak terapeutik juga disebut konsumen, perlu dilindungi dari perilaku, dan korban lain yang mati sekalipun, cukup diselesaikan dengan minta maaf saja.

SOAL-SOAL 1. Mengapa bisa terjadi mal prakik dalam birokrasi? 2. Jelaskan pengertian korupsi dari sudut pandang etika! 3. Jelaskan pengertian korupsi dari sudut pandang hukum! 4. Apa perbedaan benturan kepentingan aktual, tampak dan potensial? 5. Sebutkan contoh benturan kepentingan aktual, tampak dan potensial!

33

BAB

ETIKA BISNIS

___________________________________________________________________ Tujuan Instruksional Khusus: 1. Memahami pengertian etika bisnis 2. Memahami urgensi etika bisnis 3. Memahami prinsip-prinsip etika bisnis

A. Pengertian etika bisnis Pengertian Etika dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Etika sebagai praktis: nilai-nilai dan norma-norma moral (apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral). 2. Etika sebagai refleksi: pemikiran moral. Berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. (dalam hal ini adalah menyoroti dan menilai baik-buruknya perilaku seseorang) Sedangkan, pengertian Etika Bisnis dapat dibedakan menjadi: 1. Secara makro: etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi secara keseluruhan. 2. Secara meso: etika bisnis mempelajari masalah-masalah etis di bidang organisasi 3. Secara mikro: etika bisnis difokuskan pada hubungan individu dengan ekonomi dan bisnis. Sehingga etika bisnis adalah studi tentang aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis. (etika dalam berbisnis). Menurut Zimmerer, etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalanpersoalan yang dihadapi. Ahli pemberdayaan kepribadian Uno (2004) menjelaskan bahwa

mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling

menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalahgunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain. Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Sedangkan berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam etika bisnis, yaitu : 1. Menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis. Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius. 2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pebisnis atau calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Dalam etika sebagai ilmu, adanya norma-norma moral sangatlah penting namun yang tidak kalah penting adalah alasan bagi berlakunya norma-norma itu. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis. 3. Membantu pebisnis atau calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat didalam profesinya (kelak). Hal ketiga ini memunculkan pertanyaan, apakah studi etika ini menjamin seseorang akan menjadi etis juga? Jawabnya, sekurangkurangnya meliputi dua sisi berikut, yaitu disatu pihak, harus dikatakan bahwa etika mengikat tetapi tidak memaksa. Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etikabisnis

35

boleh diharapkan juga mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis. Bila studi etika telah membuka mata, konsekuensi logisnya adalah pebisnis bertingkah laku menurut yang diakui sebagai hal yang benar. Selain itu, dalam etika bisnis juga tidak terlepas dari adanya ma salahmasalah. Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: 1. Suap menerima (Bribery), atau adalah tindakan sesuatu berupa yang menawarkan, memberi, tujuan

meminta

berharga

dengan

mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. 'Pembelian' itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadia h. 2. Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu. 3. Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan. 4. Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik atau konseptual. 5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang -orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.

36

B. Prinsip Etika Bisnis Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh? Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan, tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan di bidang ekonomi. Untuk mengatasi keliaran dunia bisnis tersebut, diperlukan suatu etika yang berfungsi sebagai pagar pembatas. Etika bisnis memiliki peran yang sangat penting untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki kemampuan untuk menciptakan nilai (value creation) yang tinggi pula. Von der Embse dan R.A. Wagley dalam publikasi yang berjudul Management Journal pada tahun 1988 mengungkapkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pendekatan dalam merumuskan prinsip etika bisnis, yaitu: 1. Pendekatan Utilitarian (Utilitarian Approach) Menurut pendekatan ini, setiap tindakan dalam dunia bisnis harus didasarkan pada konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Oleh karena itu, dalam

37

bertindak, seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya yang serendah-rendahnya. 2. Pendekatan Hak Individu (Individual Rights Approach) Menurut pendekatan ini, setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun, tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain. 3. Pendekatan Keadilan (Justice Approach) Menurut pendekatan ini, para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, baik secara perseorangan maupun secara kelompok. Standar moral merupakan tolok ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada etika normatif. Dua prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu: Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist) a. Adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan konsekuensi (dampak) keputusan tersebut. b. Prinsip tidak konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist) Adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai

petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alas an bukan akibat, antara lain: 1) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain. 2) Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu hak, kejujuran,dan kesamaan. Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: a). Keadilan distributive, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari

38

pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban social. b). Keadilan retributive, (ganti rugi) dan yaitu keadilan yang terkait dengan retribution atas kesalahan tindakan. Seseorang

hukuman

bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain. c). Keadilan kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan

kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian. Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus kerugian, misalnya kehilangan nyawa manusia. Sementara itu, menurut Muslich (1998 : 31-33) prinsip-prinsip etika bisnis terdiri dari: a. Prinsip Otonomi Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya. b. Prinsip Kejujuran Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan suatu perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut. c. Prinsip Tidak Berniat Jahat Prinsip ini memiliki hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu. d. Prinsip Keadilan Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karyawan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain.

39

e. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak berniat jahat dan prinsip keadilan. Tidak jauh berbeda dengan Muslich, Adiwarman Karim merumuskan prinsipprinsip etika yang harus dianut dalam dunia bisnis. Prinsip-prinsip itu terdiri dari: a. Kejujuran Banyak orang beranggapan bahwa bisnis merupakan kegiatan tipu-menipu demi mendapatkan keuntungan. Hal ini jelas keliru. Sesungguhnya kejujuran merupakan salah satu kunci keberhasilan berbisnis bahkan termasuk unsur penting untuk bertahan di tengah persaingan bisnis. b. Keadilan Perlakukanlah setiap orang sesuai dengan haknya. Misalnya, berikan upah kepada karyawan sesuai standar yang ada serta janganlah pelit untuk memberikan bonus saat perusahaan mendapatkan keuntungan lebih. Terapkan juga keadilan saat menentukan harga, misalnya dengan tidak mengambil untung yang merugikan konsumen. c. Rendah Hati Jangan lakukan bisnis dengan kesombongan. Misalnya, dalam

mempromosikan produk dengan cara berlebihan, apalagi sampai menjatuhkan produk pesaing, entah melalui gambar maupun tulisan. Pada akhirnya, konsumen memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian atas kredibilitas sebuah produk/ jasa. Apalagi, tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa sesuatu yang terlihat atau terdengar terlalu sempurna pada kenyataannya justru sering kali terbukti buruk. d. Simpatik Kelolalah emosi. Tampilkan wajah ramah dan simpatik. Bukan hanya di depan klien atau konsumen anda, tetapi juga di hadapan orang-orang yang mendukung bisnis anda, seperti karyawan, sekretaris dan lain-lain. e. Kecerdasan Diperlukan kecerdasan atau kepandaian untuk menjalankan strategi bisnis sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku sehingga menghasilkan

keuntungan yang memadai. Dengan kecerdasan pula seorang pebisnis mampu mewaspadai dan menghindari berbagai macam bentuk kejahatan non-etis yang mungkin dilancarkan oleh lawan-lawan bisnisnya.

40

f.

Lakukan dengan Cara yang Baik, Lebih Baik, atau Dipandang Baik Sebagai pebisnis, anda jangan mematok diri pada aturan-aturan yang

berlaku. Perhatikan juga norma, budaya atau agama di tempat anda membuka bisnis. Suatu cara yang dianggap baik di suatu negara atau daerah, belum tentu cocok dan sesuai untuk di terapkan di negara atau daerah lain. Hal ini penting kalau ingin usaha berjalan tanpa ada gangguan. Selain berbagai prinsip-prinsip etika bisnis tersebut, terdapat beberapa hal pokok yang harus selalu dipegang teguh dalam rangka menciptakan praktik bisnis yang beretika, baik oleh kalangan pengusaha sendiri sebagai pelaku utama dunia bisnis maupun oleh pemerintah itu sendiri. Hal-hal pokok tersebut antara lain: 1. Pengendalian Diri Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masingmasing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Di samping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi

penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang etik. 2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility) Pelaku bisnis di sini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya, sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll. 3. Mempertahankan Jati Diri Mempertahankan jati diri dan tidak mudah terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan

41

teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi. 4. Menciptakan Persaingan yang Sehat Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah ke bawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu, dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut. 5. Menerapkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa datang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak mengeksploitasi lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan di masa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar. 6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara. 7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan katabelece dari koneksi serta melakukan kongkalikong dengan data yang salah juga jangan memaksa diri untuk mengadakan kolusi serta memberikan komisi kepada pihak yang terkait. 8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya Antar Golongan Pengusaha Untuk menciptakan kondisi bisnis yang kondusif harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan

42

pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis. 9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan Main Bersama Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada oknum, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan gugur satu semi satu. 10. Memelihara Kesepakakatan Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis. 11. Menuangkannya ke Dalam Hukum Positif Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti proteksi terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi. C. Isu-isu etika bisnis Isu-isu yang dicakup oleh etika bisnis meliputi topik-topik yang luas. Isu-isu ini dapat dikelompokkan ke dalam 3 dimensi atau jenjang, yaitu: 1. Isu sistemik yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan etika yang timbul mengenai lingkungan dan sistem yang menjadi tempat beroperasinya suatu bisnis atau perusahaan: ekonomi, politik, hukum, dan sistem-sistem sosial lainnya. 2. Isu organisasi yang berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan etika tentang perusahaan tertentu.

43

3. Isu individu yang menyangkut tentang pertanyaan-pertanyaan etika yang timbul dalam kaitannya dengan individu tertentu di dalam suatu perusahaan. Manajemen beretika, yakni bertindak secara etis sebagai seorang manajer dengan melakukan tindakan yang benar (doing right thing). Manajemen etika adalah bertindak secara efektif dalam situasi yang memiliki aspek-aspek etis. Situasi seperti ini terjadi di dalam dan di luar organisasi bisnis. Agar dapat menjalankan baik manajemen beretika maupun manajemen etika, para manajer perlu memiliki beberapa pengetahuan khusus. Banyak eksekutif bisnis menganggap kultur korporat yang mereka pimpin, adalah sesuatu yang mereka inginkan. Mereka membuat lokakarya untuk mendefinisikan nilai-nilai dan proses-proses, menuliskan misi dan tujuan perusahaan pada poster, menyediakan sesi-sesi orientasi untuk pegawai baru, guna menjelaskan tujuan perusahaan dan lain-lain. Bahkan, ada yang mencetak statement nilai-nilai perusahaan di balik kartu identitas sebagai pengingat bagi para pegawai. 1. Isu-isu utama etika bisnis di Indonesia a. Masalah Etika Klasik Di zaman klasik bahkan juga di era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Maka tidak aneh bila masih banyak ekonom kontemporer yang menggemakan cara pandang Ekonomi Klasik Adam Smith. Mereka berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak mempunyai tanggung jawab sosial dan bisnis terlepas dari etika. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka. Di Indonesia Paham klasik tersebut sempat berkembang secara subur di Indonesia, sehingga mengakibatkan terpuruknya ekonomi Indonesia ke dalam jurang kehancuran. Kolusi, korupsi, monopoli, penipuan, penimbunan barang, pengrusakan lingkungan, penindasan tenaga kerja, perampokan bank oleh para konglomerat, adalah persoalan-persoalan yang begitu telanjang didepan mata kita baik yang terlihat dalam media massa maupun media elektronik. Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya oleh para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental kapitalisnya, mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika dalam wacana ilmu ekonomi?. Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free). Memasukkan gatra nilai etis

44

sosial dalam diskursus ilmu ekonomi, menurut kalangan ekonom seperti di atas, akan mengakibatkan ilmu ekonomi menjadi tidak ilmiah, karena hal ini mengganggu obyektivitasnya. Mereka masih bersikukuh memegang jargon mitos bisnis a moral Di sisi lain, etika bisnis hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. b. Pemalsuan atau Pembajakan Hak Cipta Keuntungan usaha yang besar yang dapat diperoleh dari tumpangan gratis atas upaya kreatif dan investasi pihak lain dengan memperguankan tiruan dari produk-produk yang diinginkan dengan biaya lebih rendah dari yang ditimbulkan oleh produsen produk yang asli. Hal ini menyebabkan kerugian kompetitif dari tumpangan gratis terhadap biaya penelitian dan pengembangan serta pemasaran dari badan usaha yang sah. Sehingga dengan biaya produksi yang minim dengan

menggunakan hak cipta atau kekayaan intelektual milik orang lain seorang pemalsu dan pembajak berharap dapat memperoleh untung yang besar. Dari sudut pandang etika bisnis hal ini jelas-jelas melanggar dan parahnya pemalsuan serta pembajakan hak cipta marak terjadi di Indonesia. Di negara kita ini hampir 5 juta lagu dibajak tiap harinya, belum lagi pembajakan film dan buku. Bukan hanya itu produk-produk esensial bagi masyarakat seperti obat dan bahan makanan pun sering menjadi sasaran pemalsuan dan pembajakan demi mendapatkan keuntungan yang besar. Bukan hanya melanggar etika bisnis, pemalsuan dan pembajakan merupakan tuntutan hukum pidana maupun perdata bagi pelakunya. c. Diskriminasi dan Perbedaan Gender Gender adalah perbedaan perilaku antara pria dan wanita yang

dikontruksisecara sosial, yaitu perbedaan yang bukan ketentuan dari Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang dan gender sebagai seperangkat peran yang dimainkan untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa seseorang tersebut feminim atau maskulin.Penampilan, sikap, kepribadian, tanggung jawab keluarga adalah perilaku yang akanmembentuk peran gender. Peran gender ini akan berubah seiring waktu dan berbedaantara satu kultur dengan kultur yang lainnya. Peran ini juga berpengaruh oleh kelas sosial, usia dan latar belakang etnis

45

Dalam etika bisnis juga harus memandang tentang kesetaraan serta prioritas. Tidak dalam semua hal kesetaraan gender diterapkan. Akibat adanya perbedaan sifat dari gender yang berbeda tidak bisa dipungkiri adanya prioritas terhadap wanita dan anak-anak tanpa menghalangkan kewajiban dan hak-hak mereka. d. Konflik Sosial dan Masalah Lingkungan Perusahaan yang tidak memperhatikan kepentingan umum dan menimbulkan gangguan lingkungan akan dianggap sebagai bisnis yang tidak etis. Dorongan pelaksanaan etika bisnis dating dari luar yaitu lingkungan masyarakat. Dorongan tidak selalu datang dari luar, akan tetapi sering muncul dari bisnis itu sendiri. Hal ini disebabkan karena bisnisman adalah juga manusia yang lengkap dengan rasa, karsa dan karya. Dengan demikian maka secara intern pelaksanaanya akan terbentur pada pertimbangan untung dan rugi yang pada umumnya mendominasi dan menjadi ciri dari suatu bisnis. Oleh karena itu mereka juga sering terdorong rasa kemanusiannya untuk menerapkan etika bisnis secara jujur. Bisnisman dituntut untuk lebih banyak memperhatikan aspek-aspek sosial dan menerapkan etika bisnis secara jujur. Konflik kepentingan bisnis dengan masyarakat akan selalu muncul dan kadang sulit untuk menyelesaikannya. Apabila konflik mencapai jalan buntu maka biasanya masyarakat akan menggunakan tangan pemerintah sebagai penengah. Hal itu yang melatarbelakangi ketentuan pemerintah untuk mewajibkan pengusaha yang akan mendirikan pabrik harus mendapatkan Izin HO (Hinder Orgonasie) agar dapat dicegah adanya konflik dikemudian hari. Pada umumnya, paling tidak semenjak jaman modern, orang lebih suka menggunakan pendekatan etika human-centered dalam memperlakukan lingkungan hidup. Melalui pendekatan etika ini, terjadilah ketidakseimbangan relasi antara manusia dan lingkungan hidup. Dalam kegiatan praktis, alam kemudian dijadikan obyek yang dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika tersebut tidak diimbangi dengan usaha-usaha yang memadai untuk mengembalikan fungsi lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang ada di dalamnya. Dengan latar belakang seperti itulah kerusakan lingkungan hidup terus-menerus terjadi hingga saat ini. Pertanyaanya sekarang adalah apakah pendekatan etika human-centered tersebut tetap masih relevan diterapkan untuk jaman ini?

46

Menghadapi realitas kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi, rasanya pendekatan etika human-centered tidak lagi memadai untuk terus dipraktekkan. Artinya, kita perlu menentukan pendekatan etis lain yang lebih sesuai dan lebih ramah terhadap lingkungan hidup. Jenis pendekatan etika yang kiranya memungkinkan adalah pendekatan etika life-centered yang tadi sudah kita sebutkan. Pendekatan etika ini dianggap lebih memadai sebab dalam praksisnya tidak menjadikan lingkungan hidup dan makhluk-makhluk yang terdapat di dalamnya sebagai obyek yang begitu saja dapat dieksploitasi. Sebaliknya, pendekatan etika ini justru sungguh menghargai mereka sebagai subyek yang memiliki nilai pada dirinya. Mereka memiliki nilai tersendiri sebagai anggota komunitas kehidupan di bumi. Nilai mereka tidak ditentukan dari sejauh mana mereka memiliki kegunaan bagi manusia. Mereka memiliki nilai kebaikan tersendiri seperti manusia juga memilikinya, oleh karena itu mereka juga layak diperlakukan dengan respect seperti kita melakukanya terhadap manusia 2. Etika Bisnis dari sudut pandang kasus dan peristiwa Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. a. Kasus Enron Kasus Enron yang selain menghancurkan dirinya telah pula menghancurkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang memiliki reputasi internasional, dan telah dibangun lebih dari 80 tahun, menunjukan bahwa penyebab utamanya adalah praktek etika perusahaan tidak dilaksanakan dengan baik dan tentunya karena lemahnya kepemimpinan para pengelolanya. Dari pengalaman berbagai kegagalan tersebut, kita harus makin waspada dan tidak terpana oleh cahaya dan kilatan suatu perusahaan hanya semata-mata dari penampilan saja, karena berkilat belum tentu emas.

47

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena:
1) Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya

friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.


2) 3) 4)

Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja. Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga Akan meningkatkan keunggulan bersaing. Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan

balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan. Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara :

Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct) Memperkuat sistem pengawasan Menyelenggarakan menerus. Ketentuan tersebut seharusnya diwajibkan untuk dilaksanakan, minimal oleh pelatihan (training) untuk karyawan secara terus

para pemegang saham, sebagaimana dilakukan oleh perusahaan yang tercatat di NYSE (antara lain PT. TELKOM dan PT. INDOSAT) dimana diwajibkan untuk membuat berbagai peraturan perusahaan yang sangat ketat sesuai dengan ketentuan dari Sarbannes Oxley yang diterbitkan dengan maksud untuk mencegah terulangnya kasus Enron dan Worldcom. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat ini sudah sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi di muka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis

48

serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin dapat menjadikan perusahaan menjadi kokoh. b. Etika bisnis dalam periklanan Berbicara mengenai etika bisnis, kita akan masuk pada pembicaraan yang sifatnya abstrak. Ada dua hal yang perlu dimengerti mengenai etika bisnis, yaitu pemahaman tentang kata etika dan bisnis. Etika, merupakan seperangkat kesepakatan umum yang mengatur hubungan antar individu, individu dengan masyarakat dan masyarakat dengan masyarakat. Etika diperlukan untuk

menciptakan hubungan yang tidak saling merugikan. Semua bentuk masyarakat atau kelompok masyarakat memilliki perangkat aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perangkat aturan tersebut bertujuan menjamin berlangsungnya hubungan baik antar anggotanya. Hal yang sama juga terjadi dalam dunia bisnis. Di dunia bisnis terdapat pula seperangkat aturan yang mengatur relasi antar pelaku bisnis. Perangkat aturan ini dibutuhkan agar hubungan bisnis yang terjalin berlangsung fair. Perangkat aturan tersebut bisa berupa undang-undang, peraturan

pemerintah, keputusan presiden, peraturan perusahaan, dan lain sebagainya. Aturan itu mengatur hubungan internal dalam dunia bisnis, seperti bagaimana melakukan bisnis, berhubungan dengan sesama pelaku bisnis. Dalam kerangka yang lebih luas kita juga mengenal istilah code of conduct, ISO (International Organization for Standarization), dan sebagainya. Dalam beberapa tahun terakhir juga dikenal istilah Global Compact, Decent Works, Corporate Social Responsibility, yang bertujuan mengatur pelaku bisnis agar menjalankan bisnisnya dengan fair dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Lingkungan tersebut adalah masyarakat sekitar, lingkungan alam, dan hak asasi manusia. Jadi, secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal), dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.

49

Menurut Dawam Rahardjo, etika bisnis beroperasi pada tiga tingkat yaitu individu, organisasi, dan sistem. Pada tingkat individu, etika bisnis mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Pada tingkat organisasi, seseorang sudah terikat pada kebijakan perusahaan dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya. Pada tingkat sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika tertentu. Realitasnya, para pelaku bisnis terkadang sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau religiusitas, seringkali kalah dalam upaya maksimalisasi laba melalui sikap yang individualistis melalui konflik dan persaingan yang tidak sehat. Hal ini tidak hanya terjadi di Dunia Barat, tetapi juga dilakukan oleh para pebisnis di Dunia Timur. Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi penggerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumberdaya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Salah satunya adalah melalui iklan. Promosi dan iklan dinilai efektif menarik calon pembeli, namun belakangan banyak promosi dan iklan yang tidak lagi sesuai dengan penawaran yang sebenarnya dilakukan produsen atau penjual, bahkan cenderung membohongi publik. Salah satu modus yang sering dijadikan alat pembohongan publik adalah penawaran khusus yang disertai dengan sejumlah pembatasan yang dikenal dengan terminologi terms and condition apply atau syarat dan ketentuan berlaku. Entah disengaja atau tidak, perusahaan ritel, sering kali tidak menjelaskan secara rinci batasan-batasan yang menyertai penawaran khusus tersebut. Iklan yang mengandung penawaran khusus dengan syarat-syarat tertentu biasanya hanya diberikan tanda * (asterik) untuk menandakan syarat dan ketentuan berlaku, yang ditulis dengan huruf yang sangat

50

kecil dan diletakkan di bawah iklan tersebut. Sementara itu, keterangan lengkap tentang batasan-batasan yang berlaku hanya dapat diperoleh di lokasi-lokasi tertentu. Hal ini banyak dijumpai pada sejumlah iklan yang beredar di tanah air, baik yang dipublikasikan melalui media cetak maupun elektronik. Kasus ini banyak terjadi pada iklan-iklan perusahaan ritel, produk dan layanan telepon seluler, kartu kredit, dan perusahaan penerbangan. Menurut etika formal dan informal, praktik-praktik semacam ini jelas melanggar etika terutama berkaitan dengan kejujuran. Transaksi jual beli seharusnya menjunjung tinggi norma-norma baik yang berlaku di masyarakat, seperti pelayanan yang baik dan ramah, kejujuran, menghindari praktik-praktik penipuan maupun kebohongan public. Dari sisi legal formal, praktek-praktek tersebut jelas melanggar Undang-undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 10 menyatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau

membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; kegunaan suatu barang dan/atau jasa; kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; bahaya penggunaan barang dan/atau jasa. Selain itu, pasal 12 menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu atau jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan. Pelanggaran terhadap isi pasal-pasal tersebut menimbulkan konsekuensi sanksi berupa hukuman penjara maksimal 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,-. Ketentuan hukum tentang pelanggaran etika bisnis dalam beriklan

sebenarnya sudah disusun, meskipun masih terbuka celah-celah untuk melakukan penyimpangan. Tapi intinya adalah pada moral pebisnis itu sendiri, karena pembohongan atau penipuan terhadap publik atau konsumen tidak hanya merugikan produk atau layanan yang dihasilkan perusahaan itu sendiri, tetapi juga akan melemahkan daya saing di tingkat internasional. Pengabaian etika bisnis akan

51

membawa kerugian, tidak saja pada masyarakat, tetapi juga tatanan ekonomi nasional. c. Pelanggaran etika bisnis dalam bisnis kartel Dari prinsip-prinsip yang telah dijabarkan diatas, kasus kartel sms yang terjadi belakangan ini, jika dicermati, telah melanggar prinsip-prinsip etika bisnis. Yang pertama, prinsip otonomi. Setiap perusahaan yang terdiri dari individu-individu dalam perusahaan telekomunikasi yang terlibat dalam kasus kartel ini, tidak memiliki prinsip otonomi yang baik. Mereka tidak dapat mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Maksudnya masing- masing perusahaan yang terlibat tidak mempunyai sifat otonomi karena kesepakatan yang antar mereka buat tidak memungkinkan mereka untuk menurunkan harga sms sesuai dengan harga riil sms yang seharusnya mereka jual pada konsumen, sesuatu yang seharusnya mereka lakukan. Kongsi yang antar perusahaan telekomunikasi buat membuat mereka tidak lagi independent dalam menjalankan bisnis mereka, termasuk dalam penentuan tarif sms. Seharusnya, sesuai dengan prinsip etika bisnis, setiap perusahan atau bentuk usaha harus mempunyai otonominya sendiri dan mempunyai kemampuan untuk memilih hal yang mereka anggap patut dan baik untuk dilakukan. Kedua, kasus kartel tersebut menunjukkan adanya pelanggaran terhadap prinsip kejujuran. Setiap bisnis seharusnya mempunyai itikad bisnis yang baik yang direpresentasikan dalam sebuah kejujuran. Baik dalam hal mutu produk, harga produk, pemberian informasi kepada konsumen atau rekan bisnisnya. Dalam kasus kartel ini, terdapat penipuan tariff sms yang ditawarkan kepada para konsumen, berarti perusahaan memang mempunyai intensi untuk tidak berlaku jujurpada konsumennya. Ketiga, terdapat prinsip keadilan yang tidak ditegakkan. Dalam sebuah bisnis prinsip keadilan harus dapat dijalankan. Jika beberapa perusahaan telekomunikasi melakukan penawaran tariff sms tidak sesaui dengan yang seharusnya mereka tawarkan, maka prinsip keadilan khususnya kepada konsumen tidak terjadi. Masalah ketidakadilan ini terjadi ketiga terdapat provider-provider lain yang menawarkan tariff sms dengan harga jauh dibawah tariff yang selama ini ditawarkan. Konsumen merasa, mereka tidak diperlakukan secara adil dan tidak memperoleh bagian yang wajar dari beban (tariff penggunaan sms) yang ditanggungnya.

52

Keempat, kasus ini juga telah melanggar prinsip saling menguntungkan. Kongsi perusahaan telekomunikasi yang dengan semena-mena mematok tariff sms jauh di atas harga yang seharusnya sama sekali tidak menguntungkan bagi para konsumen. Dalam sebuah bisnis seharusnya bukan hanya produsen yang diuntungkan, tetapi konsumen juga harus merasakan keuntungan yang sama akibat pembelian barang atau penggunaan jasa mereka. Kelima, prinsip integritas moral. Dilakukannya persekongkolan untuk

menetapkan tariff sms diluar tariff sewajarnya, tentunya berpotensi untk mencoreng nama baik dan integritas moral sebuah perusahaan. Kartel sms yang dilakukan beberapa perusahaan telekomunikasi menunjukkan adanya integrasi moral yang rendahkarenatidak bertujuan melakukan bisnis yang berpedoman pada prinsipprinsip etika bisnis pada umunya. Yang paling terlihat dalam kasus ini hanyalah penggunaan prinsip utilitarianisme dalam menjalankan bisnisnya. Utilitarianisme merupakan suatu bentuk etika teleological yang lebih dikenal oleh pelaku-pelaku bisnis yang memusatkan pandangannya terhadap masalah the bottom line. Keputusan- keputusan bisnis diambil dengan pandangan yang dipusatkan kepada akibat yang mungkin timbul atau konsekuensi apabila terjadi pertentangan di antara keputusan- keputusan itu, pertanyaan yang selalu diajukan adalah tentang hal atau keputusan yang terbaik bagi perusahaan. Jika pelaku bisnis, yang merupakan suatu badan hukum yaitu perusahaan, mempertimbangkan hanya bagaimana agar suatu tindakan akan memberikan keuntungan yang besar, maka hal ini adalah merupakan pandangan utilitarianisme. Utilitarianisme dalam hal ini dikenal sebagai salah satu dari pandangan dengan analisis laba-rugi (cost-benefit). Perusahaan telekomunikasi hanya berorientasi pada kegunaan yang ditawarkan dari adanya fasilitas sms yang ditawarkan pada konsumen dan menitikberatkan fokusnya pada pencapaian laba yang setinggi-tingginya.

53

RANGKUMAN 1) pengertian Etika Bisnis dapat dibedakan menjadi: Secara makro: etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi secara keseluruhan. Secara meso: etika bisnis mempelajari masalah-masalah etis di bidang organisasi Secara mikro: etika bisnis difokuskan pada hubungan individu dengan ekonomi dan bisnis. Sehingga etika bisnis adalah studi tentang aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis. 2) Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu suap (bribery), paksaan (coercion), penipuan (deception), pencurian (theft), dan diskriminasi tidak jelas (unfair discrimination). 3) Rumusan prinsip etika bisnis menurut beberapa ahli dijabarkan sebagai berikut: a) Von der Embse dan R.A. Wagley dalam publikasi yang berjudul Management Journal pada tahun 1988 mengungkapkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pendekatan dalam merumuskan prinsip etika bisnis, yaitu: Pendekatan Utilitarian (Utilitarian Approach), Pendekatan Hak Individu (Individual Rights Approach), Pendekatan Keadilan (Justice Approach) b) Muslich (1998 : 31-33) menjabarkan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut: Prinsip Otonomi, Prinsip Kejujuran, Prinsip Tidak Berniat Jahat, Prinsip Keadilan, dan Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri c) Adiwarman Karim merumuskan prinsip-prinsip etika sebagai berikut: Kejujuran, Keadilan, Rendah Hati, Simpatik, Kecerdasan dan Lakukan dengan Cara yang Baik, Lebih Baik, atau Dipandang Baik.

RANGKUMAN 4) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam etika bisnis antara lain: pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial (Social Responsibility), mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep Pembangunan Berkelanjutan, menghindari sifat 5K (katabelece, kongkalikong, koneksi, kolusi dan komisi), mampu menyatakan yang benar itu benar, menumbuhkan sikap saling percaya antar polongan pengusaha, konsekuen dan konsisten dengan aturan main bersama, memelihara kesepakatan, dan menuangkan ke dalam hukum positif. 5) Isu-isu yang dicakup oleh etika bisnis meliputi topik-topik yang luas. Isu-isu ini dapat dikelompokkan ke dalam 3 dimensi atau jenjang, yaitu: (1) sistemik, (2) organisasi, dan (3) individu. a) Isu-isu sistemik dalam etika bisnis berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan etika yang timbul mengenai lingkungan dan sistem yang menjadi tempat beroperasinya suatu bisnis atau perusahaan: ekonomi, politik, hukum, dan sistem-sistem sosial lainnya. b) Isu-isu organisasi dalam etika bisnis berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan etika tentang perusahaan tertentu. c) Isu-isu individu dalam etika bisnis menyangkut pertanyaan-pertanyaan etika yang timbul dalam kaitannya dengan individu tertentu di dalam suatu perusahaan 6) Isu-isu utama etika bisnis di Indonesia adalah: a) Masalah Etika Klasik b) Pemalsuan atau Pembajakan Hak Cipta c) Diskriminasi dan Perbedaan Gender d) Konflik Sosial dan Masalah Lingkungan

55

LATIHAN En v 1) Pengertian etika bisnis dapat dilihat secara mikro, meso dan makro. Jelaskan masing-masing pengertian tersebut! 2) Sebutkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam etika bisnis! 3) Suap (Bribery) merupakan salah satu jenis masalah yang dihadapi dalam etika bisnis. Apa yang dimaksud suap? Dan jelaskan pula masalah-masalah lainnya yang sering dihadapi dalam etika bisnis! 4) Prinsip etika bisnis terbagi menjadi tiga pendekatan dasar, yaitu utilitarian, hak individu, dan keadilan. Prinsip etika bisnis menurut siapakah ini? Jelaskan masingmasing pendekatan tersebut! 5) Salah satu prinsip etika bisnis menurut Muslich adalah kejujuran. Apakah yang dimaksud dengan prinsip tersebut? Jelaskan secara rinci! 6) Etika bisnis sangat menjunjung tinggi adanya keadilan. Sebutkan contoh implementasi prinsip keadilan dalam dunia bisnis sehari-hari! 7) Sebutkan beberapa hal pokok yang harus selalu dipegang teguh oleh para pelaku bisnis maupun pemerintah dalam rangka menciptakan praktik bisnis yang beretika! 8) Jelaskan beberapa pelanggaran prinsip etika bisnis yang terjadi dalam bisnis kartel!

Kasus Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan

56

LATIHAN terus menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat. (Dikutip dari sebuah blog yang Diposkan oleh Dr. Dedi Kusmayadi, SE., M.Si.) Kasus enron yang menghebohkan dunia finansial khususnya Amerika Serikat melibatkan KAP Arthur Andersen yang sudah memiliki reputasi internasional yang dituduh terlibat manipulasi data keuangan perusahaan Enron. Menurut Anda etika bisnis dalam bentuk apa yang dilanggar dalam kasus ini? Jelaskan!

57

BAB

ETIKA KEPEMIMPINAN

___________________________________________________________________ Tujuan Instruksional Khusus: 1. Memahami pengertian etika kepemimpinan 2. Memahami urgensi etika kepemimpinan 3. Memahami prinsip-prinsip etika kepemimpinan

Dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam keluarga, masyarakat atau bernegara, diperlukan suatu aturan-aturan baik tertulis maupun tidak tertulis untuk mengatur hubungan antar individu. Pada dasarnya setiap individu memiliki kepentingan-kepentingan pribadi yang berbeda karena itu diperlukan aturan-aturan yang menjamin agar tidak terjadi atau meminimalisir gesekan antar kepentingan. Begitu juga dalam sebuah organisasi, selain aturan tertulis, diperlukan juga aturan tidak tertulis yang mengatur hubungan antar rekan kerja untuk memastikan tercapainya tujuan organisasi tersebut. Hubungan antar ekan kerja yang dimaksud di sini mencakup hubungan antar rekan sejawat, hubungan bawahan ke atasan, dan hubungan antara atasan ke bawahan. Selama inisudah menjadi pengetahuan umum seorang bawahan harus bersikap ke atasan, seorang bawahan harus bersikap hormat dan sopan kepada atasan, bahkan terkadang cenderung berlebihan untuk membuat atasan senang. Namun yang menarik disini adalah bagaimana seorang atasan seharusnya bersikap sebagai pemimpin agar bawahan bisa mengoptimalkan potensi kerjanya dan tercapainya tujuan organisasi. A. Etiket dan Kepemimpinan 1. Etika dan Etiket Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah tersebut terdapat arti yang berbeda, walaupun memiliki persamaan. Istilah etika sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral (mores),

58

sedangkan kata etiket adalah berkaitandengan cara, sopan santun, tata krama dalam pergaulan formal. Keduanya memberikan pedooman tentang bagaimana seharusnya sesuatu perbuatan. Definisi etiket, menurut para pakar ada beberapa pengertian, yaitu merupakan kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab. Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan resepsi untuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan. Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai peraturan atau tata krama yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian (tata busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu dengan sikap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan formal atau resmi. Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994,selain ada persamaannya, dan juga ada empat perbedaan antara etika dan etiket, yaitu secara umumnya sebagai berikut: a. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan benar sesuai dengan yang diharapkan. b. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya penuh dengan sopan santun dan kebaikan. c. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian danyang salah harus mendapat sanksi.Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam suatukebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di tempat daerah lainnya. d. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.Etiket hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku. 2. Kepemimpinan Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam sebuah organisasi mutlak diperlukan seorang sosok pemimpin yang akan menjalankan fungsi kepemimpinan,

59

seorang pemimipin akan bertanggung jawab atas baik/buruknya organisasi yang dia pimpin, karena kepemimpinan adalah pusat dan pengambil kebijakan pada suatu organisasi. Berbagai ahli mengungkapkan teori-teori mereka tentang definisi

kepemimpinan, seperti a. Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P Terry) b. Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum (H.Koontz dan C. O'Donnell) c. Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan (R. Tannenbaum, Irving R, F. Massarik). Dari pendapat para ahli di atas bisa diambil kesimpulan bahwa

kepemimpinan adalah sebuah sebuah upaya untuk mempengaruhi orang lain agar memiliki kemauan untuk mencapai tujuan bersama dan memastikan terjadinya kesatuan visi dalam sebuah kelompok 3. Etiket kepemimpinan Etiket kepemimpinan adalah cara-cara yang dianggap benar secara umum oleh sekelompok atau suatu komunitas masyarakat dalam upaya untuk

mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu tujuan bersama yang dimiliki oleh suatu organisasi. Etiket kepemimpinan sebagaimana etiket lainnya berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, organisasi ke organisasi lain, bahkan bisa berbeda dari satu bagian ke bagian lain, karena sifat etiket yang berupa hukum tidak tertulis dan sangat relatif. B. Nilai-nilai umum etiket Walaupun etiket di setiap masyarakat bisa berbeda, prinsip-prinsip umum dalam etiket selalu tetap, tidak berubah, bersifat universal, dan tak terbatas waktu dan tempat. Terdapat tiga prinsip dalam etiket, yaitu respek, empati dan kejujuran. 1. Respek Respek berarti menghargai orang lain, peduli pada orang lain dan memahami orang lain apa adanya. Tidak peduli mereka berbeda, berasal dari kultur berbeda, atau keyakinan berbeda. Sangat penting untuk menunjukkan penghargaan kepada

60

setiap orang dengan kelebihan, kekurangan, kesamaan dan perbedaan yang ada.Karena dengan bersikap respek kepada orang lain maka orang lain juga akan bersikap respek kepada kita. 2. Empati Empati berarti meletakkan diri di pihak orang lain. Sebelum bertindak atau berucap, kamu harus berpikir dulu, apa pengaruhnya bagi orang lain. Bagaimana bila hal itu diucapkan atau dilakukan orang lain kepadamu. Apakah akan membuatmu senang atau berang. Pikirkan dulu, jangan sampai tindakan atau ucapankita menyinggung dan menyakiti orang-orang di sekitar kita, atau membuat diri kita terlihat buruk di mata orang lain. Kata-kata dan sikap yang penuh pertimbangan dan empati, akan membuat seseorang terlihat bijaksana, dewasa dan manusiawi. 3. Kejujuran Kejujuran adalah sebuah bahasa yang universal, setiap orang bahkan mafia seklipun membutuhkan kejujuran dari bawahannya. Kejujuran akan diterima di manapun kita berada. Namun kejujuran juga harus menilai situasi dan kondisi, kejujuran yang akan kita katakan sebaiknya tidak menyinggung atau mengorbankan orang lain, atau apabila terpaksa, kejujuran yang kita terapkan haruslah lebih memiliki aspek manfaat dibanding mudharat. Etiket tidak hanya mengenai cara bergaul yang benar, tetapi juga menyangkut tentang tentang berkehidupan dengan lingkungan manusia, alam dan segala isinya termasuk flora dan fauna. Bila berkaitan hubungan dengan sesama manusia maka komunikasi dan sosialisasi sangat memerlukan etika agar maksud yang kita sampaikan tidak disalahartikan atau sikap yang kita lakukan tidak menyinggung atau terlihat ganjil di lingkungan masyarakat tertentu Contoh etiket dan penerapannya yang berlaku di masyarakat umum Indonesia. a. Misalnya dalam makan, etiketnya ialah orang tua didahulukan mengambil nasi, kalau sudah selesai terus mencuci

61

b. makan sambil menaruh kaki di atas meja dianggap melanggar etiket bila dilakukan bersama-sama orang lain, c. makan dengan tangan kanan, d. makan tidak boleh berdecap dan bersendawa e. Di Indonesia menyerahkan sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar dianggap melanggar etiket. f. mengucapkan salam ketika masuk ke rumah.

C. NILAI-NILAI UMUM ETIKET KEPEMIMPINAN a. Landasan Moral Kepemimipinan Pepatah Arab yang cukup terkenal di Indonesia mengatakan Innamalumamu akhlaqu maa baqiat fain humu jahabat akhlaquhum jahabu Artinya suatuumat akan kuat karena berpegang teguh pada moralitas yang ada, namun apabilamoral diabaikan maka tunggulah kehancuran umat tersebut. Pemimpin yang visioner adalah pemimpin yang memiliki kompetensiuntuk mewujudkan visi organisasi secara bersamasama dengan sumber dayamanusia (SDM) yang dipimpinnya.Seorang pimpinan yang memiliki kemampuanrethingking future. Pimpinan yang mampu menggerakkan seluruh potensi yangdimiliki organisasi kearah masa depan yang lebih cemerlang. Pimpinan yang penuh kewibawaan sehingga mampumembangun semangat setiap pribadi untuk ikut ambil bagian dalam mewujudkantujuan. Pimpinan yang tidak hanya menguasai permasalahan yangdihadapi., tetapi juga memiliki semangat membara untuk bersama sama menyelasaikan highabstraction). Moral pemimpin yang bersumber pada Pancasila terutama dan terpentingadalah moral ketaqwaan.Pemimpin yang bermoral ketaqwaan dalam memimpinbangsa pasti mampu mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance).Ketaqwaan yang dimiliki seorang pemimpin mendorong mereka taat dan patuhserta konsisten menjadikan agama yang dianutnya sebagai point of reversencedalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Moral ketaqwaan masalah secara cepat dan tepat (high commitment and

melahirkanseorang pemimpin yang mampu menghargai pekerjaan orang lain, mengakui

62

Moral ketaqwaan mampu mendorong seorang pemimpin bersikaptransparan, keterbukaan dalam melaksanakan amanah yang diembannya. Dalamproses penetapan kebijakan memberikan kesempatan orang yang dipimpinmemberikan kontribusi dalam agenda setting. Manfaatnya rakyat menjadi individuyang aspiratif dan responsive.Sementara pimpinan menjadi fasilitator yang penuhdedikatif dan responsif akomodatif terhadap kepentingan orang yang dipimpinnya. Untuk lebih memahami bagaimana seharusnya seorang pimpinan beretiket, maka kiita perlu melihat contoh-contoh pemimpin yang kesuksesan dan

kewibawaanya sudah diakui oleh dunia. Seorang pemimpin yang sukse akan mmeninggalkan pengaruh yang berlangsung lama dan luas, bahkan ketika beliau sudah tidak ada atau sudah tidak menjadi pemimpin lagi. 1) Landasan Moral Kepemimpinan Rasullullah Rasulullah Muhammad Saw sudah diakui kehebatannya oleh seluruh dunia, baik pada masa kepemimpinannya atau ketika dia sudah tidak menjabat lagi, baik ketika dia hidup bahkan hingga beliau sudah wafat, dan tentunya diakui kemampuannya dalam meimpin oleh kawan maupun lawan. beberapa penulis yang tidak ragu menuliskan beliau sebagai orang paling berpengaruh di dunia diantaranya Michael H. Hart. Diantara rahasia sukses Rasulullah Saw memimpin umat ini adalahterletak pada kepribadiannya yang utuh, terarah dan berakhlakul karimah dalamsegala aspek kehidupan.ada kesesuaian antara kata dengan perbuatan.Berikut iniadalah

sebagaian akhlak dan kepribadiaan Rasulullah Saw : a). Sidik (Kejujuran) Selama hidupnya Rasulullah Saw sama sekali tak pernah berdusta. Baik itusebelum beliau diangkat menjadi nabi atau sesudahnya. Sampai usia 40 tahunbeliau tidak dikenal sebagai negarawan.pengkhutbah atau seorang orator. Ia tidakpernah tampak berbicara tentang masalah-masalah etika, metafisika,

hukum,politik, ekonomi ataupun masalahmsalah sosial. Namun tidak diragukan lagibahwa ia memiliki karakter yang luar biasa baiknya, tutur kata dan perilaku muliadan penampilan yang menawan. b) Amanah (menyampaikan) Rasulullah Saw dikenal oleh masyarakat sebagai Al-Amin (manusia yangdapat dipercaya) Akhlak yang ditampilkan oleh beliau ini amatlah disegani

63

kawanmaupun

lawan.Amanah

adalah

salah

satu

titipan

yang

bermakna

kepercayaan.Orang yang diserahi memegang amanah dapat dipercaya sehingga peluang untuktumbuh suburnya benalu nepotisme, kolusi dan korupsi dapat dibendung. Umatmanusia yang siap memikul amanah dan memeliharanya Insya Allah akanmencapai kemenengan dan keberuntungan dalam kehidupannya. Allah Swtberfirman : c) Adil Dalam sebuah riwayat sahih (terpercaya) diceritakan tentang seorang wanita dari kalangan bangsawan Arab yang kedapatan mencuri dan akan segera diberlakukan hukuman potong tangan padanya. Lalu datanglah Usamah bin Zaid yang merupakan orang terdekat Rasulullah Saw meminta dispensasi atau keringanan hukuman atas wanita bangsawan tadi. Apa jawab beliau " Seandainya Fatimah binti Muhammad sendiri yang mencuri niscaya aku akan potong tangannya " Tak akan diskriminasi dalam masalah hukum, semuanya sama dalam kaca mata undang-undang. Ada praktek kolusi dan manipulasi dalam masalah hukum/undang-undang merupakan sumber kehancuran generasi generasiterdahulu, demikian statement dan kebijakan tegas Rasul kepada yang meminta keringanan hukuman. d) Fathonah (Kecerdasan) Cara berfikir dan cara bertindaknya senantiasa dilakukan dengan cara-cara yang benar, jujur dan adil tanpa menutup diri dari sikap waspada dalam menghadapi setiap permasalahan yang muncul. Sehingga beliau mampu bertemu dan bertatap muka dalam setiap arena dengan penuh kematangan dan persiapan yang prima e) Tabligh Meski Rasulullah Saw seorang yang buta huruf dan menjalankan kehidupan dengan biasa, tenang tanpa halhal yang istimewa, namun ketika ia mulai menyiarkan risalahnya, seluruh orang Arab tertegun penuh kekaguman, terpikat oleh kefasiahannya berbicara dan kemampuan berpidato yang amat baik dan mengagumkan serta tak ada bandingannya, baik oleh penyair dan ahli pidato sekalipun.

64

Hal inilah yang perlu diteladani oleh para pemimpin umat dewasa ini bila menginginkan diri mereka mendapatkan tempat di hati orang banyak sebab omongan yang tak jelas berbau provokasi, kedustaan dan penuh caci maki sama sekali tak akan mendatangkan kebaikan. Bukankah amat sering kita mendengar pernyataan hati ini demikian lalu keesokan harinya diralat, maka kepercayaan rayat atau masyarakat pun segera hilang dan segera pula timbul gejolak di sana sini. f) Ketaqwaan AlQur'an menyebutkan hal ini sebagai kualitas tertinggi seorang muslim dan Rasulullah Saw merupakan manusia tertinggi kualitas taqwanya dibandingkan manusia manapun yang ada di jagad ini. Sebagaimana pernyataan beliau : " Saya adalah orang yang paling takut dan paling bertaqwa dibandingkan kalian namun saya melaksanakan qiyamullail dan tidur, saya berpuasa namun juga berbuka dan sayapun menikahi wanita...." (HR. Muslim). Demikianlah ciri-ciri moralitas yang mendasar dan yang senantiasa melandasi kepemimpinan Rasulluah Saw sehingga dengan moral force itulah manusia dapat mewujudkan potensi tertingginya dalam segala bidang sehingga terkendali secara baik. Rasulullah Saw yang terbimbing oleh wahyu berhasil membangun sistem moral yang baku yang pasti mendatangkan kebaikan bagi siapa saja yang menjalaninya terlebih lagi para pemimpin umat. 2) Moral Kepemimpinan dalam serat Jatipusaka Makutha Raja Serat Makutha Raja merupakan tulisan Sultan Hamengku Buwono V yang merupakan pedoman bagi raja atau pemimpin.Sebagai buku, serat ini mengandung ajaran-ajaran moral yang seharusnya (das Sollen) dilakukan dan dijalankan oleh Raja ataupun pemimpin pada umumnya. Seba