Anda di halaman 1dari 3

Kenapa pada demam berdarah dengue pola demamnya bifasik?

Kurva demam pada demam berdarah dengue berhubungan dengan saat pelepasan sitokin karena reaksi imun tubuh terhadap serangan virus dengue. Sitokin yang menyebabkan demam seperti interleukin 1 (IL-1) dan IL-6, tumor necrosis factor (TNF- ), interferon (IFN- ). Virus dengue merupakan pirogen eksogen. Pada saat virus sudah menginfeksi dan berada didalam darah, ada 2 respon imun yang bekerja. Yaitu respon imun nonspesifik yang bekerja diawal dan cepat serta respon imun nonspesifik yang bekerjanya lebih lambat. Segera terjadi viremia selama 2 hari respon imun nonspesifik yang berperan penting adalah makrofag dan sel Natural Killer (Sel NK) (Baratawidjaja, 2009). Makrofag akan segera bereaksi dengan memfagositosis virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Makrofag juga akan mensekresi sitokin yang merangsang inflamasi. Sitokin utama yang disekresi oleh makrofag adalah IL-1 yang merupakan pirogen endogen. Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam yang dipicu baik faktor eksogen atau endogen seperti IL-1. Selain itu ada juga proses respon imun nonspesifik lain yang diperankan oleh sel NK. Sel NK membunuh sel yang terinfeksi dan merupakan faktor efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum respon imun spesifik bekerja (Baratawidjaja, 2009). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. Dimulailah mekanisme respon imun spesifik. Sel T yang diaktifasi adalah T CD4+ . T CD4+ ini akan mengaktifasi Th2 untuk membentuk antibodi lagi sehingga meningkatkan opsonisasi dan aktivasi komplemen. T CD4+ juga mengaktifkan Th1 yang akan mengaktifkan T CD8+ melalui presentasi oleh molekul MHC-1. CD8+ ini bersifat sitotoksik dan menghancurkan peptida virus. Th1 akan melepaskan IFN-, IL-2, dan limfokin sedangkan Th2 melepaskan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN- akan merangsang monosit melepaskan TNF-, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga merangsang makrofag melepas IL-1. IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1, TNF-, dan IFN-. Pada jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi jalur komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang meningkatkan jumlah histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah peningkatan IL-1, TNF-, IFN-, IL-2, dan histamin (Kresno, 2001; Soedarmo, 2002; Nainggolan et al., 2006). IL-1, TNF-, dan IFN- dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul demam. IL-1 langsung bekerja pada pusat termoregulator sedangkan TNF dan IFN- bekerja tidak secara langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan IL-1. Bagaimana mekanisme IL-1 menyebabkan demam? Daerah spesifik IL-1 adalah pre-optik dan hipothalamus anterior dimana terdapat corpus callosum lamina terminalis (OVLT). OVLT terletak di dinding rostral ventriculus III dan merupakan sekelompok saraf termosensitif (cold dan hot sensitive neurons). IL-1 masuk ke dalam OVLT melalui kapiler dan merangsang sel memproduksi serta melepaskan PGE2. Selain itu, IL-1 juga dapat memfasilitasi perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2. Selanjutnya PGE2 yang terbentuk akan berdifusi ke dalam hipothalamus atau bereaksi dengan cold sensitive

neurons. Hasil akhir mekanisme tersebut adalah peningkatan thermostatic set pointyang menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis untuk menahan panas (vasokontriksi) dan memproduksi panas dengan menggigil (Kresno, 2001; Abdoerrachman, 2002). Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala lain seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan sintesis albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari kerjasama IL-1 dan TNF-. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipothalamus ventromedial yang berakibat pada penurunan intake makanan (Luheshi et al., 2000). IFN- sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten, menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala berat, muntah, dan somnolen (Soedarmo, 2002). Pola demam pada demam berdarah adalah demam bifasik yang menunjukkan suatu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever).

Gambar 1. Pola demam bifasik pada demam berdarah.

Pola demam yang bifasik seperti ini dikarenakan adanya respon imun dari serangan virus dengue. Seperti penjelasan diatas, pada awal infeksi, viremia menyebabkan demam tinggi karena adanya sitokin yang dihasilkan oleh respon imun akibat virus yang masuk. Virus dengue ini setelah beredar didalam darah akan difagosit oleh makrofag. Virus ini menggunakan makrofag sebagai tempat

replikasinya. Selama melakukan replikasi virus terhindar dari respon imun, sehingga respon imun dan sitokin yang dihasilkan berkurang dan demam mulai turun. Saat proses replikasi selesai, virus dengue akan siap dikeluarkan lagi melalui lisis sel, sehingga respon imun mulai meningkat lagi dan menghasilkan sitokin, sehingga terjadilah demam. Demam yang meningkat lagi suhunya tidak setinggi diawal infeksi, hal ini dikarenakan karena sudah terbentuknya antibodi tubuh spesifik virus. Sehingga pada saat virus keluar dan menyerang lagi, tubuh sudah dapat mengkompensasi serangan virus tersebut untuk menetralisirnya. Selain demam ada hal lain yang lebih penting untuk diperhatikan pada fase demam bifasik ini, yaitu adanya kebocoran plasma yang menjadi masalah serius dalam penanganan demam berdarah. Sumber: Baratawidjaja KG , Rengganis I. 2009. Imunologi Dasar. Edisi 8. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Abdoerrachman MH. 2002. Demam : Patogenesis dan Pengobatan. In: Soedarmo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama.Jakarta: IDAI, pp: 27-51. Kresno SB. 2001. Respons Imun terhadap Infeksi Virus. In: Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta : FK UI, pp: 178-181. Nainggolan L, Chen K, Pohan HT, Suhendro. 2006. Demam Berdarah Dengue. In: In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 1731-1736. Soedarmo PS. 2002. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI, pp: 176-209.

Anda mungkin juga menyukai