Anda di halaman 1dari 21

ASMA BRONKHIAL

A. PENDAHULUAN Asma adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh obstruksi jalan napas yang reversibel, episodik, peningkatan reaktivitas bronkhial dan peradangan saluran napas. Namun pada beberapa pasien dengan asma kronis dapat ditandai oleh obstruksi jalan napas yang ireversibel. 1,2 Asma hasil dari interaksi yang kompleks antara sel-sel inflamasi, mediator, epitel saluran napas, otot polos, dan sistem saraf. Pada individu yang rentan secara genetik, Interaksi ini dapat menyebabkan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas.1,3 Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki berbanding anak perempuan 1,5:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak dari laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi adapula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%.3

B. ETIOLOGI Istilah penyebab asma sebenarnya kurang tepat karena sampai saat ini penyebab asma belum diketahui. Telah banyak penilitian dilakukan oleh para ahli di bidang asma untuk menerangkan sebab terjadinya asma, namun belum satupun teori atau hipotesis yang dapat diterima atau disepakati para ahli.4 Faktor yang dapat memicu asma terbagi 2, yaitu : faktor host dan faktor lingkungan, a. Faktor host a) Atopi, adalah faktor resiko mayor untuk asma dan individu yang non atopi mempunyai resiko yang lebih rendah untuk terkena asma. Pasien dengan asma umumnya menderita penyakit atopi lainnya, misalnya rhinitis alergi.2

b) Obesitas. Asma biasanya lebih sering pada individu dengan obesitas (IMT > 30kg/m2). Orang gemuk dengan asma mempunyai fungsi paru-paru yang lebih rendah dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.4 b. Faktor lingkungan a) Alergen. Alergen inhalasi adalah pemicu umum dari gejala asma.2,5,6 Bahan-bahan di dalam ruangan: 1. Tungau debu rumah 2. Binatang, kecoa Bahan-bahan di luar ruangan : 1. Serbuk sari bunga 2. Jamur b) Makanan tertentu, bahan pengawat, penyedap, pewarna makanan c) Iritan (parfum, bau-bauan yang merangsang, household spray) d) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif e) Polusi udara dari luar dan dalam ruangan f) Infeksi salura napas g) Latihan yang mencetuskan asma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas fisik tertentu. h) Perubahan cuaca

C. PATOGENESIS Patogenesis asma kompleks dan melibatkan peradangan saluran napas, obstruksi aliran udara intermitten dan hiperaktivitas saluran napas. a. Asma sebagai penyakit inflamasi Asma sebagai penyakit inflamasi saluran pernafasan.Proses

inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi), rubor (kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangansensoris), dan functio laesa (fungsi yang terganggu) serta adanya tanda infiltrasi sel radang. Keenam hal ini dijumpai

pada seluruh jenis asma tanpa membedakan alergenik ataukah non alergenik.3 Jalur imunologis terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonom. Pada jalur IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah APC (Antigen Precenting Cell), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th. Sel Th inilah yang akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi seperti histamine, prostaglandin, leukotrin, platelet activating factor, bradikinin dan tromboksan. Mediator ini akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebankan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel radang, sekresi mucus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hiperaktivitas saluran napas (HSN). Jalur nonalergik selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang system saraf autonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan HSN. 3 b. Obstruksi saluran napas Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkhus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa di ekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.3,7 Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara objektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi). Sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi pada saluran yang besar, sedang, maupun kecil. Gejala

mengi menandakan adanya penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas kecil dapat menyebabkan gejala batuk dan sesak lebih dominan daripada mengi. 3 Penyempitan saluran napas yang terjadi pada penyakit asma merupakan suatu hal yang kompleks.Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast.8

Gambar 1. Obstruksi bronkhiolus pada asma

c. Hiperaktivitas saluran napas Hiperaktvitas saluran napas adalah kelainan fisiologis pada asma dan menggambarkan respon bronkokonstriktor yang berlebihan terhadap rangsangan. Peningkatan hiperaktivitas saluran napas terkait dengan frekuensi gejala asma, sehingga tujuan penting dari terapi adalah untuk mengurangi hiperaktivitas saluran napas.2

D. KLASIFIKASI
Tabel 1. Klasifikasi Kontrol Asma5

Terkontrol Gejala Keterbatasan aktivitas Gejala nokturnal Butuh Penghilang Gejala Uji faal paru-paru Eksaserbasi Tidak ada Normal 2 kali/minggu 2 kali/minggu Tidak ada

Terkontrol Sebagian >2x/minggu ada

Tidak Terkontrol

Tidak ada

Ada

3 atau lebih tanda dari asma

>2x/minggu

terkontrol sebagian

FEV1 <80%

1x/tahun

1x/minggu

E. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis dan dikonfirmasi dengan tes fungsi paru.4 a. Gejala Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak napas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi. serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala dan juga sering batuk berkepanjangan terutama di waktu malam hari atau cuaca dingin.8

Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas yang berbunyi (mengi), batuk dan sesak napas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan napasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak napas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.8 b. Pemeriksaan Penunjang 1. Spirometri Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Spirometri harus dilakukan sebelum dan VEP1 sesudah atau inhalasi KVP short-acting 20%

bronchodilator.

Peningkatan

sebanyak

menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respon yang kurang dari 20% tidak berarti bukan asma. 2. Uji provokasi bronkus Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hiperaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara untuk melakukan uji provokasi dengan histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna. 3. Foto thoraks Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, atelektasis, dan lain-lain.

F. PENATALAKSANAAN Tujuan terapi asma adalah : 9 a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma b. Mencegah kekambuhan c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya

d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise e. Menghindari efek samping obat f. Mencegah obstruksi jalan napas yang irreversible g. Mencegah kematian karena asma Ada enam komponen dalam pengobatan asma, yaitu: 3 a) Penyuluhan kepada pasien Diharapakan pasien dan keluarganya memahami tentang pengobatan, obat-obat yang dipakai dan efek samping. b) Penilaian derajat beratnya asma Penilaian derajat beratnya asma baik melalui pengukuran gejala, pemeriksaan uji faal paru dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk menilai hasil pengobatan. c) Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan Diharapkan dengan mencegah dan mengendalikan faktor pencetus serangan asma makin berkurang atau derjat asma makin ringan. d) Perencanaan obat-obat jangka panjang Obat-obat anti asma pada dasarnya dipakai untuk mencegah dan mengendalikan gejala asma. Fungsi penggunaan obat anti asma antara lain : 1. Pencegah (controller) yaitu obat-obat yang dipakai setiap hari, dengan tujuan agar gejala asma persisten tetap terkendali. Termasuk golongan ini yaitu obat-obat anti inflamasi dan bronkodilator kerja panjang. Obat-obat anti inflamasi khususnya kortikosteroid hirup adalah obat yang paling efektif sebagai pencegah. Dengan pengobatan anti inflamasi jangka panjang, ternyata perbaikan gejala asma, perbaikan fungsi paru, serta penurunan reaktivitas bronkus lebih baik bila dibandingkan bronkodilator. Termasuk golongan obat pencegah adalah : a) glukokortikosteroid hirup dapat mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup, menurunkan hipersensitivitas saluran napas, mengontrol anti inflamasi, menurunkan frekuensi eksaserbasi, dan menurunkan mortalitas. 5 penyakitnya, tujuan

Tabel 2. Dosis Obat kortikosteroid hirup untuk dewasa 5 Drug Low Daily Dose (g) Beclomethasone dipropionate Budesonide Cidesonide Flunisolide Fluticasone propionate Mometasone furoate Triamcinolon acetoride 400-1000 >1000-2000 >2000 200 400 800 200-400 80-160 500-1000 100-250 >400-800 >160-320 >1000-2000 >250-500 800-1600 320-1280 >2000 500-1000 200-500 Medium Daily Dose (g) >500-1000 High Daily Dose (g) 1000-2000

Efek samping

dari penggunaan glukokortikosteroid hirup ini adalah

candidiasis orofaring, dan disfoni. Untuk mencegah terjadinya candidiasis orofaring yaitu dengan cara berkumur setelah menggunakan kortikosteroid hirup. 5 b) 2-agonis hirup kerja panjang (LABA), tidak dianjurkan untuk monoterapi melainkan dikombinasi dengan kortikosteroid hirup. Yang termasuk 2-agonis hirup kerja panjang adalah formoterol dan salmeterol. Formoterol mempunyai onset kerja yang lebih cepat daripada salmeterol. Efek samping penggunaan 2-agonis hirup kerja panjang ini adalah stimulasi kardiovascular, tremor, dan hipokalemi. c) Theofilin, adalah bronkodilator dan jika diberikan dalam dosis rendah dapat bermanfaat sebagai anti inflamasi. d) 2-agonis oral kerja panjang, seperti salbutamol, tarbutaline, dan bambuterol hanya digunakan jika tambahan bronchodilasi diperlukan. Efek samping obat ini lebih tinggi dibanding 2-agonis hirup kerja panjang. e) Akhir-akhir ini diperkenalkan terapi anti IgE untuk asma alergi yang berat. Penilitian menunjukkan anti IgE dapat menurunkan berat asma, pemakaian

obat asma, kunjungan ke gawat darurat karena serangan asma akut dan kebutuhan rawat inap. 3

2. Penghilang gejala (reliever) yaitu obat-obat yang dapat merelaksasi bronkokontriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya dengan segera. Termasuk dalam golongan ini yaitu agonis beta 2 hirup kerja cepat, kortikosteroid sistemik, agonis beta 2 oral kerja pendek, anti koninergik, teofilin kerja pendek, agonis beta 2 hirup (fenoterol, salbutamol, tarbutalin, prokaterol) merupaka obat terpilih untuk gejala asma akut serta bila diberikan seblum kegiatan jasmani. Agonis beta 2 hirup juga dipakai sebagi penghilang gejala pada asma episodik. Peran kortikosteroid sistemik pada asma akut adalah untuk mencegah perburukan lebih lanjut. Antikolinergik hirup atau Ipatroprium bromide, selain dipakai obat alternatif pada pasien yang tidak dapat mentoleransi efek samping agonis beta 2.3

Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup (SaO2 92%) dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran napas dengan pemberian bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan ipatropium bromide) dan mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan memberikan kortikosteroid sistemik. Pemberian okesigen 1-3 liter/menit, diusahakan mencapai SaO2 92%, sehingga bila pasien telah menpunyai SaO292% sebenarnya tidak lagi membutuhkan inhalasi oksigen.3 Bronkodilator khususnya agonis beta 2 hirup (kerja pendek) merupakan obat anti asma pada serangan asma, baik dengan MDI atau nebulizer. Pada serangan asma ringan atau sedang, pemberian aerosol 2-4 kali tiap 20 menit cukup memadai untuk mengatasi serangan. Pada serangan asma yang lebih berat, dosis agonis beta 2 hirup lebih ditingkatkan. Sebagian peneliti menganjurkan pemberian kombinasi Ipratropium bromide dengan salbutamol, karena dapat mengurangi perawatan rumah sakit dan mengurangi biaya pengobatan.3 Kortikosteroid sistemik diberikan bila respon terhadap agonis beta 2 hirup tidak memuaskan. Dosis prednisolon antara 0,5-1 mg/kgBB. Perbaikan biasanya bertahap, sehingga pengobatan diteruskan untuk beberapa hari. Bila tidak ada perbaikan atau minimal, segera pasien dirujuk ke fasilitas pengobatan yang lebih baik. 3

G. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding asma bronkhial yaitu : 3 a. Bronchitis kronik, ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. b. Emfisema paru. Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selau sesak pada kegiatan jasmani. c. Gagal jantung kiri akut. Pasien tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada anamnesa dijumpai hal-hal yang memperberat atau memperingan gejala gagal jantung. disamping ortopneu, pada pemeriksaan fisis kardiomegali dan edema paru. d. Emboli paru. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk-batuk yang dapat disertai darah, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fisis didapatkan ortopneu, takikardi, gagal jantung kanan, irama derap, sianosis, dan hipertensi. ditemukan

H. PENCEGAHAN Tujuan utama pencegahan asma bronkhial adalah mencegah reaksi antigen-antibody serta serangan asma dan menurunkan kegiatan

hiperreaktivitas bronchi dengan jalan menghilangkan factor pemicu. Tindakan yang dapat diambil berupa menjauhkan sebanyak mungkin faktor pemicu serangan misalnya sanitasi , berhenti merokok, melakukan latihan fisioterapi, hiposensibilisasi.10

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelly WF. Allergic and environmental Astma. Aug 12, 2011. Available from : URL: http://emedicine.medscape.com/article/137501-overview 2. Barnes PJ. Asthma. In. Harrisons principles of internal medicine 17th edition vol.II. 3. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkhial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI. Jakarta : 2006. 4. Sundaru H. Penyebab dan Faktor pencetus Serangan Asma. Available from:URL:www.medicastore.com/asma/penyebab_dan_faktor_pencetus_a sma.php 5. Global initiative for Asthma. Available from:URL: www.ginaasthma.com/ 6. McPhee SJ. Lange 2010 Current Medical Diagnosis and Treatment Edition 14th. Mc GrowHill Medical:2010. 7. Morris MJ. Asthma. Oct 21,2011. Available from:URL:

www.emedicine.medscape.com 8. Yunus F. Manfaat Kortikosteroid pada asma bronkhial. 1998. Available from:URL: www.kalbe.co.id 9. Beers MH. The Merck Manual of Diagnosis and Therapi. White House NJ:2006 10. Tjay TH. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Elex Media Komputindo. Jakarta:2002

11

LAPORAN KASUS ASMA BRONKHIAL

IDENTITAS PASIEN : Nama : Tn. F.H. Umur : 50 th Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Dsn Bonto Panno, Maros No. RM : 521288 Ruangan : Kelas II kamar 4 Tanggal masuk RS : 5 Desember 2011

CATATAN RIWAYAT PENYAKIT: ANAMNESIS : Autoanamnesis

KELUHAN UTAMA

: Sesak napas

ANAMNESIS TERPIMPIN : Dialami sejak 3 hari sebelum masuk RS, tidak terus-menerus. Memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah RS setelah terpapar debu di jalan. Riwayat sesak ada jika udara dingin dan terpapar debu, sesak tidak dipengaruhi oleh aktifitas. Sesak biasa dialami kurang lebih 2 kali serangan dalam seminggu. Tapi sesak berkurang setelah menggunakan berotec yang didapat dari dokter praktek. Riwayat terbangun pada malam hari karena sesak tidak ada. Osi tidur dengan 1 bantal. ANAMNESIS SISTEMATIS : Batuk ada, dialami sejak 3 hari yang lalu, disertai lendir warna putih, tidak ada nyeri dada. Tidak ada demam dan menggigil. Tidak ada sakit kepala dan pusing. Juga tidak ada mual, muntah, dan nyeri perut. BAK : lancar, warna kuning muda BAB : lancar, warna kuning/coklat, tidak ada lendir dan darah

12

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA Ada riwayat asma sejak masih kecil, menggunakan berotec. Ada riwayat alergi debu rumah Ada riwayat keluarga dengan gejala yang sama Ibu dan Anak Tidak ada riwayat merokok Tidak ada riwayat DM Tidak ada riwayat Hipertensi (-)

STATUS PRESENT Sakit sedang Gizi : cukup BB : 54 kg TB : 167 cm IMT : 19.3 Kesadaran : composmentis

STATUS VITAL TD : 130/70 mmHg Nadi : 100 kali/menit P : 32x/menit S : 36,2 0c

PEMERIKSAAN FISIS Kepala : Ekspresi : biasa (normal ) Deformitas Gerakan : (-) : lurus, hitam

Simetris muka : simetris Mata : Eksoptalmus / enoptalmus : (-) Kelopak mata : normal Sclera : ikterus (-) Kornea : jernih, refleks cahaya : +/+ Pupil : Isokor, 2,5cm/2,5 cm

Hidung :

13

Perdarahan : (-) Secret : (-) Telinga : Tophi : (-) Pendengaran : normal Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-) Mulut : Bibir : sianosis (-), kering (-) Gigi geligi : karies (-) Gusi : perdarahan (-) Tonsil : T1/T1, hiperemis (-) Farings : hiperemis (-) Lidah : kotor (-) Leher : Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran DVS : R-2 cmH20 Pembuluh darah : pulsasi (+) dilatasi (-) Kaku kuduk : tidak ada Massa tumor : tidak ditemukan Dada : Inspeksi : simetris kiri-kanan Bentuk : normochest, simetris kiri = kanan Pembuluh darah : bruit (-) Buah dada : tidak ada kelainan Sela iga : tidak ada pelebaran sela iga Lain lain : penggunaan otot bantu napas Paru : Palpasi : MT (-), NT (-) Fremitus raba : kiri=kanan Perkusi : Paru kiri : sonor Paru kanan : sonor

14

Batas paru hepar : ICS VI dextra anterior Batas paru belakang kanan : V. Th X dextra posterior Batas paru belakang kiri : V. Th X sinistra posterior Auskutasi : bunyi pernapasan : bronchovesikuler Bunyi Tambahan Rh : -/-, Wh +/+ Jantung : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen : Inspeksi Palpasi Hati Limpa Ginjal Perkusi Auskultasi : Datar, ikut gerak napas : MT (-) NT (-) : tidak teraba : tidak teraba : ballottement (-) : tympani : peristaltik (+) kesan normal : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak teraba : pekak, batas jantung normal : BJ I/II murni regular, BT (-)

Alat kelamin : dalam batas normal Anus dan rectum : dalam batas normal Punggung : skoliosis (-) kifosis (-) Palpasi Nyeri ketok Auskultasi : MT (-). NT (-) : (-) : Rh -/- ,Wh +/+

Ekstremitas : edema -/-

Laboratorium : Diagnosis sementara : Asma bronchial

Differensial diagnosis : Bronhitis

15

Pengobatan : IVFD RL 28 tpm O2 3-4 l/mnt Dexametason /8jam/iv Salbutamol 4 mg 3x1 Budesonide 2x2 semprot
Fenoterol 2x semprot

Ambroxol Syr 3x1

Rencana pemeriksaan : Spirometri DR Ureum, kreatinin GDS SGOT/SGPT Pemeriksaan sputum BTA, gram, jamur Foto Thorax

FOLLOW UP :
TANGGAL 5/12/2011 T : 100/70 N : 80x/menit P : 32x/menit S : 36,2 C
0

PERJALANAN PENYAKIT KU : sesak AT : dialami sejak 3 hari yang lalu. Memberat sejak kemarin sore setelah terpapar debu di jalan. Riwayat alergi debu (+) Riw. Alergi dingin (+) Demam (-) menggigil (-), sakit kepala (-), pusing (-) Mual (-), muntah (-), Batuk (+) lender (+) warna putih Nyeri dada (-) saat batuk Nyeri ulu hati (-) BAB : biasa, lancar

INSTRUKSI DOKTER R/ IVFD RL 28 tpm Dexametason /8jam/iv Salbutamol 3 x 4 mg Budesonide 2x2 semprot Fenoterol 2x2 semprot Ambroxol syr 3x1 c

16

BAK : biasa, lancar RPS : riwayat dirawat di RS. Salewangan tahun 2006 dengan gejala sama (+). Riw. Konsumsi obat fenoterol. riwayat keluarga dengan gejala sama tidak diketahui.

Pemfis : Kepala : anemis (-), ikterus (-) sianosis (-) Leher : MT (-), NT (-), KGB (-), DVSR-2cmH2O Thorax : I : simetris kiri=kanan P : MT (-), NT (-) P : sonor A : BP : bronchovesikuler BT : Rh -/- Wh +/+ Cor : I : ictus cordis tidak tampak P : ictus cordis tidak teraba P : pekak A : BJ I/II murni regular Abdomen : I : datar, ikut gerak napas P : MT (-) NT (-) P : tympani A : peristaltik (+) kesan normal Eks : edema -/Hasil Lab : WBC :16000 HGB : 16,7 Lymp :11,9% RBC : 5810000 HCT : 54,5% PLT :221

17

GDS :100 SGOT : 27 SGPT : 24 Ureum : 28 Kreatinin : 0,9 A : asma bronchial 6/11/2011 T : 110/60 N : 64x/menit P : 24x/menit S :36,5 0C KU : sesak () AT : Demam (-) menggigil (-), sakit kepala (-), pusing (-) Mual (-), muntah (-), Batuk (+) lendir (+) warna putih Nyeri dada (-) Nyeri ulu hati (-) BAB : biasa, lancar BAK : biasa, lancar R/ IVFD RL 28 tpm Dexametason /8jam/iv Salbutamol 3 x 4 mg Budesonide 2x2 isap Fenoterol 2x2 isap Ambroxol syr 30 mg 3x1 cth

Pemfis : Kepala : anemis (-), ikterus (-) sianosis (-) Leher : MT (-), NT (-), KGB (-), DVSR-2cmH2O Thorax : I : simetris kiri=kanan P : MT (-), NT (-) P : sonor A : BP : bronchovesikuler BT : Rh -/- Wh +/+ Cor : I : ictus cordis tidak tampak P : ictus cordis tidak teraba P : pekak A : BJ I/II murni regular Abdomen : I : datar, ikut gerak napas P : MT (-) NT (-) P : tympani A : peristaltic (+) kesan normal Eks : edema -/-

18

A : asma bronchial 7/12/2011 T : 100/600 N : 80x/menit P : 20x/menit S :36,10C KU : sesak (-) AT : Demam (-) menggigil (-), sakit kepala (-), pusing (-) Mual (-), muntah (-), Batuk (+) lendir (+) warna putih Nyeri dada (-) Nyeri ulu hati (-) BAB : biasa, lancar BAK : biasa, lancar R/ IVFD RL 28 tpm Dexametason /8jam/iv Salbutamol 3 x 4 mg Budesonide 2x2 isap Fenoterol 2x2 isap Ambroxol syr 30 mg 3x1 cth

Pemfis : Kepala : anemis (-), ikterus (-) sianosis (-) Leher : MT (-), NT (-), KGB (-), DVSR-2cmH2O Thorax : I : simetris kiri=kanan P : MT (-), NT (-) P : sonor A : BP : bronchovesikuler BT : Rh -/- Wh -/Cor : I : ictus cordis tidak tampak P : ictus cordis tidak teraba P : pekak A : BJ I/II murni regular Abdomen : I : datar, ikut gerak napas P : MT (-) NT (-) P : tympani A : peristaltic (+) kesan normal Eks : edema -/A : asma bronchial

RESUME Seorang pasien laki-laki, 50 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari yang lalu, memberat sejak 1 hari yang lalu setelah terpapar debu di

19

jalan. Riwayat sesak ada jika udara dingin dan terpapar debu. Sesak dialami kurang lebih 2 kali serangan dalam seminggu. Tapi sesak berkurang setelah menggunakan berotec yang didapat dari dokter praktek.Riwayat terbangun karena sesak tidak ada. Osi tidur dengan 1 bantal. Batuk ada dialami sejak 3 hari yang lalu. Berlendir warna putih. Nyeri dada tidak ada. Demam dan menggigil tidak ada. Sakit kepala dan pusing tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Nyeri perut tidak ada. Pada pemeriksaan fisis didapatkan SP: SS/GC/CM. Tanda vital : T: 100/70, N: 80x/menit, P : 32x/menit, S :36,2oc. pada pemeriksaan kepala tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan bunyi pernapasan

bronchovesikuler dan adanya wheezing +/+. Pada pemeriksaan jantung, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 16000, Hb : 16,7, eritrosit 5810000, trombosit : 221000. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang maka pasien ini di diagnosis asma bronchial. DISKUSI Sesak napas merupakan salah satu tanda asma bronchial. Sesak napas terjadi akibat terjadinya penyempitan saluran napas oleh spasme otot bronchus dan sumbatan mukus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa di ekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.3,5 Dari anamnesis, pasien tersebut mengalami sesak napas setelah terpapar debu di jalan. Selain itu pasien juga sering mengalami serangan sesak jika terjadi perubahan cuaca. Pada asma bronchial, serangan sesak dapat dipicu oleh faktor lingkungan yaitu alergen seperti debu, binatang, serbuk sari bunga, jamur, makanan tertentu, parfum, asap rokok, polusi udara, aktivitas tertentu, serta

20

perubahan cuaca. dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan wheezing yang dapat terjadi karena penyempitan saluran napas. Sesak napas juga bisa didapatkan pada gagal jantung kongestif, penyakit ginjal kronik, pneumoni, dan PPOK. Namun pada pasien ini tidak ada riwayat hipertensi, edema pada ektremitas, dan tidak didapatkan ronkhi basah halus di basal paru. Sehingga dapat menyingkirkan kemungkinan gagal jantung kongestif. Pada pemeriksaan fisis, pasien tidak demam, menggigil, ataupun perubahan karakteristik dahak, serta tidak didapatkan ronkhi basah halus pada auskultasi sehingga kemungkinan pneumoni dapat disingkirkan. Selain itu dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak ada peningkatan

ureum dan kreatinin serta tidak ada penyakit yang mendasari seperti hipertensi lama, DM atau batu saluran kemih sehingga dapat disingkirkan kemungkinan penyakit ginjal kronik. Pada bronkhitis, ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Pada pasien ini baru mengalami batuk selama 3 hari. Sehingga kemungkinan bronkhitis dapat disingkirkan. Pada Emboli paru disamping gejala sesak napas, pasien juga batuk-batuk yang dapat disertai darah, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fisis didapatkan ortopneu, takikardi, gagal jantung kanan, irama derap, sianosis, dan hipertensi. Dari hasil anamnesis, pasien mengalami kurang lebih 2 kali serangan asma dalam satu minggu, jarangnya penggunaan obat reliever , tidak pernah terbangun karena sesak, dan ada keterbatasan aktivitas namun minimal sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien termasuk dalam asma terkontrol sebagian. Obat yang diberikan pada pasien ini adalah kortikosteroid sistemik, beta 2 agonis inhalasi kerja singkat, beta 2 agonis oral sebagai obat pelega napas dan beta 2 agonis inhalasi jangka panjang sebagai obat yang mengontrol asma. Dengan pengobatan yang diberikan pasien memperlihatkan perbaikan dan pulang dengan tetap menggunakan obat; dan dianjurkan untuk control teratur di poli paru.

21

Anda mungkin juga menyukai