Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

Talasemia merupakan kelainan genetik terbanyak di dunia. Kelainan ini diturunkan secara resesif menurut hukum Mendel. Penyakit yang semula ditemukan di sekitar Laut Tengah ini ternyata tersebar luas sepanjang garis khatulistiwa, termasuk Indonesia. Tidak kurang dari 300.000 bayi dengan kelainan berat penyakit ini dilahirkan setiap tahun di dunia.(1) Hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Pengobatan utama penyakit ini ialah pemberian tranfusi darah dengan mempertahankan kadar hemoglobin di atas 10 g/dl; tetapi ironisnya ialah bahwa jumlah zat besi yang tertimbun dalam organ-organ tubuhnya akibat tranfusi, menjadi salah satu penyebab kematian. Penimbunan zat besi dalam organ-organ tubuh seperti hati, jantung, kelenjar endokrin dan lain-lain, menyebabkan gangguan fungsi organ tersebut. Gangguan fungsi organ mulai tampak pada anak-anak yang telah mendapat banyak tranfusi darah yaitu anakanak yang berumur 5 th ke atas.(1) Tranfusi darah ini diberikan seumur hidupnya, umumnya jarak antara dua seri tranfusi darah berkisar antara 2-3 bulan. Tranfusi yang berulang-ulang inilah sebenarnya yang menimbulkan banyak komplikasi dalam penanganan penderita talasemia. Kadar besi darah (feritin) akan terus meningkat bila tidak diberikan obat khelasi untuk mengeluarkan besi dari tubuh. Penimbunan besi dalam hati akan mengganggu fungsi hati, demikian pula dalam pankreas akan menimbulkan

gejala diabetes. Dalam kelenjar endokrin, penimbunan besi akan mengganggu pertumbuhan atau perkembangan seksualnya.(1) Bahaya lain dari pemberian tranfusi darah yang berulang ialah masuknya infeksi yang ditularkan melalui tranfusi darah seperti, hepatitis, HIV, parasit dan lain-lain.(1) Besi yang tertimbun dalam badannya sebenarnya dapat dikurangi dengan pemberian obat khelasi besi yang diberikan selama 5 hari dalam 1 minggu melelui pompa suntikan; namun mahalnya obat tersebut sehingga tidak terjangkau oleh pasien. Obat khelasi besi itu akan diberikan seumur hidupnya, apabila kadar feritin darah telah melebihi 2000-23500 ng/ml atau mereka yang telah mendapat tranfusi lebih dari 10 kali. Sebaiknya kadar feritin darah dipertahankan pada kadar kurang dari 2000ng/ml.(1)

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang

diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif, menurut hukum Mendel, yang disebabkan oleh adanya defek produksi hemoglobin normal, akibat kelainan sintesis satu atau lebih sub unit hemoglobin. Akibat penurunan pembentukan hemoglobin, sel darah merah menjadi mikrositik dan hipokromik.
(2,3,4,5,6)

EPIDEMIOLOGI Talasemia untuk pertama kali dijelaskan oleh Cooley (1925), yang diemukan pada orang Amerika keturunan Italia. Penyakit ini ternyata banyak ditemukan di daerah Mediteranean dan daerah sekitar khatulistiwa.(2) Di USA sekitar 800-1000 pasien menderita talasemia beta hemozigot. Sebagian besar pasien bertempat tinggal di Northeast antara Boston dan New York Sedangkan talasemia heterozigot terjadi pada 2,5% pada orang Amerika Italia dan 7-10% dari orang Amerika Inggris. Pada daerah resiko tinggi (seperti Inggris dan Italia) 10% dari populasi menderita talasemia beta hemozigot.(7) Di Indonesia talasemia

merupakan penyakit terbanyak diantara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler.(2) Rasio terjadinya talasemia pada laki-laki dan wanita sama.

PATOFISIOLOGI Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A (Adult = A1) yang terdiri dari 2 rantai alfa () dan 2 rantai beta (). Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai dan 2 rantai delta () sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F (foetal) setelah lahirnya foetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti pada orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan normal. Hemoglobin F terdiri dari 2 rantai dan 2 rantai gama ().(3) Gen yang mengatur sintesis rantai alfa terletak pada kromosom 16. Tiap kromosom mempunyai 2 sublokus untuk sintesis rantai alfa, sehingga dalam sel diploid orang normal terdapat 4 sublokus yang berfungsi. Gen yang mengatur sintesis rantai beta, gama dan delta membentuk satu kelompok yang terletak pada kromosom 11. Bila ke-4 lokus rantai alfa tidak ada, maka messenger RNA (mRNA) untuk membentuk rantai alfa tidak ada. Kelainan berat pada 3 gen menyebabkan defisiensi m RNA berat, defisiensi 1 atau 2 gen menyebabkan mRNA berkurang dan berakibatpenurunan ringan sintesis rantai alfa atau tidak terjadi penurunan sintesis rantai alfa.(8) Dalam eritrosit muda dengan defisiensi rantai alfa, 4 rantai gama atau 4 rantai beta bergabung menjadi satu unit. Hasilnya adalah hemoglobin Barts (4 rantai gama) atau hemoglobin H (4 rantai beta). Pada orang-orang dengan gangguan produksi rantai alfa, hemoglobin Bartz tampak menyolok pada masa embrional, pada saat mana rantai gama merupakan rantai non-alfa yang dominan.

Hemoglobin H menjadi predominan setelah lahir, bila sebagian rantai globin yang diproduksi didominasi oleh rantai beta.(8) Gen untuk rantai beta lebih variabel. Salah satu bentuk yang disebut beta+ talasemia menyebabkan defisiensi mRNA, tetapi masih dapat dideteksi, gen beta0 talasemia menyebabkan mRNA tidak terbentuk sama sekali. Keduanya merupakan gen yang terdapat pada kromosom dan menentukan terjadinya gangguan aktivitas. Masih ada kemungkinan ke-3 yang dapat mengganggu produksi rantai globin yaitu tiadanya gen itu sendiri, tanpa DNA yang mengatur rantai beta maupun delta dan karena itu tidak ada mRNA untuk rantai beta maupun delta.(8) Fetus dengan defek pada gen rantai beta, tidak menunjukkan kelainan karena HbF A2 F2 benar-benar normal. Dalam kehidupan ekstrauterin, pembentukan rantai beta yang inadekuat menyebabkan rantai alfa berlebih hingga menumpuk. Sintesis rantai gama atau delta dapat meningkat sebagai kompensasi terhadap defisiensi HbA, sedangkan peningkatan HbA2 (A2 A22) dan HbF dapat membantu mengatasi kekurangan transportasi oksigen dalam batas-batas tertentu. Kadar hemoglobin F untuk kompensasi bergantung pada kelengkapan perubahan produksi rantai gama menjadi rantai beta. Rantai delta tidak pernah diproduksi sebagai kompensasi. Walaupun hemoglobin A2 sangat diperlukan, kadar hemoglobin ini tidak pernah melebihi 7-10% kadar hemoglobin total.(8) Kurangnya rantai beta berakibat meningkatnya rantai alfa. Rantai alfa ini mengalami denaturasi dan presipitasi di dalam sel (Heinz bodies). Heinz bodies menimbulkan kerusakan pada membran sel yang menjadi lebih permiabel,

sehingga sel mudah pecah, dan terjadi anemia hemolitik. Di dalam sumsum tulang, normoblas juga mengalami pembentukan inclusion bodies dan terjadi pengrusakan oleh sel-sel RES.(9,10) Kelebihan rantai alfa akan mengurangi stabilitas gugusan hem, dengan akibat timbulnya oksigen yang aktif, yang mengoksidasi hemoglobin dan membran sel dan berakibat suatu hemolisis.(10) KLASIFIKASI Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (2) 1.Talasemia - (gangguan pembentukan rantai ) 2.Talasemia - (gangguan pembentukan rantai ) 3.Talasemia -- (gangguan pembentukan rantai dan ) 4.Talasemia - (gangguan pembentukan rantai ) Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu : (2) 1.Talasemia mayor (bentuk homosigot) memberikan gejala klinis yang jelas. 2.Talasemia minor biasanya tidak memberikan gejala klinis. Varian-varian terpenting talasemia : (3)

Talasemia beta 0. Sintesis rantai beta tidak dapat dideteksi, disebabkan karena tidak ada mRNA untuk rantai beta. Di sini tidak ada pembentukan Hb A. Hb terdiri dari jenis A2 dan F.

Talasemia beta +. Sintesis rantai beta berkurang, karena mRNA kurang atau tidak berfungsi dengan baik. Di sini ada Hb A di samping Hb A2 dan Hb F.

HPFH (Hereditary Persistance of Foetal Hemoglobin). Sintesis Hb F menetap setelah kelahiran dan kadar Hb F dapat mencapai 40%.

Talasemia delta-beta. Gen untuk rantai delta dan beta defek. Pada heterosigot kadar Hb F meninggi dan pada homosigot tidak ada Hb A dan A2.

Hb Lahore. Sebagian gen untuk delta dan beta defek. Talasemia alfa 0. Delesi dua gen alfa. Di sini tidak ada sintesis rantai alfa. Talasemia alfa +. Delesi satu gen alfa. Sintesis rantai alfa berkurang. Hb Constant Spring. Delesi tiga setengah gen alfa. Sintesis varian rantai alfa dalam jumlah sedikit.

Sindrom hydrops Bart. Delesi empat gen alfa merupakan homosigot talasemia alfa 1.

Penyakit Hb H. Delesi tiga gen alfa disebabkan karena keadaan heterosigot talasemia alfa 1 dan 2.

TALASEMIA ALFA Pada keadaan normal, manusia memiliki 2 pasang gen alfa globin pada kromosom 16. Genotip di tulis: (aa/aa). Pada orang Asia talasemia alfa 0 biasanya disebabkan karena kehilangan 2 gen untuk rantai alfa, sedangkan talasemia + karena kehilangan satu gen. Genotipnya masing-masing di tulis sebagai berikut: (--/aa) dan (-a/aa). Defek utama pada talasemia 0 adalah tidak adanya sintesis rantai alfa sehingga tidak ada produksi Hb F. Kelebihan rantai gama membentuk Hb Bart disertai adanya sedikit Hb H dalam eritrosit. Keistimewaan berikutnya adalah persistensi pembentukan rantai embrionik (zeta) yang bersama rantai gama membentuk Hb Portland.(3)

Tabel 1: Kelainan pada Talasemia Alpa(2) Jumlah gen yang rusak 1 gen 2 gen 3 gen 4 gen Nomenklatur/ nama penyakit Berat/ringannya penyakit gejala % Hb Bart,s ( 4) pada saat lahir 3% 6% 15% 90%

Tak ada -talasemia2/trait talasemia- (silent) -tipe 2 Ringan -talasemia1/trait talasemianyata -tipe 1 penyakit Hb H hidrop fetalis letal

Manifestasi klinis talasemia bergantung pada jumlah gen yang mengalami delesi. Pada karier yang tenang (silent carrier state), talasemia heterosigot 2 ( - / ), satu dari empat gen mengalami delesi. Individu yang terkena tidak memperlihatkan kelainan hematoligik. Individu yang mengalami delesi pada dua dari empat gen rantai (sifat talasemia ) mengalami talasemia homosigot 2 ( - / -) atau talasemia heterosigot 1 (-- / ). Individu ini memiliki sel darah merah yang mikrositik dan sedikit hipokromik tetapi tidak terjadi hemolisis atau anemia yang bermakna. Elektroforesis hemoglobin normal kecuali terjadi penurunan jumlah Hb A2. Delesi tiga gen rantai (-- / -) menimbulkan keadaan hemolitik yang terkompensasi baik dengan sel darah merah mikrositik hipokromik.(4) Pada fetus kekurangan rantai menyebabkan rantain yang berlebihan hingga akan terbentuk 4 (Hb Barts) sedangkan pada anak besar atau dewasa,

kekurangan rantai ini akan menyebabkan rantai berlebihan hingga akan terbentuk pula tetramer 4 (Hb H).(2) Inklusi intrasel atau badan Heinz terbentuk oleh pengendapan Hb H, tetramer yang tersusun oleh rantai yang menumpuk akibat gangguan mencolok sintesis rantai.(4) Bentuk talasemia yang paling parah, hidrop fetalis, biasanya disebabkan oleh delesi keempat gen rantai . Fetus yang terkena memiliki sel darah merah yang berisi hanya Hb Bartz kira-kira 80% tetramer yang terbentuk dari rantai dengan Hb Portland (Hb 2 2) sebanyak kira-kira 20%. Tidak ditemukan Hb F maupun Hb A. Pada hidrops fetalis, biasanya bayi telah mati pada kehamilan 2840 minggu atau lahir hidup untuk beberapa jam kemudian meninggal. Bayi akan tampak anemis dengan kadar Hb 6-8 g%,sediaan hapus darah tepi memperlihatkan hipokromia dengan tanda-tanda anisositosis, poikilositosis, banyak normoblas dan retikulositosis.(2) Pada penyakit Hb H, biasanya ditemukan anemia dengan pembesaran limpa. Anemianya biasanya tidak sampai memerlukan tranfusi darah. Mudah terjadi hemolisis akut pada serangan infeksi berat. Kadar hemoglobin biasanya sekitar 7-10 g% sediaan hapus darah tepi memperlihatkan tanda-tanda hipokromia yang nyata dengan anisositosis dan poikilositosis. Pada elektroforesis ditemukan adanya Hb A, H, A2 dan sedikit Hb Barts. (2) Di samping pengurangan pembentukan rantai - ini terdapat pula kelainan struktural pada rantai -. Yang paling banyak dikenal dan banyak ditemukan di Asia Tenggara ialah Hb Constant Spring. Pada Hb Constant Spring terdapat rantai - dengan 172 asam amino; berarti 31 asam amino lebih panjang daripada rantai

- biasa. Kombinase heterosigot antara 0 talasemia dengan + talasemia atau 0 talasemia dengan Hb Constant Spring akan menimbulkan penyakit Hb H. Pada talasemia akan terjadi gejala klinis bila terdapat kombinasi gen 0 talasemia dengan - - talasemia lain (+ talasemia, 0 talasemia atau Hb Constant Spring).(2) Homosigot + talasemia hanya menimbulkan anemia yang sangat ringan dengan hipokromia eritrosit. Bentuk homosigot Hb Constant Spring juga tidak menimbulkan gejala yang nyata, hanya anemia ringan dengan kadangkadang disertai splenomegali ringan.(2) Prognosis dan Pengobatan Tidak ada pengobatan untuk Hb Bart. Pada umumnya kasus penyakit Hb H mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan tranfusi darah atau splenektomi dan dapat hidup biasa. Talasemia alfa 1 dan alfa 2 dengan fenotip normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus. Kombinasi talasemia alfa dengan beta umumnya lebih ringan dari pada gangguan produksi satu rantai saja (beta atau alfa) karena tidak ada kelebihan rantai globin sehingga prognosis baik.(3) Pencegahan Pencegahan perkawinan diantara kasus heterosigot.(3) TALASEMIA BETA Secara klinis talasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis: mayor, intermediet dan minor atau trait (pembawa sifat).(3)

10

Beta Talasemia Mayor (Homosigot Talasemia B0) Anemia ini, yang juga disebut anemia Cooley, mungkin merupakan bentuk terparah dari anemia hemolitik kongenital.(4) Pada beta talasemia mayor, terjadi kerusakan yang komplit dari produksi rantai beta. Karena itu hanya ada sedikit, jika ada , Hb A. Produksi rantai delta dan gama bertambah. Sehingga terjadi peningkatan Hb A2 dan Hb F. Hemoglobin F memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen dan sangat sedikit menghantarkan oksigen. Sehingga hemoglobin yang berfungsi hanya sedikit yaitu Hb A2, oleh karena itu pasien mengalami hipoksia yang disebabkan peningkatan sekresi eritropoitin. Kelebihan eritropoitin, merangsang sumsum tulang secara maksimal, dan akhirnya terjadi hemopoisis ektramedular dengan splenomegali.(9) Karena kegiatan eritropoesis yang tingi, absorbsi besi dari usus meningkat, namun jumlah besi yang dimanfaatkan sangat sedikit, sehingga besi ditumpuk sebagai cadangan dalam jaringan retikuloendotelial dan sel parenkim khususnya di jantung.(8) Rata-rata dengan bertambahnya produksi Hb A2 dan Hb F terdapat kelebihan rantai alpa. .(9) Rantai alpa yang berlebihan tidak mendapat pasangan sehingga mengakibatkan penumpukan rantai globin yang kemudian membentuk Heinz bodies Benda inklusi ini mengganggu maturasi intramedular dan

menyebabkan sel bersangkutan, yang kemudian dilepaskan ke dalam sirkulasi, dihancurkan oleh limpa.(8) Manifestasi klinis umumnya muncul setelah 4 sampai 6 bulan pertama kehidupan. Pasien mengalami anemia berat dengan hematokrit kurang dari 20 persen kecuali bila diberi tranfusi.(4) Kadar hemoglobin berkisar antara 2-6 g/dl.

11

Eritrosit berukuran kecil, pucat dan berbentuk abnormal; pada penyakit ini terjadi hemolisis hebat dan eritropoesis inefisien. Retikulositosis dapat mencapai 15 atau lebih, dan dalam darah banyak eritrosit berinti.(8) Gejala klinis pada beta talasemia mayor adalah : muka mongoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek), pembesarah hati dan limpa, perubahan pada berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak mendapat tranfusi darah. Pertumbuhan berlebihan tulang frontal dan zigomatik serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk, sinusitis (terutama maksilaris) sering kambuh akibat kurang lancarnya drainase. Pertumbuhan intelektualnya dan berbicara biasanya tidak terganggu. IQ kurang baik apabila tidak mendapat tranfusi darah secara teratur untuk mengkoreksi anemianya.(3) Beta Talasemia Intermediet Pada kondisi ini, kekurangan dari beta protein tidak cukup besar untuk memyebabkan anemia dan masalah kesehatan. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejalanya lebih ringan daripada talasemia mayor. Pada talasemia intermediet umumnya tidak ada splenomegali. Anemia ringan bila ada disebabkan oleh masa hidup eritrosit yang memendek.(3) Beta Talasemia Minor/ Trait (Heterosigot Talasemia B+) Merupakan talasemia yang sering terjadi. Produksi rantai beta lebih sedikit dari normal menyebabkan kegagalan salah satu gen mengkode rantai beta. Secara normal, rantai alpa diproduksi secara terus menerus. Rantai alpa bergabung dengan rantai beta yang ada menyebabkan penurunan kadar hemoglobin A. Sisa rantai alpa yang berlebih, menstimulasi produksi rantai delta. Rantal alpa dan

12

rantai delta bergabung untuk meningkatkan jumlah hemoglobin A2. Jika masih terdapat rantai alpa yang berlebihan, mekanisme normal dimana penghentian produksi rantai gama tidak berfungsi dan rata-rata produksi rantai gama adalah lebih tinggi dibanding pada dewasa normal. Akibatnya akan meningkatkan jumlah Hb F.(12) Penderita yang memiliki satu gen rantai beta normal dan satu gen rantai beta abnormal, menunjukkan relatif sedikit gejala klinik. Pada talasemia ini, kadar hemoglobin A2 normal, tetapi kadar Hb F mungkin mencapai 5-20% hemoglobin total. Gejala anemia pada umumnya ringan dengan kadar hemoglobin 10 12 g/dl; disamping itu juga dijumpai eritropoesis inefisien yang ringan.(8) Masalah utama diagnosis talasemia minor adalah dalam membedakannua dengan anemia defisiensi besi. Keduanya menunjukkan anemia mikrosotik hipokromik dengan derajad yang hampir sama. Untuk membedakannya diperlukan pemeriksaan kadar besi dalam serum dan pemeriksaan sumsum tulang terhadap cadangan besi. Penderita talasemia minor mungkin saja sekaligus menderita defisiensi besi. Bila kadar besi rendah, ciri khas penyakit ini yaitu peningkatan hemoglobin A2, tidak tampak. Hal ini mengaburkan penentuan diagnosis talasemia, dan penderita seolah-olah hanya menderita anemia defisiensi besi. Setelah kadar besi diperbaiki, kadar hemoglobin total tetap abnormal, tetapi kadar hemoglobin A2 meningkat. Dengan demikian diagnosa talasemia minor dapat ditegakkan.(8) Tabel 2. Hasil Laboratorium pada Beta Talasemia(8) Hemoglobin Homosigot 2 - 5 g/dl Heterosigot 9 11 g/dl

13

Morfologi eritrosit

Retikulositosis Trombosit, leukosit Sumsum tulang Hemoglobin A2 Hemoglobin F Cadangan besi

Poikilositosis berat bintik-bintik basofil + sel sasaran + eritrosit berinti + Heinz bodies > 15% Meningkat pada splenomegali Hiperplasia eritroid hebat hingga ada deformasi tulang Variabel 10-90% dari Hb yang ada meningkat sekali, hemosiderosis sering fatal

Mikrositik hipokromik HER 20 - 22 VER 50 70 Ringan Normal Hiperplasi ringan-sedang eritroid

3,5-7% Pada 50% penderita meningkat normal atau meningkat ringan.

Ket : HER = hemoglobin eritrosit rata-rata VER = volume eritrosit rata-rata Pasien engan talasemia minor, cerier talasemia, tetapi mereka tidak sakit. Mereka sehat dan normal. Meskipun, beberapa diantaranya mengalami anemia ringan.(12) Pemeriksaan Sinar X pada Talasemia Mayor Tulang panjang : bagian medula melebar, erosi dan penipisan kortek. Tulang tengkorak : Pelebaran calvarium; diluar garis dari regio frontal menghilang dan susunan tulang baru terlihat pada diploe sehingga tampak seperti gambaran menyerupai rambut berdiri potongan pendek (hair on end) pada anak besar.(3) Penatalaksanaan Adapun penatalaksanaan talasemia adalah : (5,10) 1. Tranfusi sel darah merah padat (PRC).

14

- Tranfusi hanya diberikan bila saat diagnosa ditegakkan Hb , 8g/dl. Selanjutnya, sekali diputuskan untuk diberi tranfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl. - Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum tranfusi di atas 5 g/dl, diberikan 10 ml/kgBB per satu kali pemberian selama 2 jam. Umumnya jarak antara dua seri tranfusi darah 2-3 bl. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb< 5 d/dl, dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 ml/kgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kgBB/jam. Penderita dengan tanda gagal jantung harus dirawat, diberikan oksigen dengan kecepatan 2 4 lt/menit, tranfusi darah dan diuretik. Kemudian, bila masih diperlukan, diberi digitalisasi setelah Hb > 8 g/dl bersama-sama dengan tranfusi darah secara perlahan sampai kadar Hb . 12 g/dl. Setiap selesai pemberian satu seri tranfusi, kadar Hb pasca tranfusi diperiksa 30 menit setelah pemberian tranfusi terakhir. 2. Mencegah atau menghambat proses hemosiderosis Terapi pengikatan besi digunakan untuk mencegah kelebihan besi. Ekskresi Fe dapat ditingkatkan dengan pemberian chelating agent yaitu

desferioxamin, dosis 2 gram dengan setiap unit darah transfusi. Dan dapat juga dengan dosis 25 mg/Kg BB/hari dan diberikan selama 5 hari dalam seminggu secara intravena atau intramuskular. Besi yang diikat (chelated) banyak diekskresi dalam urine sebagai ferioksamin dan pada kasus kelebihan besi hebat, kecepatan ekskresi sampai 200 mg besi setiap hari dapat dicapai. Obat khelasi besi itu akan diberikan seumur hidupnya, apabila

15

kadar feritin darah telah melebihi 2000-2500 ng/ml atau mereka yang telah mendapat tranfusi lebih dari 10 kali. Selain itu pemberian vitamin C 200 mg setiap hari dapat meningkatkan ekskresi besi yang dihasilkan desferoksamin. 3. Splenektomi Splenektomi diindikasikan untuk keadaan : hipersplenisme yang dimanifestasikan dengan meningkatnya jumlah darah yang ditransfusikan (> 240 ml/kgBB/tahun). Hipersplenisme adalah suatu tipe penyakit yang disebabkan oleh aktivitas lien yang berlebih yang merusak sel darah sebelum waktunya. Ditandai dengan gejala lien yang membesar, pansitopeni yaitu anemia, Hb< 10 g/dl; leukopenia, leukosit < 3500/mm3; trombositopeni, trombosit

<100.000/mm3. Hipermetabolisme ginjal dengan kelemahan umum Splenomegali sangat besar, sehingga mengganggu duduk dan tidur. Splenektomi dianjurkan untuk anak usia 2 tahun ke atas.

Pencegahan Pencegahan primer : Penyuluhan sebelum perkawinan untuk mencegah perkawinan diantara penderita talasemia agar tidak mendapat keturunan yang homosigot atau varianvarian talasemia dengan mortalitas tinggi.(3) Pencegahan sekunder :

16

Pencegahan kelahiran bayi homosigot dari pasangan suami intridengan talasemia heterosigot. Salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dari talasemia trait.(3) Komplikasi Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Hemosiderosis akibat tranfusi yang berulang-ulang. Pencegahan untuk ini adalah dengan chelating agents.(2,3) Hepatitis pasca tranfusi bisa dijumpai, apalagi bila darah tranfusi atau komponennya tidak diperiksa dahulu terhadap adanya HbsAg. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposissimelanin (dikatalisasi oleh deposisi besi yang meningkat. Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan.Pembesaran limpa dapat mengakibatkan

hipersplenisme dan dapat menyebabkan trombositopenia dan perdarahan.(2,3) Prognosis Talasemia beta homosigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agents untuk mengurangi

hemosiderosis (harganyapun mahal, pada umumnya tidak terjangkau oleh penduduk negara berkembang). Apabila di kemudian hari transplantasi sumsum

17

tulang dapat diterapkan maka prognosis akan menjadi baik, karena diperoleh penyembuhan.(3) Lain halnya dengan trait dan talasemia beta E yang umumnya mempunyai prognosis baik dan dapat hidup seperti bias, kecuali bila diobati dengan tranfusi darah berlebihan sehingga terjadi hemosiderosis.(3)

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Wahidiyat, Iskandar. Talasemia dan Permasalahannya Di Indonesia. Sari Pediatri. 2003; 5:2-3 2. Hasan R dan Alatas H. Hematologi. Dalam : Rusepno H, Hasan A, penyunting. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. JIlid I. Jakarta : FKUI, 1985.h.444-449 3. Kosasih EN. Sindrom Thalasemia. Dalam : H.M. Sjaifoellah Noer, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : EGC, 1990. h 417-425 4. Bautler, Ernest. Disorders of Hemoglobinin in : AS Fauci, Ed. Harrisons Principles of Internal Medicine Fourtheen edition volume 1. USA : The Mc Graw Hill Co, Inc; 1998.p. 650 - 652 5. Mansjoer, Arif et al. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI,2000;420-425 6. Nellson. Thalasemia. Dalam Wahab, Samik editor. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Jakarta : EGC, 2000;1050-1052 7. Anonym. Thalasemia. Available URL:http/www.emedicine.com/radio/topic689. htm from:

8. Widmann FK. Kelainan Eritrosit. Dalam : Widmann, Ed. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC, 1995.h. 62-66 9. Rice. Thalasemia. 1996 Available From: http/www.caribou.bc.ca/schs/medtech/rice/thalasemia.html URL :

10. Untario, Netty dan Bambang. Hematologi. Dalam : Pedoman Diagnosis dan Terapi. UPF Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya : FK Unair; 1994;66-68 11. Rachman dan Dardjat. Segi-Segi Praktis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FK Salemba, 1984; 235-236

19

12. Anonym. Beta http/www.cooleysanemia.org.

thalasemia.

Available

at

13. Waterbury L. Thalassemia. Dalam : Susiana W, Alexander H, Penyunting. Buku Saku Hematologi Edisi 3. Jakarta : EGC, 1998. h. 19-23

Referat

TALASEMIA

Oleh : Mariya Ekawati I1A098050 Pembimbing : dr. Hasni Hasan Basri, Sp. A

20

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNLAM - RSUD ULIN BANJARMASIN Maret, 2005

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI................................................................................................ PENDAHULUAN .......... TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. DEFINISI........ ............................................................................................ EPIDEMIOLOGI........................................................................................ PATOFISIOLOGI........................................................................................ KLASIFIKASI........ .................................................................................... TALASEMIA ALFA ............................................................................. Manifestasi Klinis ........................................................................... Prognosa dan Pengobatan................................................................ Diagnosis Banding .......................................................................... Beta Talasemia Mayor .................................................................... Beta Talasemia Intermediet............................................................. Beta Talasemia Minor...................................................................... Hasil laboratorium............................................................................ Pemeriksaan Sinar X........................................................................ Penatalaksanaan............................................................................... Pencegahan....................................................................................... Komplikasi....................................................................................... i 1 2 3 3 4 6 7 8 10 10 10 10 12 12 13 14 14 16 17

TALASEMIA BETA ..................................................................................

21

Prognosis..........................................................................................

17 18

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

22

Anda mungkin juga menyukai