Anda di halaman 1dari 18

MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT ISLAM

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Agama Islam yang dibina oleh Bapak Abdul Chalim, S.Ag., M.Pd.I

Oleh : 1. 2. 3. Fitri Eka Sayekty M. Nurcholid R.A Rima Ajeng (13) (15) (16)

POLITEKNIK NEGERI MALANG PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN ELEKTRO 2012

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya

penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam. Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat Islam dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama ini lebih menyimpan banyak masalah yang perlu dipahami, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dalam penyusunan materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dosen pembimbimg, sehingga kendala yang dihadapi dapat teratasi. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat Islam, yang kami sajikan berdasarkan berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Politeknik Negeri Malang. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu kepada dosen pembimbing kami meminta masukan demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Malang, 30 September 2012

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masyarakat madani merupakan konsep dari penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat Madani atau yang biasa disebut dengan istilah Civil Society merupakan imbas dari perkembangan pemikiran yang terjadi di dunia Barat, khususnya di negara-negara industri maju di Eropa Barat dan Amerika Serikat yang dalam perhatian mereka terhadap perkembangan ekonomi, politik, sosial budaya di Uni Soviet dan Eropa Timur. Akhir-akhir ini sering muncul ungkapan dari sebagian pejabat pemerintah, politisi, cendekiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat tentang masyarakat madani (sebagai terjemahan dari kata civil society). Tampaknya semua potensi bangsa Indonesia dipersiapkan dan diberdayakan untuk menuju masyarakat madani yang merupakan cita-cita dari bangsa ini. Masyarakat madani diprediksi sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Demikian pula, bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru.

1.2 Tujuan Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang apa yang dimaksud dengan masyarakat madani dan kesejahtearaan umat Islam. Supaya nantinya pembaca dapat mengerti serta merealisasikan tujuan adanya masyarakat madani dan kesejahteraan umat Islam. Selain itu juga didedikasikan sebagai upaya dalam mewujudkan masyarakat madani, baik berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Dengan cara mewujudkan madani melalui perspektif pendidikan.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Madani Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba ayat 15: Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun. Dalam istilah lain, referensi masyarakat madani ada pada kota Madinah, sebuah kota yang sebelumnya bernama Yastrib di wilayah arab, dimana masyarakat Islam di bawah kepimpinan Nabi Muhammad SAW di masa lalu pernah membangun peradaban tinggi. Sebagai suasana yang mengantarai warga negara dengan negara, masyarakat madani bisa tampil sebagai pengisi lowongan yang tak bisa diisi negara untuk kepentingan warga negaranya. Jadi boleh dikatakan antara Masyarakat Madani dengan Negara terjalin dalam hubungan yang bersifat komplementer, tetapi ada kalanya tampil sebagai countervailing fores kekuatan tandingan terhadap kekuasaan negara. Masyarakat madani adalah kelembagaan sosial yang akan melindungi warga negara dari perwujudan kekuasaan negara yang berlebihan. Bahkan Masyarakat Madani adalah tiang utama dari kehidupan politik yang demokratis. Sebab, masyarakat tidak saja melindungi warga negara dalam berhadapan dengan negara, tetapi juga merumuskan dan menyuarakan keprihatinan dan aspirasi masyarakat. Maka adalah tugas dan fungsi partai politik lewat pemilihan umum memperjuangkan dalam konteks sistem tatanan kenegaraan, sistem kekuasaan dan kebijaksanaan pemerintah. Dalam realitas

sosial Masyarakat Madani mewujudkan dirinya dalam berbagai corak lembaga non pemerintah dan organisasi sosial yang bersifat sukarela.

2.2 Konsep Masyarakat Madani Konsep masyarakat madani menurut Islam adalah bentuk kehidupan masyarakat yang merujuk pada kehidupan masyarakat Madinah pada zaman Nabi SAW. Perubahan besar yang telah dilakukan Nabi SAW kepada masyarakat Madinah pada waktu itu membuat kehidupan masyarakatnya menjadi lebih beradab. Perubahan-perubahan yang dibawa Islam sangat mendasar dan komprehensif. Dalam perilaku keseharian seseorang, Islam menghadirkan suatu perubahan radikal. Apa yang dialami masayarakat Madinah sebelum Islam harus dilemparkan jauh setelah mereka menerima Islam. Bangsa Arab tidak lagi dibatasi oleh hukum berdasarkan hubungan sosialnya yang terkenal kental di kalangan masyarakatnya. Ia menjadi terdisplinkan oleh kekuatan Syariah yang memberi warna dalam segala aspek kehidupannya, dalam perilaku moral dan kebiasaan, tidur dan bangun, makan dan minum, kawin dan cerai, jual dan beli. Keagungan keyakinan yang Islam tanamkan ke dalam hati para pemeluknya menjadikan mereka mampu menyingkirkan segala kepribadian pra-Islam yang telah menjadi kebiasaan mereka dalam seluruh aspeknya dan meraih kepribadian Islam dengan segala nilainya. Islam membawa perubahan radikal dalam kehidupan individual dan sosial Madinah karena kemampuannya mempengaruhi kualitas seluruh aspek kehidupan, Kami mengambil warna kami (sibghah) dari Allah, dan siapakah yang lebih baik dari sibghah Allah? (al-Baqarah:138). Struktur masyarakat Madinah baru dibangun atas fondasi ikatan iman dan akidah yang tentu lebih tinggi dari solidaritas kesukuan (fanatisme /ashabiyah) dan afiliasi lainnya. Masyarakat Islam memiliki konsep (doktrin) yang konkrit untuk menciptakan kondisi masyarakat Islami. Islam bukan sekedar agama yang memiliki konsep ajaran spiritualis (individual) semata, letak kemajemukan agama Islam karena menyandang ajaran pada semua aspek kehidupan manusia baik vertikal maupun horizontal.

Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans, gerakan masyarakat sekuler yang menyingkirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat Madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).

2.3 Sejarah Masyarakat Madani Ada dua masyarakat dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu: 1. Masyarakat negeri Saba, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman AS. Keadaan masyarakat Saba yang dikisahkan dalam al-Quran itu mendiami negeri yang baik, subur, dan nyaman. Di tempat itu terdapat kebun dengan tanaman yang subur, tesedia rizki yang melimpah, terpenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Oleh karena itu, Allah memerintahkan masyarakat Saba untuk bersyukur kepada Allah yang telah menyediakan kebutuhan hidup mereka. Tapi sayangnya, setelah beberapa waktu berlalu, penduduk negeri ini kemudian ingkar (kafir) dan maksiat kepada Allah, sehingga mereka mengalami kebinasaan. ( Qs. Saba:16).

2. Masyarakat kota Yastrib setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Madinah adalah nama kota di negara Arab Saudi, sebagai nama baru kota Yastrib, tempat yang didiami oleh Rasulullah SAW sampai akhir hayat beliau sesudah hijrah. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Quran sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap

keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

2.4 Karakteristik Masyarakat Madani Masyarakat Madani sebagai masyarakat yang paling ideal memiliki identitas khusus yaitu; berTuhan, damai, tolong menolong, toleran, keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial, berpandangan tinggi dan berakhlak mulia. Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya: 1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial. 2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang

mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif. 3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat. 4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi volunter mampu memberikan masukan terhadap keputusan pemerintah. 5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim totaliter. 6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. 7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif. 8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial. 9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.

10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya. 11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut. 12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. 13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. 14. Berakhlak mulia Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negaranegara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience). Apabila diurai, kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani sebagai berikut : 1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat. 2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan

tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok. 3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan, dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial. 4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembagalembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan. 5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan. 6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembagalembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial. 7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan

komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.

2.5 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali. Dalam konteks masyarakat Indonesia, dimana umat Islam adalah mayoritas, peranan umat Islam untuk mewujudkan masyarakat madani sangat besar. Kondisi masyarakat Indonesia sangat bergantung pada kontribusi yang diberikan oleh umat Islam. Peranan umat Islam itu dapat direalisasikan melalui jalur hukum, sosial-politik, ekonomi, dan yang lain. Sistem hukum, sosial-politik, ekonomi dan yang lain di Indonesia memberikan ruang kepada umat Islam untuk menyalurkan aspirasinya secara konstruktif bagi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Permasalahan pokok yang masih menjadi kendala saat ini adalah kemampuan dan konsistensi umat Islam di

10

Indonesia terhadap karakter dasarnya, untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui jalur-jalur yang ada. Sekalipun umat Islam secara kuantitatif mayoritas tetapi secara kualitatif masih rendah, sehingga perlu pemberdayaan secara sistematis. Sikap amar maruf dan nahi munkar juga masih sangat lemah. Hal itu dapat dilihat dari fenomena sosial yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti angka kriminalitas yang tinggi, korupsi yang terjadi di semua sektor, dan kurangnya rasa aman. Jika umat Islam Indonesia benar-benar mencerminkan sikap hidup yang Islami, pasti bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera.

2.5.1 Posisi Umat Islam SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum

mencerminkan akhlak Islam.

2.5.2 Kualitas SDM Umat Islam Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110 Artinya:Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas

11

SDMnyadibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Quran itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

2.6 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan ekonomi harus berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Setiap ikatan atau hubungan antara seseorang dengan orang lain dan penghasilannya yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid adalah ikatan atau hubungan yang tidak Islami. Dengan demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam, sebab hal ini berarti mengingkari tauhid. Menurut ajaran Islam hak milik mutlak hanya ada pada Allah. Hal ini berarti hak milik yang ada pada manusia hanya hak milik nisbi atau relatif. Islam mengakui setiap individu sebagai pemilik apa yang diperolehnya melalui bekerja dalam pengertian yang seluas-luasnya, dan manusia berhak untuk mempertukarkan haknya itu dalam batas yang telah ditentukan secara khusus dalam hukum Islam. Di dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama, yakni yang pertama adalah tidak seorangpun atau sekelompok orangpun yang berhak

mengeksploitasi orang lain dan yang kedua adalah tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, maka setiap manusia adalah sama derajatnya di mata Allah dan di depan hukum yang diwahyukannya. Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat di muka hukum tidaklah ada artinya apabila tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang memperoleh hak atas sumbangan terhadap masyarakat. Allah melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Syuara ayat 183: Artinya: Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;

12

Dalam

komitmen

Islam

yang

khas

dan

mendalam

terhadap

persaudaraan, keadilan ekonomi dan sosial, maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan dengan Islam. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat. Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan: Artinya: Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah. Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah. Banyak ayat-ayat Allah yang mendorong manusia untuk mengamalkan sedekah, antara lain Q.S. An-nisa ayat 114: Artinya: Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat maruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar. Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan

13

dengan serentak. Dengan melaksanakan kedua hungan itu hidup manusia akan sejahtrera baik di dunia maupun di akhirat kelak.

2.7 Etos Kerja Islami Etos kerja adalah totalitas kepribadian diri dan cara mengekspresika, memandang, meyakini, dan memberikan makna tentang sesuatu pekerjaan yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal. Etos kerja mencerminkan nilai kerohanian yang membentuk kepribadian dan terekpresikan melalui sikap dan perilaku produktif. Bagi ummat Islam, sifat etos kerjanya adalah etos kerja Islami, yang dilandasi oleh ajaran al-Quran dan al-Sunnah. Al-Quran menjelaskan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik, karena melakukan amar maruf dan nahi munkar serta beriman kepada Allah (QS. Ali-Imran: 110). Nilai kebaikan ummat Islam tersebut dapat terealisasi apabila keimanannya menghasilkan amal yang shalih. Oleh karena itu, Allah akan menilai, siapa yang paling baik amalnya (QS. Hud: 7; QS. Mulk: 2). Islam memotivasi umatnya untuk berkompetisi dalam kebaikan, memiliki etos kerja yang baik, yang menentukan nilai hidup di dunia dan konsekuensi di akhirat (QS. al-Baqarah: 148). Hubungan etos kerja dengan masalah eskatologi adalah balasan di akhirat memberikan kestabilan (istiqamah) pada setiap pribadi akan kepastian hasil kebaikan dari amal baik yang dilakukan, yang tidak bergantung pada kerelativan manusia. Menurut Toto Tasmara, etos kerja muslim memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Mengahrgai waktu. 2. Memiliki moralitas yang ikhlas 3. Memiliki kejujuran 4. Memiliki komitmen 5. Istiqamah, kuat pendirian 6. Disiplin 7. Konsekuen dan berani menghadapi tantangan 8. Memiliki sikap percaya diri

14

9. Kreatif. 10. Bertanggung jawab 11. Bahagia karena melayani 12. Memiliki harga diri 13. Memiliki jiwa kepemimpinan 14. Berorientasi ke masa depan 15. Hidup hemat dan efisien 16. Meiliki jiwa wiraswasta 17. Memiliki instink berkompetisi 18. Mandiri 19. Berkemauan belajar dan mencari ilmu 20. Memiliki semangat perantauan 21. Memperhatikan kesehatan dan gizi 22. Tangguh dan pantang menyerah 23. Berorientasi pada produktivitas 24. Memperkaya jaringan silaturahmi 25. Memiliki semangat perubahan

15

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya

kesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi iniadalah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu pada Al-Quran dan Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat pada masyarakat madani. Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.

16

3.2 Saran Diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, dan juga perbaikan sistem ekonomi. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan. Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, semoga di dalam penulisan ini dapat dimengerti. Wassalamualaikum wr.wrb.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. www. masyarakat-madani-dan-kesejahteraan.html. Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia: Jakarta. 3. Suharto, Edi. 2002. Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community Workers Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan. STKS Bandung: Bandung. 4. Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran Rakyat: Bandung. 5. 6. www.google.com Tim Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Prenada Media: Jakarta

7. Aman, Saifuddin. 2000. Membangun Masyarakat Madani. Jakarta: Al


Mawardi Prima.

18

Anda mungkin juga menyukai