Anda di halaman 1dari 16

Plenary Discussion Blok 14 Sistem Endokrin

Tutorial 1 Rosari Permata Putri Ulfah Wulandari Fatma Maulida Abiya Julia Choirina Aida Yulia Amany Ellyna Aisha Sari Arifiana Khusnul Hidayati Azzam Hizburrahman Esa Dima Utama Septian Wisnu Sewaka Mumpuni Luthfia Adzhani Wahid Nur Arifin M Rizqi Ersa Putra 20100310014 20100310025 20100310059 20100310082 20100310091 20100310096 20100310105 20100310116 20100310125 20100310145 20100310153 20100310193 20100310219

Pendidikan Dokter 2010

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Skenario
Susan , Asia Amerika , usia 15 tahun, siswa SMA. Aktif: tim utama tim bola voli wanita. Berlatih seminggu 4 kali dan bertanding seminggu 2 kali. Tinggal dengan keluarganya, kakak wanitanya, dan adik laki-lakinya. Semuanya dalam keadaan sehat. Tidak mempunyai banyak riwayat kesehatan, tidak pernah mengalami penyakit yang signifikan sampai sekarang. Mempunyai keluhan polydipsia, polyuria, berat badan turun dan kelelahan.

Keluhan : Saya merasa sangat haus dan lapar. Saya belum tidur sepanjang malah selama 2 minggu. Saya beberapa kali harus kekamar kecil pada waktu malam hari. Itu rasanya benar-benar sakit . saya juga merasa pakaian saya semakin longgar. Ibu dan ayah saya berpikir berat badan saya turun. Pemeriksaan Fisik : Penampilan umum: terlihat lelah Tanda vital: Suhu temperature:98,6 F (37 o C) Tekanan darah:124/70 mm Hg HR:85 bpm RR:18 bpm

jantung: detak dan ritme regular, suara jantung normal Heent: tidak ada kelainan Genital : perempuan remaja normal Neurologic: waspada dan berorientasi Extremitas: tidak ada kelainan Kulit :lembut,hangat,kering,turgor dalam kedaan normal,tidak ada edem Dada: tidak ada kelainan Peripheral vascular: nadi 4+ bilateral, hangat , tidak ada edema Abdomen: tidak ada nyeri tekan,no guarding

I.

Clarifying Unfamiliar Terms a. Polydipsia : Peningkatan haus & asupan cairan b. Polyuria : Kebutuhan untuk sering buang air kecil c. Polyphagia : Peningkatan nafsu makan

II.

Problem Definition 1. Mengapa dia mengalami Polidipsi, poliuri, polifagi, berat badan menurun, dan kelelahan? 2. Mengapa dia merasa sangat haus dan lapar ? 3. Apa yang membuat pasien sulit untuk tidur ? 4. Mengapa dia sering terbangun malam hari untuk ke kamar mandi dan merasa sangat sakit ? 5. Organ apa yang mempengaruhi keluhan tersebut ? 6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisiknya ? 7. Apa differensial diagnosis dan diagnosis kerja nya ? 8. Bagaimana management bagi pasien tersebut ? 9. Bagaimanakah pencegahan (prevention) dari penyakit tersebut ? 10. Bagaimana prognosis dan komplikasi dari penyakit tersebut ?

III.

Brainstorming dan Analyzing 1. Mengapa dia mengalami Polidipsi, poliuri, polifagi, berat badan menurun, dan kelelahan?

Gejala Awal Diabetes Melitus Gejala awal Diabetes Melitus biasa disebut dengan 3 P, yakni : Poliuria (banyak kencing) Hal ini terjadi ketika kadar gula melebihi ambang ginjal yang mengakibatkan glukosa dalam urin menarik air sehingga urin menjadi banyak. Maka acapkali para penderita diabetes mengalami buang air kecil dengan intensitas durasi melebihi volume normal (poliuria). Polidipsi (banyak minum) Karena sering buang air kecil, acapkali para pasien diabetes (diabetesein) akan banyak minum, (polidipsi). Karena demikianlah kita sering mendapati para diabetesein mengalami keluhan lemas, banyak makan (polifagi). Polifagi (banyak makan) Seorang diabetesein yang baru makan akan mengalami ketidakcukupan hormon insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam sel, hal ini akan menyebabkan tubuh akan selalu

merasa kelaparan, sehingga tubuh sering terasa lemah. Kompensasinya seseorang diabetesein akan makan lebih banyak lagi.

Gejala Lanjutan Diabetes Melitus Berat badan berkurang. Ketika proses sekresi pankreas kurang mencukupi jumlah hormon insulin untuk mengubah gula menjadi tenaga, tubuh akan menggunakan simpanan lemak dan protein yang ada. Pengurasan simpanan lemak dan protein di tubuh ini menyebabkan berkurangnya berat badan. Penglihatan Menjadi Kabur. Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan perubahan pada lensa mata sehinggga penglihatan kabur walaupun baru saja mengganti kaca mata. Cepat Lelah. Karena gula di dalam darah tidak dapat diubah menjadi tenaga sel-sel tubuh, maka badan ceoat merasa lelah, kurang bertenaga dan bahakan acapkali mengantuk. Gatal Di Daerah Kemaluan. Infeksi jamur disekitar kemaluan menyebabkan rasa gatal terutama pada wanita. Luka Sulit Sembuh Pada diabetesein, terjadi penurunan daya tubuh terhadap infeksi sehingga bila sulit timbul luka akan sulit sembuh. Tidak menutup kemungkinan, jika terjadi infeksi berat di daerah kaki, akan berpotensi untuk diamputasi hingga kecacatan permanen. Melihat keluhan-keluhan yang dialami pasien, temuan klinis, dan epidemologi usia, maka bisa dikatakan pasien ini adalah suspek DM tipe 1. Working diagnosis untuk pasien ini adalah DM tipe 1. Defisiensi insulin yang terjadi pada pasien DM tidak dapat mempertahankan glukosa puasa maupun sewaktu. Maka akan segera terjadi hiperglikemia berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, dan kemudian timbul glikosuria. Glikosuria mengakibatkan diuresis osmotik yang akan meningkatkan pengeluaran urin (poliuri). Karena sering mengeluarkan urin, maka akan timbul selalu rasa haus (polidipsi). Glukosa hilang bersama dengan urin, maka pasien akan mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Karena kalori banyak yang hilang, maka rasa lapar akan selalu muncul (polifagi). Pasien pun akan mengeluh mengantuk dan lelah.

2. Mengapa dia merasa sangat haus dan lapar ? Tanda khas dari diabetes melitus adalah 3P, yaitu polidipsia, poliuria, dan polifagia. Polidipsia adalah rasa haus yang berlebihan; poliuria adalah frekuensi buang air kecil yang meningkat; sedangkan polifagia adalah keinginan untuk makan yang berlebihan. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena selsel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (setelah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akiatnya glukosa keluar bersama urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik sebagai akibat kehilangan cairan yang berlebihan pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuri) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan nafsu makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lain mencakup kelelahan dan kelemahan.

3. Apa yang membuat pasien sulit untuk tidur ? Pasien merasa sulit untuk tidur karena sering terbangun pada malam hari untuk buang air kecil. Poliuria nokturnal terjadi karena produksi urin berlebihan pada malam hari. Menurut The International Continence Society, ini diartikan sebagai volume urin malam hari yang > 20-30% dari total volume urin 24 jam. Beberapa kondisi tertentu dapat mengubah fungsi tubuh yang menyebabkan sering buang air kecil pada malam hari dan saat tidur. Kondisi-kondisi tersebut adalah sbb:
a)

Diabetes mellitus

b) c) d) e) f) g) h) i)

Diabetes insipidus Hipertensi Penyakit jantung Gagal jantung kongestif Vascular disease Restless leg syndrome Gangguan tidur Insomnia 4. Mengapa dia sering terbangun malam hari untuk ke kamar mandi dan merasa sangat sakit ?

Pada penderita DM, akibat insulin yang tidak mampu mengubah glukosa menjadi glikogen, kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi. Keadaan ini menyebabkan hiperfiltrasi pada ginjal sehingga kecepatan filtrasi juga meningkat. Akibatnya glukosa dan natrium yang diserap ginjal menjadi berlebihan sehingga urin yang dihasilkan banyak dan membuat penderita jadi sering buang air kecil. Pasien sering terbangun malam hari untuk ke kamar mandi kemungkinan

dikarenakan oleh poliuri (sering pipis) dan saat malam hari biasanya disebut nocturnal polyuria. Penyebab poliuri bermacam-macam, salah satunya, poliuri terjadi ketika adanya diuresis osmotik karena gula darah yang melewati ginjal melebihi kapasitas. Kadar gula yang tinggi pada darah meningkatkan peningkatan kadar gula dalam tubulus ginjal. Peningkatan pada tubulus ginjal ini menarik air, seperti proses osmosis dimana air akan melewati membran semipermeabel dari konsentrasi air yang tinggi ke konsentrasi air yang rendah.

Ginjal seseorang yang diabetes dengan gula darah yang tinggi, tubulus ginjalnya memiliki konsentrasi air yang rendah (konsentrasi glukosa tinggi) dan ruang luar tubulus memiliki konsentrasi air yang tinggi (konsentrasi glukosa rendah), dinding tubulus bertindak sebagai membran semipermeabel. Maka dalam hal ini, air akan bergerak dari luar tubulus (konsentrasi air yang tinggi, rendah gula) ke dalam (konsentrasi air yang rendah, tinggi gula, dalam tubulus). Air dalam tubulus akan menjadi urin, hal ini akan terjadi berkali-kali (poliuri) jika kadar gula dalam darah tinggi, seperti pada pasien dengan diabetes melitus.

Poliuri lebih sering terjadi pada malam hari karena pasien tidak melakukan aktivitas. Ketika pasien melakukan aktivitas, yaitu latihan rutin, jumlah air dalam tubuh akan berkurang, menyebabkan retensi air oleh ginjal agar tidak terjadi dehidrasi. Sedangkan pada malam hari, biasanya tidak diisi dengan aktivitas yang menguras jumlah air dalam tubuh, maka itu tidak terjadi retensi air oleh ginjal ditambah dengan keadaan diuresis osmotik karena kadar gula yang tinggi. Maka poliuri ditemukan pada pasien ini saat malam hari dan mengganggu tidurnya. 5. Organ apa yang mempengaruhi keluhan tersebut ?

Susan adalah perempuan yang sehat sampai menuju pubertas. Pada umur 15 tahun dia terkena diabetes . banyak factor yang menyebabkan diabetes, yaitu : Riwayat penyakit keluarga Berat badan yang berlebih atau obesitas Perilaku tidak aktif Etnik, Diabetes banyak ditemukan dalam etnik Afrika Amerika, Latin, dan Asia Amerika Gender, wanita mempunyai prevalensi lebih tinggi dari pria Usia, jika sudah melebihi usia 45 tahun sebaiknya elakukan pemeriksaan untuk Diabetes Pre-diabetes, kondisi yang biasanya menandakan perkembangan Diabetes selama 10 tahun

Keluarganya tidak memiliki riwayat diabetes eliminasi Susan, bukan perempuan obesitas -eliminasi Susan sangat aktif dibidang olahraga , dan susan termasuk etnik perempuan Asia Amerika , yang dapat memiliki resiku terkena Diabetes. Usia Susan <45 tahun eliminasi Susan is not in pre-diabetes condition before (maybe). Dengan total 11,9 juta di tahun 2000 Sensus, penduduk Amerika Asia tumbuh pada tingkat yang mengesankan (Asian Women in Business, 2006), dan kesenjangan kesehatan mereka adalah perhatian utama. Bukti empiris pada status kesehatan Amerika Asia dengan diabetes sangat terbatas. Namun, penelitian menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 merupakan masalah yang berkembang di antara beberapa kelompok dalam populasi Amerika Asia, dengan tingkat

dua sampai tiga kali lebih tinggi daripada kelompok lain. Sebuah analisis baru-baru ini sampel nasional dari "Health Study Nurses '," yang berisi informasi dari 78.419 perempuan, yang mewakili 1.294.799 orang-tahun masa tindak lanjut, didukung penelitian sebelumnya bahwa risiko diabetes secara signifikan lebih tinggi di antara orang Asia dibandingkan orang kulit putih, dan risiko ini sangat kuat setelah memperhitungkan perbedaan dalam BMI. Risiko diabetes adalah 1,76 kali lebih tinggi bagi perempuan Amerika Asia dari putih Amerika perempuan. Penelitian yang sama menemukan bahwa hubungan terbalik dari diet yang sehat dan diabetes lebih kuat untuk minoritas dibandingkan kulit putih (Shai et al., 2006). Studi lain menemukan bahwa kemungkinan diabetes 1,6 kali lebih besar untuk Asia Amerika dibandingkan dengan non-Hispanik Amerika putih setelah disesuaikan dengan indeks massa tubuh (BMI), umur, dan jenis kelamin (McNeely & Boyko, 2004). Sebuah segudang penjelasan telah diusulkan dalam literatur sebagai kontribusi faktor kesenjangan kesehatan, di umum, dan dalam pencegahan dan pengelolaan diabetes, khususnya. Norma-norma budaya dan hambatan linguistik yang di antara faktor utama dalam menjelaskan perbedaan pada diabetes di kategori etnis ras (Hsu et al, 2006.; Calderon & Beltran, 2005; Ngo-Metzger et al, 2003).. Faktor-faktor ini meliputi kurangnya budaya yang kompeten diabetes diri manajemen pendidikan, hambatan budaya untuk manajemen diri dari diabetes, hambatan komunikasi dengan penyedia layanan kesehatan, serta melek kesehatan secara keseluruhan rendah di antara beberapa etnis minoritas, termasuk Asia Amerika (Sarkar, Fisher, & Schillinger, 2006; Hsu et al, 2006;. Gerber et al, 2005;.. Brown et al, 2002). Dikarenakan etnik Asian American memiliki resiko diabetes tipe 2, maka kemungkinan penyebab merupakan life style nya. Kemungkinan : a. Susan memiliki BMI yang tinggi sehingga lemak yang berlebihan merusak reseptor sel untuk insulin sehingga glukosa yang dcerna tidak bisa masuk kedalam sel. b. Susan yang tinggal di etnik Asian American memiliki resiko : kurangnya budaya yang kompeten diabetes diri manajemen pendidikan, hambatan budaya untuk manajemen diri dari diabetes, hambatan komunikasi dengan penyedia layanan kesehatan, serta melek kesehatan secara keseluruhan rendah di antara beberapa etnis minoritas. Jika terbukti Susan memiliki diabetes tipe 2, maka organ yang mempengaruhi keluhan tersebut yaitu : a. Pancreas memproduksi cukup insulin namun terjadi hyposensitivity karena reseptor sel yang rusak akibat lemak (jika obese).

b. Ginjal dikarenakan kalium yang banyak membantu insulin untuk masuk, maka terjadi penumpukan natrium yang akan mengakibatkan pasien polidipsi dan juga poliuri. c. Sel-sel dalam tubuh Karena sel tidak bisa mendapat cukup glukosa, pasien polifagi dan akhirnya kehilangan berat badan d. Sistem saraf karena pasien memiliki gangguan tidur, diperkirakan dia mngalami salah satu komplikasi diabetes yaitu nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik adalah sensasi nyeri yang disebabkan oleh lesi atau disfungsi pada system saraf sentral atau perifer. Perasaan nyeri tersebut tidak selalu berlokasi pada daerah saraf yang rusak, tapi bisa saja ditempat lain. Perasaan nyeri pada nyeri neuropatik bisa muncul secara spontan ataupun setelah ada rangsangan, meski inadekuat. Sensasi yang dirasakan dapat bermacam macam seperti rasa terbakar, tertusuk, dan dapat pula berupa rasa baal, kesemutan. Disamping sensasi nyeri seperti disebutkan diatas, nyeri neuropatik seringkali disertai gejala lain seperti ansietas dan depressi, serta gangguan tidur. 6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisiknya ? Penampilan umum:terlihat lelah Tanda vital: Suhu temperature:98,6 F (37 o C) Tekanan darah:124/70 mm Hg HR:85 pbm RR:18 bpm dalam keadaan normal dalam keadaan normal

dalam keadaan normal dalam keadaan normal

jantung:dalam batas normal Heent:tidak ada kelainan Genital:masih dalam keadaan normal Neurologic:dalam keadaan normal Extremitas:tidak ada kelainan Kulit:lembut,hangat,kering,turgor dalam kedaan normal,tidak ada edem

Dada:tidak ada kelainan Peripheral vascular:nilai normal +2 ada peningkatan

Abdomen:tidak ada nyeri tekan,no guarding (dalam keadaan normal)

7. Apa differensial diagnosis dan diagnosis kerja nya ? Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma:[2] 1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, sepertifibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini. 2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin 3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM. dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi: 4. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C. 5. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh. 6. Not insulin requiring diabetes.

Diagnosis Kerja adalah diabetus melitus tipe 1, selain terdapat gejala-gejala klasik diabetus melitus seperti polifagi, poliuri, dan polidipsi, usia gadis tersebut juga masih muda dan biasanya DM tipe 1 itu terjadi pada usia 15-6 tahun, untuk aktivitas anak tersebut juga normal tidak over weight ataupun obes, riwayat keluarga juga tidak ada. Jadi kemungkinan penyakitnya itu didapat.

Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).[34] Kadar glukosa darah sewaktu: Plasma vena Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa: Plasma vena Darah kapiler

Bukan DM <110 <90 <110 <90

Belum pasti DM 110 - 199 90 - 199 110 - 125 90 - 109

DM

>200 >200 >126 >110

8. Bagaimana management bagi pasien tersebut ? Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama yaitu: 1. 2. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.

Penatalaksanaan DM secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara: 1. Pengaturan Diet

Diet yang baik merupakan kunci keberasilan penatalaksaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang, dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi yang baik sebagai berikut: Karboidrat Protein Lemak : 60 70 % : 10 15 % : 20 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan fisik yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan namun jangan melebihi 300 mg perhari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh daripada asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe.

Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g perhari. Di samping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM. 2. Olah Raga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini terdapat dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Misalnya dengan olah raga jalan kaki, bersepeda, jogging, lari dan renang. a. Diabetes Mellitus Tipe 1 : Insulin Dependent Diabetes Mellitus Pasien ini selalu diobati dengan insulin, karena sel-sel betanya tidak aktif lagi, begitu pula pada keadaan khusus seperti ketoasidosis, kehamilan, infeksi, pembedahan atau gangguan hati dan ginjal, tidak dapat digunakan antidiabetikum oral, tetapi segera diinjeksi insulin. Secara kimiawi insulin terdiri dari 2 rantai peptide (A dan B) dengan masing-masing 21 dan 30 asam amino, yang saling dihubungi oleh dua jembatan disulfide. Lama kerja sediaan insulin: a) Insulin Kerja Singkat

Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa. Mula kerjanya baru sesudah setelah jam. Injeksi subkutan mencapai puncak 1-2,5 jam kemudian dan bertahan 7 8 jam. (Actrapid, Velosulin, Hhumulin Regular). b) Insulin Long Acting

Guna memperpanjang kerjanya tela dibuat sediaan longg acting. Dengan mempersulit daya larutanya dicairan jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metode yang digunakan mencampurkan insulin dengan protein, seng atau mengubah bentuk fisiknya. c) Medium Acting

Jangka waktu efeknya dapat divariasikan dengan mencampurkan bentuk beberapa insulin

dengan lama kerja berlainan. 9. Bagaimanakah pencegahan (prevention) dari penyakit tersebut? DM tipe 1 merupakan kondisi autoimun. Oleh karenanya, ini tidak bisa dicegah secara langsung. Destruksi sel pancreas masih membingungkan untuk ilmu kedokteran, walaupun pasien dengan DM tipe 1 bisa diidentifikasi dari faktor resiko dan marker lain, sistem pencegahan DM tipe 1 masih belum teridentifikasi. Meskipun pencegahan dari DM tipe 1 belum diidentifikasi, pasien dapat melakukan pencegahan terjadinya komplikasi, antara lain: a) Kontrol kadar gula darah secara ketat b) Menjaga agar berat badan tetap normal (berat badan yang sehat) c) Perawatan kaki, dan sebagainya. 10. Bagaimana prognosis dan komplikasi dari penyakit tersebut ? Diabetes adalah penyakit seumur hidup dan belum ada obatnya. Namun, hasil bagi penderita diabetes bervariasi. Studi menunjukkan bahwa kontrol ketat glukosa darah dapat mencegah atau menunda masalah dengan mata, ginjal, sistem saraf, dan jantung pada diabetes tipe 1. Namun, masalah dapat terjadi bahkan pada orang dengan kontrol diabetes yang baik. Tanpa penggantian insulin, orang mengembangkan diabetes tipe 1 akan mati dalam beberapa hari atau minggu. Dengan penggantian insulin, orang mengembangkan diabetes tipe 1 dapat berpartisipasi dalam kegiatan normal biasa kehidupan sehari-hari mereka, tetapi berada pada risiko komplikasi dan memiliki harapan hidup berkurang. Risiko komplikasi dan penurunan harapan hidup tergantung pada durasi diabetes dan kualitas perawatan. Telah diperkirakan bahwa orang yang mengembangkan diabetes di masa kecil akan cenderung untuk mengembangkan komplikasi jangka panjang dari diabetes (seperti nefropati dan retinopati) sebelum mereka mencapai usia pertengahan, dan jangka hidup mereka dapat dikurangi sebanyak 20 tahun jika penyakit ini tidak cukup dikendalikan [Departemen Kesehatan Amerika, 2001]. Komplikasi masih terjadi pada beberapa orang meskipun upaya terbaik untuk mengontrol glukosa. Karena layanan kesehatan bagi penderita diabetes meningkatkan dan teknologi baru (seperti pemantauan berkelanjutan glukosa darah dan administrasi otomatis insulin) sedang diteliti,

prognosis bagi orang-orang dengan diabetes tipe 1 harus lebih optimis dibanding saat Departemen Kesehatan yang diterbitkan Layanan Nasional Kerangka untuk diabetes pada tahun 2001 [Orchard et al, 2010]. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.

IV.

Reporting Melihat keluhan-keluhan yang dialami pasien, temuan klinis, dan epidemologi usia,

maka bisa dikatakan pasien ini adalah suspek DM tipe 1. Working diagnosis untuk pasien ini adalah DM tipe 1. Defisiensi insulin yang terjadi pada pasien DM tidak dapat mempertahankan glukosa puasa maupun sewaktu. Maka akan segera terjadi hiperglikemia berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, dan kemudian timbul glikosuria. DM tipe 1 merupakan kondisi autoimun. Oleh karenanya, ini tidak bisa dicegah secara langsung. Destruksi sel pancreas masih membingungkan untuk ilmu kedokteran, walaupun pasien dengan DM tipe 1 bisa diidentifikasi dari faktor resiko dan marker lain, sistem pencegahan DM tipe 1 masih belum teridentifikasi.

V.

Referensi

Patofisiologi Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson Edisi 6 Penerbit EGC tahun terbit 2005 http://www.nafc.org/bladder-bowel-health/nocturia/ http://www.diabetes.co.uk/diabetes-prevention/#type1diabetes http://www.emedicinehealth.com/diabetes/page14_em.htm#diabetes_prevention http://www.healthypinoy.com/health/articles/diabetes/symptoms.html Asian Women in Business. (2006). U.S. Census 2000: A Profile of the Asian Population. Retrieved on Jan 05, 2007 from http://www.awib.org/content_frames/census2000.html Brown, S. A., Garcia, A. A., Kouzekanani, K., & Hanis, C. L. (2002). Culturally competent diabetes self-management education for Mexican Americans: the Starr County Border Health Initiative. Diabetes Care 25, 259268. Calderon, J.C. & Beltran, B. (2005). Culture and linguistics: neglected variables in the health communication equation. American Journal of Medical Quality, 20,179-181. Gerber B.S., Brodsky IG, Lawless KA, Smolin LI, Arozullah AM, Smith EV, Berbaum ML, Heckerling PS, & Eiser AR. (2005).Implementation and evaluation of a low-literacy diabetes education computer multimedia application. Diabetes Care, 28(7), 1574-80. Hsu, W. C., Cheung, S., Ong, E., Wong, K., Lin, S., Leon, K., Weinger, K., & King, G. L. (2006). Identification of linguistic barriers to diabetes knowledge and glycemic control in Chinese Americans with diabetes. Diabetes Care, 29(2), 415-6. McNeely, M. J., & Boyko, E. J. (2004). Type 2 Diabetes prevalence in Asian Americans. Diabetes Care, 27, 66-69 Ngo-Metzger, Q., Massagli, M. P., Clarridge, B. R., Manocchia, M., Davis, R. B., Lezzoni, L. I., & Phillips, R. S. (2003). Linguistic and cultural barriers to care: perspectives of Chinese and Vietnamese immigrants. Journal of General Internal Medicine, 18, 4452. Shai, I., Jiang, R., Manson J. E., Stampfer, M. J., Willett, W. C., Colditz, G. A., & Hu, F. B. (2006) Ethnicity, obesity, and risk of type 2 diabetes in women: a 20-year follow-up study. Diabetes Care, 29(7), 1585-90. http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/head.htm

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000305.htm

Anda mungkin juga menyukai