Anda di halaman 1dari 20

USULAN PENELITIAN

PERSEPSI IRTP TENTANG TANGGAL KEDALUWARSA (Studi kasus di Kota Bogor)

Oleh JIAN SEPTIAN F24090046

2012 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
1

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PERSEPSI IRTP TENTANG TANGGAL KEDALUWARSA (Studi kasus di Kota Bogor)

USULAN PENELITIAN Sebagai salah satu syarat melakukan penelitian mayor Teknologi Pangan Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh JIAN SEPTIAN F24090046

Menyetujui, Bogor, November 2012 Dosen Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Winiati P Rahayu MS NIP. 195608131982012001

USULAN PENELITIAN I. JUDUL PERSEPSI IRTP TENTANG TANGGAL KEDALUWARSA (Studi kasus di Kota Bogor)

II.

PERSONALIA
1. PELAKSANA

: Jian Septian/F24090046 Mahasiswa Tingkat IV Departemen Ilmu dan Bogor Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

2. DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. Winiati P Rahayu MS /

195608131982012001,

Staf

pengajar

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor III. LATAR BELAKANG Mutu merupakan salah satu hal yang tidak terpisahkan dalam pembuatan suatu produk. Hal ini disebabkan hanya produk yang bermutulah yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Mutu pangan sangat berkaitan erat dengan masalah keamanan pangan. Saat ini banyak beredar produk pangan dalam kemasan. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan pada pasal 30 ayat 1 disebutkan bahwa pemberian label pada produk pangan yang dikemas merupakan keharusan. Berdasarkan UU No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pada pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa label tersebut sekurang-kurangnya memuat mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, keterangan halal dan tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa. Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa merupakan salah satu bagian dari label pangan. Suatu produk pangan disebut rusak apabila
3

produk tersebut telah kedaluwarsa. Syarief dan Halid (1993) menyebutkan bahwa suatu produk pangan dapat bersifat kedaluwarsa apabila produk tersebut telah melampaui masa simpan optimumnya dan pada umumnya produk tersebut telah menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus. Penurunan mutu dapat menyebabkan menurunnya tingkat keamanan produk yang kemudian akan menyebabkan penurunan tingkat penerimaan konsumen. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui persepsi IRTP terhadap tanggal kedaluwarsa berdasarkan faktor mutu dan keamanan pangan. IV. TUJUAN PENELITIAN
-

Mengetahui persepsi IRTP tentang tanggal kedaluwarsa Mengetahui hubungan antara karakteristik IRTP dengan persepsinya tentang tanggal kedaluwarsa produk pangan.

V.

TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN


1. 2.

TEMPAT WAKTU

: :

IRTP di Kota Bogor Penelitian akan dilaksanakan selama lima Bulan, mulai bulan November 2012 sampai bulan Maret 2013.

VI. TINJAUAN PUSTAKA Label Pangan Informasi tentang produk pada umumnya tertera pada label. Secara umum label dapat didefinisikan sebagai tulisan, tag, gambar atau pengertian lain yang tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias atau dicantumkan dengan cara apapun, pemberi kesan yang terdapat pada satu wadah atau pengemas (Wijaya, 2001). Menurut penjelasan Undangundang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan pasal 30 ayat 1 dikatakan bahwa tujuan pemberian label pada produk pangan yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan untuk membeli dan atau mengkonsumsi pangan tersebut. Menurut Wijaya (2001) kriteria penulisan label mencakup (a) Tulisan menggunakan huruf Latin atau Arab, (b) Ditulis dengan bahasa
4

Indonesia dengan huruf latin, (c) Ditulis jelas, lengkap, mudah dibaca (ukuran minimal 0,75 mm, dan warna kontras), (d) Tidak boleh mencantumkan segala hal baik kata, tanda, atau gambar yang menyesatkan, (e) Tidak boleh dicantumkan nasihat, referensi, pernyataan dari siapa pun dengan tujuan menaikkan penjualan. Adapun isi label mencangkup (a) Informasi yang harus dicantumkan pada label yaitu nama makanan/nama produk, komposisi atau daftar ingredient, isi netto, nama dan alamat pabrik/importir, nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal kedaluwarsa, petunjuk atau cara penggunaan, petunjuk atau cara penyimpanan, nilai gizi, tulisan atau pernyataan khusus, (b) Pernyataan (claim) pada label dan periklanan yaitu pernyataan tentang gizi dan pernyataan tentang kondisi (obesitas) dan penyakit tertentu (theurapetic claim), dan (c) Gambar pada label atau iklan. Dalam Undang-Undang No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan pada pasal 2 ayat 1, dikatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam dan atau di kemasan pangan. Selanjutnya pada pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa label sekurang-kurangnya memuat mengenai (a) nama produk, (b) daftar bahan yang digunakan, (c) berat bersih atau isi bersih, (d) nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, (e) keterangan tentang halal dan (f) tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa. Salah satu muatan dari label adalah keterangan waktu kedaluwarsa pangan, dimana, menurut BPOM (2004), keterangan waktu kedaluwarsa berfungsi sebagai informasi mengenai waktu atau tanggal yang menunjukkan suatu produk makanan masih memenuhi syarat mutu dan keamanan untuk dikonsumsi. Peranan label pada suatu produk sangat penting untuk memperoleh produk yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Label produk yang dijamin kebenarannya akan memudahkan konsumen dalam menentukan beragam produk dan susbtitusi di pasaran. Selain sebagai sarana pendidikan pada masyarakat, label juga dapat memberikan nilai tambah
5

bagi produk. Kompetitor produk di pasaran yang semakin bertambah dapat menjadikan label sebagai strategi yang menarik dalam pemasaran. Meskipun dengan label pula, pihak produsen dapat secara sadar atau tidak sadar mengelabui atau bahkan mengorbankan konsumen (Karmini & Briawan 2004). Regulasi Pelabelan Tanggal Kedaluwarsa Di dalam surat keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No.02240/B/SK/VII/91 Tanggal 2 Juli 1991, disebutkan bahwa tanggal kedaluwarsa harus dicantumkan pada makanan tertentu, seperti susu pasteurisasi, susu bubuk, makanan atau minuman yang mengandung susu, makanan bayi dan makanan kalengan yang steril komersial. Tanggal kedaluwarsa dapat dicantumkan pada tutup botol, bagian bawah kaleng atau bagian atas kardus dan tempat lain yang sesuai, serta harus jelas dan mudah dibaca. Pencantuman tanggal kedaluwarsa disertai dengan peringatan seperti Sebaiknya digunakan sebelum tanggal (isikan tanggal kedaluwarsa) atau dapat juga dicantumkan terpisah seperti Sebaiknya digunakan sebelum tanggal (isikan tanggal kedaluwarsa), yang tercantum pada bagian bawah kaleng atau tutup botol. Pengaturan yang lebih luas mulai diatur dengan berlakunya UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan yaitu pada pasal 21 (e) Tentang Pangan Tercemar. Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang sudah kedaluwarsa. Selanjutnya pada Bab IV pasal 30 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukan kedalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam dan atau dikemasan pangan dan pada ayat (2) dijelaskan bahwa label yang dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya keterangan mengenai (a) nama produk, (b) daftar bahan yang digunakan, (c) berat bersih atau isi bersih, (d) nama dan alamat yang memproduksi atau memasukan ke dalam wilayah Indonesia, (e) keterangan tentang halal, (f) tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa.

Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan dijelaskan secara rinci mengenai bentuk format penulisan secara rinci tanggal kedaluwarsa. Pada pasal 27, disebutkan bahwa (1) tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa wajib dicantumkan secara jelas pada label, (2) pencantuman tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa dilakukan setelah pencantuman tulisan Baik digunakan sebelum yang disesuaikan dengan jenis dan daya tahan pangan yang bersangkutan, (3) dalam hal produk pangan yang kedaluwarsanya lebih dari tiga bulan, diperbolehkan kedaluwarsanya untuk saja. hanya mencantumkan bulan dan pula tahun bahwa Selanjutnya dijelaskan

memperdagangkan pangan yang sudah kedaluwarsa dan menukar tanggal kedaluwarsa pangan tidak diperbolehkan. Hal ini tertuang dalam pasal 28 yang berbunyi : Dilarang memperdagangkan pangan yang sudah melampaui tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa sebagaimana dicantumkan pada label, serta pasal 29 yang berbunyi : Setiap orang dilarang menukar tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa pangan yang diedarkan. Kedaluwarsa Syarief dan Halid (1993), kedaluwarsa adalah keadaan suatu bahan pangan yang telah melampaui masa simpan optimumnya dan pada umumnya bahan pangan tersebut telah menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus. Keterangan yang ada pada bahan pangan khususnya keterangan waktu kedaluwarsa bukan sekedar digunakan sebagai petunjuk kesegaran dan keamanan, melainkan juga petunjuk akan perubahan lainnya seperti cita rasa, penampakan dan kandungan gizi. Selain itu, keterangan waktu kedaluwarsa pun juga menunjukkan batas waktu dimana sifat-sifat fungsional dari bahan masih dapat dipertahankan. Sifat-sifat fungsional yang dimaksud adalah daya serap air, kemampuan mengemulsi, kapasitas pengembangan volume, homogenitas warna, daya buih, aktivitas enzimatik, serta fungsi lainnya yang penting dalam pengolahan.

Kedaluwarsa produk pangan berbanding lurus dengan umur simpan suatu produk pangan. Umur simpan produk pangan merupakan selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi. Suatu produk pangan berada pada kisaran umur simpannya apabila kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan (Arpah, 2001). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menentukan umur simpan suatu produk pangan yaitu melalui metode konvensional dan metode akselerasi. Sistem penentuan umur simpan dengan metode konvensional membutuhkan waktu yang lama. Hal ini karena penetapan waktu kedaluwarsa dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai mutu kedaluwarsa. Sedangkan metode akselerasi dilakukan dengan mengatur kondisi penyimpanan diluar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat dilakukan (Arpah dan Syarief, 2000). Mutu Pangan Menurut UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, dimana mutu pangan adalah nilai gizi yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Berdasarkan pengertian ini, dapat diketahui bahwa keamanan pangan tidak dapat dipisahkan dari mutu pangan. Menurut fardiaz (2003), pangan yang bermutu adalah pangan yang mempunyai karakteristik sebagaimana pangan yang normal seperti warna, tekstur, citarasa dan karakteristik lainnya yang tidak menyimpang dari karakteristik yang seharusnya dimiliki oleh suatu jenis pangan. Pangan yang bermutu harus dapat melaksanakan fungsinya secara berulang-ulang sepanjang daur hidupnya, yang telah ditetapkan di dalam lingkungan dan kondisi pemakaiannya. Namun, seiring dengan
8

bertambahnya umur dari suatu produk maka akan terjadi penurunan mutu dari produk tersebut. Reaksi penurunan mutu suatu produk dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor intrinsik (komposisi) dan faktor ekstrinsik (lingkungan). Akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan yang bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan, dapat menyebabkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi (Syarief dan Halid, 1993). Keamanan Pangan Menurut UU N0. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan (1994) dan menyatakan membahayakan bahwa kesehatan. pangan Wirakartakusumah keamanan

merupakan masalah yang kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologi, toksisitas kimiawi dan status gizi. Hal ini sangat penting dan berkaita dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya dapat menimbulkan masalah terhadap status gizinya. Keamanan pangan yang menurun pada suatu produk pangan dapat memberikan efek keracunan pangan atau foodborne disease bagi konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut. Menurut Sharp dan Reilly (2000) diacu dalam Krisnovita (2004), keracunan pangan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi atau intoksikasi akibat mengkonsumsi makanan, minuman atau air yang telah terkontaminasi. Produk pangan yang mempunyai tingkat keamanan yang baik adalah produk pangan yang bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Hariyadi, 2007). Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan manual hingga semi otomatis. Berdasarkan definisi ini,
9

kebanyakan produsen pangan jajanan juga dapat dikategorikan IRTP sehingga dapat dinilai sesuai peraturan CPPB-IRTP. Cara Produksi Pangan yang baik (CPPB) adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara memproduksi pangan yang layak, bermutu dan aman untuk dikonsumsi. CPPB merupakan salah satu faktor penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan dan sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang maupun berskala besar. Tujuan penerapan CPPB pada industri baik skala besar, sedang maupun kecil adalah menghasilkan pangan yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan konsumen, baik domestik maupun mancanegara. CPPB menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai produksi pangan mulai bahan baku sampai produk akhir. Pedoman CPPB-IRT sesuai keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1639 tanggal 30 April 2003. Persepsi Menurut Cohen (1981), persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya rangsangan yang mengenai organ sensori dari seorang individu. Di dalam proses persepsi, seorang individu akan menyusun dan menerjemahkan rangsangan sensori sehingga dikembangkan suatu pengertian tersendiri akan dunia disekitarnya. Persepsi adalah interpretasi dari sensasi, sehingga persepsi dapat juga diartikan sebagai proses kompleks yang dipilih, disusun dan diterjemahkan oleh individu serta merangsang panca indera untuk menghasilkan gambaran yang mempunyai arti dan saling berhubungan (Gambar 1).

Gambar 1. Proses terjadinya persepsi

10

Persepsi memiliki sifat subjektif karena setiap orang akan memandang suatu objek atau situasi dengan cara yang berbeda-beda (Setiadi, 2003). Persepsi dapat dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan dan secara substansi berbeda dengan realitas, dengan kata lain persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar juga keadaan individu yang bersangkutan. Kotler (2001) mengemukakan bahwa seorang individu dapat memiliki persepsi yang berbeda terhadap objek yang sama. Hal ini karena pembentukan proses persepsi mengalami tiga tahap, yaitu proses perhatian selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif. Proses perhatian selektif merupakan tahap penyaringan berbagai rangsangan yang diterima individu. Distorsi selektif merupakan tahap pengubahan berbagai informasi dalam diri individu menjadi bermakna dan diinterpretasikan sesuai dengan konsep yang telah dimiliki oleh individu itu sendiri. Sedangkan ingatan selektif merupakan tahap penempatan informasi menjadi ingatan yang selalu disimpan di dalam memori individu. Kotler (2001) mengemukakan bahwa persepsi dihasilkan atau dipengaruhi oleh faktor eksternal (stimulus) dan faktor internal (individu). Faktor eksternal sangat mempengaruhi persepsi suatu individu. Faktor eksternal merupakan karakteristik fisik dari produk seperti ukuran, tekstur dan atribut yang terdapat dalam produk. Pengaruh lingkungan merupakan faktor di luar individu yang akan mempengaruhinya dalam melakukan pengambilan keputusan. Sedangkan faktor internal merupakan karakteristik seseorang, kemampuan dasar dalam proses penginderaan serta pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya terhadap berbagai atribut. Faktor internal terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan kelas sosial. Faktor internal akan menggambarkan adanya pertukaran nilai, kebutuhan, kebiasaan maupun perilaku yang berbeda antara suatu kelompok konsumen dengan lainnya (Mowen dan minor, 2002).

11

Persepsi produsen (IRTP) berkorelasi dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan dengan pengetahuan yang lebih tinggi pula (Sediaoetomo, 1999). Menurut Setiadi (2003), pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan unsur dari kepribadiannya dan semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka ia akan sangat berhati-hati dalam membuat keputusan. Persepsi bersama-sama dengan pengetahuan membentuk kepercayaan dan berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa konsep kepercayaan sangat terkait dengan konsep sikap dimana persepsi yang baik terhadap sesuatu dapat memunculkan sikap yang positif terhadap hal tersebut. Mengacu kepada konsep tentang perilaku konsumen, maka dibuatlah kerangka pendekatan studi berdasarkan hubungan persepsi, sikap dan perilaku.

Faktor Internal - Tingkat Usia - Tingkat Pendidikan - Status Sosial Ekonomi

Faktor Eksternal -Sumber Informasi

Persepsi terhadap tanggal kedaluwarsa Keterangan : garis putus-putus merupakan ruang lingkup penelitian

Sikap terhadap tanggal kedaluwarsa

Perilaku terhadap tanggal kedaluwarsa

Gambar 2. Kerangka Pendekatan Studi berdasarkan hubungan antara persepsi, sikap dan perilaku

12

METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Persepsi merupakan suatu proses, dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasi dan menginterpretasikan stimuli dalam gambaran yang lebih berarti dan menyeluruh. Stimuli adalah setiap input yang ditangkap oleh panca indera. Stimuli ini dapat berasal dari lingkungan sekitar atau dari dalam diri individu itu sendiri. Kombinasi diantara keduanya memberikan gambaran persepsi yang bersifat pribadi (Simamora, 2002). Persepsi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan karakteristik responden seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan dan status sosial ekonomi. Sedangkan Faktor eksternal responden berasal dari lingkungan sekitar responden yang dapat mempengaruhi persepsinya. Oleh karena itu, usulan penelitian ini akan meneliti hubungan antara karakteristik internal IRTP dengan persepsi IRTP tentang tanggal kedaluwarsa produk pangan. Karakteristik responden (faktor internal) yang diteliti adalah tingkat usia, tingkat pendidikan, dan status sosial ekonomi. Unit analisa yang digunakan adalah IRTP yang memproduksi pangan dalam kemasan Persepsi produsen yang diteliti adalah persepsi IRTP tentang hal yang berkaitan dengan tanggal kedaluwarsa. Melalui survei persepsi IRTP tentang waktu kedaluwarsa dapat diketahui faktor-faktor internal apa saja yang berhubungan dalam membentuk persepsi IRTP tentang tanggal kedaluwarsa. B. Metode Penelitian Usulan penelitian ini merupakan penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data. Selain itu, wawancara merupakan cara yang tepat untuk menunjang keakuratan pengisian kuisioner terhadap responden. Tipe penelitian ini tergolong ke dalam penelitian penjelasan (explanatory research) karena peneliti menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi, 1995). C. Tahapan Penelitian
13

Penelitian ini didasarkan pada tahapan penelitian yang sesuai dengan validitas metodologi penelitian survei (Singarimbun dan Effendi, 1995). Tahapan tersebut digambarkan pada flow chart.

Mulai Penentuan Sampel, Teknik dan Cara Pengambilan Sampel

Pembuatan kuisioner

Uji Coba Kuisioner

Perbaikan Kuisioner

Tidak Ok Ya Pengumpulan Data

Tabulasi Data

Data Sekunder

Analisis Data

Pembuatan Laporan

Selesai

D. Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel akan dilakukan secara purposive yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara tidak acak dan memiliki tujuan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Usman dan Akbar, 2003). Sampel yang akan digunakan memiliki kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu sampel merupakan produsen IRTP yang memproduksi pangan dalam kemasan.

14

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian dapat dihitung dengan menggunakan rumus slovin (Simamora, 2002). Rumus slovin merupakan salah satu teknik untuk menentukan jumah sampel dalam penelitian sosial. Adapun rumus dari Slovin adalah sebagai berikut :

Keterangan : n N e : ukuran sampel : ukuran populasi : Tingkat Kelonggaran 10%

E. Metode Pengelompokan Sampel Responden yang dipilih dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan tingkat usia, tingkat pendidikan dan sosial ekonominya. Berdasarkan tingkat usia, responden pada penelitian ini dikelompokkan ke dalam lima kelompok, yaitu responden yang berada pada rentang usia 15 tahun hingga 25 tahun, 26 tahun hingga 35 tahun, 36 tahun hingga 45 tahun, 46 tahun hingga 55 tahun dan responden yang berusia lebih dari 55 tahun. Selain itu, responden pada penelitian ini pun dikelompokkan menurut tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan yang dipilih sesuai dengan kurikulum wajib belajar yakni tingkat SD, SMP, SMA dan Sarjana. Pengelompokkan berdasarkan kategori pendidikan diharapkan dapat diketahui hubungan antara tingkat pendidikan terhadap persepsinya tentang tanggal kedaluarsa. Responden pada penelitian ini pun dikelompokkan berdasarkan status sosial ekonomi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wachidah (2007), status sosial ekonomi responden dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu rendah, menengah dan tinggi. Pengelompokkan ini berdasarkan kriteria yaitu status kepemilikan rumah, biaya telepon yang digunakan dan daya listrik yang dipakai. Namun pada penelitian ini hanya berdasarkan status kepemilikan rumah dari responden yang akan diteliti. Biaya telepon yang digunakan responden dan daya listrik yang dipakai tidak akan berpengaruh terhadap persepsi IRTP. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarwan (2003) yang mengungkapkan bahwa status
15

sosial ekonomi tidak hanya mencerminkan penghasilan tetapi juga indikator lainnya seperti tempat tinggal. F. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi pengumpulan kuisioner oleh responden secara langsung serta melalui hasil wawancara dengan responden untuk menunjang keakuratan data kuisioner. Sedangkan data sekunder yang digunakan pada penelitian ini meliputi pencarian data dari situs internet mengenai Undang-undang tentang pangan dan Undang-undang tentang Label dan Iklan pangan dan laporan beberapa instansi seperti laporan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bogor. G. Pembuatan dan Uji coba Kuisioner Pembuatan kuisioner dilakukan dengan membuat pertanyaan. Pertanyaan yang disusun merupakan kombinasi dari pertanyaan tertutup dan pertanyaan semi terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan memberikan jawaban lain, sedangkan pertanyaan semi terbuka adalah pertanyaan yang jawabannya sudah tersusun tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pertanyaan-pertanyaan pada kuisioner dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu pertanyaan mengenai karakteristik responden (profil responden), pertanyaan mengenai pengetahuan tanggal kedaluwarsa, pertanyaan mengenai perilaku dan persepsi responden. Kuisioner yang telah disusun dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum diajukan kepada responden yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk memperbaiki desain kuisioner yang telah dibuat serta memberikan saran untuk perbaikan kuisioner. Hasil uji selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui apakah kuisioner yang disusun sudah layak diajukan kepada responden sebenarnya atau belum. Apabila belum layak diajukan kepada responden sebenarnya maka perlu diadakan perbaikan kuisioner, baik mengenai jumlah maupun bentuk pertanyaan. Uji coba dilakukan dengan
16

cara menanyakan langsung kepada responden tentang pertanyaan yang kurang dimengerti atau menimbulkan bias, sehingga dapat diperbaiki berdasarkan saran dari responden tersebut. H. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak komputer Statistik IBM SPSS Statistics 20 for windows. Untuk memperoleh hubungan karakteristik responden terhadap persepsinya mengenai tanggal kadaluwarsa, digunakan uji korelasi Spearman. Korelasi spearman digunakan untuk mencari hubungan atau menguji signifikansi hipotesis asosiatif apabila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sumber data antar variabel tidak harus sama (sarwono, 2006). Korelasi dapat menghasilkan angka positif atau negatif. Apabila korelasi menghasilkan angka positif maka hubungan kedua variabel bersifat searah seperti misalnya apabila satu variabel besar maka variabel lainnya juga besar. Apabila korelasi menghasilkan angka negatif maka hubungan kedua variabel bersifat tidak searah seperti misalnya apabila satu variabel besar maka variabel lainnya kecil. Sarwono (2006) menyebutkan bahwa angka korelasi berkisar antara 0 hingga 1, dengan ketentuan apabila angka mendekati satu maka hubungan kedua variabel semakin kuat dan apabila angka korelasi mendekati nol maka hubungan kedua variabel semakin lemah. Adapun patokan angka korelasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. 0-0.25

: Korelasi lemah

c. d.

> 0.5-0.75 : Korelasi kuat > 0.75-1 : Korelasi sangat kuat

b. > 0.25-0.5 : korelasi cukup

Menurut sarwono (2006), signifikansi hubungan antara dua variabel dapat dianalisis dengan ketentuan sebagai berikut, yaitu
a. Apabila probabilitas < 0.05 maka hubungan kedua variabel signifikan b. Apabila probabilitas > 0.05 maka hubungan kedua variabel tidak

signifikan

17

Pada penelitian ini, digunakan uji ANOVA untuk mengetahui hubungan perbedaan persepsi responden mengenai tanggal kadaluwarsa antar karakteristik responden.
VII. BIAYA PENELITIAN A. Biaya Bahan dan Alat 1. 3 RIM kertas A4 80 gram @Rp. 30.000 2. Alat-alat tulis 3. 10 klip kertas @1000 Jumlah B. Biaya Operasional 1. Biaya Telepon selama penelitian Jumlah C. Biaya Transportasi dan Akomodasi Transportasi ke lokasi selama 60 hari @50.000 (Survei, pelaksanaan dan konsultasi) Jumlah D. Biaya Fotokopi 1. Biaya cetak/print out 2. Fotokopi kuisioner 3. Biaya tak terduga Jumlah Jumlah A+B+C+D Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. 500.000 250.000 300.000 1.050.000 4.550.0000 Rp. 3.000.000 Rp. 3.000.000 Rp. Rp. 300.000 300.000 Rp. Rp. Rp. Rp. 90.000 100.000 10.000 200.000

18

VIII. JADWAL KEGIATAN

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kegiatan Studi Pustaka Mengurus Perijinan (departemen, lokasi) Mencari data primer contoh (Kuisioner) Mencari data primer (observasi pasar) Uji Reliabilitas Mencari data sekunder Tabulasi data Pengolahan Data statistic Pembuatan laporan dan penyerahan laporan Seminar Hasil

November 1 2 3 4

Desember 1 2 3 4

Januari 1 2 3 4

Februari 1 2 3 4

Maret 2 3

19

20

Anda mungkin juga menyukai