Anda di halaman 1dari 3

Nama NIM

: Maleona Sarah L.C. : 070912042

Mata Kuliah : Rezim-rezim Internasional Rezim Moneter Menurut Haas, regime encompasses a mutually coherent set of procedures, rules, and norms. Rezim internasional adalah serangkaian prinsip, aturan, norma dan prosedur yang digunakan untuk mengontrol suatu dampak dan hal ini telah disepakati oleh aktor-aktor internasional sebelumnya. Rezim internasional yang membicarakan mengenai moneter disebut sebagai rezim moneter. Dalam http://www.businessdictionary.com (diakses pada Mei 2011), rezim moneter adalah alternative term for monetary policy, yang berarti strategi ekonomi yang dipilih oleh pemerintah dalam penentuan penambahan atau pengurangan pasokan uang negara. Hal ini sesuai dengan ide Cohen (1998) bahwa tindakan prerogratif negara yang paling dijaga ketat adalah kontrol uang (Simmons, 2001: 307). Peraturan internasional mengenai moneter semakin lama semakin dilindungi, bahkan pada abad 21 peraturan ini telah dilegalisasi misalnya IMF (International Monetary Fund). International monetary system telah muncul sejak abad ke 19 melalui Gold Standart. Namun, harus diketahui bahwa pada saat itu belum ada international treaty yang terbentuk. International monetary system yang ada saat itu hanya berdasarkan pada kebijakan nasional. Gold Standard sendiri awalnya adalah buatan Inggris yang berdasarkan pada Peel Act pada 1819 kemudian diikuti oleh Jerman (1871), Swiss dan Belgia (1878), Austro-Hungaria (1891) dan terakhir Amerika Serikat pada 1900. Berdasarkan standard ini, negara-negara bisa memegang emas atau dolar atau pound sebagai cadangan, kecuali Amerika Serikat dan Inggris, yang hanya memiliki cadangan emas. Sistem ini kemudian runtuh pada tahun 1931 setelah kejatuhan Inggris akibat berhadapan dengan pengeluaran emas secara besar-besaran dan arus keluar modal yang tidak seimbang. Pada tahun 1933, Presiden Franklin D. Roosevelt me-nasionalisasi-kan emas yang dimiliki oleh rakyatnya dan membatalkan sistem gold standart karena tidak sesuai dengan kondisi saat itu. Antara 1946 dan 1971, negara-negara mengubah gold standart dengan sistem baru yang disebut sistem Bretton Woods. Menurut Spero (2010), dalam sistem Bretton Woods, pengaturan moneter didasarkan pada fixed exchange rate system yang juga dipengaruhi oleh pembiayaan, kontrol devisa, perubahan tingkat devisa, dan keadaan politik nasional. Dengan adanya sistem ini, maka sistem Bretton Woods menjadi sistem pertama yang mengatur international monetary order. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, 2 organisasi internasional publik, yaitu IMF (International Monetary Fund) dan International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang juga dikenal sebagai World Bank, diciptakan untuk

menjalankan fungsi keuangan tertentu untuk sistem internasional (Spero, 2010: 14-5). Ketika dibentuk, IMF bertujuan untuk menstabilkan nilai tukar dengan menyediakan pinjaman jangka pendek untuk negara-negara anggota. Lembaga ini awalnya mendirikan sistem nilai tukar tetap, dengan Amerika Serikat menjamin mata uang yang konvertibilitas (Mingst, 1999:259). Sedangkan Bank Dunia dirancang pada awalnya untuk memfasilitasi rekonstruksi paska Perang Dunia II di Eropa, dimana pada masa itu Bank Dunia masih dinamakan IBRD (International Bank for Reconstruction and Development). Selama tahun 1950-an, Bank Dunia bergeser menekankan fungsinya kepada pembangunan (Mingst, 1999:257). Bretton Woods System (BWS) kemudian muncul sebagai rezim moneter internasional baru di dunia melalui IMF dan World Bank. Mengapa disebut rezim? Sebab anggota IMF secara hukum diwajibkan untuk memenuhi komitmen mereka untuk menjaga ekonomi berjalan bebas dari pembatasan dan untuk mempertahankan nilai tukar terpadu yang telah disepakati dan 26 anggota dalam sampel memiliki catatan kepatuhan yang sempurna terhadap IMF dan World Bank (Simmons, 2001: 325). Terlepas dari inovasinya dalam melakukan kontrol publik, perjanjian Bretton Woods menekankan solusi nasional dan pasar untuk masalah moneter. Selama 1940-an hingga 1970-an, Amerika Serikat menjamin stabilitas sistem ini dengan menetapkan nilai dollar terhadap emas, yaitu $35 per ons. Alasan Amerika Serikat mengambil peran sebagai penjamin adalah karena saat itu AS merupakan tokoh hegemon yang menggantikan Inggris. Menurut Hegemonic Stability Theory, stabilitas sistem internasional memerlukan negara dominan tunggal untuk mengartikulasikan dan menegakkan aturan interaksi antara anggota yang paling penting dari sistem (http://www.mtholyoke.edu diakses Mei 2011). Hal ini terlihat dari Pax Britannica yang didominasi oleh kekuatan Britania Raya (Inggris) yang kemudian digantikan oleh Pax Americana. Namun, karena situasi dan kondisi pasar yang tidak memungkinkan, kemudian terjadi mixing antara peraturan sehingga muncullah floating exchange rates dimana nilai tukar dibiarkan mengambang mengikuti kondisi pasar dan intervensi pemerintah dikurangi sedemikian rupa. Sistem ini akhirnya menggantikan sistem fixed exchange rates hingga saat ini. Walau pun sistem Bretton-Wood telah runtuh, ketiga institusi yang dihasilkan pada masa itu, yaitu Bank Dunia, IMF, dan GATT, masih tetap berperan hingga saat ini bahkan sisa-sisa rezim BWS masih terlihat dari oil regime di Timur Tengah meskipun sudah ada perubahan-perubahan. Selama rezim minyak pertama (dari sekitar 1900-1970), pemerintah Inggris dan Amerika Serikat bersama kontrol minyak Timur Tengah dengan perusahaan minyak utama. Studi kasus tentang perjuangan untuk dominasi antara negara-negara dan perusahaan menunjukkan bahwa keseimbangan kekuasaan selama periode ini berubah di antara dua set aktor. Pada tahun 1920, negara Inggris mendominasi politik pendekatan area Timur dan perusahaan minyak. Pada tahun 1940-an, bagaimanapun, AS menggantikan Britania sebagai

kekuatan yang dominan di wilayah itu. Meskipun memiliki kekuatan yang kuat, Amerika adalah negara lemah. Karena pluralisme kelembagaan dan orientasi ideologis, pemerintah AS kurang memiliki kemampuan dibanding Inggris dalam mengendalikan modal swasta. Hal ini menyebabkan korporasi menjadi aktor dominan yang menguasai minyak Timur Tengah selama sisa rezim (http://www.jstor.org/pss/2010345, diakses pada Mei 2011). Menurut penulis, korporasi yang dimaksud adalah OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) yang beranggotakan negara-negara penghasil minyak. Berdirinya OPEC dipicu oleh keputusan sepihak dari perusahaan minyak multinasional (The Seven Sisters) tahun 1959/1960 yang menguasai industri minyak dan menetapkan harga di pasar internasional. The Tripoli-Teheran Agreement antara OPEC dan perusahaan swasta tersebut pada tahun 1970 menempatkan OPEC secara penuh dalam menetapkan pasar minyak internasional (ditpolkom.bappenas.go.id/, diakses pada Mei 2011). Tujuan yang hendak dicapai OPEC yaitu: preserving and enhancing the role of oil as a prime energy source in achieving sustainable economic development. OPEC menjadi rezim minyak yang mampu mempengaruhi moneter internasional namun lebih mengutamakan perlindungan terhadap negara-negara produksi minyak (http://www.wisegeek.com/what-is-opec.htm, diakses pada Mei 2011). IMF sendiri memperhatikan perhatian lebih terhadap OPEC karena besarnya pengaruh rezim minyak ini terhadap rezim moneter internasional. Daftar Pustaka : http://www.businessdictionary.com (diakses pada Mei 2011) http://www.wisegeek.com/what-is-opec.htm (diakses pada Mei 2011) http://www.mtholyoke.edu/acad/intrel/pol116/hegemony.htm (diakses pada Mei 2011) http://www.jstor.org/pss/2010345 (diakses pada Mei 2011) ditpolkom.bappenas.go.id/.../4)%20OPEC/Organization%20of%20Petroleum%20Exporting %20Countries%20(O... (diakses pada Mei 2011) Spero, Joan Edelman and Hart, Jeffrey A.. 2010 The Politics of International Economic Relations. Boston, MA: Wadsworth. Mingst, Karen A. 1999. Essentials of International Relations. New York & London: W. W. Norton & Company, Inc. Simmons, Beth A. 2001. The Legalization of International Monetary Affairs. International Organization. 54:3, (Summer 2000), pg. 573-602.

Anda mungkin juga menyukai