Anda di halaman 1dari 32

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput yang melapisi otak dan medula spinalis,dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri maupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah ke cairan otak (Black & Hawk,2005). Penyakit ini termasuk salah satu yang harus diwaspadai karena tergolong penyakit infeksi berbahaya yang dapat mengancam nyawa apabila tidak segera ditangani. Gejala pada umumnya berupa demam, muntah-muntah, leher kaku dan sakit, kejang-kejang hingga kehilangan kesadaran. Pada tahun 2005 menurut laporan WHO terjadi 111 kasus meningitis di DelhiIndia dengan 15 kematian (CFR=13,5%). Data Southeast Asian Medical Information Center (SEAMIC) Health Statistic (2002) melaporkan bahwa pada tahun 2000 di Malaysia terdapat 206 kematian karena meningitis dengan Cause Spesific Death Rate (CSDR) 9,3 per 1000.000 penduduk. Laporan Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji di Arab Saudi menyebutkan pada tahun 2001 jumlah kasus meningitis meningokokus pada jemaah haji Indonesia di Arab Saudi sebanyak 18 orang dan yang meninggal 6 orang (CFR=33,3%). Penelitian yang dilakukan oleh Delima Sitorus di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2000 2004 tercatat 130 kasus meningitis dan 37 kasus mengalami kematian (CFR=28,46%). Penanganan kasus meningitis secara tepat dapat membantu meningkatkan kelangsungan hidup dan kondisi pasien. Penanganan dapat dilakukan melalui kerja multidisiplin yang tepat yang melibatkan perawat. Perawat memiliki peran penting terutama dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien.

B. Kasus Anak A berusia 13 bulan 21 hari, dengan berat badan 3700 gr, panjang 56 cm dan lingkar lengan 7 cm, saat ini dibawa ke rumah sakit dengan keluhan utama kejang, sebelumnya sempat dirawat dirumah selama seminggu karena menderita flu, demam, dan batuk. Kejang pada seluruh badan, pada saat kejang mata melirik ke atas, dan keluar buih lewat mulut, setelah kejang klien sadar dan menangis. Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare saat berumur satu bulan. Menurut Ibu klien, klien terlahir kembar dengan BB 1200 gr, tidak langsung menangis serta air ketubannya berwarna kehitaman dan kental. Klien telah mendapat imunisasi BCG, Polio I, DPT I dan hepatitis. Saat ini telah dilakukan pemeriksaan fisik dengan keadaan umum ; anak tampak tidur dengan menggunakan IV Cath pada tangan kanan, kesadaran composmetis, nadi 140x/menit, suhu 38oC, pernafasan 40x/menit teratur, lingkar kepala 36 cm, dan telah dilakukan pemeriksaan penunjang.

C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi dan patofisiologi penyakit meningitis ? 2. Bagaimana pengkajian pada pasien dengan penyakit meningitis bedasarkan pola fungsional menurut Gordon? 3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit meningitis? 4. Bagaimana peran perawat dalam menangani kasus pasien dengan penyakit meningitis ?

D. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi penyakit meningitis. 2. Untuk mengetahui patofisiologi meningitis. 3. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien dengan penyakit meningitisbedasarkan pola fungsional menurut Gordon. 4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit meningitis. 5. Untuk mengetahui peran perawat dalam menangani kasus pasien dengan penyakit meningitis.

BAB II LANDASAN TEORI

A.

DEFINISI MENINGITIS Meningitis adalah radang pada meningen atau membran (selaput) yang mengelilingi otak dan medula spinalis.Yang biasanya disebabkan oleh invasi bakteri dan hanya sedikit oleh virus. meliputi: 1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza. 2. Virus yang disebabkan oleh agen- agen virus yang sangat bervariasi. 3. Organisme jamur. Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya : 1. Asepsis Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di ruang subarakhnoid. 2. Sepsis Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza. 3. Tuberkulosa Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel. Penyebab - penyebab dari meningitis

Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu melalui salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi- infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau melalui penekanan langsung seperti didapat setelah cedera traumatik tulang wajah. Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus merupakan iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif (seperti lumbal pungsi) atau alatalat invasif (seperti alat pemantau TIK).

Meningitis Virus Tipe dari meningitis ini sering disebut meningitis aseptis. Tipe ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan virus seperti gondok, herpes simpleks, dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks selebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat.

Meningitis Bakterial Meningitis bakterialis adalah infeksi purulen akut di dalam ruang subarachnoid. Meningitis bakterialis sering disertai dengan peradangan parenkim otak, atau disebut juga meningoensefalitis. Meningitis bakterial adalah suatu keadaan ketika meningens atau selaput dari otak mengalami peradangan akibat bakteri. Sampai saat ini, bentuk paling signifikan dari meningitis adalah bakterial. Bakteri paling sering dijumpai pada meningitis bakteri akut, yaitu Neiserria meningitidis (meningitis meningokokus), Streptococcus pneumoniae (pada dewasa), dan Haemophilus influenzae (pada anak- anak dan dewasa muda). Ketiga organisme ini menyebabkan sekitar 75% kasus meningitis bakteri. Bentuk penularannya melalui kontak langsung, yang mencakup droplet dan sekret dari hidung dan tenggorok yang membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari orang lain. Akibatnya, banyak yang tidak berkembang menjadi infeksi tetapi menjadi pembawa (carrier). Insiden tertinggi pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi pada lansia sama seperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami gangguan respons imun.

B.

EPIDEMIOLOGI Prevalensi meningitis bakterialis sebesar > 2,5 kasus per 100.000 populasi di Amerika Serikat, S. pneumonia merupakan penyebab utama (50%), diikuti oleh N. Meningitidis (25%), Streptococcus grup B (15%), dan Listeria monocytogenes (10%).

C. ETIOLOGI Tabel. Bakteri Penyebab Meningitis Bacterial Tersering Menurut Usia. Bakteri Patogen Streptococcus grup B E. coli Listeria monocytogeneses N. meningitides S. pneumonia H. influenza <3 bln + + + + + + + + + + 3 bln -<18 thn 18-50 thn >50 thn

FAKTOR RESIKO 1. Faktor predisposisi: laki-laki lebih sering dibanding dengan wanita. 2. Faktor maternal: rupture membran fetal, infeksi meternal pada minggu terakhir kehamilan. 3. Faktor imunologi: usia muda, defisiansi mekanisme imun, defek lien karena penyakit sel sabit atau asplenia (rentan terhadap S. Pneumoniae dan Hib), anakanak yang mendapat obat-obat imunosupresi. 4. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan sistem persarafan. 5. Faktor yang berkaitan dengan status sosial-ekonomi rendah: lingkungan padat, kemiskinan, kontak erat dengan individu yang terkena (penularan melalui sekresi pernapasan).

D. PATOGENESIS

Manifestasi Klinis Trias Meningitis : demam, nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk.

Manifestasi sesuai golongan usia : 1. Neonatus Suhu di bawah normal Demam biasanya derajat rendah Pucat Letargi atau somnolen Iritabilitas atau rewel Kurang makan dan/atau menghisap

Muntah Kejang Tonus buruk Diare dan/atau muntah Fontanel menonjol Opistotonus

2. Bayi dan Anak Kecil Letargi Iritabilitas Pucat Anoreksia atau kurang makan Mual dan muntah Makin sering menangis Minta digendong Peningkatan tekanan intrakranial Peningkatan lingkar kepala Fontanel menonjol Kejang Sunset eyes Demam atau suhu yang rendah Melawan jika dipegang Opistotonus (hiperekstensi leher dan spinal; dapat terlihat kemudian dalam perjalanan penyakit)

3. Anak yang Lebih Besar Masalah pernapasan atau gastrointestinal (awal) Sakit kepala Demam Muntah Iritabilitas Fotofobia Kaku kuduk dan tulang belakang

Tanda kernig positif Tanda Brudzinki positif Opistotonus Petekie (meningitis H.influenzae dan meningokokus) Septicemia Syok Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) Konfusi Kejang Postur tubuh tripod (untuk berdiri memerlukan tiga penopang, yaitu kedua kaki dan bantuan satu tangan)

Tanda kernig (nyeri dan tahanan pada ekstensi lutut ketika posisi terlentang dengan lutut dan paha difleksikan)

Tanda Brudzinski (fleksi pada lutut dan paha ketika leher difleksikan dan anak berada pada posisi terlentang)

Ruam petekia

Komplikasi Tuli Buta Efusi subdural (20%-30% kasus) Peningkatan sekresi hormone antideuretik (ADH) Perkembangan terlambat atau gangguan intelaktual Hidrosefalus Edema serebri Gangguan kejang kronis Paresis otot- otot wajah Individu dapat mengalami disabilitas permanen, kerusakan otak, atau meninggal akibat ensefalitis atau, yang lebih jarang, meningitis Kejang dapat terjadi.

E. DIAGNOSIS Anamnesis Awitan gejala akut (<24 jam) disertai trias meningitis : demam, nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk. Gejala lain yaitu : mual, muntah, fotofobia, kejang fokal atau umum, gangguan kesadaran. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi paru- paru, telinga, sinus, atau katup jantung. Pada bayi dan neonates, gejala bersifat nonspesifik seperti demam, iritabilitas, letargi, muntah, dan kejang. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi maternal, kelahiran premature, persalinan lama, dan ketuban pecah dini.

Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik rutin pada klien meningitis meliputi laboratorium klien rutin (Hb, leukosit, LED, trobosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan faal hemostasis diperlukan untuk mengetahui secara awal adanya DIC. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidak seimbangan elektrolit terutama hiponatremia.

Pemerikasaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan otak. Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada klien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Analisis cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada klien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal. Untuk lebih spesifik mengetahui jenis mikroba, maka organisme penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan serebrospinal dan darah. Counter immuno electrophoresis (CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan serebrospinal dan urine. Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis klien meliputi foto Rontgen paru, CT scan kepala. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis Kesadaran : bervariasi mulai dari iritable, somnolen, delirium, atau koma. Suhu tubuh >380C. Infeksi ekstrakranial : sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia (port dentre). Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Kernig, Burdzinski I dan II. Peningkatan tekanan intrakranial: penurunan kesadaran, edema papil, reflek cehaya pupil menurun, kelumpuhan N. VI, postur deserebrasi, dan reflek Cushing ( bradikardi, hipertensi, dan respirasi ireguler). Deficit neurologic fokal : hemiparesis, kejang fokal, maupun umum, disfasia atau afasia, paresis saraf kranial terutama N. III, IV, VI, VII, VIII. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan biokimia dan sitologi cairan cerebrospinalis (CSS). Keruh atau purulen Protein meningkat Leukosit meningkat (1000- 5000 sel/ mm3) Predominasi netrofil (80- 95%) Glukosa menurun (<40 mg/dL) Rasio Glukosa CSS : serum <0,4 (sensitifitas 80%, spesifisitas 98% untuk diagnosa penyakit ini pada pasien berusia >2 bulan) Pewarnaan gram CSS Cepat, murah, hasilnya bergantung pada bakteri penyebab Sensitivitas 60-90 %, spesifisitas >97%

Kultur CSS Identifikasi kuman Butuh waktu lama (48 jam)

PCR Sensitivitas 100 %, spesifisitas 98,2 % Deteksi asam nukleat bakteri pada CSS, tidak dipengaruhi terapi antimikroba yang telah diberikan

Kultur darah

10

Dilakukan segera untuk mengidentifikasi organisme penyebab.

Pencitraan CT scan kepala Pada permulaan penyakit, CT scan normal. Adanya eksudat purulen di basal, ventrikel yang mengecil disertai edema otak, atau ventrikel yang membesar akibat obstruksi CSS. Bila penyakit berlanjut, dapat terlihat adanya daerah infark akibat vaskulitis. Indikasi CT scan sebelum LP : deficit neurologic fokal, kejang pertama kali, edema papil, penurunan kesadaran, dan penekanan status imun. MRI kepala Lebih baik dibandingkan dengan CT scan dalam menunjukan daerah edema dan iskemi di otak. Penambahan enhancement. kontras gadolinium menunjukan diffuse meningeal

F.

DIAGNOSA BANDING Table . Analisis Cairan Serebrospinalis Tekanan Warna CSS (mmH2O) 0-5 Normal Jernih 70-180 0 limfosit 0 PMN Darah (+) Traumatic Supernatan jernih Normal Sesuai dengan RBC 0 atau (+) Darah (+) SAH supernatant xantokrom atau akibat meningitis iritatif sekunder Meningitis Keruh atau 0 (PMN) Normal 4 mg/dL per 5000 RBC <50 50-75 Eritrosit Leukosit Protein (mg/dL) Glukosa (mg/dL)

11

Bakterial Meningitis TBC Meningitis Viral Meningitis Jamur

purulen Normal atau keruh Normal Normal atau keruh Normal atau Normal atau 0 Normal atau Normal atau Normal atau Normal

G.

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan medis Penataksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksaan pengobatan meningitis meliputi : Pemberian antibiotik yang mampu melewati barier darah otak ke ruang subarakhnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa) : Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2 x sehari maksimal 500 mg selama 11/2 tahun. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral,1 x sehari selama 1 tahun. Steptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.

Obat anti-infeksi (meningitis bakterial) : Sefalosporin generasi ketiga Amfisilin 150-200 mg (400mg)/kgBB/24 jam, IV, 4-6 x sehari Kloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 x sehari.

12

Pengobatan simtomatis : Antikonvulsi, diazepam IV; 0,2-0,5 mg/kgBB/dosis, atau rektal: 0,4-0,6 mg/kgBB, atau Fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari. Antipiretik: para setamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis. Antiedema serebri: diuretik osmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebri. Pemenuhan oksigenasi dengan O2. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik : pemberian tambahan volume cairan intravena. Penatalaksanaan keperawatan 1. Lakukan pengkajian dengan cermat untuk memantau karakteristik klinis tahap awal penyakit. 2. Pantau suhu dan tanda vital dengan sering. 3. Pantau asupan dan haluaran serta keseimbangan cairan cairan dan elektrolit. a. Anak-anak dengan penurunan kesadaran sebaiknya dipuasakan (NPO); sedangkan yang lainya diperbolehkan menerima cairan dan diet secara progresif jika dapat ditoleransi. b. Asupan cairan dapat tetap dibatasi sebanyak dua per tiga dari asupan normal untuk mencegah edema serebral. c. Kelebihan cairan dihindari untuk mencegah terjadinya SIADH (syndrome of inappropriate diuretic hormone), yaitu sindrom ketidak tepatan hormon diuretik. 4. Periksa fungsi neurologik dan pantau tingkat kesadaran. a. Ukur lingkar kepala untuk pemantauan efusi subdural dan hidrosefalus obstruktif, yang dapat berkembang sebagai komplikasinya. b. Kaji adanya tanda- tanda peningkatan TIK.

13

5. Berikan obat- obatan sesuai indikasi, seperti antibiotik (jenisnya bergantung pada organisme penyebab), steroid (untuk menurunkan edema serebral), dan antikonsulvan. 6. Berikan intervensi penunjang, termasuk tindakan mempertahankan kestabilan suhu tubuh. 7. Cegah penyebaran infeksi kepada orang lain. Lakukan prosedur isolasi untuk tindakan pencegahan pernapasan selama 24 sampai 48 jam setelah dimulainya pemberian antibiotik. 8. Jaga ketenangan ruangan untuk menurunkan stimulus dari lingkungan.

Alur diagnosis pasien meningitis

Dugaan meningitis bakterial

Imunokompromais, riwayat penyakit SSP(trauma, hidrosefalus, SOL), Bangkitan pertama, edema papil, deficit neurologic fokal, keterlambatan LP tidak Kultur darah dan LP segera ya Kultur darah segera

Deksametason + AB empiric CSS Menunjukan meningitis Bacterial ya Hasil pewarnaan Gram CSS (+) tidak Deksametason + terapi Antibiotic empiric Terapi antimikroba

Deksametason+AB Empiric

CT scan Kepala efek Massa negative

Lakukan LP ya deksametason dan yang ditargetkan

14

Tabel. Terapi Antimikroba Empiris untuk Meningitis Purulen berdasarkan Usia dan Faktor Predisposisi Spesifik. Faktor Predisposisi Usia <1 bulan Streptococcus agalactiae, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Klebsiella sp. Vankomisin + sefalosporin generasi 3 1-23 bulan Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitides, S. agalactiae, Haemophilus influenza, E. coli Vankomisin + sefalosporin generasi 3 (seftriakson/sefotaksim) 2-50 tahun N. meningitides, S, pneumonia deksametason+ rifampin (seftriakson/sefotaksim) deksametason+ rifampin Ampisilin + sefotaksim/ aminoglikosida Bakteeri Patogen Terapi Antimikroba

Vankomisin + ampisilin + sefalosporin generasi 3 (seftriakson/sefotaksim)deksametason >50 tahun S. pneumoniae, N. meningitides, L. monocytogenesis, bacilli aerobic gram- negative Trauma kepala S. pneumonia, H. influenza, Vankomisin + sefalosporin generasi 3 (seftriakson/sefotaksim) fraktur basis kranii Strep hemolyticus grup A + rifampin

Staphylococcus aureus, Trauma penetrasi Staphylococci koagulasenegatif (terutama S. epidermidis), bacilli aerobic gram-negatif (termasuk P. aeruginosa) Pascabedah saraf Staphylococci koagulase-

Vankomisin + sefepim/ seftazidim/ meropenem

Vankomisin + sefepim/seftazidim/

15

negatif (terutama S. epidermidis), bacilli aerobic gram-negatif (termasuk P. aeruginosa),S.aureus Shunt CSS Staphylococci koagulasenegatif (terutama S. epidermidis), bacilli aerobic gram-negatif (termasuk P. aeruginosa),S.aureus, Propionibacterium acnes Imunokompromais

meropenem

Vankomisin + sefepim/seftazidim/ meropenem (pada bayi dan anak-anak vankomisin cukup kecuali pada pewarnaan gram ditemukan basil gram negative)

Ampisilin+ sefaloporin generasi 3 (sefotaksim/ seftriakson)

Table. Durasi terapi Antimikroba untuk meningitis Bakterial berdasarkan bakteri pathogen yang Terisolasi. Mikroorganisme Neisseria Meningitidis Haemophilus influenza S. Pneumoniae S. agalactiae Durasi Terapi (hari) 7 7 10-14 14-21 21 (neonates 2 minggu setelah kultur CSS Bacilli aerobic gram negative 1 steril atau >3 minggu) >21

Listeria monocytogenes

16

BAB III PEMBAHASAN A. Pengkajian Pola Fungsional Menurut GORDON I. Identitas Pasien Nama Umur Agama Jenis Kelamin Status Pendidikan Pekerjaan Suku Bangsa Alamat Tanggal Masuk : A : 13 bulan 21 hari : Islam : Laki laki : Lajang ::: Jawa : Jalan Budiman No. 53 Air Dingin, Bengkulu : 13 Maret 2010

Tanggal Pengkajian : 15 Maret 2010 No Register Diagnosa Medis :: Meningitis

II.

Identitas Penanggung Jawab Nama Umur : Sri Rukmini : 42 tahun

Hub Dengan Pasien : Ibu Pekerjaan Alamat III. Status Kesehatan a. Status Kesehatan Saat Ini 1. Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini) : Kejang. 2. Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini : Sebelumnya di rumah klien sudah seminggu menderita demam, flu dan batuk. Klien mulai kejang pada tanggal 13 Februari 2010 jam 23.00 (pada saat kejang mata melirik ke atas, kejang pada seluruh badan, : Ibu Rumah Tangga : Jalan Budiman No. 53 Air Dingin, Bengkulu

17

setelah kejang klien sadar dan menangis pada saat kejang keluar buih lewat mulut). 3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya : dibawa ke IRD. b. Satus Kesehatan Masa Lalu 1. Penyakit yang pernah dialami : Diare 2. Pernah dirawat : Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare pada saat berumur 1 bulan. 3. Alergi : Tidak ada alergi 4. Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll). c. Riwayat Penyakit Keluarga Ibu mengungkapkan bahwa saat klien menderita panas dan kejang didalam keluarga tidak ada yang menderita sakit flu/ batuk. d. Diagnosa Medis dan therapy Meningitis.

IV.

Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual) a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan. Ibu mengungkapkan bahwa ia menerima keadaan anaknya, dan berharap agar anaknya bisa cepat sembuh dan pulang berkumpul bersama dengan keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek klien selalu menunggui klien dan hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien datang mengunjungi klien, karean harus bekerja dan sekolah. b. Pola Nutrisi-Metabolik Sebelum sakit : Ibu mengungkapkan An.L diberikan ASI mulai

lahir sampai berumur 1 bulan.

Saat sakit

: setelah dirawat di ruang anak ibu tidak meneteki

dan diganti dengan PASI Lactogen. c. Pola Eliminasi 1) BAB Sebelum sakit : BAB lancar, konsistensi normal baik dari jumlah warna dan tidak keras.

18

Saat sakit

: BAB lancar, konsistensi lunak.

2) BAK Sebelum sakit : BAK normal, frekuensi normal, warna kuning

normal tidak ada darah.

Saat sakit

: BAK normal, frekuensi normal, warna kuning

normal tidak ada darah. d. Pola aktivitas dan latihan 1) Aktivitas Kemampuan Perawatan Diri Makan dan minum Mandi Toileting Berpakaian Berpindah 0 1 2 v v v v v 3 4

0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total

2) Latihan Sebelum sakit Saat sakit e. f. g. Pola kognitif dan Persepsi Pola Persepsi-Konsep diri Pola Tidur dan Istirahat Sebelum sakit Saat sakit : An. L tidur kurang lebih 12 jam sehari : Pasien lebih rewel

19

h. Pola Peran-Hubungan i. Pola Seksual-Reproduksi Sebelum sakit Saat sakit j. Pola Toleransi Stress-Koping : k. Pola Nilai-Kepercayaan : : :

V.

Pengkajian Fisik a. Keadaan umum : Anak tampak tidur dengan menggunakan IV Cath

pada tangan kanan, kesadaran compomentis, nadi 140 x/mnt, suhu 385 OC, pernafasan teratur 40 x/menit. Tingkat kesadaran GCS : komposmetis : verbal:Psikomotor:Mata :

Tanda-tanda Vital : Nadi= 140, Suhu= 38 0 C, TD= 160/110 mmHg, R = 36 b. Keadaan fisik 1. Kepala dan leher : Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam

dan penyebarannya merata, ubun-ubun besar masih belum menutup, teraba lunak dan cembung, tidak tegang. Lingkar kepala 36 cm. 2. Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak terdapat sub kunjungtival bleeding. 3. Telinga tidak ada serumen. 4. Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung. 5. Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis. 6. Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk. c. Dada : Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak terdapat retraksi otot bantu pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2 tunggal tidak ada bising/murmur. d. Abdomen : Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat

meteorismus, bisingn Usus + normal 5 x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba. Kandung kemih teraba kosong. e. Integumen : Keadaan kulit normal tidak terjadi lesi

20

f. Ekstremitas

: Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak

ada kelainan dalam segi bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien mampu menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak sendi. Ekstrimitas kanan sering terjadi spastik setiap 10 menit selama 1 menit. g. Neurologis : :-

Status mental dan emosi

Pengkajian saraf kranial : Pemeriksaan refleks refleks babinsky + h. Pemeriksaan Penunjang Data laboratorium yang berhubungan Kalium serum normal 3,5-5,5 mEq/L Na Serum normal 135-145 mEq/L Kalsium serum normal 8,0-10 mg/dl : Pada saat dikaji refleks menghisap klien +,

B.

Rencana Keperawatan 1. Dx. Decrease Intracranial Adaptive Capacity Domain 9 : Coping/Stress Tolerance Class 3 : Neurobehavioral Stress Definisi : Mekanisme cairan intracranial dinamis yang biasanya mengkompensasi untuk meningkatkan volume intracranial yang terganggu, mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial yang tidak proporsional dalam berbagai respon rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya. Faktor yang berhubungan : - Peningkatan tekanan intracranial 10-15 mmHg

21

NOC : a. Neurological Status Definisi : Kemampuan perifer dan sistem syaraf pusat untuk

menerima,nmemproses, dan merespon stimulus internal dan eksternal. Indikator : Klien mampu mempertahankan kesadaran Klien mampu mempertahankan tekanan intrakranial dalam rentang normal Klien mampu berkomunikasi secara jelas Klie mampu mempertahankan pola napas yang baik Klien tidak mengalami hipertermi

b. Tissue Perfussion : Cerebral Definisi : Adekuatnya aliran darah yang melewati pembuluh kecil pada ekstrimitas untuk memelihara fungsi jaringan. Indikator : Klien mampu mempertahankan suhu kulit ekstremitas pada rentang normal Klien mampu mempertahankan kekuatan nadi radial kanan Klien mampu mempertahankan kekuatan nadi femoral kanan

NIC : a. Cerebral perfusion promoting Definisi : promosi akan adekuatnya perfusi dan membatasi pengalaman komplikasi atau resiko untuk tidak adekuatnya perfusi serebral klien. Aktifitas : Menjaga level PCO2 pada 25 mmHg atau lebih besar Monitor adanya perdarahan, misalnya tes feses Monitor status neurologis

22

Monitor tekanan intrakranial klien dan respon neurologis ketika melakukan aktivitas

Monitor mean arterial pressure (MAP) Monitor CVP

b. Neurologic monitoring Definisi : mengumpulkan dan menganalisis data klien untuk mencegah atau mengurangi komplikasi neurologis Aktifitas : Monitor ukuran, bentuk, simetris, dan kereaktifan pupil Monitor level kesadaran Monitor tanda vital : suhu, tekanan darah, nadi, pernapasan. Monitor ICP dan CPP Monitor refleks kornea Monitor kesimetrisan wajah Monitor peningkatan frekuensi neurologis Mencegah aktifitas yang dapat meningkatkan tekanan intracranial

c. Vital Sign Monitoing Definisi : mangumpulkan dan manganalisis data tentang kardiovaskuler, pernapasan, suhu untuk menetapkan dan mencegah komplikasi. Aktifitas : Monitor tekanan darah stelah klien mengguanakan medikasi, jika memungkinkan Monitor tekanan darah, nadi, dan pernapasan sebelum, selama, dan setelah melakukan aktifitas Monitor kehadiran dan kualitas nadi Monitor suara paru-paru Monitor pola napas yang tidak normal Mengidentifikasi penyebab kemungkinan perubahan tanda vital
23

2. Dx. Hyperthermia Definisi : Suhu badan melebihi suhu normal Karakteristik : Convulsions Increase in body temperature above normal range Seizures Tachycardia Warm to tuch

NOC : a. Thermoregulation Definisi : keseimbangan antara produksi panas, memperoleh panas dan kehilangan panas

Indikator : - Klien dapat berkeringat ketika panas - Klien melaporkan keadaan suhu yang nyaman - Suhu badan menurun sampai rentang normal - Klien sudah tidak merasakan sakit keoalanya

b. Vital Signs Definisi : sejauh mana temperatur, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah berada dalam rentang normal.

Indikator : - Suhu klien menurun sampai pada suhu normal - Pernafasan klien normal - Tekanan darah diastolik menurun sampai rentang normal - Tekanan darah sistolik menurun sampai rentang normal

24

NIC : a. Fever treatment Definisi : Penatalaksanaan klien dengan kondisi hyperthermi yang diakibatkan bukan faktor lingkungan.

Aktivitas : Memonitor suhu badan klien sesering sesuai kebutuhan Memonitor cairan yang hilang Memonitor suhu dan warna kulit klien Memonitor tekanan darah, nadi dan pernafasan klien Memonitor aktivitas kejang klien Memnitor niai White Blooh Cell, hemoglobin dan hematokrit

b. Vital Signs Monitoring Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data mengenai jantung, respirasi dan suhu badan untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Aktivitas : Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan klien. Memonitor tekanan darah setelah klien mendapatkan pengobatan Melakukan auskultasi pada kedua lengan klien dan dibandingkan antara keduanya Memonitor tekanan darah, nadi dan pernafasan klien sebelum, pada saat dan sesudah melakukan aktivitas. Memonitor dan melaporkan tanda dan gejala hyperthermi pada klien Memonitor irama dan tingkat jantung klien Memonitor tingkat dan irama pernafasan klien

c. Seizure Precaution Definisi : Mencegah dan meminimalkan cedera potensial yang terjadi terus menerus oleh klien dengan gangguan kejang yang dikenal.

25

Aktivitas : - Menyediakan tempat tidur yang rendah untuk klien - Memonitor dalam pemberian obat kepada klien - Memonitor kepatuhan klien dalam meminum obat anti epilepsi dengan memberikan informasi dan pengarahan kepada keluarga klien - Menginsturksikan kepada keluarga klien mengenai obat dan efek sampingnya - Menginstruksikan kepada kelurga klien mengenai penanganan pertama ketika terjadi kejang - Menginstruksikan kepada keluarga klien untuk memanggil perawat atau dokter ketika terjadi sesuatu yang berbahaya pada klien.

3. Dx. Diagnosa: Deficiency Knowledge Definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik. Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, perilaku tidak sesuai.

Faktor yang berhubungan : Keterbatasan kognitif Kurangnya keinginan untuk mencari informasi Tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

NOC : a. Knowledge : disease process b. Knowledge : health Behavior Kriteria Hasil : Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan Klien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

26

Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

NIC : a. Teaching : disease Process Definisi: membantu klien untuk memahami informasi terkait dengan proses penyakit tertentu. Aktifitas:

Memberikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien tentang proses penyakit yang spesifik

Menjelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

Menggambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

Menggambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Mengidentifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat Menyediakan informasi pada klien tentang kondisi, dengan cara yang tepat Menyediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan klien dengan cara yang tepat

Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit

Mengeksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

b. Health education Definisi: mengembangkan dan menyediakan instruksi dan memfasilitasi pengalaman belajar adaptasi sukarela dari perilaku kesehatan yang

berhubungan dengan individu dalam kelompok keluarga atau komunitas.

27

Aktifitas: Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang dapat meningkatkan atau menurunkan motivasi untuk perilaku kesehatan Menghindari kekhawatiran atau ketakutan tehnik seperti strategi untuk memotivasi orang-orang untuk mengubah perilaku kesehatan atau gaya hidup Menggunakan diskusi kelompok dan bermain peran untuk mempengaruhi keyakinan kesehatan, sikap, dan nilai Menggunakan instruksi bantuan komputer, televisi, video interaktif, dan teknologi lainnya untuk menyampaikan informasi Melibatkan individu, keluarga, dan kelompok dalam perencanaan dan pelaksanaan rencana untuk modifikasi gaya hidup atau perilaku kesehatan Menentukan keluarga, rekan, dan dukungan masyarakat untuk perilaku yang kondusif bagi kesehatan Merancang dan menerapkan strategi untuk mengukur hasil pada interval reguler klien selama dan setelah selesainya program

4. Risk for Injury Domain Kelas 2 :11 Keamanan / Perlindungan : Cedera fisik

Definisi : Resiko mengalami cedera sebagai akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan defensif individu

Faktor resiko

: disfungsi sensorik

NOC : a. Safe home environment Indikator : Klien mampu menyediakan penyimpanan obat Klien mampu mengamankan barang yang berbahaya

28

b. Seizure control Indikator : Klien mampu menggunakan obat yang diresepkan Klien mampu menghubungi petugas kesehatan ketika efek samping pegobatan terjadi

NIC : a. Seizure Manajemen Definisi :Perawatan pasien selama serangan dan pasca stabil

Aktivitas : Monitor arah mata dan kepala selama serangan kejang pada klien Membantu melepaskan pakaian klien Memantau jalan nafas klien Monitor tanda-tanda vital Mencatat durasi serangan kejang Mencatat karakteristik serangan, bagian tubuh yang mengalami, aktvitas motorik dan perkembangan serangan Mengelola pengobatan yang diperlukan klien

b. Environmental managemen : Safety Definisi : Memonitor dan memanipulasi lingkungan fisik untuk mendorong keamanan.

Aktivitas : Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan level fisik dan kognisi serta riwayat kebiasaan Menghilangkan benda yang berbahaya yang ada di dekat klien jika dimungkinkan Memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko yang terjadi Mengedukasi individu beresiko tinggi dan keluarga tentang lingkungan yang berbahaya.

29

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Meningitis adalah radang pada meningen (selaput yang mengelilingi otak dan medulla spinalis). 2. Penyebab dari Meningitis a. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus. Bakteri paling sering dijumpai ialah jenis bakteri akut, yaitu Neiserria meningitidis (meningitis meningokokus), Streptococcus pneumoniae (pada dewasa), dan Haemophilus influenzae (pada anak- anak dan dewasa muda) b. Virus disebabkan oleh agen- agen virus yang bervariasi, seperti gondok, herpes simpleks, dan herpes zooster. c. Organisme jamur. 3. Faktor resiko a. Faktor predisposisi b. Faktor maternal c. Faktor imunologi d. Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan system persarafan e. Faktor yang berkaitan dengan status sosial-ekonomi rendah 4. Manifestasi klinik pada meningitis demam, nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk. Adapun manifestasi klinik sesuai dengan golongan umur, baik neonatus, bayi atau anak kecil, dan anak yang lebih besar. 5. Komplikasi Meningitis: Tuli, Buta, Efusi subdural (20%-30% kasus), Peningkatan sekresi hormone antideuretik (ADH), Perkembangan terlambat atau gangguan intelaktual, Hidrosefalus, Edema serebri, Gangguan kejang kronis, Paresis otototot wajah, Individu dapat mengalami disabilitas permanen, kerusakan otak, atau meninggal akibat ensefalitis atau, yang lebih jarang, meningitis, Kejang dapat terjadi. 6. Cara mendiagnosis: 1) Anamnesis 2) Pemeriksaan diagnostik

30

3) Pemeriksaan laboraturium 4) Pemeriksaan fisik dan neurologis 5) Pemeriksaan penunjang 6) Pencitraan 7. Penatalaksanaan Meningitis terdiri atas: medis dan keperawatan. 8. Diagnosis yang diangkat dari kasus pada laporan ini adalah: Decrease Intracranial Adaptive Capacity, hyperthermia, Deficiency Knowledge, dan Risk for injury.

B. Implikasi Keperawatan 1. Perawat sebaiknya mengetahui dan meningkatkan ilmu mengenai Meningitis. 2. Perawat dapat melakukan pengkajian dengan cermat untuk memantau karakteristik klinis tahap awal penyakit. 3. Perawat memeriksa fungsi neurologik dan memantau tingkat kesadaran. 4. Perawat memantau TTV klien dan asupan cairan dan elektrolit pada klien meningitis. 5. Perawat harus menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai Meningitis baik bagaimana pengobatan, dan komplikasi lebih lanjut. 6. Perawat juga mampu memberikan dukungan baik sifatnya spiritual atau psikis terhadap pasien dalam memberikan penatalaksanaan Meningitis 7. Perawat juga mampu meningkatkan keahlian yang dimiliki dalam memberikan kenyamanan pasien saat menerima pengobatan 8. Perawat lebih sensitif mengenai kenyamanan yang ada pada diri pasien pada saat pasien merasakan nyeri. 9. Perawat dapat memberikan fasilitas yang dibutuhkan pasien dan dan menjaga lingkungan untuk menurunkan stimulus dari lingkungan. demi meningkatkan kesembuhan pasien

C. Saran 1. Untuk perawat Perawat lebih banyak lagi dalam mencari informasi tentang Meningitis sehingga bisa menambah wawasan yang lebih maksimal dan dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia pada baik dan benar.

31

Meningkatkan kepekaan terhadap rasa ketidaknyamanan yang ada pada diri penderita Meningitis Perawat mampu melakukan tindakan preventif dan promotif dengan tepat agar dapat meningkatkan kesembuhan pasien

2. Untuk mahasiswa Dapat mempelajari apa itu Meningitis serta gejala dan komplikasi yang muncul Meningkatkan ketrampilan untuk merumuskan asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien

3. Untuk masyarakat Masyarakat dapat mengetahui gejala awal yang ditimbulkan agar tidak berkelanjutan dan tidak menimbulkan komplikasi Masyarakat mengetahui cara penanganan pertama yang ditimbulkan dari Meningitis

32

Anda mungkin juga menyukai