MAKALAH
SaHaBaT Kierkegaard
OLEH: R MATINDAS
Pengantar
Kierkegaard tidak dapat disangkal adalah salah satu tokoh yang dikagumi banyak filsuf. Bahkan ada filsuf yang secara terbuka mengatakan Kierkegaard adalah empu yang kemampuannya jauh di atas filsuf-filsuf lainnya. Ludwig Wittgenstein mengatakan bahwa Kierkegaard adalah filsuf abad 19 yang pikirannya paling mendalam. . Meskipun demikian, paling tidak dalam kesan saya, banyak pikiran Kierkegaard yang kelihatannya terlepas satu dari lainnya. Hal ini mungkin disebabkan seringnya Kierkegaard menulis dengan nama samaran, sehingga tentu saja ia tidak bebas dalam mengaitkan gagasan dalam satu karya (yang ditulis dengan nama samaran tertentu) dengan karya lain yang ditulis dengan nama samaran yang berbeda. Tulisan saya ini adalah upaya mengintergrasikan pikiran-pikirannya ke dalam suatu kerangka pikiran yang memungkinkan setiap gagasan itu dikaitkan satu dengan lainnya. Untuk kepentingan itu, saya menggunakan suatu kerangka pemikiran yang dinamai Analisis SaHaBaT Kata SaHaBaT memang sengaja ditulis dengan cara yang tidak lazim. Tujuannya adalah untuk mengingatkan bahwa kata ini merupakan singkatan dari Sasaran, Hambatan, Bantuan dan Tindakan. Dengan demikian, mengalisis SaHaBaT Kierkegaard adalah mencoba memahami Sasaran yang ingin ia capai, Hambatan-hambatan yang ia temui, Bantuan-bantuan yang dapat ia manfaatkan, serta akhirnya Tindakan yang ia lakukan. Dalam upaya menganalisis SaHaBaT Kierkegaard, saya terutama mengacu pada riwayat hidup Kierkegaard sebagaimana yang ia ungkapkan dalam buku hariannya. Tentu saja saya tidak pernah membaca buku harian aslinya, yang ditulis dalam bahasa Denmark. Selain itu, peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi sekitar masa kehidupan Kierkegaard adalah juga bagian dari data yang dianalisis untuk memahami Hambatan yang dihadapi dan Bantuan yang diperoleh Kierkegaard dalam mengusahakan sasarannya. ada beberapa hal yang saya jadikan bahan dasar analisis. Di samping kedua hal tersebut, beberapa bagian dari analisis dilakukan dengan menyadari bahwa Kierkegaard sangat sering menulis dengan menggunakan nama samaran.
Makalah Kuliah Umum | Februari 2011
2
Agar jalan pikiran penulis dalam merumuskan SaHaBaT Kierkegaard dapat diikuti pembaca, naskah ini akan diawali dengan penjelasan singkat tentang paradigma SaHaBaT dan dilanjutkan dengan paparan mengenai riwayat hidup Kierkegaard serta peristiwa-peristiwa penting di jamannya. Setelah itu barulah diajukan uraian mengenai Sasaran, Hambatan, Bantuan dan Tindakan Kierkegaard. Khusus mengenai Tindakan Kierkegaard yang diulas bukanlah perbuatan sehari-hari, melainkan pikiran/gagasan yang ia kemukakan.
4
sempat bertunangan dengan Regina, Kierkegaard kemudian memutuskan pertunangan itu tanpa sebuah alasan yang dipahami orang. Ia hanya menyatakan bahwa ia tidak layak untuk Regina karena ia memiliki sifat dan masa lalu yang tidak baik.
Sasaran Kierkegard
Usaha memahami Kierkegaard saya mulai dengan mempertanyakan hal yang sebetulnya ingin dicapai Kierkegaard. Untuk menjawab pertanyaan ini saya tidak bisa tidak menelusuri riwayat hidupnya. Saya kemudian menyimpulkan bahwa Kierkegaard sangat ingin mengatasi konflik batinnya. Ia ingin pembenaran terhadap keputusan moralnya. Dalam hal ini ia bukan mengharapkan pembenaran dari orang lain, melainkan pembenaran oleh diri sendiri. Psikologi mengenal hal ini sebagai rasionalisasi, yaitu usaha yang dilakukan kesadaran manusia untuk melindungi dirinya dari perasan bersalah atau perasaan lain yang menimbulkan ketidaknyamanan. Kebutuhan akan pembenaran oleh diri sendiri bisa dipahami karena ia berasal dari keluarga Kristen yang punya reputasi. Ayahnya adalah seorang pendeta sehingga sejak kecil ia telah dicekoki oleh aturan-aturan normatif. Ia jadi percaya bahwa ia harus begini dan tidak boleh begitu. Ketika ia melakukan yang berbeda dengan keharusan, kesadarannya menghukum dirinya. Paling tidak ada dua kesadaran yang sangat menghukum Kierkegaard. Yang pertama adalah pengetahuannya bahwa ayahya telah menghamili ibunya, jauh sebelum mereka menikah secara resmi. Yang kedua adalah dosa pribadinya yang hanya secara samar-samar ia akui, terutama dalam membuat putusan mengakhiri hubungan pertunangannya dengan Regina. Kierkegaard memang tidak pernah berterus terang mengenai apa kesalahan yang pernah ia lakukan sehingga ia merasa tidak layak menikahi Regina, tapi ia jelas mengatakan ia tidak pantas untuk Regina. Keyakinan akan ajaran moral di satu pihak dan kesadaran bahwa ayahnya telah melanggar ajaran moral itu pasti mengganggu ketenangan Kierkegaard, demikian juga dengan anggapannya bahwa ia tak layak jadi suami Regina yang sangat ia cintai dan juga membalas cintanya. Keputusannya untuk mengakhiri hubungan pertunangan dengan Regina mungkin sekali disebabkan oleh anggapan bahwa ia sebagai orang yang berdosatidak layak menikahi Regina dan menyeret orang yang dicintainya ke dalam lembah aib. Hubungan baik dan kekaguman pada ayahnya membuat Kierkegaard juga tidak leluasa untuk menyerang ayahnya. Cintanya kepada ayahnya membuat ia harus dapat mengampuni kesalahan ayahnya. Bukti bahwa ia berusaha tidak menyakiti ayahnya tampak pada keputusannya untuk menunda kritik terhadp Gereja Denmark sampai ayahnya meninggal. Artinya ia hanya mau bicara jujur tentang kritiknya terhadap gereja kalau ayahnya sudah meninggal. Karena kegelisahan yang mencekam Kierkegaard adalah konflik batin, ia kemudiansadar maupun tidakmencari cara untuk menyelesaikan konflik batin itu melalui pemikiran yang dapat ia terima. Pemikiran yang murni rasional ternyata tidak mampu memberikan kedamaian hati dan karena itu ia kemudian mengembangkan sebuah pemikiran (yang sebetulnya tetap rasional) untuk menyimpukan perlunya pemahaman tentang manusia sebagai sesuatu yang
5
memiliki tiga dunia; dunia indrawi, dunia moral dan dunia religi. Ketiga dunia ini memiliki cara menilai kebenaran yang berbeda-beda. Dalam pergulatan batinnya, Kierkegaard memang terkesan ingin berontak terhadap otoritas yang dianggapnya munafik. Kierkegaard jelas berusaha merumuskan sebuah cara berpikir yang menghasilkan kriteria yang dapat diandalkan untuk menilai benar-tidaknya sebuah keputusan. Inilah yang saya anggap sebagai Sasaran utama Kierkegaard.
6
batin yang ia miliki. Berbagai peristiwa yang ia tulis dalam catatan hariannya jelas memaksanya untuk mengembangkan sebuah penalaran-moral yang dapat menenangkan dirinya.
7
Apa sebetulnya Kebenaran itu? Banyak orang beranggapan bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara kesimpulan dengan kenyataan. Tapi kita tahu bahwa kenyataan itu tidak abadi. Kenyataan hari ini bisa berbeda dengan kenyataan masa lalu maupun kenyataan masa datang. Lalu apakah yang sekarang benar masih akan benar di kemudian hari? Dapatkah kita mencapai kebenaran yang hakiki? Kalau kenyataan terus menerus berubah, maka yang bisa diyakini hanyalah pernyataan ini benar dengan keterbatasan ruang, waktu dan beberapa situasi lain Apakah cukup berpegangan pada kebenaran? Membuat keputusan moral pada dasarnya adalah usaha memecahkan masalah moral bukan masalah indrawi. Dalam kegiatan pemecahan masalah, ada kalanya pengetahuan yang benar tidak bermanfaat. Montir yang akan memperbaiki sebuah mobil misalnya, tidak akan terbantu oleh pengetahuan yang (benar) bahwa nama pemilik mobil itu adalah Asmet (bukan Asmat) dan hari itu adalah hari Kamis (bukan hari Jumat) dan seterusnya. Mana yang lebih penting: definisi atau makna? Ilmu sering bersibuk diri membuat konstruk dengan definisi yang mengusahakan kepastian pengertian. Di lain pihak definisi-definisi itu menjadi kurang relevan dalam interaksi sehari-hari. Ilmuwan mungkin mendefinisikan mobil sebagai salah satu alat transportasi yang ..... Untuk tiap-tiap orang awam mobil bisa punya makna yang berbeda beda. Ada yang memaknai mobil sebagai syarat untuk mendekati Nenggenit dan yang lain mungkin memaknainya sebagai alat untuk mencari rejeki dan sebagainya Diilhami oleh pandangan Kant, Kierkegaard menegaskan bahwa manusia tidak pernah dapat benar-benar mengetahui keberanan. Menurut Kierkegaard, penafsiran manusia terhadap kebenaran objektif tidak pernah bersifat final. Oleh karena itu, pada akhirnya yang paling penting adalah menyakini bahwa sesuatu itu benar. Peyakinan ini adalah iman, yang tidak memerlukan bukti empirik. Kierkegaard menggunakan kisah Abraham (Ibrahim) sebagai ilustrasi dari keyakinan ini. Dengan penuh keyakinan Abraham mentaati permintaan Tuhan agar ia mengorbankan anaknya. Keberhasilan seseorang untuk benar-benar menyakini suatu kebenaransubjektif akan dapat dicapai seseroang ketika ia mencapai jenjang eksistensi yang tertinggi yaitu jenjang eksistensi Religius. Jenjang yang sebelumnya adalah jenjang moral (etis) dan jenjang terrendah adalah jenjang indrawi (jenjang estetis; dari kata Yunani aisthesis yang berarti pengindaraan). Pada tiap jenjang eksistensi manusia memiliki suatu cara memandang dunia (worldview atau weltanschaung) yang berbeda-beda. Cara memandang dunia ini dapat disebut sebagai sistem nilai dan asumsi (Sina) yaitu kesatuan dari hal-hal yang dianggap (diasumsikan, dipercaya, diyakini) sebagai hal yang benar, penting atau berguna. Sina ini bersifat dinamis dan berkembang dari waktu ke waktu sebagai sintesis antara pengalaman-sesaat (the temporal) dengan yang-abadi. Pada jenjang eksistensi yang paling rendah, manusia hanya berorientasi pada pemuasan hasrat semata, tanpa membuat pertimbangan mengenai benar/salah, penting/tidak serta bermanfaat atau mencelakakan. Sistem nilai dan asumsinya dipenuhi dengan pengetahuan mengenai cara-cara untuk memuaskan hasrat. Pada jenjang moral/etis, Sina ini telah berkembang (bukan berganti) sehingga aksi (tindakan) tidak hanya didasarkan pada intensi (hasrat dan sensasi) melainkan juga pada pertimbangan moral. Di tahap ini manusia
Makalah Kuliah Umum | Februari 2011
8
mencoba menghadapi TALI (tuntutan, anjuran, larangan dan informasi) yang ada di lingkungannya. Bila yang bersangkutan terlalu mengandalkan rasio dalam usaha membebaskan diri dari TALI lingkungan, ia pada akhirnya akan gagal. Kenyataan hidup sering berisi keharusan untuk memilih hanya satu dari (minimal) dua pilihan yang tersedia. Ada kalanya kita harus memilih satu dari dua perbuatan baik karena tidak mungkin melakukan dua-duanya. Padahal, tidak melakukan suatu perbuatan baik sebetulnya secara tidak langsung berarti melakukan sebuah kejahatan. Contohnya, bila di pantai saya melihat dua anak yang akan tenggelam dan mereka berada dalam jarak yang berjauhan. Jika menolong si A, saya tidak mungkin menolong si B. Demikian pula sebaliknya. Untuk mengatasi kecemasan yang tidak mungkin dihindari karena kenyataan hidup memang berisi kepahitan, manusia harus mau berserah diri kepada Yang Ilahi. Manusia harus mau menerima bahwa yang penting adalah menjalankan misinya seperti yang ditetapkan oleh Yang Ilahi dan bukan menjalankan tujuan hidup seperti yang ia pribadi inginkan. Manusia mungkin tidak pernah benar-benar sadar apa sesungguhnya yang merupakan misinya tetapi hal itu tidak menjadi persoalan selama ia menyakininya (sebagai kebenaran yang subjektif). Adanya keyakinan inilah yang merupakan syarat untuk menjalankan eksistensi religius.
Rangkuman
Inti gagasan Kierkegaard adalah adanya tiga jenjang eksistensi yang bisa dijalani oleh seseorang. Ketiga jenjang itu adalah jenjang eksistensi indrawi, jenjang eksistensi moral/etis dan jenjang eksistensi religius. Manusia harus berusaha untuk mencapai jenjang tertinggi karena hanya di jenjang ini manusia bisa menjalani kehidupan sejati yang bebas dari kemunafikan, kecemasan dan keputusasaan. Untuk mampu mencapai jenjang eksistensi religius, manusia harus menyadari bahwa kodrat manusia adalah memilih, membuat keputusan. Dalam membuat keputusan hidup pengetahuan tentang kebenaran yang ojektif semata tidaklah cukup. Yang dibutuhkan bertindak sesuai dengan yang diyakini sebagai benar meskipun selalu ada kemungkinan bahwa keyakinan itu keliru. Hanya dengan menyakini bahwa sesuatu itu benar, manusia akan tenang (tidak cemas). Hidup tanpa kemunafikan dalam jenjang eksistensi religius adalah pengakuan terhadap subjektivitas kebenaran yang hanya dapat dicapai melalui penyerahan diri
Penutup
Terinspirasi oleh subjektivitas kebenaran, maka pada akhirnya (bagi saya) tidaklah terlalu penting apakah pemahaman saya mengenai SaHaBaT Kierkegaard memang benar-sesuai dengan kenyataan objektif. .
Disampaikan dalam Kuliah Umum Filsafat Salihara Subyektivitas Menurur Sren Kierkegaard, Sabtu 12 Februari 2011. Makalah ini milik Kalam dan tidak untuk diterbitkan di mana pun.
Sumber InformasiPenulisan
Dru, Alexander: The Soul of Kierkegaard, Mineola, New York Dover Publication Inc. 2003 Hannay, Alastair, Soren Kierkegaard. A Literary review, London Penguin Group 1846 Hannay, Alastair, Soren Kierkegaard, Either/Or, A fragment of Life, London Penguin Group 1992 Thomas Hidya Tjaya: Kierkegaard dan pergulatan menjadi diri sendiri , Jakarta, Kepustakaan populer Gramedia 2004
Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520 Indonesia t: +62 21 7891202 f:+62 21 7818849 www.salihara.org Makalah Kuliah Umum | Februari 2011