Anda di halaman 1dari 14

BELL PALSY

Oleh: Michael Lambert, MD. Fellowship Director of Emergency Ultrasound, Clinical


Assistant Proffesor, Department of Emergency Medicine, Resurrection Medical center

PENDAHULUAN Bell palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini berupa paresis atau paralisis fasial perifer yang terjadi tiba-tiba, bersifat unilateral tanpa penyebab yang jelas. Sindroma paralisis fasial idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh Sir Charles Bell, meskipun masih banyak kontroversi mengenai etiologi dan penatalaksanaannya, Bell palsy merupakan penyebab paralisis fasial yang paling sering di dunia. Ingatlah bahwa kemungkinan merupakan suatu gangguan Bell palsy harus disingkirkan terlebih dahulu. Penyakit lain yang tampak atau kondisinya berupa paralisis parsial sering salah didiagnosa sebagai gangguan idiopatik. Pasien-pasien dengan Bell palsy sering dibawa ke bagian gawat darurat sebelum berobat ke dokter ahli yang lain. Perubahan bentuk wajah dan kerusakan fungsional yang terjadi tiba-tiba menyebabkan orang berfikir sebagai keadaan yang gawat darurat. Pasien sering merasa takut menderita stroke atau tumor dan bila perubahan bentuk wajah mereka akan menetap. Peran dokter ahli kegawatdaruratan terdiri dari:

Menyingkirkan penyebab lain dari paralisis parsial Memberikan pengobatan yang tepat Melindungi mata Mengatur perawatan medis lanjutan.

Patofisiologi Patofisiologi pasti gangguan ini tidak diketahui; hal ini masih diperdebatkan. Sebuah teori yang paling sering dipakai adalah inflamasi yang terjadi pada nervus facialis. Selama proses ini, diameter nervus bertambah dan menjadi terdesak oleh tulang temporal. Nervus facialis berjalan melalui bagian tulang temporal yang disebut canalis facialis. Bagian pertama canalis fasialis (segmen labirintus) merupakan yang paling sempit. Lubang kecil (diameter sekitar 0.66 mm) pada segmen ini disebut foramen meatal. Nervus facialis ditinjau dari perjalanannya yang melalui canalis facialis yang sempit. Maka secara logis dapat terjadi berbagai proses inflamasi, demielinisasi, iskemia, atau penekanan yang kemudian dapat merusak kondisi neuron pada jalur anatomis ini. Anatomi Nervus facialis (nervus cranialis ke tujuh) memiliki dua komponen. Bagian yang lebih besar terdiri dari serabut saraf eferen yang merangsang ekspresi otot wajah. Bagian yang kecil terdiri dari serabut saraf perasa di sepertiga anterior lidah, serabut sekretomotor ke glandula lacrimalis dan salivarius, dan beberapa serabut saraf nyeri. Jalur saraf Jalur nervus facialis adalah sangat kompleks, akibatnya saraf ini rentan mengalami luka / jejas. Kedua bagian nervus facialis meninggalkan otak di cerebellopontine, melalui fossa cranialis posterior, masuk ke meatus acusticus internus, melalui canalis facialis di tulang temporal, selanjutnya berbelok ke belakang melewati belakang tulang tengah dan keluar dari cranium pada foramen stylomastoideus. Dari sini, nervus facialis menembus glandula parotis, dan cabang terminalnya keluar dari pleksus parotis untuk merangsang terjadinya ekspresi wajah.

Frekuensi

Di Amerika Serikat: insiden Bell palsy di Amerika Serikat adalah

sekitar 23 kasus per 100.000 orang. Kondisi ini mempengaruhi sekitar 1 orang pada 65 kehidupan.

Di dunia: insiden penyakit sama dengan Amerika Serikat.

Mortalitas/Morbiditas Bell palsy dapat menyebabkan gangguan estetik, fungsional dan psikologis pasien-pasien yang mengalami disfungsi nervus residual selama fase penyembuhan atau pada pasien-pasien dengan penyembuhan yang tidak sempurna.


volunter)

Paralisis parsial Sinkinesis motorik (gerakan involunter yang menyertai gerakan

Ras

Sinkinesis otonom (lakrimasi involunter setelah gerakan otot volunter)

Insiden Bell palsy tampak cukup tinggi pada orang-orang keturunan Jepang. Jenis kelamin Tidak ada perbedaan distribusi jenis kelamin pada pasien-pasien dengan Bell palsy Usia Usia mempengaruhi probabilitas kontraksi Bell palsy. Insiden paling tinggi pada orang dengan usia antara 15-45 tahun. Bell palsy lebih jarang pada orang-orang yang berusia di bawah 15 tahun dan yang berusia di atas 60 tahun. GEJALA KLINIS Riwayat

hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi wajah.

merasa bahwa

mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir semua keluhan yang

Nyeri postauricular: Hampir 50% pasien menderita nyeri di regio

mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis, tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.

Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata

mereka. Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.

Perubahan rasa: Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan

rasa, empat per lima pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini terjadi akibat hanya setengah bagian lidah yang terlibat.

Mata kering. Hyperacusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada hidung

akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris. Pemeriksaan fisik Gambaran paralisis wajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang lengkap dan tepat dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab lain paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika semua cabang nervus facialis tidak mengalami gangguan.

Definisi

klasik

Bell

palsy

menjelaskan

tentang

keterlibatan

mononeuron dari nervus facialis, meskipun nervus cranialis lain juga dapat terlibat. Nervus facialis merupakan satu-satunya nervus cranialis yang menunjukkan gambaran gangguan pada pemeriksaan fisik karena perjalanan anatomisnya dari otak ke wajah bagian lateral.

Kelamahan dan/atau paralisis akibat gangguan pada nervus facialis

tampak sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah) pada sisi

yang diserang. Perhatikan gerakan volunter bagian atas wajah pada sisi yang diserang.

Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motorik atas; di

atas nucleus facialis di pons), dimana sepertiga atas wajah mengalami kelemahan dan dua per tiga bagian bawahnya mengalami paralisis. Musculus orbicularis, frontalis dan corrugator diinervasi secara bilateral, sehingga dapat dimengerti mengenai pola paralisis wajah.

Lakukan pemeriksaan nervus cranialis lain: hasil pemeriksaan

biasanya normal. Membran timpani tidak boleh mengalami inflamasi; infeksi yang

tampak meningkatkan kemungkinan adanya otitis media yang mengalami komplikasi. Penyebab semua yang berkilau bukan berarti emas (William Shakespeare) Etiologi Bell palsy hingga saat ini masih tidak jelas, meskipun penyebab vaskuler, infeksi, genetik dan imunologis telah dicari. Pasien-pasien dengan penyakit atau kondisi lain kadang-kadang juga mengalami palsy nervus facialis perifer, tetapi gangguan ini tidak digolongkan sebagai Bell palsy.

Infeksi virus: Data klinis dan epidemiologis menunjukkan adanya

suatu infeksi pada awal gangguan, yang mencetuskan respon imunologis, sehingga terjadi kerusakan nervus facialis. Kuman-kuman patogen yang mungkin adalah virus herpes simpleks tipe I (HSV-1); herpes simpleks virus tipe II (HSV-2); Human herpes virus (HHV); virus varicella zoster (VZV); Mycoplasma pneumonia; Borrelia burgdorferi; influenza B; adenovirus; coxsackie virus; virus Eibsein-Barr; hepatitis A, B, dan C; cytomegalovirus (CMV); dan virus rubella.

Kehamilan: Bell palsy jarang terjadi pada kehamilan; tetapi, prognosis

adalah lebih buruk pada wanita hamil dengan Bell palsy dari pada wanita tidak hamil yang menderita penyakit ini.

Genetik: Tingkat rekurensi (4.5-15%) dan insiden familial (4.1%)

telah dinyatakan dalam berbagai penelitian. Faktor genetik mungkin berperan pada Bell palsy, tetapi mengenai faktor mana yang diwariskan masih belum jelas.

DIAGNOSA BANDING

Diabetes mellitus, tipe 1-A Diabetes mellitus tipe 2-A Fraktur, mandibula Herpes zoster Sklerosis multipel Penyakit Tick-Borne, Lyme

Gangguan lain yang harus diperhatikan:

Herpes zoster Kehamilan (terutama pada trimester ke tiga) Polyneuritis Otitis akut Otitis kronis Fraktur tulang temporal Mononucleosis infeksius

Tumor parotis Sarkoidosis Cholesteatoma pada telinga tengah Aneurisma vertebralis, arteri basilaris, atau arteri carotis Meningitis karsinomatosa Trauma wajah (tumpul, penetrasi, iatrogenic) Meningitis leukemia Lepra Sindroma Melkersson-Rosenthal Pembedahan telinga tengah Osteomielitis basis cranii Tumor basis cranii

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium

Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk memastikan

diagnosa Bell palsy. Pemeriksaan klinis menentukan pemeriksaan yang perlu dilakukan. Penyebab potensial lain pada diagnosis banding dapat dipastikan atau dicurigai berdasarkan pemeriksaan laboratorium diagnostik berikut:

o Hitung darah lengkap o Laju endap eritrosit o Pemeriksaan fungsi tiroid o Titer lyme o Kadar glukosa serum o Rapid plasma regain (RPR) atau pemeriksaan Venereal Disease
Research Laboratory (VDRL)

o Human immunodeficiency virus (HIV) o Analisa cairan serebrospinal o Titer Immunoglobulin M (IgM), immunoglobulin G (IgG), dan
immunoglobulin A (IgA) untuk CMV, rubella, HSV, hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, VZV, M pneumonia, dan B burgdorferi. Pemeriksaan pencitraan

Bell palsy masih menjadi suatu diagnosis klinis. Pemeriksaan

pencitraan tidak diindikasikan di bagian gawat darurat. Untuk menyingkirkan penyebab palsy facial harus dilakukan pemeriksaan pencitraan berikut sesuai dengan gambaran klinis yang dijumpai.

o o
diagnosa banding

CT scan wajah atau foto polos: Untuk menyingkirkan

fraktur atau metastase tulang CT scan diindikasikan bila stroke, Acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS)-keterlibatan SSP digunakan sebagai

MRI: Bila dicurigai adanya neoplasma pada tulang

temporal, otak, kelenjar parotis, atau struktur tubuh lain, atau untuk mengevaluasi sklerosis multipel, MRI merupakan pencitraan yang lebih tinggi. Perjalanan nervus facialis regio intratemporal dan ekstratemporal dari otak ke otot-otot dan kelenjar di wajah dapat dilihat dengan MRI. MRI juga diindikasikan selain CT scan. Pemeriksaan lain

Elektrodiagnosis nervus facialis: pemeriksaan

ini dilakukan untuk menilai fungsi dari nervus facialis. Pemeriksaan berikut jarang dilakukan pada keadaan gawat darurat

Elektromiografi (EMG) dan kecepatan

konduksi saraf menghasilkan gambaran grafik listrik akibat perangsangan

pada nervus facialis dan dapat merekam eksitabilitas otot-otot wajah yang dilalui oleh saraf ini. Bandingkan dengan sisi kontralateral untuk menentukan luas jejas pada nervus dan pemeriksaan ini dapat menentukan prognosis. Pemeriksaan ini tidak dilakukan pada masa akut.

o
terjadi.

Pada pemeriksaan eksitabilitas saraf,

dapat ditentukan ambang rangsang listrik akibat kontraksi otot yang

o
dengan sisi yang sehat. PENGOBATAN

Elektroneurografi

(ENoG)

membandingkan evoked potential pada sisi yang mengalami paresis

Di bagian gawat darurat: pengobatan awal bagi pasien dengan Bell palsy di ruang gawat darurat adalah penanganan farmakologis. Perawatan selanjutnya adalah edukasi pasien, anjuran perawatan mata, dan perawatan lanjutan yang sesuai.

Steroid

o Pengobatan Bell palsy dengan menggunakan steroid masih merpakan suatu kontroversi. Berbagai artikel penelitian telah diterbitkan mengenai keuntungan dan kerugian pemberian steroid pada Bell palsy. o Para peneliti lebih cenderung memilih menggunakan steroid untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Bila telah diputuskan untuk menggunakan steroid, maka harus segera dilakukan konsensus.

Zat antiviral: meskipun pada penelitian yang

pernah dilakukan masih kurang menunjukkan efektifitas obat-obat antivirus pada Bell palsy, hampir semua ahli percaya pada etiologi virus. Oleh karena itu, zat antiviral merupakan pilihan yang logis sebagai penatalaksaan farmakologis dan sering dianjurkan pemberiannya.

Perawatan mata: mata sering tidak terlindungi

pada pasien-psien dengan Bell palsy. Sehingga pada mata beresiko terjadinya kekeringan kornea dan terpapar benda asing. Atasi dengan pemberian air mata pengganti, lubrikan, dan pelindung mata. o Air mata pengganti: digunakan selama pasien terbangun untuk mengganti air mata yang kurang atau tidak ada. o Lubrikan digunakan saat sedang tidur. Dapat juga digunakan saat terbangun jika air mata pengganti tidak cukup melindungi mata. Salah satu kerugiannya adalah pandangan kabur selama pasien terbangun. o Kaca mata atau pelindung yang dapat melindungi mata dari jejas dan mengurangi kekeringan dengan menurunkan jumlah udara yang mengalami kontak langsung dengan kornea. Konsultasi: dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pemeriksaan lanjutan yang ketat. Dokumentasi yang dilakukan harus mencakup kemajuan penyembuhan pasien. Berbagai pendapat muncul mengenai perlunya rujukan ke dokter spesialis. Indikasi untuk merujuk adalah sebagai berikut:

dirujuk.

Ahli

neurologi:

bila

dijumpai

tanda-tanda

neurologik

pada

pemeriksaan fisik dan tanda-tanda yang tidak khas dari Bell palsy, maka segera

Ahli penyakit mata: bila terjadi nyeri okuler yang tidak jelas atau

gambaran yang abnormal pada pemeriksaan fisik, pasien harus dirujuk untuk pemeriksaan lanjutan.

dirujuk.

Ahli otolaryngologi: pada pasien-pasien dengan paralisis persisten,

kelemahan otot wajah yang lama, atau kelemahan yang rekuren, sebaiknya

Ahli bedah: pembedahan untuk membebaskan nervus facialis kadang

dianjurkan untuk pasien dengan Bell palsy. Pasien dengan prognosis yang buruk

10

setelah pemeriksaan nervus facialis atau paralisis persisten cukup baik untuk dilakukan pembedahan. OBAT-OBATAN Hampir semua pasien dapat sembuh tanpa pengobatan, maka dokter dapat menangani pasien tanpa pemberian pengobatan. Pilihannya adalah menunggu; tetapi beberapa individu dengan Bell palsy tidak sembuh sempurna. Dua jenis obat di bawah ini menurut penelitian cukup efektif mengobati penyakit ini.

Kategori obat: kortikosteroid memiliki efek anti inflamasi dan dapat


menyebabkan berbagai efek metabolik. Mengubah respon imun tubuh untuk menghasilkan rangsang. Nama obat Prednisone (Deltasone, Orasone, Sterapred) efek farmakologis yang berguna adalah efek antiinflamasinya, Dosis dewasa Dosis pediatrik Kontraindikasi yang menurunkan kompresi nervus facialis di canalis facialis. 1 mg/kg/hari peroral selama 7 hari Pemberian sama dengan dosis dewasa Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas; infeksi virus, jamur, jaringan konektif, dan infeksi kulit tuberkuler; penyakit Interaksi obat tukak lambung; disfungsi hepatik; penyakit gastrointestinal Pemberian bersamaan dengan estrogen dapat menurunkan klirens prednisone; penggunaan dengan digoksin dapat menyebabkan toksisitas digitalis akibat hipokalemia; fenobarbital, fenitoin, dan rifampin dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid (tingkatkan dosis pemeliharaan); monitor hipokalemia bila pemberian bersama dengan obat Kehamilan Perhatian diuretik. B biasanya aman tetapi keuntungan obat ini dapat memperberat resiko Penghentian pemberian glukokortikoid secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis adrenal; hiperglikemia, edema, osteonekrosis, miopati, penyakit tukak lambung, hipokalemia, osteoporosis, euforia, psikosis, myasthenia gravis, penurunan

11

pertumbuhan, dan infeksi dapat muncul dengan penggunaan bersama glukokortikoid

Kategori obat: antivirus infeksi herpes simpleks merupakan penyebab paling


sering dari Bell palsy. Acyclovir merupakan yang paling sering digunakan, tetapi antiviral lain mungkin lebih sesuai. Nama obat Acyclovir (Zovirax) menunjukkan aktivitas hambatan langsung melawan HSV-1 dan HSV-2, dan sel yang terinfeksi Dosis dewasa Dosis pediatrik Kontraindikasi Interaksi obat secara selektif. 4000 mg/24 jam peroral selama 7-10 hari < 2 tahun : tidak dianjurkan > 2 tahun : 1000 mg peroral dibagi 4 dosis selama 10 hari Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas Penggunaan bersama dengan probenecid atau zidovudine dapat memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan Kehamilan Perhatian toksisitas acyclovir terhadap SSP C keamanan penggunaan selama kehamilan belum pernah dilaporkan Hati-hati pada gagal ginjal atau bila menggunakan obat yang bersifat nefrotoksik PERAWATAN LANJUTAN Pasien rawat inap/jalan

Pertimbangkan pemberian prednisone dengan dosis awal 1 mg/kg/hari.

o Prednisone merupakan obat yang poten dengan resiko mengalami efek


samping yang tinggi. Bukti efektivitas obat masih belum dapat dipastikan dalam berbagai literatur. Sebelum efektivitas obat ini jelas, sebaiknya tidak digunakan sebagai standar pengobatan.

o Tanpa kontraindikasi, dan jika dokter memilih untuk menggunakan


steroid, pilihan yang tepat adalah prednisone dengan dosis tinggi, mulai pemberian seawal mungkin pada pengobatan. (pertimbangkan penurunan dosis bertahap pada hari ke lima hingga 5 mg, 2 x sehari selama 5 hari).

12

Pemberian acyclovir (zovirax) 800 mg peroral, 5 x sehari selama 10

hari; 20 mg/kg pada pasien yang berusia < 2 tahun. Bukti menunjukkan bahwa 70% kasus Bell palsy disebabkan oleh HSV. Komplikasi

Hampir semua pasien dengan Bell palsy dapat sembuh tanpa

mengalami deformitas kosmetik, tetapi sekitar 5% mengalami gejala sisa cukup berat yang tidak dapat diterima oleh pasien.

Regenerasi motorik yang tidak sempurna. Bagian terbesar dari nervus facialis terdiri dari serabut saraf eferen

yang merangsang otot-otot ekspresi wajah. Bila bagian motorik mengalami regenerasi yang tidak optimal, maka dapat terjadi paresis semua atau beberapa otot wajah tersebut.

Gangguan tampak sebagai (1) inkompetensi oral, (2) epifora (produksi

air mata berlebihan), dan (3) obstruksi nasal. Regenerasi sensoris yang tidak sempurna.

o Dysgeusia (gangguan rasa). o Ageusia (hilang rasa). o Dysesthesia gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sesuai dengan stimulus normal).

Reinervasi aberan dari nervus facialis.

o Setelah gangguan konduksi neuron pada nervus facialis dimulai dengan regenerasi dan proses perbaikan, beberapa serabut saraf akan mengambil jalan lain dan dapat berhubungan dengan serabut saraf di dekatnya. Rekoneksi aberan ini dapat menyebabkan jalur neurologik yang tidak normal. o Bila terjadi gerakan volunter, biasanya akan disertai dengan gerakan involunter (seperti gerakan menutup mata yang satu diikuti dengan gerakan

13

menutup mata disebelahnya). Gerakan involunter yang menyertai gerakan volunter ini disebut synkinesis. Prognosis

Perjalanan Bell palsy bervariasi mulai dari penyembuhan awal yang

komplit pada jejas nervus disertai dengan gejala sisa yang permanen. Secara prognostik, pasien terbagi dalam tiga kelompok dengan sejumlah gejala sisa pada masih-masing kelompok. o o Kelompok 1 mengalami perbaikan fungsi motorik wajah Kelompok 2 mengalami perbaikan fungsi motorik wajah secara sempurna tanpa disertai gejala sisa. yang tidak sempurna, tetapi tidak mengalami defek kosmetik pada mata yang tidak dilatih. o Kelompok 3 mengalami gejala sisa neurologik yang berat yang tampak secara kosmetik dan klinis.

Hampir semua pasien mengalami paralisis facial inkomplit selama

fase akut. Kelompok pasien ini memiliki prognosis yang baik untuk sembuh sempurna. Pasien yang mengalami paralisis komplit lebih beresiko mengalami gejala sisa yang berat.

Dari semua pasien dengan Bell palsy, 85% sembuh sempurna. 10%

sedikit terganggu dengan otot wajah yang asimetris, sementara 5% sisanya mengalami gejala sisa yang berat. Edukasi pasien

o o o

Perawatan mata: Lindungi mata dari paparan benda asing dan cahaya matahari. Berikan lubrikasi yang cukup. Edukasi psaien untuk segera berobat jika terjadi gangguan okuler yang

baru seperti nyeri, sulit digerakkan, atau perubahan visual.

14

Anda mungkin juga menyukai