Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KARSINOMA NASOFARING (KNF)

I.

Definisi Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146). Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian di ikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan 5 besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.

II.

Patofisiologi 1. Etiologi Meskipun penyelidikan untuk mengetahui penyebab penyakit ini telah dilakukan di berbagai negara dan telah memakan biaya yang tidak sedikit, namun sampai sekarang belum berhasil. Dikatakan bahwa beberapa faktor saling berkaitan sehingga akhirnya disimpulkan bahwa penyebab penyakit ini adalah multifaktor. Kaitan antara suatu kuman yang di sebut sebagai virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan

virus ini di butuhkan suatu mediator. Sebagai contoh, kebiasaan untuk mengkomsumsi ikan asin secara terus-menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang mendiator yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Karsinoma Nasofaring. Mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring ialah : 1) Zat Nitrosamin. Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan mediator penting. Nitrosamin juga ditemukan dalam ikan / makanan yang diawetkan di Greenland . juga pada Quadid yaitu daging kambing yang dikeringkan di tunisia, dan sayuran yang difermentasi ( asinan ) serta taoco di Cina. 2) Keadaan sosial ekonomi yang rendah. Lingkungan dan kebiasaan hidup. Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya, meningkatnya jumlah kasus KNF. Di Hongkong, pembakaran dupa rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF. 3) Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat Karsinogen. Yaitu yang dapat menyebabkan kanker, antara lain Benzopyrene, Benzoathracene ( sejenis Hidrokarbon dalam arang batubara ), gas kimia, asap industri, asap kayu dan beberapa Ekstrak tumbuhan- tumbuhan. 4) Ras dan keturunan. Ras kulit putih jarang terkena penyakit ini.Di Asia terbanyak adalah bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan. Ras melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang agak banyak kena. 5) Radang Kronis di daerah nasofaring. Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadapa karsinogen lingkungan.

2.

Tanda dan Gejala Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak a. Gejala Hidung : Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.

Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman. b. Gejala telinga Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran) Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran c. Gejala lanjut Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.

3. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982) a. Tipe WHO 1 - Karsinoma sel skuamosa (KSS) - Deferensiasi baik sampai sedang. - Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan). b. Tipe WHO 2 - Karsinoma non keratinisasi (KNK). - Paling banyak pariasinya. - Menyerupai karsinoma transisional c. Tipe WHO 3 - Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). - Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, Clear Cell Carsinoma, varian sel spindel.

- Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

4. Perluasan Tumor ke Jaringan Sekitar 1. Perluasan ke atas : ke N.II dan N. VI, keluhan diplopia, hipestesi pipi 2. Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup anterior terkena dengan gejala khas : Neuralgia trigeminal unilateral Oftalmoplegia unilateral Amaurosis Gejala nyeri kepala hebat akibat penekanan tumor pada duramater 3. Perluasan ke belakang : N.VII-N.XII, trismus, sulit menelan,

hiper/hipo/anestesi palatum,faring dan laring,gangguan respirasi dan salvias, kelumpuhan otot trapezius, stenokleidomastoideus, hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah. 4. Manifestasi kelumpuhan : N IX: kesulitan menelan akibat hemiparese otot konstriktor superior serta gangguan pengecap pada sepertiga belakang lidah. N X : Hiper / hipo / anestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai gangguan respirasi dan salvias. N XI : kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sterno kleido mastoideus, serta hemiparese palatum mole. N XII : hemiparese dan atropi sebelah lidah

5.

Penentuan Stadium TUMOR SIZE (T)

T T0 T1 T2

Tumor primer Tidak tampak tumor Tumor terbatas pada satu lokasi saja Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas pada rongga nasofaring

T3 T4 Tx N0 N1 N2 N3

Tumor telah keluar dari rongga nasofaring Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang tengkorak atau saraf-saraf otak Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap REGIONAL LIMFE NODES (N) Tidak ada pembesaran Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat digerakkan Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar METASTASE JAUH (M)

M0 Tidak ada metastase jauh M1 Metastase jauh Stadium I : T1 No dan Mo Stadium II : T2 No dan Mo Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo atau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1

6. Pemeriksaan Penunjang 1) Nasofaringoskopi a. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter b. Biopsi multiple c. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang) d. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai. 2) Dapat dilakukan pemeriksaan diantaranya yaitu : a. Foto tengkorak, yaitu foto bagian/ potongan anteriposterior, lateral, dan waters menunjukkan massa jaringan lunak didaerah nasofaring

b. Foto dasar tengkorak dapat terlihat destruksi atau erosi tulang didaerah fosa serebri media. c. CT scan daerah kepala dan leher terlihat adanya massa dengan terlihat adanya kesuraman. CT scan dengan kontras menunjukkan massa yang besar mengisi sisi posterior dari rongga hidung dan nasofaring dengan perluasan ke sisi kiri dalam daerah nasofaring. d. Biopsi dari hidung dan mulut. Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/ daerah yang dicurigai. Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi posterior. Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali. Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan dengan karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum. Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan umum kurang baik. Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan bila terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis. e. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk melihat/mendeteksi metastasis.

7. Penatalaksanaan a. Radioterapi : Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan apabila infeksi/kerusakan gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200 rad/hari sampai 6000-6600 rad untuk tumor primer, sedangkan kelenjar leher yang membesar diberi 6000 rad. Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan juga radiasi efektif sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh atau pada metastasis tulang yang belum menimbulkan keadaan fraktur patologik. Radiasi dapat menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa nyeri. b. Kemoterapi : Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut. Biasanya dapat digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasikemoterapi. Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8); Vincristin (2 mg IV hari1); Platamin (100 mg IV hari 1); Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral, hari 1 s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi

harus dilakukan kontrol terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain. c. Operasi : Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih.

8. Pencegahan Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal didearah dengan resiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan resiko tinggi ketempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya, penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat,

meningkatkan keadaan sosial/ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik lgA-anti VCA dan lgA anti EA secara massal dimsa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.

III.

ASUHAN KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN 1. Wawancara Menurut Sjamsuhidajat (1998), Mansjoer (1999), Iskandar (1989), informasi yang perlu didapatkan pada wawancara adalah sebagai berikut : a. Menanyakan kepada pasien mengenai gejala-gejala yaitu pada telinga (sumbatan muara tuba dan otitis media) atau adanya gangguan pendengaran. Selain itu, tanyakan pada pasien mengenai gejala hidung seperti epistaksis dan sumbatan hidung. b. Menanyakan kepada pasien apakah mempunyai riwayat kanker, kebiasaan makan makanan yang asin-asin, mengenai keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup. Apakah pasien sering kontak dengan zat karsinogen, juga adanya radang kronis.

2. Identitas Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No Medrec, diagnosis dan alamat. Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

3. Riwayat kesehatan Keluhan utama Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam tenggorok. Riwayat kesehatan sekarang Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS. Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST. Riwayat kesehatan dahulu Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup. Riwayat kesehatan keluarga Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram.

4. Dasar Data Pengkajian Pasien a. Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan dan/atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misal nyeri, ansietas, berkeringat malam.

b. Neurosensori Gejala : gangguan pendengaran dan penghidu, adanya pusing, sinkope.

c.

Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri terjadi pada bagian nasofaring, terasa panas.

d. Pernapasan Gejala : Adanya asap pabrik atau industri Tanda : pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya sumbatan seperti massa.

e.

Makanan /cairan Gejala : anoreksia, mual/muntah. Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit.

5. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna kulit mengkilat. b. Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa nyeri apabila ditekan. c. Pemeriksaan THT: 1. Otoskopi : Liang telinga, membran timpani. 2. Rinoskopia anterior : Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret.

Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif. 3. Rinoskopia posterior : Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat. Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan. 4. Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang 5. X foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

II.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan). 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi.. 3. Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun

III.

INTERVENSI

No 1

Diagnosa Nyeri akut Setelah

Tujuan dilakukan

Intervensi askep Manajemen nyeri :

selama 3 x 24 jam tingkat Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif 1. kenyamanan klien termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, meningkat, dan dibuktikan kualitas dan faktor presipitasi. dengan level nyeri: klien Rasional : Nyeri merupakan pengalaman dapat melaporkan nyeri subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien, pada petugas, frekuensi mengidentifikasi nyeri untuk memilih intervensi nyeri, ekspresi wajah, dan yang tepat.

menyatakan

kenyamanan

fisik dan psikologis, TD Anjurkan untuk beristirahat dalam ruangan yang 2. 120/80 mmHg, N: 60-100 tenang. x/mnt, RR: 16-20x/mnt Control nyeri Rasional : Menurunkan stimulasi yang

dibuktikan berlebihan yang dapat mengurangi sakit kepala. dengan klien melaporkan3.Berikan kompres dingin pada bagian yang nyeri. gejala nyeri dan control Rasional : Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi. nyeri.

3. Ajarkan teknik relaksasi dengan distraksi dan napas dalam. Rasional : Membantu mengendalikan nyeri dan mengalihkan perhatian dari rasa nyeri. 4. Kolaborasi medis, berikan analgesik untuk mengurangi nyeri. Rasional : Analgesik mampu menekan saraf nyeri.

Ketidakseim bangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Setelah selama

dilakukan 324 jam

askep Manajemen Nutrisi

klien kaji pola makan klien 1. menunjukan status nutrisi Rasional : Mengidentifikasi defisiensi nutrisi. adekuat dibuktikan dengan 2. Identifikasi pasien yang mengalami BB stabil tidak terjadi mal mual/muntah yang diantisipasi. nutrisi, tingkat energi Rasional : Mual/muntah psikogenik terjadi adekuat, masukan nutrisi sebelum kemoterapi muali secara umum tidak adekuat 3. berespons terhadap obat antiemetik. Kolaborasi medis dengan pemberian aniemetik pada jadwal reguler sebelum atau selama dan setelah pemberian agen antineoplastik dengan sesuai. Rasional : Mual/muntah paling menurunkan kemampuan dan efek samping psikologis

kemoterapi yang menimbulkan stress. 4. Sajikan makanan selagi hangat. Rasional : Dengan sajian makanan hangat lebih mengurangi mual. 5. Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering. Rasional : Kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi dengan baik. 3 Risiko infeksi Setelah dilakukan askep Konrol infeksi :

selama 3 x 24 jam tidak Kaji adanya tanda-tanda infeksi. 1. terdapat faktor risiko Rasional : Untuk memudahkan memberikan infeksi pada klien intervensi kepada pasien. dibuktikan status Monitor tanda-tanda vital. 2. imune klien adekuat: bebas Rasional : Merupakan tanda adanya infeksi dari gejala infeksi, angka apabila terjadi peradangan. lekosit normal (4-11.000 ) 3. Kolaborasi medis dengan pemberian antibiotik. Rasional : Antibiotik dapat mencegah sekaligus membunuh kuman penyakit untuk berkembang biak dengan

IMPLEMENTASI Implementasi / pelaksanaan pada klien dengan gangguan THT : kanker Nasofaring + Post Tracheostomy dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien.

E. EVALUASI Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana tujuan telah tercapai.

DAFTAR PUSTAKA Doengoes, M. A. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, ed. 3. EGC: Jakarta

Wahyudi. 2012. Asuhan Keperawatan Karsinoma Nasofaring (http://tntangkeperawatan.blogspot.com/2012/06/asuhan-keperawatan-pada-karsinoma.html). Diunduh tanggal 21 November 2012.

Anda mungkin juga menyukai