KELAS A
f.
Areal hutan yang potensinya rendah sampai sedang, terutama disarankan pada areal bekas tebangan dan hutan rawang.
Serangkaian tindakan yang dilakukan secara berencana terhadap tegakan tidak seumur untuk
memacu pertumbuhan tegakan sesuai dengan keadaan hutan dan tapaknya sehingga terbentuk tegakan tertata, yakni yang optimal dan lestari dan mewujudkan hutan dengan struktur dan komposisi yang dikendaki.
Tujuan TPTI Terbentuknya struktur dan komposisi tegakan hutan alam tak seumur yang optimal dan lestari sesuai dengan sifat-sifat biologi dan keadaan tempat tumbuh aslinya. Hal ini ditandai oleh wujud tegakan yang mengandung jumlah pohon, tiang dan permudaan jenis-jenis komersial dengan mutu dan produktivitas tinggi, serta jenis lainnya sehingga memenuhi tingkat keanekaragaman hayati yang diinginkan.
1. Tebang Pilih Indonesia (TPI) TPI adalah sistem silvikultur yang mengatur tentang cara penebangan dan permudaan hutan, dan merupakan perpaduan antara : a) Tebang pilih dengan limit diameter. b) Tebang pilih Philipina (Selective logging). c) Penyempurnaan hutan dengan penanaman sulaman (Enrichment planting). d) Pembinaan permudaan dengan pembebasan dari tumbuhan pengganggu. 2. Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) Sistem TPTI merupakan penyempurnaan dari sistem TPI. Sistem TPTI memiliki beberapa unsur pokok yaitu : a) Inventarisasi tegakan b) Pembatasan diameter c) Pembinaan tegakan tinggal
Pembinaan yang dikerjakan setelah tebang pilih meliputi : Perapihan, ITT, Pembebasan tahap I, Pengadaan bibit, Pengayaan, Pemeliharaan Tahap II dan III, Penjarangan tegakan tinggal
Keputusan Menteri Kehutanan nomor 485 tahun 1989 memperlihatkan adanya penyempurnaan maupun pengaturan yang lebih tegas dibandingkan dengan Keputusan Dirjen Kehutanan nomor 35 tahun 1972 dalam pembinaan hutan, terutama dalam hal : g. Adanya keharusan penanaman dalam bentuk pengayaan apabila tidak terdapat cukup jenis kayu komersial pada areal bekas pembalakan. h. Adanya tata waktu kegiatan dan kelengkapan petunjuk teknisnya yang menegaskan keharusan pengelolaan tegakan sisa. i. Adanya keharusan penyediaan organisasi pelaksanaan pembinaan hutan yang terpisah dari operasi pembalakan disertai penyediaan tenaga teknis dan pembiayaan yang memadai. j. Adanya insentif dan disinsentif dalam rangka pengurusan ijin penebangan tahun berikutnya, dikaitkan dengan prestasi perusahaan melaksanakan TPTI dengan benar dan lengkap pada tahun sebelumnya.
PERSYARATAN TPTI
1. Penataan areal unit kerja pengelolaan, sejak dari tata batas kawasan, organisasi ke dalam bagian hutan, pembagian blok-blok kerja sampai petak kerja terkecil sudah dilakukan dan memiliki batas yang jelas dan permanen. 2. Organisasi pelaksanaan TPTI telah disusun secara istematic dan efectif. 3. Perencanaan tebangan pada blok kerja yang bersangkutan harus disusun berdasarkan informasi yang baik, yang menyangkut luasan dan fisiografi areal, PWH, peta penyebaran pohon, keberadaan pohon induk, pohon-pohon muda dan permudaan. 4. Jaringan jalan diseluruh kawasan harus dirawat 5. Sistem pemantauan telah disiapkan secara efektif 6. Petak pengamatan pertumbuhan (Plot permanen) harus ditetapkan dan dibuat untuk setiap tipe hutan dengan pengamatan teratur.
4. Sistem TPTI memerlukan struktur tegakan pohon-pohon jenis komersial yang berkembang, artinya : jenis pohon yang akan ditebang harus memiliki jumlah permudaan segala tingkatan yang memadai. 5. Penerapan sistem TPTI pada kawasanhutan kurang permudaan seperti pada hutan bekas kebakaran harus disertai program pengayaan. Pengayaan adalah penanaman permudaan/ bibit jenis komersial setempat dengan jumlah tanaman seperlunya + 200 400 bibit / ha. 6. Sistem TPTI hanya digunakan untuk mengusahakan hutan alam campuran tidak seumur (Dipterocarpaceae) untuk phutan alam seumur (Pinus, Binuang, digunakan sistem lain). 7. Penggantian sisten TPTI untuk meningkatkan volume tebangan dari hutan alam tidak seumur yang mengarah kepada sistem THOA hanya diperlukan pada hutan alam campuran, dataran rendah dengan rata-rata kelerengan < 40 % dan tanah cukup subur ( liat < 10 % ).
Keuntungan : a. Mudah dan dapat melakukan inovasi Teknik Silvikultur b. Dapat melakukan perbaikan terhadap kesuburan tanah dengan teknik-teknik budidaya, drainase, pemupukan dan yang lainnya. c. Dapat melakukan perbaikan kualitas maupun kuantitas tegakan baru melalui introduksi jenis-jenis lokal maupun eksotik yang berkualitas bahkan sampai pada tingkat varitas dan kultivar d. Cahaya cukup berlimpah e. Pelaksanaan regenerasi dapat dilakukan dengan cepat f. Dapat dibuat hutan seumur yang menghasilkan sedikit percabangan g. Pemanenan mudah, ekonimis dan dapat dilakukan secara serempak sebelum penanaman dimulai Kerugian : a. Pada daerah lereng akan memperbesar erosi b. Land clering dapat mempengaruhi iklim mikro, kondisi tanah dan mikroorganisme yang berguna bagi pertumbuhan seedling. c. Resiko hama dan penyakit yang bersarang pada tumpukan kayu bekas lebih tinggi d. Menghasilkan tegakan yang kurang resisten dari kerusakan hama, penyakit dan angin e. Dari segi estetika kurang baik, karena biasanya monokultur dan monoton.
E. MULTISISTEM SILVIKULTUR
Merupakan sistem pengelolaan hutan produksi lestari yang terdiri dari dua atau lebih sistem silvilkultur yang diterapkan pada suatu IUPHHK. Multisistem silvikultur merupakan model pengelolaan yang diharapkan akan dapat mengakomodir berbagai tipe habitat yang telah terfragmentasi. Penerapan multisistem silvikultur merupakan upaya optimalisasi pemanfaatan areal kerja, sehingga seluruh bagian areal hutan produksi, baik yang berupa hutan alam yang masih potensial maupun hutan yang sudah terdegradasi atau rusak, dapat dikelola sesuai dengan system silvikultur yang tepat.
SUMBER
www.bpphp17.web.id/.../Teknik%20dan%20Sistem%20Silvikultur.pdf Miripbpphp17.web.id/database/modul/.../01%20SILV%20Silvikultur.pdf Miripwww.dephut.go.id/files/Aswandi_Rusli.pdf Miripiirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/.../5/Sistem%20Silvikultur7.pptmedia.unmul.ac.id/media/document/124.pdf - Mirip www.dishut.jabarprov.go.id/data/arsip/hutan-onrizal7.pdf - Mirip -