Anda di halaman 1dari 3

UU-APP, Bagaimana Nasibmu ? Rasanya bangsa ini tidak pernah lepas dari yang namanya masalah.

Lihat saja, setiap berita yang dihadirkan oleh media, baik eletronik maupun cetak, selalu menghadirkan informasi yang membuat fikiran masyarakat kita selalu bertanya dan bertanya. Sehingga tidak sedikit dari mereka yang menjadikannya sebagai bahan pembicaraan disetiap obrolan santai. Di kedai kopi misalnya, masyarakat senantiasa membicarakan masalahmasalah yang mereka dapatkan dari media. Seperti kasus hebohnya goyang maut beberapa tahun yang lalu. Bencana Tsunami di Aceh, lumpur panas PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo, Gempa bumi di Jogja, sampai pada masalah kehadiran Presiden Amerika Serikat Josh Walker Bush (20 Nopember 2006) yang sempat mendapatkan penolakan dari kalangan aktivis negeri ini.. Serangkaian peristiwa yang terjadi dinegeri ini, seakan-akan menyelimuti masalah yang dulu pernah muncuat dikalangan masyarakat Indonesia, yaitu keinginan pemimpin kita untuk membuat Undang-Undang Pornografi dan Porno-aksi (UU-APP). Akankah UU-APP akan bernasib sama dengan kasus Udin di Bantul Jogyakarta yang sempat mencuat dimasa itu, atau akan bernasib sama dengan para Kyai korban isu santet di Banyuwangi yang belum terungkap aktor intelektualnya hingga sekarang, atau kasus korupsi Edy Tansil yang belum tertangkap hingga sekarang, bahkan kasus korupsi pejabat (alias penjahat) dimasa orde baru yang belum tuntas terungkap, dan atau sejumlah peristiwa lain yang tidak sempat mendapatkan solusi akhir. Begitu hebatnya sutradara negeri ini, sampai dia mampu menyelesaikan masalah dengan masalah baru, artinya menghilangkan masalah lama dengan masalah baru. Padahal kalau kita menyimak tausyiah yang senantiasa diberikan oleh AA Gym, bahwa sebaik-baik penyelesaian adalah penyelesaian masalah tanpa masalah, bukan sebaliknya, menghadirkan masalah baru, atau menutupinya dengan masalah baru. Untuk itu saudaraku, pada kesempatan ini kami mencoba untuk membuka kembali memori kita terhadap apa yang pernah menjadi cita-cita luhur dari bangsa ini. Pornografi dan porno-aksi adalah suatu masalah yang harus mendapatkan penyelesaian secara dini. Tidak boleh tidak, karena setiap saat, setiap waktu, bahkan setiap detik pornografi dan aksi dapat dikonsumsi oleh masyarakat kita tak terkecuali remaja kita, atau bahkan anak-anak kita yang masih dalam usia balita. Bisa jadi kemarin anak-anak kita atau adik-adik kita belum mengerti apa itu pornografi dan porno-aksi, kini mereka jadi tahu apa dan bagaimana pornografi dan prono-aksi itu. Ingatlah saudaraku, kini tayangan televisi 90% adalah syahwat (porno), bahkan gaya hidup remaja yang kian bebas dan fulgar telah di pola contohkan oleh televisi kita. Karena itulah semakin kita menunda-nunda terhadap penetapan hukum pornografi dan porno-aksi, berarti kta telah membiarkan bertambahnya keburukan moralitas negeri ini. Persoalan pornografi-porno-aksi memang menjadi dasar pembentukkan moral bangsa. Betapa tidak? Kalau kita lihat kehidupan remaja kita saat ini, tentu hati kita akan merasa sedih. Coba lihat saja remaja sekolah? Cowokcewek (yang telah akrab dengan kata gaul-nya) sudah tidak lagi memandang norma pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Demokrasi, Liberal, dan freedom, telah menjadi pilihan dalam hidup mereka, bahkan gaya hidup kissing, making, petting, and inter causing telah menjadi bagian dalam keseharian mereka. Betapa banyak anak terlahir tanpa ayah dan usia kandungan tidak lagi 9 bulan, cukup satu minggu, senin menikah dan senin depanya telah melahirkan. Ini semua adalah produk dari kebebasan pornografi dan porno-aksi. Alangkah malangnya bangsa ini, jikalau pergaulan bebas telah merebak pada pergaulan remaja di daerah yang notabenenya adalah kota kecil (seperti Pacitan misalnya). Tentu ini tidak pernah kita harapkan dalam benak kita. Sebenarnya kondisi ini tidak terlepas dari peranan media dalam menyampaikan informasi, yang senantiasa membawa dan bahkan menampilkan pornografi-porno-aksi. Nah, untuk itulah bangsa ini mempunyai keinginan untuk mendegradasikan pornografi dan porno-aksi melalui penetapan hukum tentang ponografi dan porno-aksi (UU-APP). Masihkah kita membiarkan nasib UU-APP terkatung-katung, atau mungkin kita malah menolak kehadiran UU-APP sebagaimana yang pernah terjadi? Tentu kita sepakat berkata tidak, dan kita akan sepakat menyamakan presepsi untuk mendukung diberlakukannya UU-APP. Pro-kontra seputar pornografi-porno-aksi sebenarnya diakibatkan oleh perbedaan tolok ukur yang dijadikan dasar pijakan: pandangan Islam ataukah pandangan sekular. Pandangan sekular didasarkan pada teori Freudisme. Teori ini dikeluarkan oleh seorang ahli psikoanalisa keturunan Yahudi Sigmeund Freud. Dalam teori ini disebutkan, "Libido/seksual adalah tenaga pendorong kehidupan". Tanpa adanya hal-hal yang berbau seksualitas maka kehidupan tidak akan bergairah. Semangat berusaha dan berkarya menjadi tidak ada. Karenanya, dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh teori ini, hal-hal yang berbau seksual (pornografi dan porno-aksi) bukan hanya boleh ada, tetapi harus ada. Seni, musik, dan budaya pun dibangun di atas dasar pornografi-porno-aksi. Larangan atas pornografi-porno-aksi hanya akan memasung kreativitas, membelenggu hasil karya, atau menghilangkan gairah hidup. Apalagi, dilihat dari segi bisnis, persoalan pornografi-porno-aksi ini sangatlah menggiurkan, termasuk di Indonesia. Bisnis pornografi untung US$ 7 miliar pertahun. Di Inggris 20 juta eksemplar majalah porno terjual pertahun. Menurut sebuah penelitian, di seluruh dunia ada sekitar 26.000 situs porno, yang kapan saja dan dimana saja bisa diakses oleh generasi muda kita. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah, dengan 1.500 situs porno baru setiap bulannya. Persoalannya, apakah benar seksualitas itu tenaga pendorong kehidupan? Apakah benar tanpa pornografi dan porno-aksi gairah hidup dan hasil karya akan mati?

Siapapun yang melihat realitas sejarah akan menemukan bahwa semua itu tidak benar. Tengoklah para ulama dulu yang jauh dari pornografi-porno-aksi, tetapi mereka menghasilkan karya-karya yang luar biasa, bahkan dikenang hingga kini. Tercatatlah Imam Syafii, Hanbali, Hanafi, Maliki, Al-Bukhari, dan masih banyak yang lainnya. Budaya pornografi dan porno-aksi pun tidak dikenal pada masa keemasan Islam. Namun, pada masa tersebut musik maju, lahir pula dasar dari perkembangan ilmu matematika oleh Al-Khawarizmi; Bapak Kedokteran, Ibnu Sina, lahir pada kurun yang bersih dari pornografi-porno-aksi. Jadi, realitas sejarah menolak klaim yang diajukan oleh Freud dan para pengikutnya. Lebih dari itu, fakta kehidupan menunjukkan bahwa potensi hidup manusia ada dua: kebutuhan fisik dan kebutuhan naluriah/insting. Kedua jenis kebutuhan ini memang harus dipenuhi, tetapi karakternya berbeda. Kebutuhan fisik akan muncul dengan sendirinya (dari dalam) dan jika tidak dipenuhi akan menyebabkan sakit bahkan kematian. Contoh: siapapun orangnya yang tidak makan, suatu waktu akan merasa lapar; siapapun yang tidak minum, lama kelamaan akan haus. Lapar akan hilang jika kita makan, haus lenyap bila kita minum. Jadi, kebutuhan fisik seperti ini mutlak ada dan mutlak harus dipenuhi, tanpa bisa ditunda atau dipinggirkan. Lain halnya dengan kebutuhan naluriah/instingtif. Naluri datang karena rangsangan (dari luar) dan tidak mutlak harus dipenuhi. Naluri tidak akan meminta dipenuhi jika teralihkan oleh hal-hal yang lain. Contohnya adalah naluri manusia untuk mempertahankan jenisnya yang di antara gejalanya adalah adanya dorongan seksual. Cobalah tengok ketika seseorang berjalan, lalu di depannya ada tiang listrik, apa perasaannya? Biasa-biasa saja. Begitu pula bila di depannya ada pohon pisang. Tak akan ada perasaan bergetar atau ketertarikan. Berbeda jika yang ada di hadapannya adalah sesosok tubuh yang mempertontonkan aurat, menggoda, seksi, berjalan melenggok-lenggok, menantang, dan bahkan merayu. Tentu, siapun orangnya akan merasa gemetar. Ini menunjukkan bahwa naluri (yang salah satu penampakannya adalah dorongan seksual) muncul ketika ada rangsangan dari luar. Pornografi dan porno-aksi adalah sarana efektif untuk memunculkan dorongan seksual ini. Karena itu, wajar jika banyak kasus perzinaan, pemerkosaan, atau pelecahan seksual lainnya disebabkan oleh karena pelakunya sering menonton pornografi dan porno-aksi. Data-data kekinian mendukung hal tersebut. Dr. Mary Anne Layden, Direktur pendidikan University of Pennsylvania Health System, menyatakan, "Saya telah memberikan perlakuan terhadap pelaku dan korban kekerasan seksual selama 13 tahun. Saya belum pernah menangani satu kasus pun yang tidak diakibatkan oleh pornografi . Di AS, berdasarkan angka statistik nasional, 1,3 perempuan diperkosa setiap menitnya, sama dengan 1.872 perhari atau 683.280 pertahun. Penelitian di Ontario Kanada membuktikan, 77% dari pelaku perkosaan sodomi (pria) dan 87% pemerkosa wanita mengaku menonton secara rutin bacaan dan tontonan porno. Liberalisasi pornografi di AS, Inggris, dan Australia telah meningkatkan angka pemerkosaan. Bukti-bukti di atas seharusnya sudah cukup untuk menyadarkan kita betapa berbahayanya pornografi dan pornoaksi bagi kehidupan umat manusia. Apalagi, Allah Swt. telah berfirman: Janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk. (QS. Al-Isra' [17]: 32). Secara lebih tegas Islam telah mengatur tentang pornografi dan pono-aksi, diantaranya Islam telah menetapkan hukum penutup aurat. Di dalam Surat An-Nuur 30 & 31, Allah berfirman: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudarasaudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung Pornografi-porno-aksi jelas telah menjadi sarana efektif yang mendekatkan manusia pada perzinaan. Karena itu, Islam melarang beredarnya pornografi dan porno-aksi di tengah-tengah masyarakat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2001 sebenarnya telah mengeluarkan fatwa tentang pornografiporno-aksi. Berdasarkan berbagai nash dan kaidah ushul ditetapkanlah beberapa hal berikut, di antaranya: 1. Menggambarkan, secara langsung atau tidak langsung, tingkah laku secara erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara, reklame, iklan, maupun ucapan, baik melalui media cetak maupun elektronik yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram. 2. Membiarkan aurat terbuka dan atau berpakaian ketat atau tembus pandang dengan maksud untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak maupun divisualisasikan adalah haram. 3. Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud angka 2 adalah haram.

4. Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual di hadapan orang, melakukan pengambilan gambar
hubungan seksual atau adegan seksual, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan melihat hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram. 5. Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau memperlihatkan gambar orang, baik cetak atau visual, yang terbuka auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang dapat membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram. 6. Berbuat intim atau berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram-nya, dan perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan atau mendorong melakukan hubungan seksual di luar penikahan adalah haram. 7. Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan bagian tubuh selain muka, telapak tangan, dan telapak kaki bagi perempuan, adalah haram, kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan secara syar'i. 8. Memakai pakaian tembus pandang atau ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh adalah haram. 9. Melakukan suatu perbuatan dan atau suatu ucapan yang dapat mendorong terjadinya hubungan seksual di luar penikahan atau perbuatan sebagaimana dimaksud angka 6 adalah haram. 10. Membantu dengan segala bentuknya dan atau membiarkan tanpa pengingkaran perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalah haram. 11. Memperoleh uang, manfaat, dan atau fasilitas dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalah haram. Akhirnya marilah kita berupaya semaksimal mungkin untuk memberantas pornografi dan porno-aksi tanpa harus menunggu pengesahan UU-APP, dan tetap memberikan dukungan terhadap pengesahan UU-APP. Memberantas pornografi dan porno-aksi tidak bisa sepotong-sepotong, namun harus menyeluruh dan total. Tidak bisa tidak, ini harus dimulai dari dasar fundamentalnya, yaitu dengan melibas sistem hukum sekular dan kapitalis buatan manusia (yang menganut paham kebebasan), dan menggantikannya dengan hukum Islam yang dibuat oleh Yang Maha Mencipta yaitu Allah SWT. Insya Allah !!!.

Anda mungkin juga menyukai