Anda di halaman 1dari 10

Liabilitas (bahasa Inggris: liability) adalah utang yang harus dilunasi atau pelayanan yang harus dilakukan pada

masa datang pada pihak lain. Liabilitas adalah kebalikan dari aset yang merupakan sesuatu yang dimiliki. Contoh liabilitas adalah uang yang dipinjam dari pihak lain, giro atau cek yang belum dibayarkan, dan pajak penjualan yang belum dibayarkan ke negara. Istilah liabilitas diadopsi dari bahasa Inggris liability untuk menggantikan istilah sebelumnya, kewajiban. Kini kata kewajiban digunakan untuk merujuk pada istilah bahasa Inggris obligation. Liabilitas dimasukkan dalam neraca dengan saldo normal kredit, dan biasanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Liabilitas jangka pendek - liabilitas yang dapat diharapkan untuk dilunasi dalam jangka pendek (satu tahun atau kurang). Biasanya terdiri dari utang pembayaran (hutang dagang, gaji, pajak, dan sebagainya), pendapatan ditangguhkan, bagian dari utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam tahun berjalan, obligasi jangka pendek (misalnya dari pembelian peralatan), dan lain-lain. 2. Liabilitas jangka panjang - liabilitas yang penyelesaiannya melebihi satu periode akuntansi (lebih dari satu tahun). Biasanya terdiri dari utang jangka panjang, obligasi pensiun, dan lain-lain.

(Menurut wikipedia)

Liabilitas adalah kewajiban kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya dapat mengakibatkan arus arus keluar sumber daya keluar sumber daya entitas entitas yang yang mengandung manfaat ekonomi. (menurut PSAK 57) Hutang didefinisikan sebagai pengorbanan ekonomis yang mungkin timbul dimasa mendatang dari kewajiban organisasi sekarang untuk mentransfer asset atau meberikan jasa kepihak lain di masa mendatang, sebagai akibat transaksi atau kejadian di masa lalu (Mamduh. M. Hanafi, 2004 :29) Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor (S. Munawir, 2004:18)

Kewajiban
PENGERTIAN Menurut FASB kewajiban diartikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk menstransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Terdapat beberapa pengertian lain selain dari FASB yaitu seperti pengertian menurut IASC, AASB, dan APB No. 4, tetapi pada umumnya dijelaskan bahwa kewajiban memiliki tiga kharakteristik utama yang terdiri atas pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, keharusan sekarang untuk menstransfer aset, dan timbul sebagai akibat transaksi masa lalu.

Pengorbanan Manfaat Ekonomik Untuk dapat disebut sebagai suatu kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas atau tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik di masa yang akan datang. Berdasarkan pengertian tersebut bisa dikatakan bahwa suatu kewajiban hanya terjadi antar kesatuan usaha atau paling tidak melibatkan kesatuan usaha lain. Keharusan Sekarang Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan sekarang. Pengertian sekarang ini mengandung pengertian (1) waktu, yaitu tanggal pelaporan, dan (2) adanya. Beberapa keharusan yang tercakup dalam pengertian kewajiban ini adalah keharusan kontraktual, keharusan konstruktif, keharusan demi keadilan, dan keharusan bergantung atau bersyarat. Walapun secara definisional keharusan-keharusan tersebut menimbulkan kewajiban, tidak semua kewajiban diakui dalam akuntansi. Akibat Transaksi Masa Lalu Transaksi atau kejadian masa lalu merupakan kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Transaksi masa lalu yang dimaksud disini adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi. Suatu transaksi atau kejadian yang dapat disebut sebagai transaksi atau kejadian masa lalu bukanlah pada penandatanganan order tetapi datangnya dan penerimaan order. Kemudian terkait dengan kontrak pembelian, terdapat dua pendapat, yang pertama memperlakukan kontrak sebagai eksekutori sehingga kewajiban tidak perlu diakui. Alasannya adalah manfaat masa datang belum diakui secara nyata. Pendapat yang kedua menganjurkan bahwa kewajiban diakui pada saat penandatanganan kontrak bersamaan dengan aset (sediaan) yang terlibat. Alasannya adalah, pada dasarnya ketiga kriteria kewajiban telah terpenuhi. Most (1982, hlm. 352) mengemukakan saat yang tepat dalam penentuan transaksi masa lampau, yaitu: 1. Pemenuhan definis aset 2. Kekuatan mengikat, yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan 3. Kebermanfaatan bagi keputusan. Selain dari tiga kriteria kewajiban diatas, FASB juga menyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu keharusan membayar kas, identitas terbayar jelas, dan terpaksakan secara atau berkekuatan hukum. PENGAKUAN, PENGUKURAN, DAN PENILAIAN Pengertian kewajiban merupakan cerminan dari aset. Transaksi suatu kejadian masa lalu menimbulkan penguasaan sekarang pemerolehan manfaat ekonomik masa datang untuk aset sedangkan untuk kewajiban hal tersebut menimbulkan keharusan sekarang pengorbanan manfaat ekonomik masa datang. Memiliki kesamaan dengan aset yang direpresentasi oleh tiga tahapan (pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban juga direpresentasi tiga tahapan, yaitu pengakuan, penelusuran, dan pelunasan. Pengakuan Kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu definisi, keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Kam (hlm 119-120) mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu ketersediaan dasar hukum, keterterapan konsep dasar konservatisme, ketertentuan substansi ekonomik transaksi, dan keterukuran nilai kewajiban. Keempat kaidah tersebut dapat memberikan petunjuk tentang adanya bukti teknis untuk mengakui kewajiban. Pengukuran Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya paralel dengan pengukuran aset, dan pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah dengan penghargaan sepakatan dalam transaksi-transaksi dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Penghargaan suau kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya. Dasar pengukuran kewajiban yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai implisit. Karena kewajiban merupakan cerminan dari aset, maka pengukurannya juga mengikuti pengukuran aset. Nilai nominal atau jatuh tempo obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun bagi kreditor. Dasar pengukuran demikian tidak tepat. Utang obligasi diukur dan diakui atas dasar jumlah rupiah yang diterima dalam penerbitan obligasi, sedangkan diskun dan premium obligasi merupakan jumlah rupiah penyesuaian bunga nominal untuk mendapatkan bunga efektif. Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmeneter. Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat saat yang pasti. Kewajiban moneter ini dikukur atas dasar nilai diskunan pembayaran kas masa datang (jangka panjang) dan atas dasar nilai nominal (jangka pendek). Kewajiban nonmeneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan pembayaran dimuka untuk

barang dan jasa tersebut. kewajiban nonmeneter diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa. Penilaian Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi, dengan kata lain penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut pengukuran menurut FASB adalah nilai pasar sekarang, nilai pelunasan neto, dan Nilai diskunan aliran kas masa datang. Penilaian dalam tahap penelusuran adalah Penilaian kewajiban setiap saat dalam perioda dari saat pengakuan sampai pelunasan. Pelunasan Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk memenuhi kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha sehingga tia bebas dari kewajiban tersebut. pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang. Pelunasan secara langsung juga disebut dengan pelunasan secara yuridis karena kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yuridis hapus melalui transaksi langsung yang benar-benar terjadi. Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha melakukan tindakan yang mengarah ke pelunasan misanya dengan pembentukan dana khusus. Masalah akuntansi yang berkaitan dengan pelunasan langsung atau tidak langsung adalah penentuan kapan kewajiban telah dapat dikatakan hapus atau lenyap sehingga jumlah rupiahnya dapat diakui dari sistem pembukuan. Kewajiban dapat dinyatakan lenyap dan diawaakui dari catatan bila debitor telah (a) membayar kreditor dan terbebaskan dari semua keharusan yang melekat pada kewajiban, dan (b) dibebaskan secara hukum sebagai penanggung utang uama oleh keputusan pengadilan atau kreditor. Keadaan pembebasan substantif tidak memenuhi kriteria kritis untuk mengawaakui kewajiban. Kewajiban tidak lenyap dengan sendirinya meskipun perusahaan telah menyediakan dana yang cukup untuk melunasinya. MASALAH TEORITIS Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo Bila kewajiban dilunasi sebelum jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Namun pada umumnya selisih yang terjadi adalah selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan atau penarikan. Bila penarikan dilakukan dengan pendanaan kembali, terdapat tiga perlakuan terhadap selisih tersebut yaitu diamortisasi selama sisa umur semua piutang yang dilunasi, diamortisasi selama umur utang baru, dan diakui sebagai laba atau rugi pada saat penarikan. Utang Terkonversi Aset dan kewajiban finansial merupkan pos-pos statemen keuangan sebagai konsekuensi adanya instrumen finansial. Instrumen finansial pada dasarnya merupakan alat pembayaran atau penjaminan sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang terkonversi (convertible debt) merupakan salah satu instrumen finansial tersebut. Karakteristik obligasi konversi menimbulkan maslah akuntansi pada saat pengakuan, pengkonversian, dan pelunasan. Karena bersifat kewajiban dan ekuitas, masalah pada saat pengakuan adalah apakah harga penerbitan (kos) obligasi harus dipecah menjadi porsi yang merepresentasi utang obligasi (masuk kewajiban) dan porsi yang merepresentasi hak konversi (masuk ekuitas) atau harga penerbitan tidak dipecah dan utang terkonversi dianggap utang semata-mata. Terdapat dua perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Pendukung pemisahan berpendapat bahwa hak konversi dapat dinilai karena hak tersebut tidak berbeda dengan hak beli saham. Sementara itu, pendukung semata-mata utang mengatakan seballiknya. Landasan mereka dalam memperlakukan utang terkonversi semata-mata sebagai utang adalah ketidakterpisahan (inseparability) dan kepraktisan (practicality). Hal ini pula yang menjadi basis APB dalam memandang nilai obligasi dan hak konversi sebagai satu kesatuan. Pembebasan Substantif Pembebasan substantif adalah suatu keadaan yang dicapai pada saat debitor telah menempatkan kas atau aset lainnya ke perwalian yang ditujukan semata-mata untuk pelunasan utang tertentu (dan tidak dapat ditarik kembali) dan pada saat itu dapat dipastikan bahwa debitor tidak lagi harus melakukan pembayaran karena dana yang terkumpul dan aliran kas dari aset tersebut cukup untuk menutup pokok pinjaman dan bunga. Masalah teoritis dalam hal pembebasan substantif adalah apakah pada saat terjadi pembebasan substantif perusahaan dapat mengawaakui kewajiban. Pada awalnya standar yang terdapat dalam FASB memperbolehkan pengawaakuan kewajiban pada saat tercapainya pembebasan substantif melalui SFAS No. 76. tetapi kemudian membatalkannya dengan dikeluarkan SFAS No. 125. Dalam standar tersebut FASB menegaskan bahwa pada saat terjadi pembebasan substantif, kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak memenuhi karakteristik atau kriteria kritis sebagaimana yang tercantum dalam standar. Alasan yang lain yang sering dikemukakan adalah pengawaakuan kewajiban pada saat tercapainya pembebasan substantif sama saja dengan mengkompensasi kewajiban dengan aset. Hal ini merupakan praktik tidak layak.

PENYAJIAN Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca berdasarkan urutan kelancarannya sejalan dengan aset. PSAK No. 1 menggariskan bahwa aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Kriteria tersebut adalah (a) diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau (b) jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca. Kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca dengan mengkompensasinya atau mengontranya dengan aset yang dianggap berkaitan, kecuali dalam keadaan khusus yang di dalamnya pihak pelapor mempunyai hak mengontra. Definisi dari hak mengontra sebagai dijelaskan oleh FASB adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya, untuk menghapus semua atau sebagaian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi utang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor.

KEWAJIBAN DAN EKUITAS


21:40 No comments

KEWAJIBAN DAN EKUITAS KEWAJIBAN 1. Pengertian Menurut FASB kewajiban diartikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk menstransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Terdapat beberapa pengertian lain selain dari FASB yaitu seperti pengertian menurut IASC, AASB, dan APB No. 4, tetapi pada umumnya dijelaskan bahwa kewajiban memiliki tiga kharakteristik utama yang terdiri atas pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, keharusan sekarang untuk menstransfer aset, dan timbul sebagai akibat transaksi masa lalu. 1. 2. 3. Menjadi pengorbanan sumber ekonomik yang cukup pasti di masa depan (probable future sacrifices of economic Menjadi kewajiban saat ini atau perioda ini (present obligation) untuk menyerahkan kas, barang, atau jasa di masa Terjadi karena transaksi masa lalu. benefits). datang.

Dasar pengukuran kewajiban yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai implisit. Karena kewajiban merupakan cerminan dari aset, maka pengukurannya juga mengikuti pengukuran aset. Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca berdasarkan urutan kelancarannya sejalan dengan aset. PSAK No. 1 menggariskan bahwa aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Kriteria tersebut adalah (a) diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan,atau (b) jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca. 2. 1. Penggolongan Kewajiban Kewajiban Lancar (current liabilities) kewajiban yang likuiditasnya diperkirakan secara layak memerlukan penggunaan

Kewajiban dimasukkan dalam laporan neraca dengan saldo normal kredit, dan biasanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : sumber daya yang ada yang diklasifikasikan sebagai aktiva lancar atau penciPTaan kewajiban lancar lainnya. Terdapat banyak jenis kewajiban lancar yang berbeda, antara lainhutang usaha, wesel bayar, jatuh tempo berjalan hutang jangka panjang, kewajiban jangka pendej yang diharapkan akan didanai kembali, hutang dividen, deposito yang dapat dikembalikan, pendapatan diterima dimuka, hutang pajak, kewajiban yang berhubungan dengan karyawan 2. hutang Jangka Panjang (long-trem debt) terdiri dari pengorbanan manfaat ekonomi yang sangat mungkin dimasa depan akibat kewajiban sekarang yang tidak dibayarkan dalam satu tahun atau satu siklus operasi perusahaan. Jenis-jenis hutang jangka panjang antara lain Hutang obligasi, wesel bayar jangka panjang, hutang hipotik, kewajiban pensiun, dan kewajiban leasen

3.

Pengakuan Pengukuran

Pengakuan Kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu definisi, keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Kam (hlm 119-120) mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu ketersediaan dasar hukum, keterterapan konsep dasar konservatisme, ketertentuan substansi ekonomik transaksi, dan keterukuran nilai kewajiban. Keempat kaidah tersebut dapat memberikan petunjuk tentang adanya bukti teknis untuk mengakui kewajiban Pengukuran Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya paralel dengan pengukuran aset, dan pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah dengan penghargaan sepakatan dalam transaksi-transaksi dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Penghargaan suau kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya. Dasar pengukuran kewajiban yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai implisit. Karena kewajiban merupakan cerminan dari aset, maka pengukurannya juga mengikuti pengukuran aset. Nilai nominal atau jatuh tempo obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun bagi kreditor. Dasar pengukuran demikian tidak tepat. Utang obligasi diukur dan diakui atas dasar jumlah rupiah yang diterima dalam penerbitan obligasi, sedangkan diskun dan premium obligasi merupakan jumlah rupiah penyesuaian bunga nominal untuk mendapatkan bunga efektif. Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmeneter. Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat saat yang pasti. Kewajiban moneter ini dikukur atas dasar nilai diskunan pembayaran kas masa datang (jangka panjang) dan atas dasar nilai nominal (jangka pendek). Kewajiban nonmeneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut. kewajiban nonmeneter diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa. 4. Penyajian Pengungkapan

Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca berdasarkan urutan kelancarannya sejalan dengan aset. PSAK No. 1 menggariskan bahwa aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang . hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Kriteria tersebut adalah (a) diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau (b) jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca. penyajian kewajiban lancar dalam praktek, kewajiban lancar biasanya dicatat dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam laporan keuangan pada nilai penuh jatuh temponya. Karena singkatnya priode waktu yang terlibat, yang sering kali kurang dari satu tahun. Maka perbedaan antara nilai sekarang kewajiban lancar dan nilai jatuh temponya biasanya tidak besar. Akun kewajiban lancar biasanya disajikan sbagai klasifikasi pertama dalam kelompok kewajiban dan ekuitas pemegang saham di neraca. Dalam kelompok kewajiban lancar akun-akun itu dapat dicantumkan menurut jatuh temponya, dalam jumlah yang menurun, atau menurut prefensi likuiditasnya. Penyajian hutang jangka panjang Perusahaan yang mempunyai banyak terbitan hutang jangka panjang dalam jumlah besar seringkali hanya melaporkan satu akun dalam neraca dan mendukungnya dengan komentar serta skedul dalam catatan yang menyertainya. Pengungkapan catatan umumnya berisi dari kewajiban, tanggal jatuh tempo, suku bunga, provisi penarikan, pembatasan yang dilakukan oleh kreditor, dan aktiva yang disepakati atau digadaikan sebagai jaminan.

KEWAJIBAN KONTINJENSI DAN KEWAJIBAN DIESTIMASI A. 1. a) b) (i) (ii) Kewajiban kontinjensi pengertian kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu, dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena: tidak terdapat kemungkinan besar (not probable ) pemerintah mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal. Keuntungan kontinjensi ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya; atau

Kewajiban kontinjensi adalah: terjadinya satu peristiwa atau lebih pada masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah; atau

Keuntungan kontinjensi (gain contingencies) adalah klaim atau hak untuk menerima aktiva (atau memiliki kewajiban yang menurun) yang keberadaannya tidak pasti tetapi pada akhirnya akan menjadi sah. Jenis keuntungan kontoinjensi yang khas adalah : 1. 2. 3. 4. Penerimaan yang mungkin atas uang dari hadia, sumbangan, bonus, dan lain sebagainya. Kemungkinan pengembalian dana dari pemerintah atas kelebihan pajak Penundaan kasus pengadilan yang hasilnya mungkin menguntungkan Kerugian pajak yang dikompensasi ke depan Kerugian Kontinjensi

Kerugian kontingensi (loss contiengencies) adalah situasi yang melibatkan ketidakpastian atas kemungkinan terjadinya kerugian. Kewajiban yang terjadi sebagai akibat dari kerugian kontinjensi menurut defenisinya disebut sebagai kewajiban kontinjen. Kewajiban kontijen (contiegencies liabilities) adalah kewajiban yang bergantung pada terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih kejadian di masa depan untuk mengkonfirmasi jumlah hutang, pihak yang dibayar, tangal pembayaran, atau keberadaannya. Apabila terdapat kerugian kontinjensi, maka kemungkinan bahwa kejadian di masa depan akan menguatkan terjadinya kewajiban dapat berkisar dari sangat mungkin hingga kurang mungkin. 2. Pengakuan Banyak peristiwa masa lalu yang dapat menimbulkan kewajiban kini. Walaupun demikian, dalam beberapa peristiwa yang jarang terjadi, misalnya dalam tuntutan hukum, dapat timbul perbedaan pendapat mengenai apakah peristiwa tertentu sudah terjadi atau apakah peristiwa tersebut menimbulkan kewajiban kini. Jika demikian halnya, perusahaan menentukan apakah kewajiban kini telah ada pada tanggal neraca dengan mempertimbangkan semua bukti yang tersedia, termasuk misalnya pendapat ahli. Bukti yang dipertimbangkan mencakup, antara lain, bukti tambahan yang diperoleh dari peristiwa setelah tanggal neraca. Atas dasar bukti tersebut, apabila besar kemungkinan bahwa kewajiban kini belum ada pada tanggal neraca, pemerintah mengungkapkan adanya kewajiban kontingensi. Pengungkapan tidak diperlukan jika kemungkinan arus keluar sumber daya kecil. Kewajiban kontingensi dapat berkembang ke arah yang tidak diperkirakan semula. Oleh karena itu, kewajiban kontingensi harus terus-menerus dikaji ulang untuk menentukan apakah tingkat kemungkinan arus keluar sumber daya bertambah besar(probable ). Apabila kemungkinan itu terjadi, maka manajemen akan mengakui kewajiban diestimasi dalam laporan keuangan periode saat perubahan tingkat kemungkinan tersebut terjadi, kecuali nilainya tidak dapat diestimasikan secara andal. Pengukuran Besaran kewajiban kontingensi tidak dapat diukur secara eksak. Untuk itu diperlukan pertimbangan profesional oleh pihak yang berkompeten. Penyajian dan Pengungkapan Kewajiban kontingensi tidak disajikan pada neraca , namun demikian perusahaan harus mengungkapkan kewajiban kontingensi pada Catatan atas Laporan Keuangan untuk setiap jenis kewajiban kontingensi pada tanggal neraca. 3. Pengukuran Besaran kewajiban kontingensi tidak dapat diukur secara eksak. Untuk itu diperlukan pertimbangan profesional oleh pihak yang berkompeten 4. Penyajian Dan Pengungkapan Kewajiban kontingensi tidak disajikan pada neraca, namun demikian harus mengungkapkan kewajiban kontingensi pada Catatan atas Laporan Keuangan untuk setiap jenis kewajiban kontingensi pada tanggal neraca

Pengungkapan tersebut dapat meliputi: 1. karakteristik kewajiban kontingensi; 2. estimasi dari dampak finansial yang diukur; 3. indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah atau waktu aruskeluar sumber daya; 4. kemungkinan penggantian oleh pihak ketiga B. 1. Kewajiban Destimasi Pengertian

Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum pasti. Kewajiban diestimasi dapat dibedakan dari kewajiban lain, seperti utang dagang dan akrual, karena pada kewajiban diestimasi terdapat ketidakpastian mengenai waktu atau jumlah yang harus dikeluarkan pada masa datang untuk menyelesaikan kewajiban diestimasi tersebut. 2. (a) (b) (c) 3. a) b) c) d) e) Pengakuan perusahaan memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif) sebagai akibat peristiwa masa lalu; besarkemungkinan (probable) penyelesaian kewajiban tersebutmengakibatkan arus keluar sumber daya; dan estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat. Pengungkapan nilai tercatat pada awal dan akhir periode; kewajiban diestimasi tambahan yang dibuat dalam periode bersangkutan, termasuk peningkatan jumlah pada kewajiban jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan pada kewajiban diestimasi selama periode jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode bersangkutan; dan peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai kini yang timbul karena berlalunya waktu dan dampak dari Kewajiban diestimasi harus diakui apabila ketiga kondisi berikut dipenuhi:

Untuk setiap jenis kewajiban diestimasi, entitas harus mengungkapkan:

diestimasi yang ada; bersangkutan;

setiap perubahan tingkat diskonto.ormasi komparatif tidak diharuskan

Perbedaan PSAK 50 dan IFRS 32 "Penyajian : Kewajiban dan Ekuitas"


Perbedaan PSAK 50 DAN IFRS 32 "Penyajian : Kewajiban dan Ekuitas" Anisa Eko Riani C1C007082 Ade Siti Harisnani C1C007087 Asri Wulandari Daryoko C1C007086

PENDAHULUAN Dengan berkembang pesatnya instrumen keuangan, berkembang pula standar akuntansi kompleks dan perusahaan-perusahaan di Indonesia dituntut untuk segera mengimplementasikan, bank diwajibkan untuk mulai mengimplementasikannya dari 1 Januari 2010, sedangkan non-bank diwajibkan untuk mulai mengimplementasikannya dari tahun 2012. Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 50 revisi 2006 mengenai Instrumen Keuangan Penyajian dan Pengungkapan dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 55 revisi 2006 mengenai Instrumen Keuangan Pengakuan dan Pengukuran dimana PSAK 50 dan PSAK 55 tersebut akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2010. PSAK 50 dan 55 merupakan standar akuntansi mengacu pada International Accounting

Standard (IAS) 39 mengenai Recognition and Measurement of Financial Instruments dan IAS 32 mengenai Presentation and Disclosures of Financial Instruments. PSAK 50 dan 55 diharapkan dapat mendorong proses harmonisasi penyusunan dan analisis laporan keuangan. Itu juga akan mendorong terciptanya market discipline. International Financial Reporting Standard (IFRS) adalah Standar, Interpretasi dan Kerangka yang diadopsi oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar IFRS lebih dulu dikenal dengan nama International Accounting Standard (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh International Accounting Standard Comittee (IASC). Pada tanggal 1 April 2001, yang baru mengambil alih IASB dari IASC yang bertanggung jawab untuk menetapkan Standar Akuntansi Internasional. IFRS dianggap sebagai "berdasarkan prinsip" dalam standar tersebut mereka menetapkan aturan-aturan yang luas. Standar Pelaporan Keuangan Internasional terdiri dari: Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) - standar yang dikeluarkan setelah tahun 2001 Standar Akuntansi Internasional (IAS) - standar yang dikeluarkan sebelum 2001 Interpretasi berasal dari International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) - yang dikeluarkan setelah 2001 Standing Interpretations Committee (SIC) - yang dikeluarkan sebelum 2001

PEMBAHASAN Dengan diterbitkannya PSAK baru tahun 2007, jurang pemisah terdalam PSAK dengan IFRS (International Financial Reporting Standards) telah teratasi yaitu dengan diperbolehkannya penggunaan nilai wajar (fair value) dalam PSAK. Namun peraturan perpajakan belum mendukung hal ini dengan masih dikenakannya PPh final 10% atas keuntungan dari revaluasi aset. Ditambah lagi dengan kurangnya tenaga penilai di Indonesia yang jumlahnya cuma 2000an orang (anggota MAPI Masyarakat Penilai Indonesia). Lalu penerapan audit berbasis resiko di Indonesia juga belum mencakup BUMN. PAdahal IFRS (international Accounting Standard Board) berkiblat pada COSO dalamstandar auditnya. Untuk itu dalam paper ini akan dibahas mengenai perbedaan antara PSAK 50 (revisi 2006) dengan IFRS 32 tentang penyajian kewajiban dan ekuitas menggunakan pendekatan studi komparatif untuk mengetahui apakah yang telah dilakukan Indonesia dalam usahanya menkonversi IFRS sebagai standar. Dalam istilah akuntansi, kewajiban adalah utang yang harus dilunasi atau pelayanan yang harus dilakukan pada masa datang pada pihak lain. Kewajiban adalah kebalikan dari aktiva yang merupakan sesuatu yang dimiliki. Contoh kewajiban adalah uang yang dipinjam dari pihak lain, giro atau cek yang belum dibayarkan, dan pajak penjualan yang belum dibayarkan ke negara. Kewajiban dimasukkan dalam laporan neraca dengan saldo normal kredit, dan biasanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1.Kewajiban Lancar - kewajiban yang dapat diharapkan untuk dilunasi dalam jangka pendek (biasanya satu tahun). Biasanya terdiri dari hutang pembayaran (hutang dagang, gaji, pajak, dll), pendapatan ditangguhkan, bagian dari hutang jangka panjang yang jatuh tempo tahun ini, obligasi jangka pendek (misalnya dari pembelian peralatan), dll. 2.Kewajiban Jangka Panjang - kewajiban yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun. Biasanya terdiri dari hutang jangka panjang, obligasi pensiun, dll.

Sedangkan ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Dari perbandingan yang kami lakukan antara PSAK 50 dengan IFRS 32 tidak terdapat terlalu banyak perbedaan. Pada PSAK 50 paragraf 12 hanya menggambarkan dua kondisi instrumen ekuitas, yaitu : Ketika penerbit menerapkan definisi dalam paragraf 7 untuk menentukan apakah instrumen keuangan merupakan instrumen ekuitas dan bukan kewajiban keuangan maka instrumen tersebut merupakan instrumen ekuitas jika, dan hanya jika, kedua kondisi (a) dan (b) berikut terpenuhi : (a)Instrumen tersebut tidak memiliki kewajiban kontraktual : (i)Untuk menyerahkan kas atau asset keuangan lain kepada entitas lain; atau (ii)Untuk mempertukarkan asset keuangan atau kewajiban keuangan dengan entitas lain dengan kondisi yang berpotensi tidak menguntungkan penerbit; (b)Jika instrumen tersebut akan atau mungkin di selesaikan dengan instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas, instrumen tersebut merupakan : (i)Non-derivatif yang tidak memiliki kewajiban kontraktual bagi penerbitnya untuk menyerahkan suatu jumlah yang bervariasi dari instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas; atau (ii)Derivatif yang akan diselesaikan hanya dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau asset keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas. Untuk tujuan ini, instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas tersebut tidak termasuk instrumen yang merupakan kontrak untuk menerima atau menyerahkan instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas tersebut di masa depan. Kewajiban kontraktual, termasuk kewajiban yang berasal dari instrumen keuangan derivatif, yang akan atau dapat menyebabkan adanya penerimaan atau penyerahan instrumen ekuitas milik penerbit di masa depan, namun tidak memenuhi kondisi (a) dan (b) diatas, bukan merupakan instrumen ekuitas. Namun pada IFRS 32 paragraf 16 instrumen ekuitas digambarkan dalam 6 poin penjabaran yang lebih rinci. Sedangkan pada paragraf yang lain tidak ditemukan perbedaan.

PENUTUP Kesimpulan Technology informasi yang berkembang pesat telah mengubah lingkungan pelaporan keuangan secara dramatis, mengurangi batasan jarak fisik dan mampu membuat informasi menjadi tersedia di seluruh dunia hanya dengan sekali pencet tombol (enter) dari sebuah computer di tengah perkebunan di desa terpencil. Kemajuan ini membawa jutaan investor (jika tidak milyaran) ke lantai pasar modal di seluruh penjuru dunia. Antusiasnya para investor tidak terhalangi oleh batasan negara, misalnya: Investor dari Amerika bisa dengan mudah ber-investasi di Eropa atau di Singapore atau bahkan di Indonesia, and vice versa. Ke-efektif-an pasar dunia ini tergantung pada ketepat waktuan dari informasi keuangan yang transparan, dapat dibandingkan dan relevan. Bukan hanya investor dan analyst yang membutuhkan informasi seperti ini, melainkan juga dibutuhkan oleh stakeholder lainnya (pekerja, suppliers, customers, institusi penyedia credit, bahkan pemerintah). Mereka (stakeholders) di jaman globalisasi

ini bukan hanya sekedar ingin mengetahui informasi keuangan dari satu perusahaan saja, melainkan dari banyak perusahaan (jika bisa mungkin dari semua perusahaan) dari seluruh belahan dunia, untuk tujuan benchmarking, membandingkan antar industry vertical maupun horizontal. Benchmarking adalah sangat crucial jika mau competitive dalam global business di masa sekarang ini. Jika tidak, maka akan tergilas. Upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan, membuat International Accounting Standard Boards IASB melakukan percepatan harmonisasi standar Akuntansi internasional khususnya IFRS. IFRS (International Financial Reporting Standards) ini dibuat oleh IASB dan Financial Accounting Standard Boards (Badan Pembuat Standar Akuntansi di Amerika Serikat). Bagi pengusaha pada umumnya, yang menjadi bahan pertimbangan apakah akan beralih ke IFRS atau tidak adalah Apakah implementasi IFRS akan menghasilan incremental benefit atau tidak?. Tetapi bagi perusahaan-perusahaan yang sudah go international, atau yang memiliki partner dari Uni Eropa, Australia dan Russia dan beberapa Middle East countries, tentu sudah tidak punya pilihan lain selain mau tidak mau harus mulai berusaha menerapkan IFRS dalam pelaporan keuangannya jika masih mau berpartner dengan mereka. Perubahan tata cara pelaporan keuangan dari GAAP (atau PSAK atau lainnya) ke IFRS berdampak sangat luas. IFRS akan menjadi kompetensi wajib-baru bagi para pekerja accounting. Indonesia merupakan salah satu negara yang akan mengadopsi IFRS sebagai standar pelaporan keuangan. Hingga saat ini Indonesia telah melakukan perubahan-perubahan, salah satunya pada PSAK 50. Menurut kelompok kami, antara PSAK 50 dengan IFRS 32 tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia secara bertahap telah mengadaptasi dan mengharmonisasikan IFRS dalam penyusunan standar. Sehingga diharapkan nantinya Indonesia dapat menyajikan laporan keuangan yang berstandar internasional dan ikut berperan serta dalam persaingan bisnis global

Anda mungkin juga menyukai