Anda di halaman 1dari 5

Diagnosis Multiaksial : Axis I : Axis II : Axis III : Tidak ada Axis IV : Masalah dengan keluarga; kehilangan figur ayah

Axis V : GAF 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik) Terapi Psikiatri pada Remaja Farmakoterapi : Antidepresan trisiklik : imipramine (Tofranil) 1,5mg/kg/hari nortriptyline (Pamelor) Psikoterapi : Psikoterapi Individual Terapi rawat jalan individual cocok bagi remaja yang masalahnya muncul sebagai konflik emosi dan perilaku yang tidak berbahaya, yag tidak terlalu kacau untuk dilakukan di luar ingkungan yang terstruktur, dan yang keluarga atau lingkungannya tidak terlalu terganggu sehingga menghilangkan pengaruh terapi. Terapi seperti ini secara khas berfokus pada konflik dan hambatan intrapsikik; pada makna emosi, sikap dan perilaku; dan pada pengaruh masa lalu dan masa kini. Psikoterapi Kelompok Dalam banyak cara, psikoterapi kelompok adalah lingkungan alami utuk remaja. Sebagian besar remaja lebih nyaman dengan teman sebaya daripada orang dewasa. Kelompok mengurangi perasaan tidak sama kuat antara ahli terapi dewasa dan pasien remaja. Partisipasi beragam bergantung pada kesiapan remaja. Tidak semua interpretasi dan konfrontasi berasal dari figur orang pada ahli terapi; anggota kelompok sering kali mahir memperhatikan perilaku simptomatik satu sama lain, dan remaja mungki merasa lebih mudah untuk mendengar dan mempertimbangkan komentar kritis atau menantang dari teman sebayanya. Terapi Keluarga Terapi keluarga adalah modalitas utama jika kesulitan atau masalah remaja terutama mencerminkan disfungsi keluarga (misal, remaja yang menolak bersekolah, melarikan diri). Hal yang sama mungkin benar jika masalah perkembangan, seperti seksualitas remaja dan upaya keras untuk mandiri, memicu konflik keluarga. Terapi Rawat Inap Terapi rawat inap jangka panjang adalah terapi yang dipilih untuk gangguan berat yang bersifat psikogenik yang berespons buruk atau tidak respon sama sekali terhadap obat.

Dalam kasus Melati ini, perlu dilakukan psikoterapi individual, kelompok, dan keluarga yang di dalamnya dapat dilakukan psikoanalisis mengenai masalah, keinginan dan keadaan yang ia hadapi saat ini. Tindakan. Dalam buku Tantrums Secret to Calming the Storm (La Forge: 1996) banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa Tantrum adalah suatu perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak. Sebagai bagian dari proses perkembangan, episode Tantrum pasti berakhir. Beberapa hal positif yang bisa dilihat dari perilaku Tantrum adalah bahwa dengan Tantrum anak ingin menunjukkan independensinya, mengekpresikan individualitasnya, mengemukakan pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat orang dewasa mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit. Namun demikian bukan berarti bahwa Tantrum sebaiknya harus dipuji dan disemangati (encourage). Jika orangtua membiarkan Tantrum berkuasa (dengan memperbolehkan anak mendapatkan yang diinginkannya setelah ia Tantrum, seperti ilustrasi di atas) atau bereaksi dengan hukuman-hukuman yang keras dan paksaanpaksaan, maka berarti orangtua sudah menyemangati dan memberi contoh pada anak untuk bertindak kasar dan agresif (padahal sebenarnya tentu orangtua tidak setuju dan tidak menginginkan hal tersebut). Dengan bertindak keliru dalam menyikapi Tantrum, orangtua juga menjadi kehilangan satu kesempatan baik untuk mengajarkan anak tentang bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal (marah, frustrasi, takut, jengkel, dll) secara wajar dan bagaimana bertindak dengan cara yang tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang merasakan emosi tersebut. Pertanyaan sebagian besar orangtua adalah bagaimana cara terbaik dalam menyikapi anak yang mengalami Tantrum. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kami mencoba untuk memberikan beberapa saran tentang tindakan-tindakan yang sebaiknya dilakukanoleh orangtua untuk mengatasi hal tersebut. Tindakan-tindakan ini terbagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: 1. Mencegah terjadinya Tantrum 2. Menangani Anak yang sedang mengalami Tantrum 3. Menangani anak pasca Tantrum 1. Pencegahan Langkah pertama untuk mencegah terjadinya Tantrum adalah dengan mengenali kebiasaan kebiasaan anak, dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi seperti apa muncul Tantrum pada si anak. Misalnya, kalau orangtua tahu bahwa anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan gampang stres jika terlalu lama diam dalam mobil di perjalanan yang cukup panjang. Maka supaya ia tidak Tantrum, orangtua perlu mengatur agar selama perjalanan diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak berlari-lari di luar mobil. Tantrum juga dapat dipicu karena stres akibat tugas-tugas sekolah yang harus dikerjakan anak. Dalam hal ini mendampingi anak pada saat ia mengerjakan tugas-tugas dari sekolah (bukan membuatkan tugas-tugasnya lho!!!) dan mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu mengurangi stres pada anak karena beban sekolah tersebut. Mendampingi anak bahkan tidak terbatas pada tugastugas sekolah, tapi juga pada permainan-permainan, sebaiknya anak pun didampingi

orangtua, sehingga ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat membantu dengan memberikan petunjuk. Langkah kedua dalam mencegah Tantrum adalah dengan melihat bagaimana cara orangtua mengasuh anaknya. Apakah anak terlalu dimanjakan? Apakah orangtua bertindak terlalu melindungi (over protective), dan terlalu suka melarang? Apakah kedua orangtua selalu seia-sekata dalam mengasuh anak? Apakah orangtua menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan perbuatan? Jika anda merasa terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi dan seringkali melarang anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya sangat dibutuhkan anak, jangan heran jika anak akan mudah tantrum jika kemauannya tidak dituruti. Konsistensi dan kesamaan persepsi dalam mengasuh anak juga sangat berperan. Jika ada ketidaksepakatan, orangtua sebaiknya jangan berdebat dan beragumentasi satu sama lain di depan anak, agar tidak menimbulkan kebingungan dan rasa tidak aman pada anak. Orangtua hendaknya menjaga agar anak selalu melihat bahwa orangtuanya selalu sepakat dan rukun. Yang paling utama adalah orangtua harus menjadi contoh yang baik bagi anak. Jika Anda marah, salurkanlah itu secara tepat. Anda harus ingat, bahwa anak merekam setiap kejadian yang positif maupun negatif yang terjadi di sekitarnya. Jika tanpa Anda sadari anak Anda sudah merekam sifat-sifat Anda yang buruk, atau dia melihat si Ayah memukul Ibunya, bisa dipastikan peristiwa itu akan membawa pengaruh buruk dalam hidupnya kelak. Jika anak ingin bermain dan tidak ingin diganggu, berilah kesempatan secara bijaksana kepadanya. Jangan terlalu mengekang, dan beri kepercayaan bahwa dia bisa bermain dan bergaul dengan baik. 2. Ketika Tantrum Terjadi Jika Tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka beberapa tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah: Memastikan segalanya aman. Jika Tantrum terjadi di muka umum, pindahkan anak ke tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama Tantrum (di rumah maupun di luar rumah), jauhkan anak dari benda-benda, baik benda-benda yang membahayakan dirinya atau justru jika ia yang membahayakan keberadaan benda-benda tersebut. Atau jika selama Tantrum anak jadi menyakiti teman maupun orangtuanya sendiri, jauhkan anak dari temannya tersebut dan jauhkan diri Anda dari si anak. Orangtua harus tetap tenang, berusaha menjaga emosinya sendiri agar tetap tenang. Jaga emosi jangan sampai memukul dan berteriak-teriak marah pada anak. Tidak mengacuhkan Tantrum anak (ignore). Selama Tantrum berlangsung, sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak memberikan nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan Tantrumnya, karena anak toh tidak akan menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan Tantrum seperti itu malah biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan semakin lama Tantrumnya dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah membiarkannya. Tantrum justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak berusaha menghentikannnya dengan bujuk rayu atau paksaan. Jika perilaku Tantrum dari menit ke menit malahan bertambah buruk dan tidak selesaiselesai, selama anak tidak memukul-mukul Anda, peluk anak dengan rasa cinta. Tapi jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta (karena Anda sendiri rasanya malu dan jengkel dengan kelakuan anak), minimal Anda duduk atau berdiri berada dekat dengannya. Selama melakukan hal inipun tidak perlu sambil menasihati atau complaint (dengan

berkata: "kamu kok begitu sih nak, bikin mama-papa sedih"; "kamu kan sudah besar, jangan seperti anak kecil lagi dong"), kalau ingin mengatakan sesuatu, cukup misalnya dengan mengatakan "mama/papa sayang kamu", "mama ada di sini sampai kamu selesai". Yang penting di sini adalah memastikan bahwa anak merasa aman dan tahu bahwa orangtuanya ada dan tidak menolak (abandon) dia. Jika Anda terpaksa harus berseberangan pendapat dengan si anak saat dia mengamuk, kemukakan pendapat Anda secara tegas, tetapi lembut. Jangan membentaknya, apalagi sampai mengucapkan kata-kata yang tidak pantas. Atur emosi Anda, karena dia tidak sedang bermusuhan dengan Anda, dan dia bukan musuh Anda. Abaikan tangisnya dan ajaklah dia berbicara dengan lembut. Jelaskan kepadanya mengapa Anda tidak memberinya mainan yang dia ingini dengan alasan yang jujur dan tidak dibuat-buat. Jelaskan dengan sabar sampai dia mengerti maksud Anda yang sebenarnya, karena saat itu adalah konflik yang sedang dialami oleh si anak. Pastikan bahwa ia bisa mengerti maksud Anda dengan baik, karena konflik yang berakhir menggantung, akan muncul di kemudian hari dengan bentuk yang tidak pernah Anda duga sebelumnya. Sekali lagi, atur emosi Anda. Mungkin Anda malu dilihat banyak orang di supermarket. Tapi ingatlah akan perkembangan emosi anak Anda. Bisa Anda bayangkan apa yang terjadi jika Anda terbawa emosi dan rasa malu, dan Anda bersikap keras kepada anak Anda 3. Ketika Tantrum Telah Berlalu Saat Tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya ledakan emosi yang telah terjadi tersebut, janganlah diikuti dengan hukuman, nasihat-nasihat, teguran, maupun sindiran. Juga jangan diberikan hadiah apapun, dan anak tetap tidak boleh mendapatkan apa yang diinginkan (jika Tantrum terjadi karena menginginkan sesuatu). Dengan tetap tidak memberikan apa yang diinginkan si anak, orangtua akan terlihat konsisten dan anak akan belajar bahwa ia tidak bias memanipulasi orangtuanya. Berikanlah rasa cinta dan rasa aman Anda kepada anak. Ajak anak, membaca buku atau bermain sepeda bersama. Tunjukkan kepada anak, sekalipun ia telah berbuat salah, sebagai orangtua Anda tetap mengasihinya. Setelah Tantrum berakhir, orangtua perlu mengevaluasi mengapa sampai terjadi Tantrum. Apakah benar-benar anak yang berbuat salah atau orangtua yang salah merespon perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak merasa lelah, frustrasi, lapar, atau sakit? Berpikir ulang ini perlu, agar orangtua bisa mencegah Tantrum berikutnya. Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan kepada anak nilai-nilai atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Kalau memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan dilakukan setelah Tantrum berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang dan nyaman bagi orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketik Tantrum belum dimulai, bahkan ketika tidak ada tanda-tanda akan terjadi Tantrum. Saat orangtua dan anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar merupakan saat yang ideal. Ajarlah anak Anda untuk berlatih menguasai dan mengendalikan emosinya. Anda bisa mengajaknya bermain musik, melukis, bermain bola, atau permainan lainnya. Lewat permainanpermainan tersebut, anak belajar untuk menerima kekalahan, belajar untuk tidak sombong jika menang, bersikap sportif, dan belajar bersaing secara sehat. Tapi ingat, jangan sekali-kali Anda bermain curang Mungkin Anda pikir ini hanya sekedar permainan. Tapi anak akan berpikir dan menerapkan pada dirinya, bahwa berlaku curang itu sah-sah saja Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa kalau orangtua memiliki anak yang "sulit" dan mudah menjadi Tantrum, tentu tidak adil jika dikatakan sepenuhnya kesalahan orangtua. Namun harus diakui bahwa orangtualah yang punya peranan untuk membimbing anak dalam mengatur emosinya dan mempermudah

kehidupan anak agar Tantrum tidak terus-menerus meletup. Beberapa saran diatas mungkin dapat berguna bagi anda terutama bagi para ibu/ayah muda yang belum memiliki pengalaman mengasuh anak. Selamat membaca, semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai