Anda di halaman 1dari 3

ABSTRAKSI Analisis Ketimpangan Pembangunan Regional Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2003. Untuk menganalisis ketimpangan pembangunan di D.

I Yogyakarta tahun 2003 pengaruhnya terhadap laju prtumbuhan daerah untuk menganalisis tingkat ketimpangan pembangunan di D.I Yogyakarta tahun 2003 terhadap pertumbuhan daerah dari posisi Persaingan. Penyimpangan negative ini mencerminkan pertumbuhan relative lambat di daerah dibandingkan dengan pertumbuhan secara propinsi yang di akibatkan oleh komposisi sector tertentu yang tumbuh lebih lambat daripada tingkat propinsi, jadi di daerah yang secara lokasional tidak diuntungkan karena mempunyai komponen yang negative. Hasil yang diperoleh simpulan dilihat bahwa perlu diupayakan peningkatan pengelolaan sektorsektor pertumbuhan secara intensifikasi maupun ekstensifikasi, yaitu : Terus berupaya mengali sektor-sektor potensial dengan perencanaan dan penjabaran daerah dalam menggali sektor pembangunan. Kemampuan perencanaan wilayah untuk menganalisis potensi ekonomi. Hal ini terkait kewajiban untuk menentukan sektor riil yang perlu di kembangkan agar perekonomian dapat tumbuh tanfa adanya kendala atau hambatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan bisnis global pada awal 1990-an menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Mobilitas produksi, modal dan manusia semakin cepat karena pelaku bisnis semakin menyadari pentingnya pasar global dibanding hanya melayani pasar dalam negeri. Sejalan dengan meningkatnya bisnis yang melewati batas-batas wilayah suatu negara, bank dan lembagalembaga keuangan tidak ragu-ragu melayani kebutuhan modal untuk investasi dan operasi keseluruh dunia. Pasar keuangan pun semakin terkait satu sama lain, pergerakan dan perubahan dalam pasar modal Amerika Serikat akan membawa dampak langsung ke pasar modal di belahan bumi lain ( Mudrajad Kuncoro, 2001: 37 ). Selama belasan tahun terakhir ini, pasar modal dunia telah tumbuh secara drastis, baik ukuran maupun integritasnya. Tumbuh dan berkembangnya pasar modal di seluruh penjuru dunia, merupakan hasil kombinasi kecenderungan ekonomi makro Jepang, Amerika Serikat, dan sebagian banyaknya perusahaan yang go public menjual saham di bursa saham), perkembangan kurs, dan deregulasi (ibid: 346). Hampir semua negara-negara di dunia ketiga menganut sistem ekonomi campuran, yaitu suatu sistem dimana sektor pemerintah dan sektor swasta sama-sama berpartisipasi dalam kepemilikan dan penggunaan sumber-sumber daya. Apa yang disebut sektor swasta itu tidak hanya perusahaan-perusahaan domestik, melainkan juga badan-badan usaha milik asing atau pihak luar negeri. Peranan pihak asing yang cukup besar dalam sektor swasta, biasanya akan mendorong timbulnya peluang sekaligus masalah ekonomi politis yaitu tentu saja akan jauh lebih banyak apabila dibandingkan dengan negara yang sektor swastanya tidak terlalu dikuasai asing (Todaro, 2003: 53 ).

Pendekatan pembangunan ekonomi yang menekankan pada pentingnya proses pembentukan modal mungkin merupakan pendekatan yang paling berpengaruh dan bertahan lama, pertama, bila dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan lain mempunyai landasan teoritis yang cukup kuat, seperti ditunjukkan oleh model Harrod-Domar. Model tersebut menunjukkan hubungan antara pertumbuhan investasi dengan pendapatan nasional. Kedua karena aliran fundamentalis modal ini sejalan dengan tujuan-tujuan dan keinginan dari para donor bantuan luar negeri pada era 1950-an dan 1990-an. Pada akhirnya keterbatasan modal dinilai sebagai satu-satunya hambatan pokok bagi percepatan pembangunan ekonomi ( Lincolin Arsyad, 1998: 89-90 ). Berdasarkan pada sumber modal yang dapat digunakan untuk pembangunan, usaha pengerahan modal dalam negeri dan pengerahan modal luar negeri. Modal yang berasal dari dalam negeri terdiri dari tiga sumber, yaitu tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, dan pajak. Sedangkan modal yang berasal dari luar negeri dapat dibedakan dari dua jenis, yaitu: bantuan luar negeri dan penanaman modal asing. Bantuan luar negeri bersumber dari pemerintah, badan-badan internasional atau pihak swasta, dan penanaman modal asing pada umumnya berasal dari pihak swasta. Dengan demikian, modal luar negeri bukan saja akan mengatasi masalah kekurangan modal untuk pembangunan, tetapi juga dapat mempertinggi efisiensi pelaksanaan pembangunan (Sadono Sukirno, 1985: 351-352 ). Kesepakatan perdagangan internasional seperti : North Asian Free Trade Area ( NAFTA), Asean Free Trade Area ( AFTA ) dan Asia Pacific Economy Cooperation (APEC), sebagai produk ekonomi global, telah mendorong percepatan arus uang dan arus modal antar negara. Arus modal masuk ( capital inflows ) dan arus modal keluar atau capital outflows berjalan demikian cepat, dan semakin sulit diantisipasi dengan kebijakan ekonomi makro tradisional ( Singgih Ripat, 1997: 17 ). Menurut Endy Dwi Cahyono dan Hendy Sulistiowati (1998) dua tahun menjelang terjadinya krisis ekonomi dan keuangan, Indonesia masih mengalami peningkatan capital inflows. Hal tersebut sangat terkait dengan meningkatnya arus modal, terutama yang mengalir ke negaranegara berkembang. Pada awal tahun 1990-an, derasnya aliran modal masuk tersebut antara lain didorong oleh tujuan untuk mencapai high return suku bunga di negara emerging markets, record pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keberhasilan negara-negara tersebut dalam melakukan reformasi, serta keberhasilan manajemen ekonomi makro yang ditunjukkan oleh kuatnya faktorfaktor fundamental ekonomi memiliki peranan tiga kali lebih besar daripada faktor eksternal dalm mempengaruhi modal masuk ke Indonesia terhadap keseimbangan ekonomi makro tercermin pada perubahan besaran-basaran indikator ekonomi makro seperti jumlah uang beredar, suku bunga, tingkat inflasi, dan perubahan nilai tukar. Mekanisme transmisi nilai tukar terhadap kegiatan ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi dapat melalui transmisi langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung transmisi nilai tukar ke inflasi terjadi melalui permintaan agregat, permintaan eksternal bersih, ekspor dan impor dan permintaan luar negeri, konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah (Iskandar Simorangkir, 2004: 27). Perubahan nilai tukar dapat juga disebabkan oleh permintaan dan penawaran mata uang domestik maupun kegiatan ekspor dan impor. Disamping itu dalam sistem nilai tukar tetap maupun mengambang terkendali, perubahan nilai tukar akan sangat ditentukan

oleh kebijakan nilai tukar yang ditempuh oleh bank sentral. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia diawali oleh modal keluar yang cukup besar. Indikasi bahwa aliran modal swasta jangka pendek yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sektor moneter maupin riil (Rahadian Agus Hamdani, 2003: 16-17). Maka sehubungan dengan hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, maka selanjutnya penulis mengajukan skripsi dengan judul Analisis Faktor Faktor yang mempengaryhi Nilai Tukar Rupiah / US Dolar dan Laju Inflasi di Indonesia Periode 1992.I s/d 2004.IV .

Incoming
http://idtesis.com/analisis-ketimpangan-pembangunan-regional-di-daerah-istimewa-yogyakarta-tahun2003/

Anda mungkin juga menyukai