Anda di halaman 1dari 11

0

TUGAS TERSTRUKTUR MAKALAH TERNAK KERJA (TEKNIK PENGOLAHAN LAHAN PERTANIAN KERBAU) POTENSI KERBAU SEBAGAI TENAGA KERJA DALAM MENGOLAH LAHAN PERTANIAN

OLEH : KELOMPOK RITA PUSPITASARI LARASATI WULANINGTYAS SATRIO BAYU AJI P FAJAR HIDAYAT IRFAN EFFENDI MUHAMMAD RAYHAN DANU PURWANTO DIKA ARIZA DWI RITMA SUSILOWATI LAILIA MUTAMIMAH MOH. TRIGESTIANTO OKTAV WAHYU FALAKH D1E009055 D1E009069 D1E009072 D1E009073 D1E009076 D1E009078 D1E009082 D1E009085 D1E009087 D1E009089 D1E009095 D1E009100

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PETERNAKAN PURWOKERTO 2012

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Ternak kerja memegang peranan penting dalam usaha peningkatan produksi pertanian di Negara sedang berkembang, hampir 50% tenaga pengolah lahan pertanian adalah ternak kerja. Salah satu ternak kerja yang banyak digunakan untuk mengolah lahan pertanian basah di Asia tenggara adalah kerbau (Smith, 1991). Kerbau memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai ternak kerja maupun sumber pangan hewani bagi manusia. Kerbau membantu petani dalam membajak sawah, sehingga dapat mengatasi keterbatasan tenaga keluarga. Memelihara kerbau untuk membajak sawah sudah menjadi kegiatan yang diwariskan secara turun temurun, sehingga membudaya bagi khususnya masyarakat pertanian di lahan sawah. Petani berpendapat membajak sawah menggunakan kerbau memberikan hasil lebih baik daripada menggunakan traktor dikarenakan dengan penggunaan bahan bakar fosil yang berarti pula peningkatan emisi gas rumah kaca yang berupa penyebab terjadinya global warming selain itu potensi lahan kering/tegalan disamping dapat dimanfaatkan untuk usahatani tanaman pangan dan perkebunan juga untuk peternakan. Salah satu usaha peternakan ruminansia yang sudah lama berkembang sampai saat ini adalah beternak kerbau. Usaha ternak kerbau belum sebaik usaha ternak sapi, namun usaha ini memberikan kontribusi positif terhadap penyediaan daging dan peningkatan pendapatan petani/peternak. Ternak kerbau umumnya hanya digunakan petani sebagai ternak kerja membajak sawah. Namun keadaan ini mulai beralih karena ternak kerbau juga dipelihara untuk menghasilkan daging dengan nilai nutrien daging yang relatif sama dengan daging sapi (Joseph, 1996). Membajak menggunakan kerbau menurut petani tidak menyebabkan tanah menjadi padat, lebih mudah diolah dan biaya lebih murah. Nanda dan Nakao (2003) menyatakan bahwa populasi kerbau (Bubalus bubalis) terbanyak di

dunia terdapat di Asia dan dimanfaatkan sebagai penghasil daging, susu dan tenaga kerja yang hebat terutama di daerah dengan curah hujan tinggi. Di Indonesia populasi kerbau sebanyak 2,5 juta ekor yang mayoritasnya adalah kerbau lumpur, disamping kerbau sungai/Murrah. Bangsa - bangsa kerbau ini dimasukkan ke Indonesia pada abad 19 dari Punjab India, dan dipelihara oleh masyarakat keturunan India sebagai penghasil susu. Tetapi, populasinya tidak banyak meningkat karena faktor reproduksi dan intensitas inbreeding yang diduga tinggi, serta meningkatnya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian menyebabkan berkurangnya lahan gembalaan berdampak pada penurunan populasi kerbau di beberapa wilayah. Sejalan dengan berkembangnya mekanisasi pertanian, maka peran kerbau sebagai tenaga kerja pun semakin berkurang sehingga penurunan populasinya semakin drastis Kristianto (2007). Menurut Soharto et al. (1981) kurang berkembangnya penggunaan traktor khususnya di Jawa dan Bali adalah akibat terdesaknya tenaga kerja pertanian, rendahnya tingkat pemilikan tanah, kondisi topografi tanah yang tidak rata, rendahnya tingkat pendidikan petani, tradisi dan kepuasan petani serta yang paling penting adalah belum dirasa membawa manfaat sosial. 1.2 Tujuan 1. Mengetahui perkembangan ternak kerbau 2. Mengetahui potensi ternak kerbau sebagai tenaga kerja pertanian 3. Keuntungan dan kelemahan kerbau dalam pengolahan lahan pertanian

II. ISI

2.1. Perkembangan Ternak Kerbau Ternak kerbau merupakan salah satu jenis ternak ruminansia besar andalan untuk produksi daging dan ternak kerja. Jenis ternak ini biasanya dipelihara oleh masyarakat yang tinggal diwilayah berawa atau

berair. Berdasarkan habitatnya, jenis ternak kerbau dibagi menjadi dua jenis yakni kerbau rawa (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo) (Hafid, 2007. Fao (2010) menyatakan bahwa jumlah kerbau di seluruh dunia ada 158 juta ekor, 97% dari jumlah tersebut (sekitar 153 juta) berada di Asia, sisanya tersebar di Afrika Utara, Eropa Selatan, Amerika Selatan dan Australia. Di Indonesia, populasi kerbau saat ini sekitar 2,2 juta ekor (Ditjennak, 2009). Kerbau merupakan sumberdaya genetik ternak lokal yang kontribusinya dalam program swasembada daging mulai diakui pada tahun 2010. Di masyarakat petani, kerbau seperti halnya ternak sapi mempunyai fungsi serupa yaitu sebagai penghasil daging, tenaga kerja, tabungan, penghasil susu, sarana ritual maupun status sosial masyarakat. Namun usaha ternak kerbau belum sebaik usaha ternak sapi, usaha ternak kerbau memberikan kontribusi positif terhadap penyediaan daging dan peningkatan pendapatan petani/peternak. Triwulanningsih (2008) menyatakan bahwa kerbau mempunyai daya adaptasi yang sangat tinggi. Kerbau dapat berkembang di daerah beriklim kering seperti di Nusa Tengara Barat dan Nusa Tenggara Timur, maupun pada lahan pertanian subur seperti di Pulau Jawa, lahan rawa di Kalimantan dan daerah pantai dari mulai Asahan sampai Sumatera Selatan. Kerbau juga dapat

berkembang biak di daerah pegunungan seperti di Tapanuli Utara, Tengger sampai dataran rendah Banten, Tegal, Brebes dan Bengkulu. Namun demikian ketinggian tempat juga dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap ternak kerbau. Pengaruh tidak langsung terjadi pada ketersediaan hijauan pakan ternak, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Hasil kerja ternak kerbau lebih lambat, namun kapasitas tenaga kerja ternak kerbau lebih kuat, adapun faktor yang membatasi lambannya ternak kerbau adalah mudah terkena cekaman panas sehingga daya kerjanya cepat menurun terutama pada musim kemarau. Untuk menghindari penurunan daya kerja karena cekaman panas, perlu adanya penyediaan air atau tempat berkubang (setiadi, 1994). Ternak kerbau umumnya hanya digunakan petani sebagai ternak kerja membajak sawah. Namun keadaan ini mulai beralih karena ternak kerbau juga dipelihara untuk menghasilkan daging dengan nilai nutrien daging yang relatif sama dengan daging sapi (Joseph, 1996). Kerbau mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan ternak besar lainnya seperti kemampuan untuk hidup diwilayah yang tidak dapat dikembangkan untuk ternak lainnya seperti kawasan rawa (Kalimantan, Sumatera dan Papua) sampai pada wilayah yang sangat kering dan keras seperti di pulau Wetar yang dikenal dengan kerbau Wetar. Keunggulan ternak kerbau dibandingkan dengan sapi potong antara lain daya adaptasi, efisiensi penggunaan pakan serat kasar yang tinggi, tahan terhadap parasit eksternal pada kondisi pemeliharaan ekstensif panas (Lemcke, 2010). Jamal (2008) mengemukakan bahwa yang paling layak diterapkan dalam strategi pengembangan ternak kerbau adalah dengan menerapkan pola pemeliharaan semi intensif, yaitu menyediakan padang penggembalaan terbatas dengan memanfaatkan lahan tidak produktif, ternak dilepas pada siang hari dan sore/malam hari dikandangkan. Untuk menambah pakan yang dikonsumsi selama di padang penggembalaan, peternak bersedia memberikan pakan tambahan (feed supplement) secara kontinyu tersedia di dalam kandang. Selanjutnya untuk mengubah perilaku peternak dari yang semula hanya melepaskan ternaknya di padang penggembalaan, mereka bersedia mengawasi ternaknya secara baik dan teratur.

2.2. Ternak kerbau sebagai tenaga kerja pertanian Secara tradisional petani/buruh tani dalam mengerjakan lahannya biasanya tidak sendiri, mereka selalu bersama-sama dengan ternak (sapi atau kerbau). Dengan kata lain, ternak mempunyai hubungan yang erat dengan petani dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pertaniannya. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa ternak merupakan sahabat petani dalam bertani (Soharto et al, 1981). Hal tersebut menunjukkan bahwa ternak kerbau mempunyai fungsi dan peranan penting dalam sistem usahatani di Indonesia, baik sebagai sumber tenaga kerja, sebagai sumber pupuk, serta dapat memberikan keuntungan/pendapatan tambahan bagi petani (Kusnadi, 2004). Sumber tenaga kerja pertanian dengan menggunakan traktor sebagai usaha mekanisasi pertanian masih kontroversial, beberapa hal yang dianggap sebagai kendala dalam pemakaian traktor terutama di Pulau Jawa dan Bali, adalah terdesaknya tenaga kerja pertanian, rendahnya tingkat pemilikan tanah, keadaan topografi tanah yang berbukit-bukit, rendahnya tingkat pendidikan petani, tradisi dan yang terpenting manfaat sosial. Akhirnya tenaga pengolah lahan pertanian dengan menggunakan ternak sapi atau kerbau masih tetap bertahan, pemeliharaan kerbau pada umumnya baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah dilakukan oleh petani di lahan sawah. Hal ini ada kaitannya dengan kebutuhan petani akan ternak kerbau dalam sistem usahatani yang mereka lakukan di lahan sawah. Satu alasan bahwa petani memelihara ternak adalah sebagai sumber tenaga kerja. Peranan ternak sapi/kerbau sebagai tenaga kerja mengolah sawah dapat merupakan jalinan bermacam-macam, mungkin kompetitif yang artinya tenaga kerja yang satu dapat mengurangi tenaga lain. Mungkin pula substitusionil, artinya peranan tenaga kerja yang satu dapat digantikan tenaga yang lain dan mungkin komplementer, peranan tenaga tersebut paling melengkapi, yakni penambahan satu tenaga kerja akan dilengkapi tenaga lain atau tidak saling berpengaruh.

Hasil pengamatan Mulyadi dkk. (1981) menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja ternak tidak nyata berkorelasi dengan penggunaan tenaga kerja keluarga. Hal tersebut menunjukan bahwa banyaknya tenaga ternak (kerbau) yang digunakan sama sekali tidak dipengaruhi dan terlepas dari banyaknya penggunaan tenaga kerja keluarga. Hal tersebut menunjukan bahwa tenaga kerja keluarga yang dipergunakan dalam usahatani pada porsi yang berbeda dengan tenaga ternak (membajak dan menggaru) yakni pekerjaan memupuk, menyiang dan panen. Demikian pula halnya antara tenaga (manusia) tidak berkorelasi nyata dengan tenaga kerja keluarga. Tenaga upahan sesuai dengan maksud tujuannya adalah untuk mengerjakan porsi pekerjaan yang berat seperti mencangkul, mengemudi ternak saat membajak, menggaru atau menanam padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja ternak lebih efisien daripada penggunaan tenaga manusia, namun apabila dibandingkan dengan penggunaan traktor masih kalah jauh (Kasryno dkk, 1989), persen perubahan biaya sewa/penggunaan tenaga kerja ternak adalah paling tinggi dibanding dengan upah tenaga kerja manusia dan sewa traktor, akan tetapi adanya kecenderungan petani yang mulai beralih pada penggunaan tenaga kerja mesin (traktor). Alasan ini didasarkan pada: a. Introduksi teknologi baru usahatani pertanian (padi) untuk lahan sawah irigasi, menyebabkan tingginya intensitas panen yang tentunya memerlukan waktu persiapan lahan yang cepat. b. Dengan berkembangnya sistem irigasi yang diikuti dengan perluasan areal sawah, rehabiltasi lahan dan gencarnya penyuluhan, sangat memungkinkan adanya adopsi teknologi modern budidaya padi pada lahan sawah. c. Kurang tersedianya tenaga kerja manusia dan ternak, relatif tersedianya lapangan kerja di luar sektor pertanian. Alasan utama petani menggunakan tenaga mekanik untuk penyiapan lahan adalah kurangnya tenaga kerja, yang mendorong peningkatan upah tenaga

manusia dan sewa tenaga kerja ternak, disamping lambatnya perkembangan tenaga kerja tersebut. 2.3. Keuntungan dan kelemahan kerbau dalam pengolahan lahan pertanian Keuntungan ternak kerbau dalam pengolahan tanah pertanian 1. Kapasitas tenaga ternak kerbau relatif lebih kuat (Bambang Setiadi, 1994). 2. memiliki kelebihan alamiah punya telapak kaki yang lebih lebar dibandingkan sapi atau kuda sehingga mampu bekerja lebih berat (Soedjatmiko Dan Tandosalimo, 1977). 3. Kotoran ternak kerbau sebagai hasil samping, mempunyai kandungan unsur hara bervariasi tergantung pada jenis ternak, pakan ternak, cara penyimpanan, kondisi cuaca dan kesehatan ternak (Souri, 2001). Kelemahan ternak kerbau dalam pengolahan lahan pertanian 1. Hasil kerja ternak kerbau lebih lambat karena mudah terkena cekaman panas sehingga daya kerjanya cepat menurun terutama pada musim kemarau (Bambang Setiadi, 1994). 2. Pori-pori tubuh lebih besar sehingga tidak tahan panas. 3. Jam kerja lebih sedikit dibandingkan sapi. 4. Kerbau lebih senang berkubang.

III. KESIMPULAN

Di Indonesia, populasi kerbau saat ini sekitar 2,2 juta ekor, Kerbau merupakan sumberdaya genetik ternak lokal yang kontribusinya dalam program swasembada daging mulai diakui pada tahun 2010.

ternak kerbau mempunyai fungsi dan peranan penting dalam sistem usahatani di Indonesia, baik sebagai sumber tenaga kerja, sebagai sumber pupuk, serta dapat memberikan keuntungan/pendapatan tambahan bagi petani.

Keuntungan ternak kerbau yaitu memliki tenaga yang kuat, memiliki telapak kaki yang lebih besar dari ternak lainnya oleh karena itu mampu bekerja lebih berat, kotorannya memiliki unsure hara dan bisa dijadikan pupuk.

Kelemahan kerbau ialah hasil kerja yang lebih lambat karena memiliki tubuh yang relati lebih berat dari ternak lainnya, tidak tahan panas karena memiliki pori-pori yang besar, serta jam kerja lebih sedikit dibandingkan ternak lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjennak. 2009. Statistik peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Fao. 2008. The state of food and agriculture. Food and Agriculture Organisation, Rome. http://apps.fao.org.page/collection. Jamal, h. 2008. Strategi pengembangan ternak kerbau di Provinsi Jambi. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jambi, 22-23 Juni 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Dinas Peternakan Provinsi Jambi, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batanghari dan Direktorat Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan. Bogor. Hlm 12-15. Joseph, G. 1996. Status Asam Basa dan Metabolisme Mineral pada Ternak Kerbau Lumpur yang Diberi Pakan Jerami Padi dan Konsentrat dengan Penambahan Natrium. [Tesis] Pogram Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kasryno, F., I.W. Rusastra and P. Simatupang. 1989. Effect of government policies on draught livestock development in Indonesia. Procces of an Intern. Res. Symp. of Draught Animals in Rural Development. ACIAR proc. series 27 : 304-308. Kristianto, L. K. 2007. Pengembangan perbibitan kerbau kalang dalam menunjang agrobisnis dan agrowisata di Kalimantan Timur. Pros. Semiloka Kerbau. Jambi, 22 23 Juni 2006. Kusnadi, U. 2004. Kontribusi ternak dalam meningkatkan pendapatan petani di lahan marginal Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten. J. Pengembangan Peternakan Tropis Special Edition Oktober 2004. Seminar Nasional Ruminansia Buku 3. Lemcke, B. 2010. Production Parameters from Different Breeds. of WaterBuffalo in Australia. Proc. 9th World Buffalo Congress, Brazil. Mulyadi, M., Santoso dan K. Suradisastra. 1981. Peranan tenaga kerja ternak kerbau pada usahatani sawah di Sumedang. Bulletin Lembaga Penelitian Peternakan. 27 : 21-30.

10

Nanda., S. and T. Nakao. 2003. Role of buffalo in the socioeconomic development of rural Asia: Current status and future prospectus. Anim. Sci. J. 74: 443 455. Setiadi, B., M.H . Togatorop, 1Comarudin dan P. Sitorus . 1994. Penggunaan tenaga kerja ternak dan pupuk kandang dalam sistem usaha tani lahan pasang surut. Risalah Seminar Hasil Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa, Swamps-II. Badan Litbang Pertanian. pp: 333-341. Setiadi, B. 1994. Prestasi Kerja Ternak Sam Dan Kerbau Dalam Membantu Efisiensi Usahatani Pertanian. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Soedjatmiko dan S. Tondosalimo. 1977. Laporan Survei Pengkajian Kelayakan Tenaga Kerja Ternak. Survai Agro Ekonomi. Jakarta. Smith. 1991. Penelitian Peternakan dalam Menunjang Peninngkatan Produksi Ternak di Nusa Tenggara. Simposium Perencanaan Pembangunan Peternakan di NTB, NTT dan Timor Timur, Mataram, 21-22 Januari 1991. Soeharto. P.R., Sudi nurtini dan Taryadi, 1981. Masalah ternak kerbau dan mekanisasi pertanian. Pros. Seminar Penelitian Peternakan. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 161168. Souri, S. 2001. Penggunaan Pupuk Kandang Meningkatkan Produksi Padi. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Mataram. Triwulanningsih, E. 2008. Inovasi teknologi untuk mendukung pengembangan ternak kerbau. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jambi, 22-23 Juni 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Dinas Peternakan Provinsi Jambi, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batanghari dan Direktorat Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan. Bogor. hlm 16-24.

Anda mungkin juga menyukai