Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR PUSTAKA 1. John E Hall, Dan. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Edisi 11. EGC, Jakarta: 2008.

Hal: 401-420. 2. Sherwood L. Fisiologi manusia: keseimbangan cairan asam basa. Edisi 2. EGC, Jakarta: 2001. Hal :517-8. 3. M. Wilson, Lorraine. Pathofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit, EGC, Jakarta: 2005. Hal 391-95. 4. Asidosis. Alkalosis. Diakses dari http://emedicine.medscape.com tanggal 27 November 2011 jam 10.00 WIB. 5. Asidosis. Alkalosis. Diakses dari http://medicastore.com tanggal 27 November 2011 jam 10.00 WIB.

Asidosis Respiratorik Definisi Asidosis Respiratorik adalah kelebihan H2CO3 yang ditandai dengan peningkatan primer PaCO2 (hiperkapnea), sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan pH (PaCO2 lebih besar dari 45 mmHg dan PH kurang dari 7,35). Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik jika pasien bernafas dlam ruangan. Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3- serum. Asidosis respiratorik dapat terjadi secara akut dan kronis. Pada asidosis respiratorik akut, PaCO2 lebih besar dari 45 mm Hg dengan asidemia yang menyertainya yaitu pH kurang dari 7,35. Pada asidosis respiratorik kronik juga terjadi peningkatan PaCO2 dengan pH normal atau mendekati normal dan terdapat kompensasi ginjal dengan peningkatan bikarbonat serum lebih dari 30 meq/L. Etiologi Penyebab mendasar asidosis respiratorik adalah hipoventilasi alveolar, istilah yang sebenarnya sinonim dengan penumpukan CO2. Dalam keadaan normal, 15.000-20.000 mmol CO2 diproduksi setiap hari oleh jaringan melalui metabolisme dan dikeluarkan melalui paru. Sebagian besar CO2 dibawa keparu dalam bentuk HCO3- darah. Ketika CO2 jaringan memasuki darah, terjadi peningkatan kadar ion H+ yang merangsang pusat pernafasan, sehingga menyebabkan peningkatan ventilasi dalam keadaan normal, proses ini begitu efisien sehingga PaCO2 dan pH tetap berada dalam batas normal. Penumpukan CO2 hampir selalu disebabkan oleh hambatan pada kecepatan ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh overproduksi CO2 akibat hipermatabolisme. Penyebab asidosis respiratorik Hambatan pada pusat pernafasan di medula oblongata 1. Obat-obatan : Kelebihan dosis opiat, sedatif, anestetik (akut) 2. Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik 3. Henti jantung (akut) 4. Apnea saat tidur Gangguan otot-otot pernafasan dan dinding dada 1. Penyakit neuromuskuler : miastenia gravis, sindrom guillain-Barre, poliomielitis, sklerosis lateral amiotropik. 2. Deformitas rongga dada : kifoskoliosis 3. Obesitas yang berlebihan : sindrom pickwikian 4. Cedera dinding dada seperti patah tulang-tulang iga

Gangguan pertukaran gas 1. PPOM (emfisema dan bronkitis) 2. Tahap akhir penyakit paru intrinsik yang difus 3. Pneumona atau asama yang berat 4. Edema paru akut 5. Pneumotorak Obstruksi saluran nafas atas yang akut 1. Aspirasi benda asing atau muntah

2. Laringospasme atau edema laring, bronkospasme berat Gambaran klinis Gejala dan tanda retensi CO2 tidak bersifat khas dan pada umumnya tidak mencerminkan kadar PaCO2. Selain itu, asidosis respiratorik akut maupun kronis selalu disertai dengan hipoksemia, sehingga hipoksemia menjadi penyebab terhadap tanda-tanda klinis akibat retensi CO2. Pada umumnya, dengan semakin besar cepat peningkatan PaCO2 , maka semakin berat gejala yang ditimbulkan. Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Peningkatan akut kadar PaCO2 hingga mencapai 60 mmHg atau lebih akan menyebabkan terjadinya somnolen.Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika pernafasan sangat terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu terganggu. PaCO2 menyebabkan semacam sindrom metabolic otak, sehingga timbul asteriksis (flapping tremor) dan mioklonus (kedutan otot). Retensi CO2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak, sehingga kongesti pembuluh darah otak yang terkena sehingga terjadi peningkatan tekanan intracranial, dan dapat bermanifes sebagai papil edema (pembengkakan diskus optikus yang terlihat dnegan pemeriksaan oftaslmoskop). Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari. Pada keadaan akut, gejala yang mendominasi adalah gejala penekanan pernapasan yang berhubungan dengan terjadinya hipoksemia.

Diagnosis Pada asidosis respiratorik, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dimana ph serum dapat normal atau sedikit menurun dengan adanya kompensasi ginjal, maka pada asidosis respiratorik kronis dapat terkompensasi dengan baik. Pada hiperkapnia kronis sering terjadi polisitemia kompensatorik. Kadar hemoglobin dapat mencapai 16-22g/L. pada umumnya gejala COPD (chronic obstructive pulmonary disease) mendominasi. Asidosis respiratorik akut dan kronis dibedakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan analisis gas darah arteri. Perubahan konsentrasi bikarbonat serum pada asidosis respiratorik dapat diperkirakan sebagai berikut: * Asidosis respiratorik akut: Bikarbonat meningkat 1 mEq / L untuk setiap kenaikan 10-mm Hg PaCO2 * Asidosis respiratorik kronis: Bikarbonat meningkat 3,5 mEq / L untuk setiap kenaikan 10mm Hg PaCO2 Perubahan diharapkan dalam pH dengan asidosis pernafasan dapat diperkirakan dengan rumus berikut: *Asidosis respiratorik akut: Perubahan pH = 0,008 (40 - PaCO2) * Asidosis respiratorik kronis: Perubahan pH = 0,003 (40 - PaCO2)

Elektrolit Asidosis respiratorik tidak memiliki efek yang nyata pada kadar elektrolit. Beberapa efek kecil terjadi di tingkat kalsium dan kalium. Asidosis menurunkan pengikatan kalsium untuk albumin dan cenderung untuk meningkatkan tingkat serum kalsium terionisasi. Selain itu, asidemia menyebabkan pergeseran kalium ekstraselular. Walaupun demikian, Asidosis respiratorik, jarang menyebabkan hiperkalemia klinis yang signifikan.

Penanganan Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari paru-paru. Pada asidosis respiratorik akut, penganan bertujuan untuk memulihkan ventilasi efektif secepatnya denga terapi O2 dan mengatasi penyebab yang mendasari. PaO2 harus dinaikan sampai mencapai batas minimum 60mmHg dan pH diatas 7,2 untuk menghindari terjadninya disritmia jantung. Kadar O2 yang tinggi (>50%) aman diberikan kepada pasien selama 1-2 hari bila tidak ada riwayat hiperkapnia kronis. Perhatian yang besar harus ditujukan dalam pemberian O2 pada pasien hiperkapnia kronis. Karena hipoksia mengambil alih hiperkapnia sebagai pendorong utama pernapasannya, maka dilakukan pemberian O2 agar rangasangan hipoksia terhadap pernapasan akan hilang. Untuk itu pemberian O2 dalam kadar serendah mungkin (24-28%) akan meningkatkan kadar PaO2 samapai 60-70 mmHg. Gas darah arteri harus selalu dipantau untuk mengetahui adanya peningkatan PaCO2 dan memburuknya ventilasi alveolar.Obat-obatan untuk memperbaiki pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paru-paru seperti asma dan emfisema. Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang berat, mungkin perlu diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik.

Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah gangguan klinis karena hiperventilasi alveolar yang menyebabkan penurunan primer dari PaCO2 (hipokapnea) sehingga terjadi penurunan PH. PaCO2 < 35 mmHg dan pH > 7,45. Penurunan PCO2 (hipokapnia) terjadi ketika adanya stimulus pernapasan yang kuat, menyebabkan paru-paru mengeluarkan karbon dioksida yang diproduksi secara metabolik di dalam jaringan Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H+ dengan akibat lebih sedikit absorbsi HCO3 . Penurunan HCO3 serum berbedabeda, tergantung apakah keadaanya akut atau kronik. Etiologi dan patogenesis Penyebab mendasar alkalosis respiratorik adalah hiperventilasi alveolar atau ekskresi CO2 yang berlebihan pada udara ekspirasi. Hiperventilasi tidak boleh dikacaukan dengan peningkatan frekuensi pernapasan (takipnea) yang dapat atau tak menyertai hiperventilasi. Pada frekuensi pernapasan normal dapat terjadi hiperventilasi jika volume tidal meningkat. Hiperventilasi hanya dapat diidentifikasi melalui PaCO2 yang menurun. Alkalosis respiratorik mungkin merupakan

gangguan keseimbangan asam-basa yang paling sering terjadi, meskipun sering tidak dikenali. Hiperventilasi mungkin sulit dikenali secara klinis, dan seringkali diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan gas darah. Alkalosis respiratorik dapat terjadi akibat rangsangan pusat pernapasan di medula oblongata. Sejauh ini, penyebab tersering adalah hiperventilasi fungsional akibat kecemasan dan stres emosional (sindrom hiperventilasi atau hiperventilasi psikogenik). Apabila kita memperhatikan situasi hidup manusia yang penuh stres baik dalam lingkungan rumah sakit (mis: nyeri, menuggu hasil pemeriksaan keganasan) maupun dalam masyarakat, maka tidak mengherankan jika sindrom hiperventilasi ini sering terjadi. Hampir setiap orang pernah mengalami sindrom hiperventilasi dalam hidupnya. Keadaan lain yang merangsang pusat pernapasan adalah keadaan hipermetabolik yang disebabkan oleh demam atau tirotoksikosis serta lesi CNS seperti gangguan pembuluh darah otak, meningithis, cedera kepala, atau tumor otak. Salisilat adalah obat terpenting yang dapat menyebabkan alkalosis respiratorik, agaknya melalui rangsangan langsung pada pusat pernapasan di medula oblongata. Hipoksia adalah penyebab lazim hiperventilasi primer yang menyertai pneumonia, edema paru atau fibrosis paru, dan gagal jantung kongestif. Umunya, diperlukan penurunan PaCO2 di bawah 60 mmHg untuk merangsang ventilasi. Koreksi hipoksia jaringan menyebabkan cepat pulihnya alkalosis respiratorik. Hiperventilasi kronis terjadi sebagai respons penyesuaian terhadap ketinggian (tekanan oksigen lingkungan yang rendah). Alkalosis respiratorik sering disebabkan faktor iatrogenik akibat ventilasi mekanis dengan ventilator siklus volume atau tekanan . Alkalosis respiratorik sering terjadi pada sepsis gram negatif dan sirosis hati. Akhirnya, meskipun hiperpnea merupakan respons penyesuaian terhadap kebutuhan oksigen yang meningkat selama latihan fisik, tapi kadang juga dapat menimbulkan alkalosis respiratorik sementara. Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paruparu karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbondioksida darah menurun dan darah menjadi lebih basa yang dapat menyebabkan alkalosis respiratorik. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi menit. Alkalosis yang disebabkan oleh gangguan pernapasan akan merangsang kompensasi ginjal. Kompensasi ginjal mengusahakan pemulihan pH ke tingkat normal dengan menunjukkan sekresi ion hidrogen dan secara aktif dan mensekresikan ion bikarbonat ke dalam urine. Kompensasi ginjal memerlukan waktu 24 jam agar efektif. Ginjal menggunakan buffer (penyangga tubuh) dalam menormalkan pH. Penyangga adalah campuran dari asam lemak dan garm basanya. Istilah penyangga menjelaskan substansi kimia yang mengurangi perubahan pH dalam larutan yang disebabkan penambahan asam ataupun basa. Asam-asam seperti karbonat dan klorida, menetralkan kelebihan alkali di dalam cairan tubuh, mencegah alkalosis, suatu kondisi yang dapat menjadi fatal bila tidak diperbaiki. Respons segera terhadap penurunan akut PaCO2 adalah suatu mekanisme buffer intrasel. H+ dilepas dari bufer jaringan intrasel, yang memperkecil alkalosis dengan menurunkan HCO3plasma. Alkalosis akut juga merangsang pembentukan asam laktat dan piruvat di dalam sel dan membantu pelepasan H+ lebih banyak ke dalam ECF. Bufer ekstrasel oleh protein plasma hanya sedikit menurunkan HCO3- plasma. Efek mekanisme bufer ECF dan ICF adalah sedikit

menurunkan HCO3- plasma. Apabila hipokapnia tetap berlangsung, maka penyesuaian ginjal mengakibatkan lebih banyak HCO3- plasma yang berkurang. Terjadi hambatan reabsorpsi tubulus ginjal dan pembentukan HCO3- baru. Seperti halnya pada asidosis respiratorik, kompensasi pada alkalosis respiratorik kronis jauh lebih sempurna dibandingkan pada keadaan akut. Pada keadaan akut, penurunan kadar HCO3- plasma diperkirakan sebesar 2 mEq/L untuk setiap penurunan PaCO2 sebesar 10 mmHg, penurunan HCO3- diperkirakan 5 mEq/L untuk setiap penurunan PaCO2 sebesar 10 mmHg pada keadaan kronis. Penyebab Alkalosis respiratorik 1. Rangsangan pusat pernapasan hiperventilasi psikogenik yang disebabkan oleh stres emosional keadaan hipermetabolik : demam, tirotoksikosis gangguan cns cedera kepala atau gangguan pembuluh darah otak tumor otak intoksikasi salisilat

2. Hipoksia pneumonia, asma, edema paru gagal jantung kongestif fibrasis paru tinggal ditempat yang tinggi

3. Ventilasi mekanis yang berlebihan 4. Mekanisme yang belum jelas sepsis gram negatif serosis hepatis

5. Latihan fisik

Gambaran Klinis Terdapat pola nafas yang berbeda-beda pada sindrom hiperventilasi yang diinduksikan oleh kecemasan, mulai dari pernafasan yang normal sampai pernapasan yang jelas tampak lebih cepat, dalam, dan panjang. Pasien seringkali terlihat banyak menguap. Keluhan yang seing diutarakan adalah tidak dapat memperoleh udara yang cukup atau napas pendek walaupun sudah bernapas berlebihan.

Gejala mencolok lainnya adalah parestesi sekitar mulut, kesemutan dan rasa baal di jari tangan dan kaki. Pasien dapat mengeluhkan kelelahan kronis, berdebar-debar, cemas, mulut terasa kering dan tidak bisa tidur. Pada pemeriksaan, telapak tangan dan kaki terasa dingin dan lembab, dan pasien menunjukan ketegangan emosi. Alkalosis respiratorik berat dapat disertai dengan ketidak mampuan berkonsentrasi, kekacauan mental dan sinkop.

Diagnosis Diagnosis alkalosis ditegakan berdasarkan pada gejala dan tanda neuromuscular, karena neuromuskular meningkatkan iritabilitas neuromuscular secara langsung. Selain itu, kalsium lebih sedikit terionisasi dalam suatu medium alkali, sehingga hipokalsemia fungsional dapat menimbulkan tetani. Pemeriksaan laboratorium pada alkalosis respiatorik akut adalah pH yang lebih dari 7,45 dan PaCO2 yang kurang dari 35mmHg. Bila misalnya terjadi penurunan PaCO2 yang cepat sampai 20mmHg, maka penurunan HCO3- plasma tidak boleh melebihi 4 mEq/L karena adanya mekanisme bufer sel. Pemeriksaan laboratorium lainnya adalah hiperkloremia timbale balik dan hipokalemia. Diagnosis alkalosis respiratorik ditegakan berdasarkan pada anamnesis, gejala dan tanda, serta dipastikan dengan bukti hasil pemeriksaan laboratorium. Perubahan konsentrasi bikarbonat serum dapat diperkirakan sebagai berikut.: *Akut - Bikarbonat (HCO3-) turun 2 mEq / L untuk setiap penurunan 10 mm Hg di PCO2, yaitu, HCO3 = 0,2 (PCO2); kompensasi maksimum: HCO3-= 12-20 mEq / L *Kronis - Bikarbonat (HCO3-) turun 5 mEq / L untuk setiap penurunan 10 mm Hg di PCO2, yaitu, HCO3 = 0,5 (PCO2); kompensasi maksimum: HCO3-= 12-20 mEq / L Perlu diperhatikan bahwa konsentrasi plasma bikarbonat kurang dari 12 mmol / L adalah tidak biasa dalam alkalosis respiratorik murni, maka perlu dipertimbangkan asidosis metabolik. Perubahan diharapkan dalam pH dengan alkalosis pernapasan dapat diperkirakan dengan rumus berikut: *Alkalosis pernapasan akut: Perubahan pH = 0,008 X (40 - PCO2) *Alkalosis pernapasan kronis: Perubahan pH = 0,017 X (40 - PCO2)

Penanganan Satu-satunya penanganan yang dapat berhasil mengatasi alkalosis respiratorik adalah dengan mengatasi penyebab yang mendasari. Hiperventilasi dengan ventilator mekanis dapat dikoreksi dengan menurunkan ventilasi jika berlebihan, atau menambah ruang hampa udara (dead space). Apabila hal ini tidak dapat dicapai dengan penyesuaian oksigenasi, dapat digunakan campuran gas yang mengandung 3% CO2 untuk sementara waktu.

Apabila kecemasan yang berat menyebabkan timbulnya sindrom hiperventilasi, maka menyuruh pasien bernapas dalam kantong kertas yang disungkupkan rapat disekitar hidung dan mulut, umumnya berhasil menghentikan serangan akut. Konseling penanggulangan stress. Gangguan Asam Basa Campuran Gangguan asam basa campuran adalah keadaan dimana terdapat satu atau lebih gangguan asam basa sederhana yang terjadi bersama-sama. Gangguan ganda Efek aditif pada perubahan PH Asidosi metabolik + asidosis respiratorik PaCO2 terlalu tinggi HCO3 terlalu rendah pH sangat rendah Alkalosis metabolik + Alkalosis respiratirik PaCO2 terlalu rendah HCO3 terlalu tinggi pH sangat tinggi Sebab-sebab yang sering

Henti kardiopulmonar Pasien PPOM yang mengalami syok Gagal ginjal kronik dengan kelebihan volume dan edema paru Pasien dengan ketoasidosis diabetik yang mendapat narkotik kuat atau barbiturat. Pasien PPOM yang mendapat ventilasi berlebuhan lewat respirator mekanik Pasien hiperventilasi dengan gagal jantung kongestif atau sirosis hati yang munyah-muntah atau mendapat pengobatan dengan deuretik kuat atau penyedotan nasogastrik Pasien cidera kepala dengan hiper ventilasi yang mendapat deuretik

Efek yang mengukuti perubahan pH Asidosis metabolik + Alkalosis respiratorik PCO2 terlalu rendah HCO3 terlalu rendah pH mendekati normal Alkalosis metabolik + Asidosis respiratorik PaCO2 terlalu tinggi HCO3 terlalu tinggi pH mendekati normal

Asidosis laktat sebagai komplikasi syok septik Sindrom hepato renal Intoksikasi salisilat Pasien PPOM yang muntah atau yang menjalani penyedotan nasogastrik atau deuretik kuat Sindrom distres paru dewasa

YANG IKO NDAK TAU SUMBERNYO TAPI KAYAKNYO ANCAK


8

Tabel gangguan keseimbangan asam basa


Asidosis Respiratorik Penyebab : Hiperventiasi Hasil : HCO3 24,0 mEq/L H2CO3 2,7 mEq/L Rasio 8,8 : 1 PCO2 90,0 mmHg PH 7,2 Mekanisme kompensasi : Meningkatkan respirasi, Amonia ginjal dan ekskresi asam meningkat, penahanan ginjal ; dominasi buffer basa Hasil : HCO3 38,1 mEq/L H2CO3 2,5 mEq/L Rasio 15,2 : 1 PCO2 80,0 mmHg PH 7,3 Alkalosis Metabolik Penyebab : Muntah, pengeluaran cairan lambung, over dosis NaHCO3, terapi diuretik berlebihan dengan kehilangan asam Hasil : HCO3 38,0 mEq/L H2CO3 1,2 mEq/L Rasio 31,6 : 1 PCO2 40,0 mmHg PH 7,6 Mekanisme kompensasi : Pernafasan lambat, dangkal , Peningkatan ekkresi bikarbonat pada ginjal, penahanan asam ; dominasi buffer asam Hasil : HCO3 34,5 mEq/L H2CO3 1,33 mEq/L Rasio 25,9 : 1 PCO2 45,0 mmHg PH 7,5 24,0 mEq/L 1,2 mEq/L 20 : 1 40,0 mmHg 7,4 Alkalosis Respiratorik Penyebab : Hiperpnea , demam Hasil : HCO3 24,0 mEq/L H2CO3 0,6 mEq/L Rasio 40 : 1 PCO2 20,0 mmHg PH 7,55 Mekanisme kompensasi : Penurunan respirasi, peningkatan ekskresi bikarbonat diginjal, penahanan asam : dominasi buffer asam Hasil : HCO3 20,0 mEq/l H2CO3 0,8 mEq/L Rasio 25 : 1 PCO2 25,0 mmHg PH 7,52

NORMAL HCO3 + H2CO3 Rasio PCO2 PH

: : : : :

Asidosis Metabolik Penyebab : asidosis nefritis (penurunan eksresi metabolisme asam ), asidosis diabetik (pengeluaran produksi metabolisme asam), diare, fistula pencernaan (kehilangan bikarbonat utama) Hasil : HCO3 15.0 mEq/L H2CO3 1,2 mEq/L Rasio 12,5 : 1 PCO2 40,0 mmHg PH 7,2 Mekanisme kompensasi : Peningkatan respirasi, peningkatan amonia di ginjal, peningkatan ekskresi asam, penahanan bikarbonat : dominasi buffer asam Hasil : HCO3 17,2 mEq/L H2CO3 0,9 mEq/L Rasio 19 : 1 PCO2 30,3 mmHg

PH

7,38

FIK UI B 95

10

Anda mungkin juga menyukai