Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Dari data epidemiologi di Amerika Serikat didapat bahwa trauma pada mata merupakan 3-4 % dari seluruh kecelakaan kerja. Sebagian besarnya (84%) merupakan trauma kimia. Sekitar 15-20% pasien dengan luka bakar pada wajah menunjukkan adanya trauma pada mata. (1,2,3) Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium, industri, pekerjaaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan yang memakai bahan kimia di abad modern. Trauma kimia ini sangat mengkhawatirkan karena berkemampuan untuk menyerang berbagai macam struktur ocular dan berpotensi menyebabkan kebutaan. (3,4) Keparahan luka yang timbul tergantung kepada zat penyebabnya, berapa lama zat tersebut berkontak dengan mata dan bagaimana penanganannya. Kerusakan biasanya terbatas pada segmen depan mata termasuk kornea, konjungtiva, dan kadang mengenai struktur internal mata seperti lensa. (2,5,6) Bahan kimia basa adalah yang paling merusak karena

bahan kimia ini memiliki sifat baik hydrophilic dan lipophilic dan mampu menembus membran sel dengan cepat. Bahkan mungkin mampu untuk menembus bilik mata depan. Kerusakan okular terjadi akibat saponificasi membran sel dan kematian sel bersamaan dengan hancurnya matriks ekstraselular. (3) Bahan kimia asam pada umumnya menyebabkan

kerusakan lebih ringan daripada basa karena kebanyakan protein di kornea akan mengikat asam dan dapat berfungsi sebagai chemical buffer. Jaringan yang terkoagulasi karenanya, akan berperan sebagai penghambat terhadap penetrasi

lebih lanjut dari asam. Kerusakan okular karena asam disebabkan oleh karena pengerutan serabut kolagen. (3) Kemajuan pesat telah diperoleh sejak ditemukannya cara penanganan trauma yang tepat sehingga hasil akhir lebih baik, trauma kimia pada wajah dan mata membutuhkan perhatian lebih khusus selain trauma lainnya pada mata.(7,8)

1.2 Batasan Masalah Case Report Session ini membahas mengenai definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari trauma kimia pada mata.

1.3 Tujuan Penulisan Penulisan Case Report Session ini bertujuan menambah pengetahuan para dokter muda mengenai trauma kimia pada mata.

1.4 Metode Penulisan Penulisan Case Report Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada berbagai literatur.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trauma kimia mata adalah trauma yang mengenai bagian dalam maupun luar mata, disebabkan oeh zat kimia yang dapat berupa asam atau basa. Trauma kimia mata merupakan salah satu kegawatdaruratan dalam ilmu penyakit mata. (2)

2.2 Etiologi Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata digolongkan kedalam 2 kelompok : 1. Alkali/basa Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:

a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan

pembersih rumah tangga, zat pendingin, dan pupuk.


b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa. c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur. 2.

Acid/asam

Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:


a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan

pembersih (industri).
b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah. c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan

trauma alkali. Ditemukan pada pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok kaca.
d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka. e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih. (6)

2.3 Patogenesis

Tingkat keparahan perlukaan pada trauma kimia mata, tergantung pada: (9) 1. pH, volume dan konsentrasi larutan

2. 3.

Lama kontak dan luas permukaan yang terkena Kemampuan memasuki jaringan mata Penetrasi alkali dan asam kedalam stroma menyebabkan kematian keratosit dan hidrasi yang berakibat hilangnya kejernihan stroma. Waktu yang dibutuhkan untuk penetrasi zat kimia kedalam bilik mata depan bervariasi untuk setiap zat. Penetrasi pada trauma ammonia terjadi segera setelah trauma. Sedangkan trauma sodium hidroksida butuh waktu sekitar 3-5 menit untuk masuk kedalam bilik mata depan. Jika pH permukaan mata telah kembali normal, maka pH aquos humour akan kembali normal dalam 30 menit sampai 3 jam tergantung jumlah zat yang masuk kebilik mata depan. (10)

4.

Derajat perlukaan stem cell limbus Stem sel limbus berperan dalam reepitelisasi dan penyembuhan luka kornea. (11)

2.4 Patogenesis7 a. Trauma alkali Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya baik sel maupun jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membran sel. Akibat safonifikasi membran sel akan lebih mudah berpenetrasi lanjut. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosit. Serat kolagen kornea akan menjadi bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edem kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan masuknya pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea yang rusak akan mempermudah sel epitel di atasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma di bawahnya. Sel epitel baru ini melekat dengan stroma di bawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan lepasnya plasminogen aktivator, dilepas juga kolagenase yang akan merusak

kolagen kornea sehingga terjadi tukak pada kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan tukak kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 14 21. Biasanya tukak pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia atau vaskularisasi telah menutup seluruh dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Susunan cairan mata akan berubah, yaitu kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting pada pembentukan jaringan kolagen kornea. Teori terbentuknya kolagenase :

Defek pada epitel kornea mengakibatkan plasminogen aktivator yang terbentuk merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin melalui C3a mengeluarkan faktor kemotaktik untuk leukosit polimorfonuklear. Kolagenase laten berubah menjadi kolagenase aktif akibat terdapatnya tripsin, plasmin ketepepsin. Kolagenase aktif dapat juga berasal dari tukak kornea Keratosit juga membentuk kolagenase aktif melalui kolagenase laten.

Perjalanan penyakit trauma alkali : Keadaan akut yang terjadi pada minggu pertama :

Membran sel rusak Tergantung pada kekuatan alkali dapat mengakibatkan rusaknya epitel, keratosit, saraf kornea dan pembuluh darah Terjadi kerusakan komponen vaskular iris, badan siliar dan epitel lensa Trauma berat akan merusak sel goblet konjungtiva bulbi. Tekanan intraokular akan meninggi Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar Kornea keruh dalam beberapa menit Infiltrasi segera sel polimorfonuklear, monosit dan fibroblast

Keadaan pada minggu kedua dan ketiga :

Mulai terjadi regenerasi epitel konjungtiva dan kornea Masuknya neovaskularisasi ke dalam kornea disertai dengan sel radang Kekeruhan pada kornea akan mulai menjernih kembali Sel penyembuhan berbentuk invasi fibroblast memasuki kornea dengan terbentuknya kolagen Trauma alkali berat akan membentuk jaringan granulasi pada iris dan badan siliar sehingga terjadi fibrosis.

Keadaan pada minggu ketiga dan selanjutnya :

Terjadi vaskularisasi aktif sehingga seluruh kornea tertutup oleh pembuluh darah Jaringan pembuluh darah membawa bahan nutrisi dan bahan penyembuhan jaringan seperti protein dan fibroblast. Akibat daripada terdapatnya jaringan dengan vaskularisasi ini, tidak akan terjadi perforasi kornea Mulai terjadi pembentukan panus pada kornea Endotel yang tetap sakit akan mengakibatkan edem kornea. Terdapat membran retrokornea, iritis, dan membran siklitik Dapat terjadi kerusakan permanen saraf kornea dengan gejala-gejalanya Tekanan bola mata dapat rendah atau tinggi.

Kelainan pada jaringan lain akibat trauma alkali Kelopak :

Trauma alkali akan membentuk jaringan parut pada kelopak Margo palpebra rusak sehingga mengakibatkan gangguan pada break up time air mata

Lapisan tear film kornea menjadi tidak normal Terjadi pembentukan jaringan parut pada kelenjar aksesori air mata, yang mengakibatkan mata menjadi kering.

Konjungtiva :

Terjadi kerusakan pada sel goblet Sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang daya basahnya

terhadap kornea pada setiap kedipan kelopak Dapat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan

menarik bola mata sehingga pergerakkan mata menjadi terbatas Akibat daripada simblefaron penyebaran air mata tidak merata Terjadi pelepasan kronik daripada epitel kornea Terjadi keratinisasi (pertandukan) epitel kornea akibat

berkurangnya musin. Lensa : Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa. b. Trauma asam. 7,8 Trauma asam mengakibatkan perubahan reaksi biokimia yang ditentukan oleh jenis anion asam yang menyebabkan trauma. Asam merusak dan memutus ikatan intramolekul protein, dan protein yang berkoagulasi merupakan barier terhadap penetrasi asam yang lebih lanjut ke dalam jaringan. Diketahui bahwa asam sulfat mengakibatkan kadar mukopolisakarida jaringan menurun. Bila trauma disebabkan oleh asam klorida, maka pH cairan mata turun sesudah trauma berlangsung 30 menit. Pada trauma asam tidak terdapat gangguan pembentukan jaringan kolagen. Walaupun demikian asam kuat seperti asam sulfat dapat menyebabkan kerusakan yang cukup berat. Hal ini disebabkan trauma asam kuat dapat merusak korpus silier dan terjadi penurunan kadar asam askorbat dalam cairan mata dan kornea. Perjalanan penyakit trauma asam : 7 Pada minggu pertama :

Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan

Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma kornea, keratosit, dan endotel kornea

Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea, iritis dan katarak

Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam beberapa hari dan kemudian sembuh

Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh bahan asam terjadi dalam waktu 24 jam

Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam knjungtiva bulbi menjadi hiperemi dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi.

Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat menjadi normal atau merendah

Trauma asam pada minggu 1-3 : Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga ini Pada trauma asam yang berat akan terbentuk tukak kornea dengan neovaskularisasi yang bersifat progresif Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi berat pada kornea

Trauma asam sesudah 3 minggu : Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu Pada endotel dapat terbentuk membrane fibrosa yang merupakan bentuk penyembuhan kerusakan endotel

2.5 Diagnosis Diagnosis trauma kimia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis Umumnya, pasien datang dengan keluhan ada cairan atau gas yang mengenai mata. Pada anamnesa perlu diketahui : a. Tanyakan pada anamnesa mengenai jenis zat kimia penyebab, nama dagang atau tipe produknya. b. Kapan terjadi kecelakan dan lamanya zat kimia penyebab berkontak dengan mata. c. Tindakan awal membersihkan mata. d. Apa yang sedang dilakukan saat kejadian.
e. Penggunaan alat pelindung diri seperti googles (kacamata). (6)

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang teliti dan lengkap harus ditunda sampai mata yang terkena bahan kimia di irigasi dan pH nya sudah kembali netral. Setelah mata di irigasi dilakukan pemeriksaan mata yang teliti yang di titik beratkan pada kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemia limbus, dan tekanan intra okuler. Supaya pasien lebih nyaman dan lebih kooperatif sewaktu pemeriksaan, dapat diberikan anastesi topikal terlebih dahulu. (12)

Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah : a) Defek epitel kornea Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari keratitis epitel punctata yang ringan sampai defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai adanya defek epitel namun tidak di temukan pada pemeriksaan awal, mata tersebut harus di periksa ulang setelah beberapa menit. b) Stroma yang kabur Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan sampai opasifikasi menyeluruh sehingga tidak bisa melihat KOA c) Perforasi kornea Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari minggu setelah trauma kimia yang berat d) Reaksi Inflamasi KOA Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering terjadi pada trauma alkali

e)

Peningkatan TIO Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi segmen anterior, dan tingkat deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan penurunan outflow uveoscleral dan peningkatan TIO.

f)

Kerusakan kelopak mata Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup maka akan mudah iritasi

g)

Inflamasi konjungtiva Dapat terjadi hiperemi konjungtiva dan kemosis

h)

Iskemia peri limbal Iskemia perilimbal sangat mempengaruhi prognosis

penyembuhan kornea i) Penurunan ketajaman penglihatan Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea,

meningkatnya lakrimasi atau ketidaknyamanan pasien. Mc Culey membagi trauma kimia mata menjadi 4 fase yaitu : (13) 1. Fase Immediate Pada pemeriksaan awal harus dinilai 3 hal yaitu :
a) Tingkat keparahan trauma

b) Prognosis c) Terapi yang diberikan Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis adalah:

1. Klasifikasi Hughes a) Ringan : erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik konjungtiva atau sclera.
b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis

iskemik yang minimal di konjungtiva dan sclera.


c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera

yang signifikan. 2. Klasifikasi Thoft a) Grade 1 : kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3 limbus c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus 2. Fase Akut Selama minggu pertama setelah trauma, hal hal yang harus diperhatikan adalah : a) b) c) d) Ada atau tidaknya re-epitelisasi Kejernihan kornea dan lensa Tekanan intra okuler Inflamasi di bilik mata depan

Proses inflamasi yang progresif menyebabkan mulainya re-epitelisasi, proliferasi, dan migrasi keratosit menjadi terlambat sehingga inflamasi harus di kontrol. 3. Fase Pemulihan dini

Pada fase ini yang di monitor adalah sama pada fase akut di tambah dengan perubahan dalam kejernihan dan ketebalan kornea. Selama fase ini epitel dan keratosit di kornea dan konjungtiva terus berproliferasi untuk memperbaiki stroma dan permukaan okuler, sehingga struktur dan fungsinya kembali normal. Pada kasus trauma kimia yang tidak terlalu parah, biasanya pada fase ini re-epitelisasi telah selesai, dengan tanda opasifikasi tidak ada lagi. Sedangkan pada kasus yang lebih parah, pada fase ini re-epitelisasi terhenti atau tertunda, sehingga proses perbaikan epitel terganggu akibatnya terjadi : a) Debridement proteolitik matrik stroma berlebihan b) Stroma menipis dan mungkin terjadi perforasi 4. Fase Pemulihan Akhir Pada fase ini mata mengalami perkembangan re-epitelisasi yang bisa di kelompokkan menjadi :
a) Re-epitelisasi komplit atau hampir komplit

Gejala klinis abnormal yang masih ada yaitu : 1. Anestesi kornea 2. Abnormalitas musin dan sel goblet 3. Regenerasi membrane desement epitel baru yang lambat 4. Pada kasus yang lebih parah mungkin terdapat fibrovaskuler pannus pada kornea Walaupun re-epitelisasi telah selesai, kita tetap harus waspada dan kornea harus di periksa dengan cermat untuk menilai : 1. Apakah sensasi kornea telah kembali atau sembuh 2. Ada atau tidaknya keratitis pungtata superficial 3. Perlengketan epitel yang abnormal

4. Vaskularisasi stroma b) Trauma yang luas dan berat menyebabkan re-epitelisasi kornea dan epitel konjungtiva. Kejadian trauma ini harus diketahui karena kalau tidak terjadi reepitelisasi setelah beberapa minggu ini akan mengakibatkan terjadinya sequele. Kalau sudah timbul sequel walupun telah dilakukan adhesi jaringan tapi permukaan mata akan sembuh dengan adanya : 1. Jaringan parut dan vaskularisasi 2. Defisiensi musin dan sel goblet 3. Erosi epitel persisten atau rekuren 4. Fibrovaskular pannus Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan pH permukaan mata

Hal ini penting dilakukan dan irigasi harus tetap dilakukan sampai pH kembali netral b) Tes Flouresein Tes ini dilakukan untuk mengetahui kerusakan epitel kornea. (11)

2.6 Penatalaksanaan Tergantung pada 4 fase traumanya yaitu (11)


1. Fase kejadian (immediate)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin. Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah kejadian.

Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu. Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali normal. Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.

2. Fase akut (sampai hari ke7) Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai berikut : a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping itu juga diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi. b. Mengontrol tingkat peradangan 1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang 2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topical steroid. Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini. c. Mencegah infeksi sekuder Antibiotik profilaks topical sebaiknya diberikan pada fase awal. d. Mencegah peningkatan TIO e. Suplemen/antioksidan

f. Tindakan pembedahan 3. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21) Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah : a. Hambatan reepitelisasi kornea b. Gangguan fungsi kelopak mata c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea 4. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)

Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya)

untuk penglihatan. b. Pembedahan Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat penting untuk dilakukan operasi.

2.7 Komplikasi (1,2,3,4,5,7,8,9,10)

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Jaringan parut pada kornea Ulkus kornea Jaringan parut pada konjungtiva Dry eyes Simblefaron Sikatrik yang menyebabkan enteropion/ekstropion

7. 8. 9. 10. 11.

Trikiasis Stenosis/oklusi punctum Pembentukanpannus Katarak Glaucoma

2.8 Prognosis Prognosis trauma kimia tergantung pada keparahan bagian yang terkena, khususnya terkait defek epitel kornea dan derajat iskemik limbus. Kebanyakan kasus bisa sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai komplikasi seperti glaucoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa kasus menimbulkan kebutaaan. (1) Berdasarkan klasifikasi Hughes dan Thoft yang telah diuraikan pada gejala klinis maka prognosisnya adalah sebagai berikut: 1. Hughes
a. derajat ringan b. derajat sedang c. derajat berat

: prognosis baik : prognosis sedang : prognosis buruk

2. Thoft
a. Grade 1 dan 2 b. Grade 3 c. Grade 4

: prognosis baik : prognosis dubia : prognosis buruk

Anda mungkin juga menyukai