Anda di halaman 1dari 17

TONSILITIS AKUT a.

Etiologi Tonsillitis akut ini lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta hemolitikus, pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes. Virus terkadang juga menjadi penyebab penyakit ini. Tonsillitis ini seringkali terjadi mendadak pada anak-anak dengan peningkatan suhu 1-4 derajat celcius. b. Patofisiologi Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis. Tonsillitis akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsillitis lakunaris c. Manifestasi Klinik Tonsillitis Streptokokus grup A harus dibedakan dari difteri, faringitis non bakterial, faringitis bakteri bentuk lain dan mononukleosis infeksiosa. Gejala dan tanda-tanda yang ditemukan dalam tonsillitis akut ini meliputi suhu tubuh naik hingga 40o, nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu menelan, nafas yang berbau, suara akan menjadi serak, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga. Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel,lakuna akan tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.

d. Komplikasi Otitis media akut (pada anak-anak), abses peritonsil, abses parafaring,toksemia, septikemia, bronkitis, nefritis akut, miokarditis, dan arthritis. e. Pemeriksaan 1. Tes Laboratorium Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang adadalam tubuh pasien merupkan bakteri grup A, karena grup ini disertaidengan demam reumatik, glomerulonefritis dan demam. 2. Pemeriksaan Penunjang Kultur dan uji resistensi bila diperlukan. 3. Terapi Dengan menggunakan antibiotik spektrum luas dan sulfonamide,antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan. f. Perawatan Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan perawatan sendiri dan dengan menggunakan antibiotik. Tindakan operasihanya dilakukan jika sudah mencapai tonsillitis yang tidak dapatditangani sendiri. 1. Perawatan Sendiri Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkanvirus itu hilang dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggusebaiknya penderita banyak istirahat, minum minuman hangat jugamengkonsumsi cairan menyejukkan. 2. Antibiotik Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotic yang akan berperandalam proses penyembuhan. Antibiotic oral perlu dimakanselama setidaknya 10 hari. 3. Tindakan Operasi Tonsilektomi biasanya dilakukan pada anak-anak jika anak mengalamitonsillitis selama tujuh kali atau lebih dalam setahun, anak mengalamitonsillitis lima kali atau lebih dalam dua tahun, tonsil membengkak dan berakibat sulit bernafas, adanya abses.

TONSILITIS MEMBRANOSA Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa beberapa diantaranya yaitu: Tonsilitis difteri Tonsilitis Septik Angina Plaut Vincent

A. Tonsilitis Difteri 1. Etiologi Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri gram positis pleomorfik penghuni saluran pernapasan atas yangdapat menimbulkan abnormalitas toksik yang dapat mematikan bilaterinfeksi bakteriofag. 2. Patofisiologi Bakteri masuk melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak pada permukaan mukosa saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling lalu selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalu pembuluh darah dan limfe. Toksin ini merupakan suatu protein yang mempunyai 2 fragmen yaitu aminoterminal sebagai fragmenA dan fragmen B, carboxyterminal yang disatukan melalui ikatan disulfide 3. Manifestasi Klinis Tonsillitis difteri ini lebih sering terjadi pada anak-anak pada usia 2-5 tahun. Penularan melalui udara, benda atau makanan uang terkontaminasi dengan masa inkubasi 2-7 hari. Gejala umum dari penyakit ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebril, nyeri tenggorok, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, dan nadi lambat. Gejala local berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor makin lama makin meluas dan menyatu membentuk membran semu. Membran ini melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul pendarahan. Jika menutupi laring akan menimbulkan serak dan stridor inspirasi, bila menghebat akan terjadi sesak nafas. Bila infeksi tidak terbendung kelenjar limfa leher akan membengkak menyerupai leher sapi. Gejala eksotoksinakan menimbulkan kerusakan pada jantung berupa miokarditis sampai dekompensasio kordis.

4. Komplikasi Laringitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan otot mata, otot faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot pernapasan, dan albuminuria 5. Diagnosis Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis karena penundaan pengobatan akan membahayakan jiwa penderita. Pemeriksaan preparat langsung diidentifikasi secara fluorescent antibodytechnique yang memerlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasiC, diphteriae dengan pembiakan pada media Loffler dilanjutkan testoksinogenesitas secara vivo dan vitro. Cara PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat membantu menegakkan diagnosis tapi pemeriksaan inimahal dan masih memerlukan penjagaan lebih lanjut untuk menggunakansecara luas. 6. Pemeriksaan a. Tes Laboratorium Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman (dari permukaan bawah membran semu). Medium transport yang dapat dipaki adalah agar Macconkey atau Loffler. b. Tes Schick (tes kerentanan terhadap difhteria) Terapi Anti difteri serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit itu. 7. Terapi Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksinyang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi C.diphteria untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria. Secaraumum dapat dilakukan dengan cara istirahat selama kurang lebih 2 mingguserta pemberian cairan. Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian: a) Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)

b) Anti microbial : untuk menghentikan produksi toksin, yaitu penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hariselama 7-10 hari, bila alergi diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari c) Kortikosteroid : diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopatitoksik. d) Pengobatan penyulit : untuk menjaga agar hemodinamika penderita tetap baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin umumnya reversible e) Pengobatan carrier : ditujukan bagi penderita yang tidak mempunyai keluhan 8. Pencegahan Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pada diri anak serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak. Selain itu juga diberikan imunisasi yang terdiri dari imunisasiDPT dan pengobatan carrier. Tes kekebalan: a) Kekebalan aktif diperoleh dengan cara inapparent infection danimunisasi dengan toksoid diphtheria. b) Kekebalan pasif diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal terhadap diphtheria (sampai 6 bulan) dan suntikan antitoksin (2-3minggu)

B. Tonsilitis Septik Penyebab dari tonsillitis ini adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapatdala susu sapi sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena itu perluadanya pasteurisasi sebelum mengkonsumsi susu sapi tersebut. C. ANGINA PLAUT VINCENT ( Stomatitis Ulseromembranosa) 1. Etiologi Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensivitamin C serta kuman spirilum dan basil fusiform. 2. Patofisiologi

Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam sampai 39o, nyeri kepala, badan lemah, dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi, dan gusi berdarah. 3. Pemeriksaan Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih keabuan diatas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan kelenjar submanibula membesar. 4. Terapi Memperbaiki higiene mulut, antibiotika spektrum lebar selama 1 minggu, juga pemberian vitamin C dan B kompleks.

TONSILITIS KRONIK a. Definisi Tonsillitis merupakan keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang umumnya didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, misalnya sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya. Sedangkan Tonsillitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis.Tonsillitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus. b. Etiologi Tonsilitis kronik disebabkan oleh berbagai macam bakteri, antara lain: 1. Streptokokus hemolitikus Grup A 2. Hemofilus influenza 3. Streptokokus pneumonia 4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika) 5. Tuberkulosis (pada keadaan immunocompromise).

c. Faktor Predisposisi Adapun beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsillitis Kronis, yaitu : 1. Rangsangan kronis (rokok, makanan). 2. Higiene mulut yang buruk. 3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah). 4. Alergi (iritasi kronis dari allergen) 5. Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik) 6. Pengobatan Tonsillitis Akut yang tidak adekuat. d. Patofisiologi Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis,sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hinggamenembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsillaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula e. Manifestasi Klinik Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsillitisakut yang berulangulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yangmengganjal di kerongkongan bila menelan,terasa kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari TonsillitisKronis yang mungkin tampak, yakni:

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju 2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen. Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, denganmengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapatdibagi menjadi: f. Diagnosis Adapun tahapan menuju diagnosis tonsillitis kronis adalah sebagai berikut: 1. Anamnesa Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50%diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering dating dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktumenelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher. 2. Pemeriksaan Fisik Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat T0 : Tonsil masuk di dalam fossa T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai"kuburan"

dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulenyang tipis terlihat pada kripta. 3. Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaanapus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kumandengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus,Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus. g. Komplikasi Komplikasi dari tonsillitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum kedaerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh daritonsil. Adapun berbagai komplikasi yangkerap ditemui adalah sebagai berikut: 1) Komplikasi sekitar tonsil a. Peritonsillitis Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanyatrismus dan abses b. Abses Peritonsilar Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsillitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi c. Abses Parafaringeal Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah beningatau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, osmastoid dan os petrosus. d. Abses Retrofaring Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanyaterjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruangretrofaring masih berisi kelenjar limfe e. Krista Tonsil Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan padatonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel

f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil) Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur. 2) Komplikasi Organ Jauh a) Demam rematik dan penyakit jantung rematik b) Glomerulonefriti c) Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis d) Psoriasiseritema multiforme, kronis urtikaria dan purpura e) Artritis dan fibrositis

h. Penatalaksanaan Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan pengangkatantonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasusdimana penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala.

Penatalaksanaan medis termasuk pemberianantibiotika penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usahauntuk membersihkan kripta tonsillaris dengan alat irigasi gigi (oral).Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronisatau berulang-ulang. Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan olehCelsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kalididokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757). TONSILEKTOMI 1. Indikasi Absolut a. Hipertrofi tonsil yang menyebabkan o Obstruksi saluran napas misal pada OSAS (Obstructive Sleep Apnea Syndrome) o Disfagia berat yang disebabkan obstruksi o Gangguan tidur

o Gangguan pertumbuhan dentofacial o Gangguan bicara (hiponasal) o Komplikasi kardiopulmoner b. Riwayat abses peritonsil c. Tonsillitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomiterutama untuk hipertrofi tonsil unilateral. d. Tonsillitis kronis atau berulang sebagai fokal infeksi untuk penyakit- penyakit lain. 2. Indikasi Relatif a. Terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun sebelumnya atau 5 episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 2 tahun sebelumnya atau 3 episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 3 tahun sebelumnyadengan terapi antibiotik adekuat. b. Kejang demam berulang yang disertai tonsillitis c. Halitosis akibat tonsillitis kronis yang tidak membaik dengan pemberianterapi medis d. Tonsillitis kronis atau berulang pada karier streptokokus B-hemolitikusyang tidak membaik dengan pemberian antibiotik resisten -laktamase. e. Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungandengan keganasan (neoplastik Operasi tonsilektomi pada anak-anak tidak selalu disertai adenoidektomi,adenoidektomi dilakukan hanya bila ditemukan pembesaran adenoid. 3. Kontra Indikasi a. Gangguan perdarahan b. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat c. Anemia d. Infeksi akut yang berat 4. Persiapan Operasi a. Anamnesis untuk mendeteksi adanya penyulit b. Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya penyulit c. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan darah tepi: Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit 2) Pemeriksaan hemostasis: BT/CT dan atau PT/APTT

5. Teknik Operasi a. Teknik tonsilektomi yang direkomendasikan adalah teknik Guillotine danteknik Diseksi b. Pelaksanaan operasi dapat dilakukan secara rawat inap atau one day care c. Dianjurkan untuk melakukan penelitian untuk membandingkan teknik Guillotine dan Diseksi di rumah sakit pendidikan. d. Dianjurkan untuk mengembangkan teknik Diseksi modern khususnya dirumah sakit pendidikan. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi: a. Guillotine, tonsilektomi guillotine dipakai untu mengangkat tonsil secaracepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakanuntuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapatsisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahanyang hebat. b. Teknik Diseksi, kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan denganmetode diseksi. Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anastesi. Tonsil digenggam dengan menggunakanklem tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga menyebabkan tonsilmenjadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan pemotonganmukosa dari Spilar tersebut. c. Teknik elektrokauter, teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalamspektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaangelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksisaraf atau jantung d. Radiofrekuensi, pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektrode cukup tinggiuntuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan totalvolume jaringan berkurang.

e. Skapel harmonic, skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringanminimal f. Teknik Coblation, coblation atau cold ablation merupakan suatumodalitas yang untuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekulsodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja daricoblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasmatersebutakan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatanmolekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%,sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar. g. Intracapsular Partial tonsillectomy, intracapsular tonsilektomimerupakan

tensilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakanmicrodebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lainyang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalammembersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya. h. Laser (CO2-KTP) ,laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atauKTP (Potassium Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Tehnik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkanrecesses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronis dan rekuren. 6. Teknik Anastesi a. Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik perlindungan jalan nafas b. Pemantauan ditujukan atas fungsi nafas dan sirkulasi. Pulse oxymeter dianjurkan sebagai alat monitoring. 7. Penyulit Berikut ini keadaan-keadaan yang memerlukan pertimbangan khusus dalam melakukan tonsilektomi maupun tonsiloadenoidektomi pada anak dan dewasa: a. Kelainan anatomi: o Submucosal cleft palate (jika adenoidektomi dilakukan)

o Kelainan maksilofasial dan dentofasial b. Kelainan pada komponen darah: o Hemoglobin < 10 g/100 dl o Hematokrit < 30 g% o Kelainan perdarahan dan pembekuan (Hemofilia c. Infeksi saluran nafas atas, asma, penyakit paru lain d. Penyakit jantung kongenital dan didapat e. Multiple Allergy f. Penyakit lain seperti: o Diabetes melitus dan penyulit metabolik lain o Hipertensi dan penyakit kardiovaskular o Obesitas, kejang demam, epilepsy 8. Komplikasi Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca

bedah.Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat.Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien danfaktor operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsillitis akut atauabses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil,kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikitsehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluhdarah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantudengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengankauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsildiletakkan tampon atau gelfoam, kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupakerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakangfaring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporo-mandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.

Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan latecomplication. Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segeraatau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masihdipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapatmenyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Penyebabnya diduga karenahemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan. Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah: a. baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal b. ukur nadi dan tekanan darah secara teratur c. awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah yangterkumpul di faring d. napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di tenggorok Bila diduga ada perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuan darah di fosa tonsildiangkat, karena tindakan ini dapat menyebabkan jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan. Bila perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan penekanan dengan tampon yang mengandung adrenalin 1:1000. Selanjutnya bilamasih gagal dapat dicoba dengan pemberian hemostatik topikal di fosa tonsil danhemostatik parenteral dapat diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belum berhasil dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dan dilakukan perawatan perdarahan seperti saat operasi. Mengenai hubungan perdarahan primer dengan cara operasi, laporan di berbagaikepustakaan menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi umumnya perdarahan primer lebih sering dijumpai pada cara guillotine. Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan anestesi segera pasca

bedahumumnya dikaitkan dengan perawatan terhadap jalan napas. Lendir, bekuan darahatau kadang-kadang tampon yang tertinggal dapat menyebabkan asfiksi. Pasca bedah, komplikasi yang terjadi kemudian (intermediate complication) dapat berupa perdarahan sekunder, hematom dan edem uvula, infeksi, komplikasi paru dan

otalgia. Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pasca bedah. Umumnya terjadi pada hari ke 5-10. Jarang terjadi dan penyebabtersering adalah infeksi serta trauma akibat makanan; dapat juga oleh karenaikatan jahitan yang terlepas, jaringan granulasi yang menutupi fosa tonsil terlalucepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah di bawahnyaterbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya berasal dari pembuluh darah permukaan. Cara penanganannya sama dengan perdarahan primer. Pada pengamatan pasca tonsilektomi, pada hari ke dua uvula mengalami edem. Nekrosis uvula jarang terjadi, dan bila dijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral pembuluh darahyang mendarahi uvula. Meskipun jarang terjadi, komplikasi infeksi melalui bakteremia dapat mengenai organorgan lain seperti ginjal dan sendi ataumungkin dapat terjadi endokarditis. Gejala otalgia biasanya merupakan nyeri alihdari fosa tonsil, tetapi kadang-kadang merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui tuba Eustachius. Abses parafaring akibat tonsilektomimungkin terjadi, karena secara anatomik fosa tonsil berhubungan dengan ruang parafaring. Dengan kemajuan teknik anestesi, komplikasi paru jarang terjadi danini biasanya akibat aspirasi darah atau potongan jaringan tonsil. Late complication pasca tonsilektomi dapat berupa jaringan parut di palatummole. Bila berat, gerakan palatum terbatas dan menimbulkan ri nolalia.Komplikasi lain adalah adanya sisa jaringan tonsil. Bila sedikit umumnya tidak menimbulkan gejala, tetapi bilacukup banyak dapat mengakibatkan tonsillitis akutatau abses peritonsil. Tonsilektomi juga merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesilokal maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan

merupakangabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. a. Komplikasi Anastesi Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan

pasien.Komplikasi yang dapat ditemukan berupa: o Laringosspasme o Gelisah pasca operasi o Mual muntah

o Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi o Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung o Hipersensitif terhadap obat anestesi b. Komplikasi Bedah a) Perdarahan Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus).Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi ataudirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien.sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlahyang sama membutuhkan transfusi darah. b) Nyeri Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yangmenyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputikembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi. c) Komplikasi Lain Dehidrasi,demam, (1:10.000),aspirasi, kesulitan otalgia, bernapas,gangguan pembengkakan terhadap suara

uvula,

insufisiensi

velopharingeal,stenosis faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia.

Anda mungkin juga menyukai