Anda di halaman 1dari 8

keadilan dan hak-hak kaum minoritas

Hampir di setiap negara di dunia, termasuk Indonesia mempunyai masyarakat yang berkelompok-kelompok sehingga menyebabkan timbulnya kelompok mayoritas dan kelompok minoritas, yang ditandai oleh adanya suku, bangsa, bahasa, dan agama yang berbeda antara penduduk minoritas dan penduduk mayoritas. Hubungan yang harmonis antar kelompok minoritas dengan mayoritas, serta penghormatan terhadap setiap identitas kelompok merupakan aset terbesar bagi keragaman suku bangsa dan keragaman budaya masyarakat global kita. Pemenuhan aspirasi setiap kelompok, suku bangsa, agama, bahasa, dan penjaminan hak atas orang-orang yang termasuk dalam kelompok minoritas adalah pengakuan atas martabat dan persamaan dari setiap individu, yang meningkatkan pembangunan partisipatoris, dan hal itu memberikan sumbangan yang besar untuk mengurangi ketegangan antar kelompok dan antar invidivu yang berkonflik. Hal ini merupakan faktor utama yang menentukan stabilitas dan perdamaian dalam masyarakat. Selain itu, diperlukan sikap toleransi dan saling menghormati antara masyarakat mayoritas dan minoritas, menghilangkan sikap saling curiga, dan menghilangkan rasa diskriminatif (ketidakadilan) terhadap kaum minoritas. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah harus bertindak adil baik itu dalam hukum maupun perlakuan terhadap setiap warga negara agar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berjalan seimbang sesuai dengan sila-sila dalam pancasila. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai keadilan dan hak-hak minoritas yang harus dihormati dan dilindungi sebagai suatu perwujudan rasa kemanusiaan. Keadilan harus ditegakkan dan dijunjung tinggi di bumi ini khususnya di tanah Indonesia. Karena, dengan keadilan akan membawa manusia dalam kesejahteraan, kedamaian, dan persatuan. Dengan ditegakkannya pancasila, maka butir-butir pancasila khusunya sila kelima akan tercapai dan tidak ada lagi kerusuhan dan peperangan di Indonesia dan di muka bumi. 1. Pengertian Keadilan Menurut beberapa pakar, keadilan atau adil pada hakikatnya adalah memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai dengan haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diakuai dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajibannya, tanpa membedakan suku, keturunan, dan agamanya. Sedangkan menurut pengertian umum, keadilan adalah

a. b. c.

a. b. c. d. e. a. b.

kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Jadi, keadilan itu berlaku bagi seluruh mahluk hidup maupun bagi bendabenda yang ada di alam semesta. Hal ini dikarenakan, adanya keterikatan yang terjadi secara alamiah, sehingga seluruh mahluk harus berlaku adil kepada yang lainnya sebagai salah satu jalan mempertahankan keseimbangan. Hakikat keadilan dalam berbangsa dan bernegara diatur dalam: Pancasila yaitu sila kedua dan kelima Pembukaan UUD 1945 yaitu alinea II dan IV GBHN 1999-2004 Keadilan berasal dari kata adil. Menurut W.J.S. Poerwodarminto kata adil berarti tidak berat sebelah, sepatutnya tidak sewenang-wenang dan tidak memihak. Sedangkan Aristoteles membagi keadilan dalam beberapa bentuk, yaitu : Keadilan Komutatif adalah perlakuan adil terhadap seseorang yang tidak melihat jasajasa yang dilakukannya. Keadilan Distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah dibuatnya. Keadialan Kodrat Alam adalah memberi sesuatu sesuai dengan yang diberikan orang lain kepada kita. Keadilan Konvensional adalah seseorang yang telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah diwajibkan. Keadilan Menurut Teori Perbaikan adalah seseorang yang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar. Pembagian keadilan menurut Plato ialah: Keadilan Moral, yaitu suatu perbuatan dapat dikatakan adil secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajibannya. Keadilan Prosedural, yaitu apabila seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah diterapkan. Sedangkan menurut Thomas Hobbes yang disepakati oleh Notonagoro menyatakan bahwa keadilan legalitas atau keadilan hukum yaitu sesuatu yang sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Socrates memproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Berbicara tentang keadilan, tidak dapat lepas dengan dasar negara kita yaitu Pancasila, pada sila kelima yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam dokumen lahirnya pancasila yang diusulkan oleh Bung Karno ada prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar Negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Dengan adanya sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, rakyat Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam hal ini terciptalah perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Untuk itu dikembangkanlah sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak setiap individu. Selain itu, suka memberi pertolongan kepada

orang yang memerlukan, menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan serta kesejahteraan bersama. John Rawls dalam A Theory of Justice (1973) memperkenalkan keadilan prosedural sebagai sebuah alternatif dalam menghadapi era perubahan, keadilan prosedural tersebut menitik beratkan pada proses lahirnya keadilan, bukan pada keadilan yang dihasilkan. Dengan pengertian tersebut, Rawls mencoba menjelaskan bahwa produk yang dihasilkan dari sebuah keadilan dapat saja berubah dari waktu ke waktu. Sebagai mana diketahui, keadilan dapat terpelihara dengan baik jika ada institusi yang berwenang menangani masalah ini, seperti negara contohnya. Dengan adanya hukum yang dibuat oleh negara, maka negara dapat melakukan kontrol terhadap keadilan itu sendiri, dengan asumsi tidak terjadi penyelewengan oleh oknumoknum yang kemudian dapat merubah hasil dari keadilan tersebut. Rawls mendasarkan konsep keadilan proseduralnya pada teori kontrak sosial. Artinya, proses peradilan itu akan dirasa perlu oleh seluruh elemen masyarakat, karena hanya dengan begitu kepentingan yang mereka miliki dapat terlindungi. Seluruh elemen masyarakat akan merasa berkepentingan pada adanya sebuah jaminan prosedur keadilan, Negaralah yang pada akhirnya memastikan bahwa proses tersebut harus terjamin dengan baik. Ada dua prinsip dasar yang dikemukakan oleh Rawls, Equal liberty principle dan Difference principle. Equal liberty principle,yaitu menjelaskan tentang adanya kesamaan hak dalam memeluk agama, juga kebebasan dalam berbicara dan mengemukakan pendapat. Sedangkan Difference principle menjelaskan bahwa sesuatu yang berbeda itu juga dapat disebut adil, hal ini dikarenakan oleh berbedanya perbuatan atau usaha yang dilakukan oleh setiap individu, yang kemudian menyebabkan hasil yang diperoleh juga berbeda, contoh; perbedaan penghasilan antara PNS golongan II dengan Golongan III, hal ini disebabkan oleh perbedaan kapasitas, keahlian yang dimiliki, dll. Lebih jauh lagi, Rawls juga menyebutkan bahwa konsep keadilan menurutnya adalah sebuah konsep yang bebas kultur, sehingga untuk mewujudkan prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat haruslah bersifat fair. Keadilan tersebut harus menguntungkan semua orang dan juga dibuat berdasarkan kesepakatan bersama. Dengan asumsi bahwa semua orang hanya berfikir tentang hakhak yang bersifat umum dan mereka mengabaikan hal-hal spesifik yang mereka ketahui. Dengan demikian semua orang dapat berfikir secara objektifuntuk mencapai keuntungan bersama, yaitu berupa kebebasan dan kesamaan bagi semua orang dalam masyarakat. 2. Pengertian Hak Minoritas Kata minoritas biasanya selalu dikaitkan dengan jumlah (angka) yang lebih kecil dibanding angka lawan yang lebih besar. Dalam pemahaman demokrasi, hak minoritas bisa dianalogikan sebagai situasi dimana hak-hak kelompok yang lebih kecil seharusnya menjadi perhatian untuk dilindungi oleh kelompok mayoritas dan dimanapun kelompok minoritas berada, mereka harus dihormati oleh kelompok mayoritas sebagai bagian tak terpisahkan dari hak untuk bebas yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat direnggut. Beberapa Tipe hak minoritas diantaranya : 1. Hak-hak Minoritas Etnokultural Minoritas Etnokultural ialah mereka yang secara etnis berbeda dari mayoritas tanpa menjadi minoritas nasional dan mereka yang sudah lama mempunyai tradisi dan cara

hidup yang berbeda dari golongan mayoritas, misalnya dalam hal agama, bahasa, dan praktek-praktek budaya. Minoritas Etnokultural biasanya adalah para imigran (termasuk pelarian) dan keturunannya. Imigran dan pelarian biasanya tinggal di negara yang didatanginya dengan pemahaman bahwa mereka sekali-kali akan kembali ke negeri asalnya, atau mereka akan berintegrasi secara penuh ke dalam masyarakat negeri yang didatanginya dan menjadi warganegara yang setara. Tugas fundamental terhadap semua jenis minoritas etnokultur adalah non-diskriminasi. Sejauh anggota minoritas tersebut merupakan warganegara di negara tempat mereka tinggal, mereka akan menikmati hak-hak penuh sejalan dengan kewarganegaraannya, apabila mereka bukan (atau belum menjadi) warganegara, sekurang-kurangnya mereka berhak mendapatkan perlindungan, meliputi perlindungan : a) Hak menggunakan bahasanya sendiri dalam konteks tidak resmi b) Kebebasan berpendapat dan pengungkapannya c) Kebebasan memeluk agamanya sejauh tidak melanggar hak-hak orang lain. Prinsip non-diskriminasi dapat diterapkan dalam pendidikan. Semua kesempatan pendidikan harus dapat diperoleh dengan basis kesetaraan. Pada umumnya, negara yang didatangi harus menerima kewajiban membuka jalan bagi diterimanya mereka dalam golongan minoritas etnokulutur, di antaranya bantuan bagi akomodasi budaya (misalnya pelatihan bahasa), tetapi juga dengan menjamin hak untuk mendapatkan kewarganegaraan setelah tinggal di negara bersangkutan secara permanen dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. 2. Hak-hak Minoritas Nasional Kebalikan dari minoritas etnokultur adalah minoritas nasional. secara historis minoritas nasional merupakan komunitas yang menetap atau warga negara dari suatu negara yang memiliki budaya, agama dan lain sebagainya yang berbeda dengan mayoritas di negara tersebut seperti pemeluk agama Hindu di Indonesia. Ada dua kategori hak yang merupakan minimal absolut, dan cara penanganan minoritas nasional diantaranya: a) Penentuan nasib sendiri berkenaan dengan budaya Setiap minoritas nasional mempunyai hak untuk berdaulat mengelola faktor yang paling sentral dari identitasnya yaitu budaya. Ini meliputi hak-hak seperti bahasa, pendidikan, tradisi budaya, dan agama. Pertama-tama, penentuan nasib sendiri berkenaan dengan budaya berarti bahwa setiap orang mempunyai hak tak terbatas atas bahasa mereka sendiri. secara mutlak, ini meliputi hak mempelajari bahasa ibu, hak menggunakan bahasanya sendiri di tempat umum, hak menggunakan nama diri dalam versi bahasa minoritas dan menggunakan versi ini di semua konteks resmi, tidak adanya pembatasan sama sekali dalam menerbitkan atau menyiarkan media ceta atau elektronik dalam bahasa minoritas, akses tak terbatas ke media dan publikasi semacam itu dan para anggota minoritas nasional berhak mendapat pendidikan dengan budayanya sendiri. b) Partisipasi dalam pengambilan-keputusan pada tingkat pusat Dengan menjadi warganegara penuh di negaranya, para anggota minoritas nasional mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam politik, berkenaan dengan politik-negara

a) b) c) d) e) f)

g)

mereka yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka seperti halnya terhadap kehidupan mayoritas. Hak dari orang-orang yang termasuk dalam kelompok-kelompok minoritas juga tertulis dalam dokumen PBB antara lain: Perlindungan oleh Negara atas eksistensi dan identitas kebangsaan, sukubangsa, budaya, agama dan bahasa mereka (pasal 1); Hak untuk menikmati kebudayaan mereka, hak untuk menganut dan menjalankan agama mereka dan menggunakan bahasa mereka sendiri baik dalam kelompok mereka maupun dalam masyarakat (pasal 2 ayat1); Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya, agama, sosial, ekonomi, dan publik (pasal 2 ayat 2); Hak untuk turut serta dalam keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka di tingkat nasional dan regional (pasal 2 ayat 3); Hak untuk mendirikan dan memelihara perkumpulan-perkumpulan mereka sendiri (pasal 2 ayat 3); Hak untuk mengadakan dan mempertahankan hubungan damai dengan anggotaanggota lain dalam kelompok mereka dan dengan orang-orang yang termasuk dalam kelompok minoritas lain, baik dalam wilayah Negara mereka sendiri maupun melampaui batas-batas Negara (pasal 2 ayat 5); dan Kebebasan untuk melaksanakan hak mereka tanpa diskriminasi, baik secara individu maupun dalam masyarakat dengan anggota-anggota lain dalam kelompok mereka (pasal 3). Kasus yang pernah terjadi di Indonesia mengenai pelanggaran hak minoritas dan perlakuan diskrimininatif Kasus pelanggaran HAM pada masa lampau yang belum tersentuh hukum Pembantaian massal PKI yang terjadi pada tahun 1965-1970 dengan korban yang mencapai 1.500.000 dan korban sebagian besar merupakan anggota PKI, atau ormas yang dianggap berafiliasi dengannya seperti SOBSI, BTI, Gerwani, PR, Lekra, dll. Sebagian besar dilakukan di luar proses hukum yang sah. Penembakkan misterius Petrus pada tahun 1982-1985 hingga menewaskan hingga 1.678 orang. Korban sebagian besar merupakan tokoh kriminal, residivis, atau mantan kriminal. Operasi militer ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa identitas institusi yang jelas. Kasus di Timor Timur pra Referendum pada tahun 1974-1999. Ratusan ribu jiwa menjadi korban. Dimulai dari agresi militer TNI (Operasi Seroja) terhadap pemerintahan Fretilin yang sah di Timor Timur. Sejak itu TimTim selalu menjadi daerah operasi militer rutin yang rawan terhadap tindak kekerasan aparat RI. Kasus-kasus di Aceh pra DOM pada tahun 1976-1989, dimana Ribuan orang menjadi korban. Semenjak dideklarasikannya GAM oleh Hasan Di Tiro, Aceh selalu menjadi daerah operasi militer dengan intensitas kekerasan yang tinggi. Kasus-kasus di Papua sekitar tahun 1966, Ribuan orang jadi korban. Operasi militer intensif dilakukan oleh TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam, antara perusahaan tambang internasional, aparat negara, berhadapan dengan penduduk lokal.

3. 1. a.

b.

c.

d. e.

f.

Kasus Dukun Santet Banyuwangi tahun 1998. Puluhan orang jadi korban. Adanya pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang dituduh sebagai dukun santet. g. Kasus Marsinah tahun 1995. Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan (represi) militer di bidang perburuhan. h. Kasus Bulukumba tahun 2003. dua orang tewas, dan puluhan orang ditahan dan lukaluka. Insiden ini terjadi karena keinginan PT London Sumatera untuk melakukan perluasan area perkebunan mereka, namun masyarakat menolak upaya tersebut. 2. Kasus Pelanggaran HAM yang Macet di Komnas HAM dan Jaksa Agung
N o 1 Kasus Talangs ari Lampu ng tahun 1989 Jum lah 803 Konteks Represi terhadap sekelompok komunitas Muslimd i Lampung Tengah yangdituduh sebagai GPK ekstrim kanan Penyelesaian Komnas HAMmembentuk KPP tahun 2001 dan timpengkajian ditahun 2004 Keterangan Tim Penyelidikyang sempat disepakatipembentukannyaole h Komnas HAM, berhenti tanpa alasan. Salah seorang yang diduga palingbertanggungjawabmenja bat KepalaBIN sehingga sulit tersentuh.

Mei 1998

1.308

Kerusuhan social di Jakarta yangmenjad imomentum peralihan kekuasaan

Komnas HAMmembentuk KPP dan hasilnya telahdiserahkan k eJaksa Agung

Jaksa Agungmengembalikanla gi berkas ke Komnas HAMdengan alasanti dak lengkap. Tidak adaperkembanganlebih lanjut

Semang gi I tahun 1998

473

Represi TNI atas Mahasiswa yang m enolak Sidang Istimewa MPR

Komnas HAMmembentuk KPP dan hasilnya telahdiserahkan k eJaksa Agung

Jaksa Agungmengembalikanla gi berkas ke Komnas HAMdengan alasanti dak lengkap. Tidak ada perkembangan lebih lanjut. DPR menyatakan tidak terjadi pelan ggaran HAM berat.

Semang gi II tahun 1999

231

Represi TNI atasmahasiswa yan g menolak UU Negara dalam Keadaan Bahaya

Komnas HAMmembentuk KPP dan hasilnya telahdiserahkan k eJaksa Agung

Jaksa Agungmengembalikanla gi berkas ke Komnas HAMdengan alasanti dak lengkap.Tidak ada perkembangan lebih lanjut. DPR menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat.

Penemb akan Mahasi swa Trisakti Tahun 1998

31

Penembakkan aparat terhadap mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi. Merupakan titik tolak peralihan kekuasaan politik dan pemicu kerusuhan sosial di Jakarta dan kota besar Indonesia lainnya.

Pengadilan militer bagi pelaku lapangan

Vonis terlalu ringan, terdakwa hanya aparat rendah di lapangan, tidak menyentuh pelaku utama. Komnas HAM telah membuat KPP (TSS) dan telah dimajukan ke Kejaksaan Agung (2003), namun sampai sekarang belum beranjak maju. DPR menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat.

4.

Cara atau solusi untuk mengatasi masalah ketidakadilan dan pelanggaran hak minoritas berdasarkan UU Negara berkewajiban melindungi dan menjamin hak orang-orang yang termasuk dalam kelompok minoritas dengan mengambil langkah-langkah sebagaimana yang sudah tercantum dalam UU, yaitu : 1. Menciptakan kondisi-kondisi yang menguntungkan dan memungkinkan mereka mengekspresikan ciri-ciri dan memajukan kebudayaan, bahasa, agama, tradisi dan kebiasaan mereka (pasal 4 ayat 2); 2. Memberikan mereka kesempatan yang cukup untuk mempelajari bahasa ibu mereka dan menggunakan dengan bahasa ibu mereka (pasal 4 yat 3); 3. Mendorong pemahaman akan kebudayaan, tradisi, bahasa, dan kebudayaan dari kaum minoritas yang berada di wilayah mereka, dan menjamin bahwa anggota kelompok minoritas mempunyai kesempatan yang cukup untuk memperoleh pemahaman mengenai masyarakat secara menyeluruh (pasal 4 ayat 4); 4. Mengijinkan mereka untuk turut serta dalam kemajuan dan perkembangan ekonomi (pasal 4 ayat 5); 5. Untuk mempertimbangkan kepentingan-kepentingan sah dari kaum minoritas dalam mengembangkan kebijaksanaan dan program nasional serta dalam perencanaan dan penerapan program kerja sama dan bantuan (pasal 5);

6. Untuk bekerja sama dengan Negara-negara lain berkenaan dengan kaum minoritas,

termasuk pertukaran informasi dan pengalaman-pengalaman, dalam rangka memajukan pemahaman dan kepercayaan satu sama lain (pasal 6); 7. Untuk memajukan penghormatan terhadap hak yang terdapat dalam Deklarasi (pasal 7); 8. Untuk memenuhi kewajiban dan ikrar dari Negara-negara sebagaimana dicantumkan dalam perjanjian dan kesepakatan intekukan nasional di mana mereka menjadi negara pihak.

Sedangkan dari warga negara sendiri dapat dilakukan dengan menjaga keharmonisan hubungan dengan saling menghormati dan menghargai hak masingmasing agar tidak ada lagi penindasan terhadap kaum minoritas. Kesimpulan Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adil harus senantiasa kita lakukan sesuai dengan haknya masing-masing. Kita tidak berhak sama sekali untuk mengurangi atau bahkan merebut hak orang lain. 2. SARAN Dalam penyusunan sebuah makalah sebagai salah satu aktivitas dan tugas di dalam perkuliahan menuntut adanya keseriusan, ketelitian, serta keuletan dari mahasiswa agar tercapai hasil yang maksimal seperti apa yang diharapkan dan makalah yang dissun dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, untuk itu perbanyak referensi buku yang berkaitan dengan topik makalah. DAFTAR PUSTAKA C. S. T. Kansil, Christine S. T. Kansil. 2006. Modul Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Pradnya Paramita. Sulasmono, Bambang S. dll. 1998. Keadilan dalam Kemajemukan. Jakarta: PT Sinar Agape Press. http://rusya.wordpress.com/2010/03/11/definisi-keadilan/ http://metakalasari.wordpress.com/2010/06/09/pengertian-keadilan/ http://okithofaanugrah.blogspot.com/2010/11/pengertian-keadilan.html http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ilmu_budaya_dasar/bab7manusia_dan_keadilan.pdf http://www.lintasberita.com/Lifestyle/Pendidikan/pengertian-keadilan

Anda mungkin juga menyukai