Anda di halaman 1dari 15

1

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Filsafat adalah sumber dan dasar dari cabang-cabang filsafat yang lain termasuk didalamnya adalah filsafat ilmu. Filsafat ilmu dari berbagai kalangan filsuf dianggap sebagai suatu cabang filsafat yang sangat penting dan mesti dipelajari secara mendalam. Filsafat tentunnya sangat berbeda dengan ilmu karena untuk mengkaji dan mengetahui apakah sesuatu itu adalah ilmu ternyata dasarnya adalah dengan jalan berfikir secara mendalam atau berkontemplasi. Filsafat ilmu dan filsafat tidak dapat dipisahkan bahkan jikalau diibaratkan keduanya seperti mata uang logam atau dua sisi yang saling terkait. Untuk memahami secara umum kedua sisi tersebut maka perlu pemisahan dua hal itu yaitu filsafat ilmu disatu sisi sebagai disiplin ilmu dan disisi lain sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai kedasar suatu persoalan, yakni berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif. Sejalan dengan ini, Musa Asyari menyatakan bahwa filsafat adalah berfikir bebas, radikal, dan berada pada dataran makna. Bebas artinya tidak ada yang menghalanghalangi kerja pikiran. Sedang berfikir dalam tahap makna berarti menemukan makna terdalam dan suatu yang terkandung didalamnya. Makna tersebut bisa berupa nilai-nilai seperti kebenaran, keindahan ataupun kebaikan. Sedangaka Ilmu dapat disimpulkan sebagai sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, obyektif, dapat diukur, terbuka dan komulatif (tersusun timbun)

2. Tujuan Secara umum tujuan dari pembuatan makalah ini adalah diharapkan kita semua dapat menjelaskan hubungan filsafat dengan pengetahuan, syarat, teori dan proses terbentuknya pengetahuan serta nilai dalam kehidupan manusia.

3. Batasan Masalah Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka makalah dibahas dibatasi pada masalah: a) Filsafat ilmu dan filsafat tidak dapat dipisahkan bahkan jikalau diibaratkan keduanya seperti mata uang logam atau dua sisi yang saling terkait b) Dalam perjalanan sejarah filsafat, berbagai permasalahan elah

menghasilkan beberapa pemecahan yang terangkum dalam sebuah teori-teori. c) Perkembangan penyelidikan ilmu pengetahuan tentang nilai

menyebabkan beragam pandangan manusia tentang nilai-nilai. Begitu juga sejarah peradaban manusia mengenai masalah nilai, masih merupakan problem, meskipun selama itu pula manusia tetap tidak dapat mengingkari efektivitas nilai-nilai di dalam kehidupannya

4. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalahmasalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: a) Jelaskan hubungan filsafat dengan pengetahuan? b) Jelaskan toeri-teori ilmu pengetahuan? c) Jelaskan Pengertian, bentuk serta tingkatan nilai?

B. PEMBAHASAN 1. Pandangan Filsafat Pendidikan Tentang Pengetahuan Secara historis, semua ilmu pengetahuan yang dikenal dewasa in, pernah menjadi bagian dari filsafat yang dianggap sebagai induk dari segala pengetahuan dan filsafat pada waktu itu mencangkup pula seagala usaha pemikiran mengenai masyarakat. Lama kelamaan, dengan perkembangan zaman dan tumbuhnya peradaban manusia, berbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat memisahkan diri dan mengejar tujuan masing-masing. Misal, astronomi (ilmu perbintangan) dan fisika (ilmu alam) merupakan cabang-cabang filsafat yang memisahkan diri yang kemudian diikuti oleh ilmu kimia, biologi dan geologi. Pada abad ke-19 dua ilmu pengetahuan baru bermunculan yaitu psikologis dan sosiologi. Meskipun dalam perkembangannya setiap ilmu pengetahuan

memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti antara ilmu pengethuan dengan filsafat tidak ada hubungannya sama sekali.

2. Pengertian Pengetahuan Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of phisolophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief)1 Sedangkan secara terminologi akan dikemukakan beberapa difinisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut dalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran.2 Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.

1 . Paul Edwards, The Encyclopedia of philosophy, (New York: Macmillan Publishing, 1972)
2 . Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992) cet. 1, hlm. 4.

Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Bahkan seorang anak kecilpun telah mempunyai berbagai pengetahuan sesuai dengan tahap pertumbuhan dan kecerdasannya. Pengetahuan juga merupakan segala sesuatu yang ada dikepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Selain pengalaman, kita juga menjadi tahu karena kita diberitahu oleh orang lain. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007, hlm.3-4). Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara tak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada. Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber seperti, media poster, kerabat dekat, media massa, media elektronik, buku petunjuk, dan sebagainya. Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu, sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinannya tersebut (Istiari, 2000). Burhanuddin Salam,

mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu : 1) Pengetahuan biasa, dimana pengetahuan ini diperoleh dari

pengalaman sehari-hari 2) Pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif 3) Pengetahuan ilmu, pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu diperoleh memlalui observasi, eksperimen, klasifikasi. 4) Pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya.

3. Syarat-Syarat Ilmu Pengetahuan. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani Metodos yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan

menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya.

Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).

4. Proses Terbentuknya Pengetahuan Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat. Ilmu pengetahuan tidak langsung terbentuk begitu saja, tetapi melalui proses dan berbagai sumber.

a. Indera Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di sekitar kita. Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca indera), yakni indera penglihatan (mata) yang

memungkinkan kita mengetahui warna, bentuk, dan ukuran suatu benda; indera pendengaran (telinga) yang membuat kita membedakan macammacam suara; indera penciuman (hidung) untuk membedakan bermacam baubauan; indera perasa (lidah) yang membuat kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak; dan indera peraba (kulit) yang memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda. Tetapi mengandalkan pengetahuan semata-mata kepada indera jelas tidak mencukupi. Dalam banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan ke dalam air terlihat bengkok, padahal sebelumnya lurus. Benda yang jauh terlihat lebih kecil, padahal ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu lemah atau terlalu keras tidak bisa kita dengar. Belum lagi kalau alat indera kita bermasalah, sedang sakit atau sudah rusak, maka kian sulitlah kita mengandalkan indera untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. b. Akal Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam kepala, yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akal lah yang bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama adalah kemampuannya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat umum dari kucing, tanpa harus mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di rumah tetangganya, kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan. Akal mengetahui sesuatu tidak secara langsung, melainkan lewat kategori-kategori atau ide yang inheren dalam akal dan diyakini bersifat bawaan. Ketika kita memikirkan sesuatu, penangkapan akal atas sesuatu itu

selalu sudah dibingkai oleh kategori. Kategori-kategori itu antara lain substansi, kuantitas, kualitas, relasi, waktu, tempat, dan keadaan. Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional, logis, atau masuk akal. Pengutamaan akal di atas sumber-sumber pengetahuan lainnya, atau keyakinan bahwa akal adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, disebut aliran rasionalisme, dengan pelopornya Rene Descartes (15961650) dari Prancis. Seorang rasionalis umumnya mencela pengetahuan yang diperoleh lewat indera sebagai semu, palsu, dan menipu.

c. Hati atau Intuisi Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak diketahui dengan pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan. Pada praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang jelas, non-analitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa kita rencanakan, baik saat santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat kita tengah jalan-jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat main catur, atau saat kita menikmati pemandangan alam. Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang, melainkan hanya kepada orang yang sebelumnya sudah berpikir keras mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah

memaksimalkan daya pikirnya dan mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, pada saat itulah intuisi berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi sering disebut suprarasional atau suatu kemampuan yang berada di atas rasio, dan hanya berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal namun menemui jalan buntu. Hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal, yakni pengalaman emosional dan spiritual. Kelemahan akal ialah terpagari oleh

kategori-kategori sehingga hal ini, menurut Immanuel Kant (1724-1804), membuat akal tidak pernah bisa sampai pada pengetahuan langsung tentang sesuatu sebagaimana adanya (das ding an sich) atau noumena. Akal hanya bisa menangkap yang tampak dari benda itu (fenoumena), sementara hati bisa mengalami sesuatu secara langsung tanpa terhalang oleh apapun, tanpa ada jarak antara subjek dan objek. Kecenderungan akal untuk selalu melakukan generalisasi (mengumumkan) danspatialisasi (meruang-ruangkan) membuatnya tidak akan mengerti keunikan-keunikan dari kejadian sehari-hari. Hati dapat memahami pengalaman-pengalaman khusus, misalnya pengalaman eksistensial, yakni pengalaman riil manusia seperti yang dirasakan langsung, bukan lewat konsepsi akal. Akal tidak bisa mengetahui rasa cinta, hatilah yang merasakannya. Bagi akal, satu jam di rutan salemba dan satu jam di pantai carita adalah sama, tapi bagi orang yang mengalaminya bisa sangat berbeda. Hati juga bisa merasakan pengalaman religius, berhubungan dengan Tuhan atau makhluk-makhluk gaib lainnya, dan juga pengalaman menyatu dengan alam.

d. Logika Logika adalah cara berpikir atau penalaran menuju kesimpulan yang benar. Aristoteles (384-322 SM) adalah pembangun logika yang pertama. Logika Aristoteles ini, menurut Immanuel Kant, 21 abad kemudian, tidak mengalami perubahan sedikit pun, baik penambahan maupun pengurangan. Aristoteles memerkenalkan dua bentuk logika yang sekarang kita kenal dengan istilah deduksi dan induksi. Logika deduksi, dikenal juga dengan nama silogisme, adalah menarik kesimpulan dari pernyataan umum atas hal yang khusus. Contoh terkenal dari silogisme adalah: Semua manusia akan mati (pernyataan umum, premis mayor) Andi manusia (pernyataan antara, premis minor) Andi akan mati (kesimpulan, konklusi)

Logika induksi adalah kebalikan dari deduksi, yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus menuju pernyataan umum. Contoh: Budi adalah manusia, dan ia mati (pernyataan khusus) Muhammad, Asep, dll adalah manusia, dan semuanya mati (pernyataan antara) Semua manusia akan mati (kesimpulan)

e. Wahyu Selain itu, ada sumber pengetahuan lain yang disebut wahyu. Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantaraan para Nabi. Para nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk

memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta. Tuhan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya pula jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu. Wahyu Allah (Agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transedental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta kehidupan diakhirat nanti

f. Teori-Teori Ilmu Pengetahuan Sepanjang sejarah manusia senantiasa dihantui oleh berbagai pertanyaan mendasar tentang diri dan kehidupannya. Berbagai jawaban yang bersifat spekulatif coba diajukan oleh para pemikir sepanjang sejarah dan terkadang jawaban-jawaban yang diajukan saling kontradiksi satu dengan yang lainnya. Perbedaan jawaban yang diajukan menjadikan perbedaan mendasar pada pandangan dan pola hidup (pandangan dunia dan ideology) manusia sepanjang sejarah. Salah satu perdebatan mendasar dalam sejarah kehidupan manusia adalah perdebatan seputar sumber dan asal usul pengetahuan. Perbedaan pandangan seputar sumber dan asal-usul

10

pengetahuan (atau lebih dikenal dengan epistemologi) inilah yang kemudian menjadi dasar pemicu perbedaan pandangan dunia dan ideology manusia. Kemudian perdebatan lainnya adalah persoalan sumber-sumber dan asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba

mengungkapkan prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan kepada manusia. Dengan itu, ia dapat menjawab pertanyaanpertanyaan berikut ini : Bagaimana pengetahuan itu muncul dalam diri manusia? Bagaimana kemampuan intelektualnya tercipta, termasuk setiap pemikiran dan konsep-konsep (notions) yang muncul sejak dini? Dan apakah sumber yang memberikan kepada manusia arus pemikiran dan pengetahuan itu. Dalam perjalanan sejarah filsafat, permasalahan itu telah menghasilkan beberapa pemecahan yang terangkum dalam teori-teori berikut : Teori Plato tentang pengingatan kembali

Teori Plato tentang pengingatan kembali adalah teori yang berpendapat bahwa pengetahuan adalah fungsi mengingat kemabli

informasi-informasi yang telah lebih dulu diperoleh. Ia mendasarkan nya pada filsafat tertentunya tentang alam ide dan keazalian jiwa. Plato yakin bahwa jiwa manusia ada dalam bentuk berdiri sendiri, terlepas dari badan, sebelum badan itu ada. Teori Rasional

Teori rasional adalah teori para filosof eropa seperti Descrates (15961650) dan Immanuel Kant (1724-1804), dan lain-lain. Teori-teori tersebut terangkum dalam kepercayaan adanya dua sumber bagi konsepsi. Pertama, penginderaan (sensasi). Kedua, adalah fithrah, dalam arti bahwa akal manusia memiliki pengertian-pengertian dan konsepsi-konsepsi yang tidak muncul dari indera. Tetapi ia sudah ada (tetap) dalam lubuk fitrah. Teori Empirikal

Teori emperikal mengatakan bahwa penginderaan adalah satu-satunya yang membekali akal manusia dengan konsepsi-konsepsi dan gagasan, dan (bahwa potensi mental akal budi) adalah potensi yang mencerminkan dalam

11

berbagai persepsi inderawi. Akal budi, berdasarkan teori adalah, hanyalah mengelola konsepsi-konsepsi gagasan-gagasan inderawi. Teori Disposesi

Teori ini, secara umum, adalah teori para filosof muslim. Ia terangkum dalam pembagian konsepsi-konsepsi mental menjadi dua bagian : Konsepsi-konsepsi primer dan konsepsi sekunder.

g. Pengertian Nilai Secara Umum: Segala sesuatu dalam alam raya ini bernilai (cakupan tidak terbatas) aksiologi. Perkembangan penyelidikan ilmu pengetahuan tentang nilai menyebabkan beragam pandangan manusia tentang nilai-nilai. Begitu juga sejarah peradaban manusia mengenai masalah nilai, masih merupakan problem, meskipun selama itu pula manusia tetap tidak dapat mengingkari efektivitas nilai-nilai di dalam kehidupannya. Hal ini dipertajam oleh kaum penganut sofisme, dengan tokohnya Pitagoras (481-441 SM), berpendapat bahwa nilai bersifat relatif tergantung pada waktu (Imam Barnadib, 1987: 133). Sedangkan menurut idealisme, nilai itu bersifat normatif dan objektif serta berlaku umum saat mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan. Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya bathin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia, atau dapat disimpulkan bahwa nilai itu merupakan hasil dari kreativitas manusia dalam rangka melakukan kegiatan sosial, baik itu berupa cinta, simpati, dan lain-lain.

12

h. Bentuk Dan Tingkatan Nilai Nilai merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan subjek manusia. Sesuatu dianggap bernilai jika pribadi atau kelompok manusia itu merasa sesuatu itu bernilai. Dengan demikian, lepas dari perbedaan nilai, baik objektif maupun subjektif, tujuan adanya nilai adalah menuju kebaikan dan keluhuran manusia. Brubecher membedakan nilai menjadi 2 bagian : (1) nilai intrinsik (nilai yang dianggap baik yang ada di dalam dirinya sendiri), (2) nilai instrumental (nilai yang dianggap baik, karena bernilai untuk orang lain). Menurut aliran realisme , kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual terlebih dahulu, melainkan tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bila dihayati oleh subjek tertentu dan bagaimana sikap subjek tersebut. Namun, ada juga yang membedakan bentuk nilai itu berdasarkan pada bidang, apakah itu efektif dan berfungsi: seperti nilai moral, nilai ekonomi, dsb. i. Nilai Pendidikan Dan Tujuan Pendidikan Menurut Muhammad Noor Syam, pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai, terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama yang kesemuanya tersimpul dalam tujuan pendidikan, yakni membina kepribadian ideal. Untuk menetapkan tujuan pendidikan dasar, harus melalui beberapa pendekatan, seperti : Pendekatan melalui analisis historis lembaga-lembaga sosial, Pendekatan melalui analisis ilmiah tentang realita kehidupan aktual, Pendekatan melalui nilai-nilai filsafat yang normatif (normative philosophy). Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan hendaknya dirumuskan dengan tujuan didirikannya suatu negara (Rapar, 1988:40). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan bisa dilihat dari tujuan pendidikan yang ada. Sebagai contoh, tujuan pendidikan bangsa Indonesia dalam Bab II Pasal 3 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan

13

Nasional

adalah

Bertujuan

mencerdaskan

kehidupan

bangsa

dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani-rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Memang keadaan masyarakat dapat diukur melalui pendidikan. Karena itu, kebobrokan masyarakat takkan dapat diperbaiki dengan cara apa pun kecuali dengan pendidikan (Plato).

14

Daftar Pustaka

Bakhtiar, Amsal, 2009, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Dirdjosisworo, , 1985.,Soedjono, Pengantar Epistomologi dan Logika, mmmBandung: Remaja Karya. Bunayhartop, 2012, Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia (Online),

mmm(http://bunayhartop.blogspot.com, diakses 5 Desember 2012) Emprorerfaisal, 2011, Syarat Pengetahuan Menjadi Ilmu (Online), mmm(http://emprorerfaisal.blogspot.com, diakses 9 Desember 2012) Saifullah, Ali. 1990. Filsafat dan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional Jujun S, Suriasumantri, 1990, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, mmmJakarta: Pustaka Sinar Harapan, h. 22-23 Surajiyo. (2007). Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Suatu mmmPengantar. Jakarta : Bumi Aksara. Suriasumantri Jujun S. 2005 Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. mmmJakarta: Pustaka Sinar Harapan.

15

Pandangan Filsafat Pendidikan Tentang Pengetahuan dan Sistem Nilai Dalam Masyarakat
Disusun untuk memenuhi tugas mata Kuliah Filsafat Pendidikan

Dosen Pengampu : Asri Karolina, M.Pd.I

Disusun Oleh: Yunita Budiarti (2010121090)

Ratna Widya Puspita (2010121060) Tri Erlangga (2010121067)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN PROGRAM STUDI MATEMATIKA UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG 2012

Anda mungkin juga menyukai