Anda di halaman 1dari 18

BAB IV.

REPLIKASI DNA DAN PEMBELAHAN SEL Di dalam bab ini akan dibahas tiga fungsi DNA sebagai materi genetik pada organisme, cara replikasi DNA pada sistem eukariot, dan pembelahan sel. Dengan mempelajari pokok bahasan ini akan diperoleh gambaran mengenai cara replikasi DNA kelompok organisme eukariot dan pembelahan sel Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan: 1. tiga fungsi DNA sebagai materi genetik, 2. mekanisme replikasi semikonservatif, 3. pengertian replikon, ori, garpu replikasi, dan termini, 4. cara replikasi DNA pada eukariot. 5. pembelahan sel

Fungsi DNA sebagai Materi Genetik DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme harus dapat menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini. 1. DNA harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui replikasi. Inilah materi yang akan dibahas di dalam bab ini. 2. DNA harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui ekspresi gen. 3. DNA sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah. Tanpa perubahan semacam ini, evolusi tidak akan pernah berlangsung. Fungsi ini merupakan fungsi evolusioner, yang dilaksanakan melalui peristiwa mutasi (Bab VIII).

2 Mekanisme Replikasi Semikonservatif Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah diusulkan, yaitu konservatif, semikonservatif, dan dispersif. Pada replikasi konservatif seluruh tangga berpilin DNA awal tetap dipertahankan dan akan mengarahkan pembentukan tangga berpilin baru. Pada replikasi semikonservatif tangga berpilin mengalami pembukaan terlebih dahulu sehingga kedua untai polinukleotida akan saling terpisah. Namun, masing-masing untai ini tetap dipertahankan dan akan bertindak sebagai cetakan (template) bagi pembentukan untai polinukleotida baru. Sementara itu, pada replikasi dispersif kedua untai polinukleotida mengalami fragmentasi di sejumlah tempat. Kemudian, fragmen-fragmen polinukleotida yang terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen nukleotida baru sehingga fragmen lama dan baru akan dijumpai berselang-seling di dalam tangga berpilin yang baru.

konservatif

semikonservatif

dispersif

Gambar 4.1. Tiga cara teoretis replikasi DNA = untai lama = untai baru

3 Di antara ketiga cara replikasi DNA yang diusulkan tersebut, hanya cara semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang dikenal dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium density-gradient centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada tahun 1958 oleh M.S. Meselson dan F.W. Stahl.

Replikon, Ori, Garpu Replikasi, dan Termini Setiap molekul DNA yang melakukan replikasi sebagai suatu satuan tunggal dinamakan replikon. Dimulainya (inisiasi) replikasi DNA terjadi di suatu tempat tertentu di dalam molekul DNA yang dinamakan titik awal replikasi atau origin of replication (ori). Proses inisiasi ini ditandai oleh saling memisahnya kedua untai DNA, yang masingmasing akan berperan sebagai cetakan bagi pembentukan untai DNA baru sehingga akan diperoleh suatu gambaran yang disebut sebagai garpu replikasi. Biasanya, inisiasi replikasi DNA, baik pada prokariot maupun eukariot, terjadi dua arah (bidireksional). Dalam hal ini dua garpu replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus). Pada eukariot, selain terjadi replikasi dua arah, ori dapat ditemukan di beberapa tempat. Replikasi pada kedua untai DNA Proses replikasi DNA yang kita bicarakan di atas sebenarnya barulah proses yang terjadi pada salah satu untai DNA. Untai DNA tersebut sering dinamakan untai pengarah (leading strand). Sintesis DNA baru pada untai pengarah ini berlangsung secara kontinyu dari ujung 5 ke ujung 3 atau bergerak di sepanjang untai pengarah dari ujung 3 ke ujung 5. Pada untai DNA pasangannya ternyata juga terjadi sintesis DNA baru dari ujung 5 ke ujung 3 atau bergerak di sepanjang untai DNA cetakannya ini dari ujung 3 ke ujung 5. Namun, sintesis DNA pada untai yang satu ini tidak berjalan kontinyu sehingga menghasilkan fragmen terputus-putus, yang masing-masing mempunyai arah 5 3. Terjadinya sintesis DNA yang tidak kontinyu sebenarnya disebabkan oleh sifat enzim DNA polimerase yang hanya dapat menyintesis DNA dari arah 5 ke 3 serta ketidakmampuannya untuk melakukan inisiasi sintesis DNA.

4 Untai DNA yang menjadi cetakan bagi sintesis DNA tidak kontinyu itu disebut untai tertinggal (lagging strand). Sementara itu, fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan dari sintesis yang tidak kontinyu dinamakan fragmen Okazaki, sesuai dengan nama penemunya. Fragmen-fragmen Okazaki akan disatukan menjadi sebuah untai DNA yang utuh dengan bantuan enzim DNA ligase.

3 5 3

fragmen-fragmen Okazaki

untai tertinggal 5 5 3 untai pengarah

Gambar 4.4. Diagram replikasi pada kedua untai DNA Replikasi DNA eukariot Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk memasuki fase S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin dan kinase tergantung siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang berturut-turut akan diaktivasi oleh sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel. Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi dan mengaktifkan protein-protein yang diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing ori. Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada eukariot bergerak hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA harus dilepaskan dari nukleosom pada garpu replikasi sehingga gerakan garpu replikasi akan diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini diperlukan waktu sekitar 30 hari untuk menyalin molekul DNA kromosom pada kebanyakan mamalia. Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon mengalami inisiasi secara serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang mengalami inisasi paling awal adalah eukomatin, sedangkan deretan yang agak lambat adalah heterokromatin. DNA sentromir dan telomir bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini mencerminkan aksesibilitas struktur kromatin yang berbeda-beda terhadap faktor inisiasi.

5 Seperti halnya pada prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan protein pengikat untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb) yang disebut dengan protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk memisahkan kedua untai DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase yang berbeda terlibat dalam elongasi. Untai pengarah dan masing-masing fragmen untai tertinggal diinisiasi oleh RNA primer dengan bantuan aktivitas primase yang merupakan bagian integral enzim DNA polimerase . Enzim ini akan meneruskan elongasi replikasi tetapi kemudian segera digantikan oleh DNA polimerase pada untai pengarah dan DNA polimerase pada untai tertinggal. Baik DNA polimerase maupun mempunyai fungsi penyuntingan. Kemampuan DNA polimerase untuk menyintesis DNA yang panjang disebabkan oleh adanya antigen perbanyakan nuklear sel atau proliferating cell nuclear antigen (PCNA), yang fungsinya setara dengan subunit holoenzim DNA polimerase III pada E. coli. Selain terjadi penggandaan DNA, kandungan histon di dalam sel juga mengalami penggandaan selama fase S. Mesin replikasi yang terdiri atas semua enzim dan DNA yang berkaitan dengan garpu replikasi akan diimobilisasi di dalam matriks nuklear. Mesin-mesin tersebut dapat divisualisasikan menggunakan mikroskop dengan melabeli DNA yang sedang bereplikasi. Pelabelan dilakukan menggunakan analog timidin, yaitu bromodeoksiuridin (BUdR), dan visualisasi DNA yang dilabeli tersebut dilakukan dengan imunofloresensi menggunakan antibodi yang mengenali BUdR. Ujung kromosom linier tidak dapat direplikasi sepenuhnya karena tidak ada DNA yang dapat menggantikan RNA primer yang dibuang dari ujung 5 untai tertinggal. Dengan demikian, informasi genetik dapat hilang dari DNA. Untuk mengatasi hal ini, ujung kromosom eukariot (telomir) mengandung beratus-ratus sekuens repetitif sederhana yang tidak berisi informasi genetik dengan ujung 3 melampaui ujung 5. Enzim telomerase mengandung molekul RNA pendek, yang sebagian sekuensnya komplementer dengan sekuens repetitif tersebut. RNA ini akan bertindak sebagai cetakan (templat) bagi penambahan sekuens repetitif pada ujung 3. Hal yang menarik adalah bahwa aktivitas telomerase mengalami penekanan di dalam sel-sel somatis pada organisme multiseluler, yang lambat laun akan menyebabkan pemendekan kromosom pada tiap generasi sel. Ketika pemendekan mencapai DNA yang

6 membawa informasi genetik, sel-sel akan menjadi layu dan mati. Fenomena ini diduga sangat penting di dalam proses penuaan sel. Selain itu, kemampuan penggandaan yang tidak terkendali pada kebanyakan sel kanker juga berkaitan dengan reaktivasi enzim telomerase.

PEMBELAHAN SEL SEBAGAI PELAKSANAAN PEWARISAN SIFAT Setelah berbicara tentang gen sebagai faktor herediter serta cara pewarisannya, pada bab ini kita akan melihat perilaku organel intrasel yang terlibat dalam pelaksanaan pewarisan sifat. Belasan tahun setelah Mendel mempublikasikan karya penelitiannya, W. Roux mengajukan postulat bahwa faktor herediter dibawa oleh suatu struktur di dalam nukleus yang dinamakan kromosom (chromo=warna ; soma=badan). Percobaan T. Boveri dan W.S. Sutton beberapa tahun kemudian membuktikan bahwa gen terdapat di dalam kromosom. Selanjutnya, T.H. Morgan dan koleganya melalui studi pada lalat buah Drosophila melanogaster mengajukan teori bahwa gen merupakan satuan-satuan yang diskrit (terpisah satu sama lain) di dalam kromosom. Perilaku kromosom ternyata sangat berkaitan dengan tahap-tahap pembelahan sel, yang merupakan mekanisme dasar bagi pertumbuhan dan reproduksi seksual organisme. Pembelahan sel (sitokinesis) selalu didahului oleh pembelahan nukleus (kariokinesis), dan justru kariokinesislah yang sesungguhnya lebih berperan dalam mekanisme pelaksanaan pewarisan sifat. Bahkan, pembicaraan tentang pembelahan sel pada umumnya dititikberatkan pada kariokinesis, yang dengan sendirinya akan melibatkan perubahan-perubahan yang terjadi pada kromosom. Bahan penyusun kromosom adalah DNA dan protein. Kromosom yang sedang mengalami pengandaan terdiri atas dua buah kromatid kembar (sister chromatids) yang satu sama lain dihubungkan pada daerah sentromir. Letak sentromir berbeda-beda, dan perbedaan letak ini dapat digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi struktur kromosom. Pada sentromir terdapat kinetokor, yaitu suatu protein struktural yang berperan dalam pergerakan kromosom selama berlangsungnya pembelahan sel. Tiap kromatid membawa sebuah molekul DNA yang strukturnya berupa untai ganda sehingga di dalam kedua kromatid terdapat dua molekul DNA.

telomir (ujung kromosom) sentromir (konstriksi primer) kinetokor kromatid kembar (sister chromatids)

a) b) Gambar 3.1. Gambaran umum struktur kromosom yang sedang mengalami penggandaan a) kromosom b) molekul DNA Daur Sel dan Mitosis Faktor yang menentukan pertumbuhan suatu individu organisme, khususnya organisme multiseluler, adalah pertambahan jumlah dan volume sel. Pertambahan jumlah sel terjadi sebagai akibat pembelahan sel yang menghasilkan sel-sel anakan dengan kandungan kromosom dan materi genetik (DNA) yang sama. Peristiwa pembelahan sel semacam ini dinamakan mitosis (mitos = benang). Sel yang mengalami mitosis selanjutnya akan memasuki tahap-tahap proses lainnya yang secara keseluruhan membentuk suatu daur sel. Pada awalnya, sebuah sel diploid hasil mitosis, yakni sel dengan kandungan kromosom 2n (lihat Bab VI), mengalami peningkatan volume dan aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan persiapan penggandaan (replikasi/sintesis) DNA. Tahap ini dinamakan G1. Kemudian, dari tahap G1 sel segera memasuki tahap S, yang ditandai oleh adanya sintesis DNA serta pembentukan kromatid kembar. Selanjutnya, sel memasuki tahap G2, yang merupakan tahap persiapan mitosis. Secara keseluruhan tahap G1, S, dan G2 dinamakan tahap istirahat (interfase) karena sel tidak memperlihatkan aktivitas pembelahan. Waktu yang diperlukan untuk interfase berbeda-beda, bergantung kepada jenis sel dan spesies organismenya. Setelah interfase berakhir sel kemudian mengalami mitosis (tahap M), yang akan membagi DNA hasil sintesis pada tahap S dan kromatid kembarnya ke dalam kedua sel yang dihasilkan

8 sehingga masing-masing sel ini akan bersifat diploid seperti sel asalnya. Demikian seterusnya, sel hasil mitosis kembali memulai tahap G1. Tiap jenis sel menyelesaikan daur selnya dalam waktu yang tidak sama. Sebagai contoh, sel-sel epitel pada saluran pernafasan dan pencernaan memiliki masa hidup yang pendek dan harus diganti dalam beberapa hari. Bahkan, sel-sel kelenjar memiliki masa hidup selama beberapa jam saja. Sel-sel epitel kulit setiap kali rusak akan segera diganti sehingga jumlahnya selalu tetap. Sebaliknya, sel-sel pada sistem syaraf pusat manusia hanya dibentuk sekali seumur hidup, dan tidak pernah diganti jika mengalami kerusakan.

G1 M

G2

Gambar 3.2. Skema daur sel Tahap-tahap mitosis Mitosis pertama kali dijelaskan oleh W. Flemming pada sel hewan. Dari Gambar 3.2 dapat dilihat bahwa mitosis membutuhkan waktu yang paling singkat di antara semua tahapan daur sel. Meskipun demikian, mitosis masih dapat dibagi-bagi lagi menjadi beberapa tahap, yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase. Biasanya, profase dan telofase berlangsung lama, sedangkan metafase dan anafase berlangsung singkat. Tiap tahap mitosis ini dicirikan oleh perilaku kromosom yang berbeda-beda. Indikasi awal dimulainya mitosis, khususnya pada sel-sel hewan, dapat dilihat di dalam sitoplasma ketika interfase hampir berakhir. Suatu daerah di sitoplasma yang dinamakan sentrosom, yang terdiri atas sepasang sentriol, mengalami pembelahan menjadi dua; mikrotubul, yang terdapat di dalamnya, menonjol keluar membentuk struktur aster, tempat asal mula munculnya benang spindel. Pada sel tumbuhan tidak

9 terdapat sentriol, tetapi ada pusat pengendali spindel yang disebut MTOCs (microtubule organizing centers). Namun, struktur MTOCs tidak sejelas sentriol pada sel hewan.

Profase awal Pada tahap ini masing-masing anggota pasangan sentriol bergerak memisah. Kromatid kembar yang semula tipis dan tidak berpilin mulai nampak berpilin, memendek, dan dapat dilihat lebih jelas. Jumlah pilinan akan menurun sejalan dengan meningkatnya diameter masing-masing pilinan. Nukleolus dan dinding nukleus mulai menghilang. Profase akhir Kedua kromatid kembar pada masing-masing kromosom saling melekat pada daerah sentromir. Kompleks kinetokor dan sentromir segera berfungsi sebagai tempat melekatnya mikrotubul / benang spindel yang keluar dari sentriol. Oleh karena masingmasing sentriol telah bergerak ke kutub sel yang berlawanan, maka benang spindel menjadi penghubung kedua kutub sel tersebut melalui sentromir. Pada profase akhir ini nukleolus dan dinding nukleus telah benar-benar hilang. Metafase Kromosom nampak sangat kompak sebagai dua kromatid kembar. Tahap metafase merupakan tahap mitosis dengan kenampakan kromosom paling jelas karena kromosom terlihat menebal, memendek, dan menempati bidang tengah sel. Pengamatan dan analisis kromosom paling mudah dilakukan pada tahap ini. Anafase Pemendekan benang spindel menyebabkan kromatid kembar pada masing-masing kromosom bergerak ke arah kutub sel yang berlawanan. Tiap kromatid sekarang mempunyai sentromir sendiri dan menjadi sebuah kromosom baru, yang mulai memanjang kembali. Telofase Benang spindel mulai menghilang; sebaliknya, nukleolus dan dinding nukleus mulai muncul kembali. Terjadi penyempitan pada sitoplasma dan pembelahan organel-organel sitoplasmik, yang mengarah kepada pembentukan dua sel hasil mitosis dengan

10 kandungan materi genetik yang identik. Pada sel tumbuhan terjadi partisi di antara kedua calon sel hasil mitosis. Setelah lamela tengah terbentuk, dinding selulosa segera disintesis pada masing-masing sisi.

interfase

profase awal

profase akhir

telofase

anafase

metafase

telofase akhir

dua sel hasil mitosis

Gambar 3.3. Diagram skematik pembelahan mitosis pada sel hewan dengan tiga kromosom

11 Meiosis Pada tahun 1883 atau empat tahun setelah mitosis dapat dijelaskan, Edouard van Beneden menemukan bahwa telur cacing Ascaris mengandung kromosom hanya separuh jumlah kromosom yang terdapat di dalam sel-sel somatisnya. Ia kemudian dengan tepat dapat menginterpretasikan hal itu sebagai akibat terjadinya suatu tipe pembelahan sel yang lain, yang disebut meiosis (meioun = pengurangan). Meskipun demikian, Beneden salah menyimpulkan bahwa pada pembelahan meiosis seluruh kromosom paternal (kromosom dari tetua jantan) akan bergerak ke satu kutub sel dan seluruh kromosom maternal (kromosom dari tetua betina) bergerak ke kutub sel yang lain. Peristiwa yang benar adalah terjadi percampuran kromosom paternal dan maternal membentuk pasangan-pasangan kromosom homolog, yang kemudian disebarkan secara acak ke dalam sel-sel hasil meiosis. Bila dibandingkan dengan mitosis, meiosis membutuhkan waktu yang jauh lebih panjang dengan proses yang lebih rumit. Meiosis dapat dibagi menjadi dua pembelahan nukleus (kariokinesis), yaitu meiosis I dan meiosis II. Pada meiosis I terjadi pengurangan jumlah kromosom menjadi setengah dari semula sehingga pembelahan ini sering juga disebut pembelahan reduksi. Jika sel yang mengalami meiosis adalah sebuah sel diploid, maka pada akhir meiosis II akan didapatkan empat buah sel yang masing-masing haploid. Hal ini karena kromosom hanya mengalami satu kali penggandaan, tetapi kariokinesisnya terjadi dua kali. Tahap-tahap meiosis Oleh karena meiosis dapat dibagi menjadi meiosis I dan meiosis II, maka tahaptahapnya terdiri atas profase I, metafase I, anafase I, telofase I, profase II, metafase II, anafase II, dan telofase II. Tahap-tahap meiosis II (profase II hingga telofase II) sebenarnya menyerupai tahap-tahap pada mitosis. Profase I Di antara tahap-tahap meiosis, profase I membutuhkan waktu paling panjang sehingga dapat dibagi lagi menjadi beberapa tahap, yaitu leptonema, zigonema, pakinema, diplonema, dan diakinesis.

12

interfase prameiosis

leptonema

zigonema

diakinesis

diplonema

pakinema

metafase I

anafase I telofaseI

sel hasil meiosis

anafase II

metafase II

profase II

Gambar 3.4. Diagram skematik pembelahan meiosis dengan dua kromosom dan = krom. paternal dan = krom. maternal

13 Leptonema (leptoten) Seperti halnya pada profase awal mitosis, pada tahap meiosis yang paling awal ini tiap kromosom telah mengalami penggandaan menjadi kromatid kembar. Namun, kenampakan kromosom jika dilihat menggunakan mikroskop cahaya masih seperti benang tunggal yang tipis memanjang. Di sepanjang kromosom dijumpai sejumlah kromomir, berupa butiran-butiran padat dengan interval yang tidak beraturan. Zigonema (zigoten) Tiap kromosom homolog (kromosom paternal dan maternal) berpasang-pasangan membentuk struktur bivalen. Proses berpasangannya sendiri dinamakan sinapsis. Oleh karena tiap kromosom telah mengalami penggandaan menjadi dua kromatid kembar, maka pada tiap bivalen terdapat empat kromatid kembar. Kompleks empat kromatid ini disebut tetrad. Pakinema (pakiten) Pada pakinema kromosom untuk pertama kalinya dapat dilihat sebagai struktur yang telah mengalami penggandaan (bivalen atau tetrad). Peristiwa penting lainnya pada tahap ini adalah terjadinya pindah silang (crossing over), yaitu pertukaran materi genetik antara kromatid paternal dan kromatid maternal pasangannya. Diplonema (diploten) Secara visual tempat terjadinya pindah silang dapat dilihat sebagai struktur yang dinamakan kiasma (jamak = kiasmata). Kecuali pada daerah-daerah kiasma ini,

pasangan-pasangan kromatid nampak mulai saling memisah. Diakinesis Kiasma bergeser ke ujung kromosom sehingga tempat ini sekarang tidak harus merupakan tempat terjadinya pindah silang. Tiap kromatid anggota tetrad makin memendek, menebal, dan bergerak ke arah bidang tengah sel. Nukleolus dan dinding nukleus menghilang. Mikrotubul / benang spindel yang keluar dari sentriol nampak kian memanjang dan akhirnya melekat pada kinetokor.

14 Metafase I Struktur tetrad nampak makin jelas di bidang tengah sel. Di sinilah konfigurasi kromosom meiosis paling mudah dibedakan dengan kromosom metafase mitosis. Pada metafase mitosis tidak dijumnpai adanya struktur tetrad, tetapi hanya ada biad yang terdiri atas dua kromatid kembar. Anafase I Anggota tiap pasangan kromosom homolog (yang masing-masing terdiri atas dua kromatid kembar) bergerak ke arah kutub sel yang berlawanan. Dalam hal ini sentromir belum membelah sehingga kedua kromatid kembar masih terikat satu sama lain. Telofase I Anggota tiap pasangan kromosom homolog telah mencapai kutub sel yang berlawanan. Dinding nukleus mulai terbentuk kembali. Kadang-kadang telofase I diikuti oleh sitokinesis dan interfase singkat (tanpa penggandaan kromosom), tetapi seringkali langsung diteruskan ke meiosis II. Meiosis II Di atas telah dikatakan bahwa tahap-tahap meiosis II, mulai dari profase II hingga telofase II, menyerupai tahap-tahap pada mitosis. Namun, pada meiosis II hanya ada satu dari masing-masing pasangan kromosom homolog di dalam setiap nukleus. Jadi, di dalam tiap nukleus hanya ada kromosom paternal saja atau kromosom maternal saja untuk tiap nomor kromosom. Sebagai contoh, di dalam satu nukleus mungkin terdapat kromosom paternal untuk kromosom nomor 1, kromosom maternal untuk kromosom nomor 2, kromosom maternal untuk kromosom nomor 3, dan seterusnya. Nukleus lainnya akan membawa kombinasi kromosom yang lain pula. Telofase II akan diikuti oleh sitokinesis yang menghasilkan empat sel haploid. Di dalam nukleus masing-masing sel ini terdapat satu anggota untuk setiap pasangan kromosom homolog. Jadi, kalau pada telofase I (dan sebelumnya, anafase I) terjadi pemisahan kromosom homolog, pada telofase II (dan anafase II) terjadi pemisahan kromatid.

15 Dari uraian di atas dapat diringkas perbedaan-perbedaan pokok antara pembelahan mitosis dan meiosis seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Perbedaan pokok antara mitosis dan meiosis Mitosis Terjadi pada sel somatis Meiosis Terjadi pada meiosit atau gametogonium, yaitu sel-sel somatis khusus yang akan menghasilkan gamet (sel kelamin) Berlangsung relatif lama dan memerlukan dua kali kariokinesis Dari sebuah sel diploid dihasilkan empat buah sel yang masing-masing haploid Kromosom-kromosom homolog mengalami sinapsis sehingga akan ada struktur bivalen atau kromatid tetrad pada metafase I Ada peristiwa pindah silang

Berlangsung relatif singkat dan selesai hanya dalam satu kali kariokinesis Dari sebuah sel diploid dihasilkan dua buah sel yang masing-masing diploid Kromosom-kromosom homolog tidak mengalami sinapsis sehingga hanya ada struktur monovalen atau kromatid biad pada metafase Tidak ada peristiwa pindah silang Gametogenesis pada hewan

Dengan berakhirnya meiosis tidak serta-merta dapat dikatakan bahwa gamet telah terbentuk. Meiosis hanya menghasilkan empat buah sel yang masing-masing haploid. Sel-sel ini masih memerlukan proses pematangan untuk dapat berkembang menjadi gamet. Pembelahan meiosis yang diikuti oleh pematangan sel-sel haploid menjadi gamet fungsional dinamakan gametogenesis. Pada hewan yang berkembang biak secara seksual dapat dibedakan antara gametogenesis pada individu jantan dan gametogenesis pada individu betina. Gamet pada individu jantan disebut spermatozoon (jamak = spermatozoa) sehingga proses pembentukannya dinamakan spermatogenesis. Demikian pula, karena gamet betina disebut ovum (jamak = ova), maka gametogenesis pada jenis kelamin ini dinamakan oogenesis. Spermatogenesis Spermatogenesis dimulai pada saat individu yang bersangkutan mencapai matang kelamin (pubertas). Prosesnya berlangsung di dalam testes, tepatnya di dalam suatu tabung melengkung yang disebut tubulus seminiferus. Di sekeliling tabung ini terdapat spermatogonium (jamak = spermatogonia), yaitu sel-sel somatis khusus yang nantinya akan mengalami meiosis untuk menghasilkan spermatozoa.

16 Pada awalnya spermatogonium (diploid) memperbanyak diri melalui pembelahan mitosis berkali-kali. Pada waktu tertentu mitosis akan terhenti; spermatogonium membesar dan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer, yang masih diploid juga. Spermatosit primer kemudian mengalami meiosis I untuk menghasilkan spermatosit sekunder, yang dilanjutkan dengan meiosis II untuk menghasilkan empat buah spermatid yang masing-masing haploid. Akhirnya, spermatid berdiferensiasi menjadi spermatozoon yang matang. Oogenesis Bila dibandingkan dengan spermatogenesis, oogenesis relatif agak lebih rumit. Proses ini dimulai sejak awal tahap perkembangan embrio ketika sekelompok sel yang disebut galur sel germinal (germ cell line) memasuki ovarium yang sedang berkembang. Galur sel ini kemudian berkembang menjadi sel-sel somatis khusus yang disebut oogonium (jamak = oogonia).. Oogonium (diploid) memperbanyak diri dengan sangat cepat melalui pembelahan mitosis berkali-kali, dan akhirnya berdiferensiasi menjadi oosit primer, yang masih diploid juga. Oosit primer kemudian mengalami meiosis I tetapi tertahan pada tahap diplonema hingga saat matang kelamin. Selama kurun waktu ini oosit primer mengalami berbagai perubahan sehubungan dengan persiapan penyelesaian meiosis dan fertilisasi, serta mengumpulkan sejumlah besar bahan makanan untuk perkembangan awal embrio. Untuk melindungi diri dari kerusakan mekanis, oosit primer diselubungi oleh selaput yang dinamakan folikel Graaf. Di bawah selaput ini terdapat granula kortikal yang membatasi pembuahan hanya oleh satu spermatozoon. Oosit primer yang berhasil menyelesaikan meiosis I akan menghasilkan dua buah sel haploid, yang masing-masing mengandung satu anggota pasangan kromosom homolog dalam keadaan mengganda. Namun, sitokinesis tidak berlangsung simetris sehingga kedua sel tersebut sangat berbeda kandungan sitoplasmanya. Sel yang mendapatkan hampir seluruh sitoplasma dinamakan oosit sekunder, sedangkan sel satunya yang hanya mendapatkan sangat sedikit sitoplasma dinamakan badan polar. Oosit sekunder keluar dari folikel Graaf untuk memasuki saluran telur (pada manusia: tuba falopi ; pada hewan: oviduktus). Proses pelepasan oosit sekunder dari folikel Graaf dinamakan ovulasi.

17

spermatogonium

2n

2n

oogonium

spermatosit primer

2n

2n

oosit primer

anafase I 2n

2n

spematosit sekunder n

badan polar
n

oosit sekunder n

n n

n n

anafase II

n n

spermatid

badan polar

n ovum

spermatozoon spermatogenesis oogenesis

Gambar 3.5. Skema gametogenesis pada hewan

18 Baik oosit sekunder maupun badan polar akan melanjutkan oogenesis ke tahap meiosis II. Lagi-lagi, oosit sekunder mengalami sitokinesis yang tidak simetris sehingga diperoleh satu sel yang besar (ovum) dan satu sel yang kecil (badan polar). Dengan demikian, pada akhir meiosis II dari sebuah oogonium akan diperoleh empat buah sel haploid, yang terdiri atas sebuah ovum (sel telur) dan tiga badan polar. Ketiga badan polar segera mengalami degenerasi karena hanya mengandung sedikit sekali sitoplasma dan organel yang diperlukan untuk melangsungkan metabolisme. Meiosis II hanya akan selesai jika terjadi fertilisasi. Ovum yang tidak dibuahi akan mengalami degenerasi. Sebaliknya, jika ovum bertemu dengan spermatozoon akan terjadi penggabungan dua nukleus haploid sehingga terbentuk zigot diploid, yang kemudian turun dari tuba falopi / oviduktus menuju ke uterus.

REFERENSI Susanto, A.H (2004), Bahan Ajar Biologi Molekuler, Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto Susanto, A.H (2002), Bahan Ajar Genetika Dasar, Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto

Anda mungkin juga menyukai