Anda di halaman 1dari 25

Kasus Skenario Seorang perempuan umur 65 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada pangkal paha

kanan sehingga mengganggu bila berjalan. Keadaan ini dialami dejak 5 hari yang lalu pada saat penderita berjalan tertatih-tatih lalu jatuh terduduk di dalam kamar mandi. Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obat kencing manis, tekanan darah tinggi,jantung dan rematik. Juga pernah serangan stroke 3 tahun lalu. A. Kasus Skenario Seorang perempuan umur 65 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada pangkal paha kanan sehingga mengganggu bila berjalan. Keadaan ini dialami dejak 5 hari yang lalu pada saat penderita berjalan tertatihtatih lalu jatuh terduduk di dalam kamar mandi. Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obat kencing manis, tekanan darah tinggi,jantung dan rematik. Juga pernah serangan stroke 3 tahun lalu.

B. 1. a. b. c. 2.

Medical Record Identitas Nama Jenis Kelamin Umur Keluhan Utama Nyeri pangkal paha kanan 5 hari yg lalu setelah jatuh terduduk sehingga menggangu bila berjalan. :X : Perempuan : 65 tahun

3.

Riwayat Pengobatan Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obat kencing manis, tekanan darah tinggi,jantung dan rematik.

4.

Riwayat Penyakit Penderita pernah mengalami serangan stroke 3 tahun lalu.

C.

Pertanyaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Jelaskan pengertian jatuh ! Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jatuh pada lansia ? Bagaimana hubungan riwayat penyakit dengan terjadinya jatuh ? Jelaskan pengaruh obat-obat terhadap kondisi pasien ? Sebutkan anamnesis tambahan yang diperlukan ? Sebutkan pemeriksaan fisis yang diperlukan terhadap pasien ? Pemeriksaan apa saja yang dibutuhkan ? Bagaimana penanganan yang dilakukan terhadap pasien ?

D.

Jawaban

1.

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.

2.

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jatuh pada lansia, yaitu : faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. a. Faktor intrinsik

Yang termasuk dalam faktor intrinsik, yaitu : kondisi fisik dan neuropsikiatri (adanya penyakit SSP seperti stroke, parkinson) penurunan visus dan pendengaran (fungsi keseimbangan), perubahan neuromuskular (berkurangnya massa otot, kekauan jaringan penghubung, penurunan range of motion sendi), gaya berjalan, dan refleks postural karena proses penuaan. Penuaan dapat berpengaruh pada kondisi fisik dan neuropsikiatrik manusia karena terdapat perubahanperubahan fungsi anatomi/fisiologik yang semakin menurun, yang bisa menimbulkan berbagai penyakit atau keadaan patologik hal ini juga pengaruh psiko-sosial pada fungsi organ. Gabungan dari beberapa perubahanperubahan secara tidak langsung dapat menyebabkan jatuh pada lansia yang dikarenakan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang makin menurun. Menurut skenario penurunan visus kemungkinan besar terjadi karena pasien menderita katarak diabetik. katarak diabetik ini merupakan manifestasi tingkat lanjut dari penyakit Diabetes Mellitus yang diderita oleh pasien usia lanjut. katarak diabetik ini memberikan keluhan penurunan visus berupa penurunan tajam penglihatan secara progresif dan penglihatan tampak seperti berasap. gejala inilah yang sering dikeluhkan oleh penderita yang

menderita katarak diabetik. penurunan visus ini merupakan salah satu penyebab jatuhnya penderita. penyebab penurunan visus yanng lain adalah retinopati baik yang diakibatkan oleh penyakit Diabetes mellitus maupun yang disebabkan oleh Hipertensi. akan tatapi diskenario disebutkan bahwa pasien sudah sejak lama dianjurkan untuk operasi mata, tetapi pasien selalu menolak. hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami gangguan penglihatan dalam hal ini penurunan visus yang perlangsungannya kronik/progresif, sedangkan pada retinopati penurunan visus terjadi secara tiba-tiba jadi penyebab ini dijatuhkan. Perubahan gaya berjalan terjadi seiring denan meningkatnya usia. Kendati perubahan tersebut tidak telalu menonjol untuk dianggap patologis, kondisi perubahan gaya berjalan tersebut dapat meningkatkan kejadian jatuh. Pada umumnya orang usia lanjut tidak dapat mengangkat atau menarik kakinya cukup tinggi sehingga cenderung mudah terantuk (trip). Orang usia lanjut laki-laki cenderung memiliki gaya berjalan dengan kedua kaki melebar dan langkah pendek-pendek ( wide-based, short stepped gaits), sedangkan perempuan usia lanjut sering kali berjalan dengan kedua kaki yang menyempit ( narrow based ) dan gaya bergoyang-goyang ( waddling gait). Orang usia lanjut cenderung untuk berjalan lebih lambat dan meningkatkan kecepatan berjalan dengan cara meningkatkan jumlah langkah per unit waktu dibandingkan jarak satu siklus berjalan ,sertaterdapat peningkatan ayunan postural. Pada usia lanjut yang sehat, kecepatan berjalan menurun 1-2% tiap tahunnya dan berkaitan dengan berkurangnya panjang langkah dan jarak satu siklus berjalan. Gerak ekstensi sendi pergelangan kaki dan rotasi pelvis menurun, serta periode double support meningkat untuk membuat gaya berjalan lebih stabil. Bertambahnya waktu untuk menyelesaikan satu siklus berjalan berkaitan dengan peningkatan sebesar 5 kali resiko untuk jatuh.

Stategi postural yang sering digunakan pada usia lanjut adalah strategi panggul, oleh karena penggunaan strategi pergelangan kaki membutuhkan informasi somatosensorik yang adekuat semetara pada usia lanjut mungkin terdapat kelemahan sendi atau sulit melakukan rotasi pada pergelangan kaki, hilangnya sensasi somatosensorik perifer, dan kelemahan otot distal. Walaupun demikian, penggunaan strategi panggul membutuhkan informasi verstibuler yang adekuat dan gerakan pada panggul akan meningkatkan gaya horisontal antara pijakan dan telapak kaki sehingga risiko untuk terpeleset dan jatuh menjadi lebih besar. Jika respon ayunan postural tidak dapat mempertahankan keseimnbangan saat ada gangguan dan diperlukam strategi melangkah, usia lanjut cenderung melakukan beberapa langkah untuk mengembalikan keseimbangan Sinkop, drop attacks, dan dizziness merupakan penyebab jatuh pada orang usia lanjut yang sering disebutsebut. Beberapa penyebab sinkop pada orang usia lanjut yang perlu dikenali antara lain respons vasovagal, gangguan kardiovaskular (bradi dan takiaritmia, stenosis aorta), gangguan neurologis akut (TIA, strok, atau kejang), emboli paru, dan gangguan metabolik. Drop attacks merupakan kelemahan tungkai bawah mendadak yang menyebabkan jatuh tanpa kehilangan kasadaran. Kondisi tersebut seringkali dikaitkan dengan insufisiensi vertebrobasiler yang dipicu oleh perubahan posisi kepala. Dizziness atau rasa tidak stabil merupakan keluhan yang sering diutarakan oleh orang usia lanjut yang mengalami jatuh. Pasien yang mengeluh rasa ringan di kepala harus dievaluasi secermat mungkin akan adanya hipotensi postural atau deplesi volume intravaskular. Di sisi lain, vertigo merupakan gejala yang lebih spesifik walaupun merupakan pemicu jatuh yang lebih jarang. Kondisi ini dikaitkan dengan kelainan pada telinga bagian dalam seperti labirinitis, penyakit Meniere, dan BPPV. Isemia dan infark vertebrobasiler, serta infark serebelum juga dapat menyebabkan vertigo. Kebanyakan pasien usia lanjut dengan gejala dizziness dan unsteadiness meraa cemas, depresi, sangat takut jatuh, sehingga evaluasi gejala mereka menjadi sulit. Beberapa pasien, terutama pada mereka dengan gejala ke arajh vertigo, memerlukan pemeriksaan otologi, termasuk uji auditori, yang dapat membedakan lebih jelas antara gejala akibat gangguan telinga dalam atau adanya keterlibatan sistem saraf pusat. Sekitar 10-20% orang usia lanjut mengalami hipotensi ortostatik yang sebagian besar tidak bergejala. Namun demikian, beberapa kondisi dapat menyebabkan hipotensi ortostatik yang berat sehingga memicu timbulnya jatuh. Kondisi-kondisi tersebut antara lain curah jantung rendah akibat gagal jantung atau hipovolemia, disfungsi otonom (sebagai akibat diabetes mellitus), gangguan aliran balik vena (insufisiensi vena), tirah baring lama dengan deconditioning otot dan refleks, serta beberapa obat. Hubungan hipotensi ortostatik dengan hipertensi perlu dipahami sehingga tatalaksana hipertensi yang baik amat diperlukan untuk mencegah timbulnya hipotensi ortostatik tersebut. Berbagai penyakit, terutama penyakit kardiovaskkular dan neurologis, dapat berkaitan dengan jatuh. Sinkop dapat merupakan gejala stenosis aorta dan merupakan indikasi perlunya evaluasi pasien akan adanya stenosis aorta yang memerlukan penggantian katup. Beberapa pasien memiliki baroreseptor karotis yang sensitif dan rentan mengalami sinkop karena refleks tonus vagal yang meningkat akibat batuk, mengedan, atau berkemih sehingga terjadi bradikardia atau hipotensi.

Stroke akut dapat menyebabkan jatuh atau memberikan gejala jauth. TIA sirkulasi anterior dapat menyebabkan kelemahan unilateral dan memicu jatuh. TIA sirkulasi posterior (vertebrobasiler) mungkin juga dapt mengakibatkan vertigo, namun perlu disertai dengan satu atau lebih lapangan pandang. Insufisiensi vertebrobasiler seringkali disebut sebagsi penyebab drop attacks ; kompresi mekanik arteri vertebralis olehosteofit spina vertebra servikal manakala kepala diputar disebutkan pula sebagai penyebab ketidak stabilan dan jatuh. Penyakit lain pada otak dan sistem saraf pusat dapat pula menyebabkan jatuh. Penyakit Parkinson dan Hidrosefalus tekanan normal menyebabkan instabilitas dan jatuh. Gangguan serebelum, tumor intrakranial, dan hematoma subdural juga menyebabkan ketidakstabilan (unsteadiness) dengan kecenderungan mudah jatuh. b. Faktor Ekstrinsik Yang termasuk dalam faktor ekstrinsik, yaitu : obat-obatan yang diminum (diuretik, jantung, anti depresan, sedatif, hipoglikemia, anti psikotik), alat-alat bantu berjalan, lingkungan yang tidak mendukung, dan konsumsi alkohol. Berbagai faktor lingkungan tersebut antara lain lampu ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, basah, atau tidak rata, furnitur yang terlalu rendah atau tinggi, tangga yang tak aman, kamar mandi dengan bak mandi / closer terlalu rendah atau tinggi dan tak memiliki alat bantu untuk berpegangan, tali atau kabel yang berserakan di lantai, karpet yang terlipat, dan benda-benda di lantai yang membuat seseorang terantuk. Obat-obatan juga dapat menjadi penyebab jatuh pada orang usia lanjut. Misalnya obat diuretika yang dikonsumsi menyebabkan seseorang berulang kali ke kamar kecil untuk buang air kecil atau efek mengantuk dari obat sedatif sehingga seseorang menjadi waspada saat berjalan. Alat bantu berjalan yang kurang tepat untuk para lansia, memungkinkan terjadinya jatuh, oleh karena itu pemilihan alat bantu dapat disesuaikan dengan keadaan fisik lansia, dan penyakit yang diderita

3. a.

Hubungan riwayat penyakit dengan terjadinya jatuh.

Penderita pernah mengalami stroke, apabila bagian otak yang terkena adalah lobus kanan, maka kaki kiri pasien bisa mengalami lumpuh, sehingga kaki kanan pasien lebih sering dipakai atau untuk bertumpu.

b. c.

Pasien mungkin menderita Osteoartritis, oleh karena itu memerlukan anamnesis dan pemeriksaan tambahan Pasien menderita DM, penderita DM terkadang memiliki masalah berupa retinopati diabetik yang dapat menyebabkan visus menurun, sementara penglihatan memegang peranan penting dalam menerima rangsangan propioseptif yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan.

d.

Pasien menderita penyakit jantung. Penyakit jantung yang biasa terjadi pada lanjut usia, yaitu penyakit jantung koroner, payah jantung, penyakit jantung hipertensi, aritmia, dan stenosis aorta. Penyakit jantung tersebut dapat menyebabkan penurunan curah jantung sehingga terjasi penurunan distribusi oksigen pada seluruh jaringan termasuk otak sehigga bisa menimbulkan sinkop. Hal tersebut dapat menjadi faktor resiko terjadinya jatuh.

e.

Kemungkinan adanya pengaruh menopause, dimana jumlah estrogen menurun, sehingga aktifitas osteoklas meningkat dan menyebabkan peningkatan degradasi matriks tulang (osteoporosis), sehingga jika pasien jatuh, gampang terjadi fraktur dan nyeri.

4. a.

Pengaruh obat-obat terhadap kondisi pasien

Penggunaan obat anti hipertensi yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik (tiba-tiba jatuh dari posisi jongkok/duduk mau berdiri).

b. c.

Obat hipoglikemi oral dapat menyebabkan hipoglikemi akut Penggunaan obat anti hipertensi yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik (pasien tiba-tiba jatuh dari posisi jongkok / duduk mau berdiri), contoh : diuretik menyebabkan orang berulang kali harus ke kamar kecil untuk BAK, selain itu dapat pula menyebabkan syok hipovolemik.

d.

Penggunaan obat NSAID untuk mengobati rematik meningkatkan faktor resiko osteoporosis sehingga apabila pasien jatuh, besar kemungkinan terjadi fraktur dan nyeri.

5. a. b.

Anamnesis tambahan

Aktivitas pada saat terjatuh Gejala sebelumnya, misalnya rasa pusing, palpitasi, sesak napas, nyeri dada, lemah, konfusi, inkontinensia, hilangnya kesadaran, menggigit lidah

c. d. e. f.

Lokasi terjatuh Saksi saat terjatuh Riwayat medis yang lalu Penggunaan obat

6. a. b. c. d. e. f. g. h.

Pemeriksaan fisis

Tekanan darah dan denyut jantung, saat berbaring dan berdiri Ketajaman visual, lapangan pandang, pemeriksaan low-vision Kardiovaskular Aritmia, murmur, bruit Anggota gerak Penyakit sendi degeneratif, vena varikosa, edema, gangguan kaki (pediatrik), sepatu yang tidak berukuran sesuai Neurologis Termasuk pemeriksaan cara berjalan dan keseimbangan, misalnya duduk atau bangkit dari tempat duduk, berjalan, membungkuk, berputar, meraih, menaiki dan menuruni tangga, berdiri dengan mata tertutup (tes Romberg),tekanan sterna

7. a. 1) 2) b. 1)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologis Foto X-ray pelvis dan genu Foto bone density Pemeriksaan laboratorium Darah tepi

2) 3) 4) c.

Elektrolit Gula darah Kadar Kalsium Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)

8. a.

Penatalaksanaan dan Pencegahan

Penatalaksanaan Penatalaksanaan dari kasus di atas yaitu dengan menghindari semua yang menjadi faktor resiko jatuh, seperti faktor lingkungan. Lingkungan yang tidak kondusif harus dihindari agar pasien aman. Segala aktivitas yang dilakukan pasien harus diawasi. Hal ini dilakukan agar mencegah terjadinya kemungkinan terburuk seperti kasus di atas. Penggunaan obat sehubungan dengan riwayat penyakit pasien harus kita kontrol dengan memperhatikan waktu pemberian dan besar dosisnya. Apabila pada pemeriksaan didapatkan fraktur, maka dilakukan terapi operatif. Setelah tindakan bedah dilakukan, apabila diperlukan rehabilitasi medis maka hal tersebut dapat dilakukan. Dapat pula diberikan kalsium dan vitamin D secara oral apabila terdapat tanda-tanda osteoporosis.

1)

Operasi. Jika pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya fraktur yang disebabkan karena pasien terjatuh ( terpeleset ) khususnya fraktur tulang belakang yang mengakibatkan kompresi pada saraf sehingga kedua tungkai tidak dapat digerakkan,merupakan indikasi untuk dilakukan operasi mis: fiksasi internal nerve root,spinal cord.

2)

Hospitalisasi (perawatan di rumah sakit). Hal ini bertujuan untuk memudahkan penanganan pasien khususnya dengan fraktur akut ( immobilisasi ) yang beresiko tinggi yang juga disertai dengan penyakit kronik,yang membutuhkan perawatan intensif.

3)

Operasi mata ( operasi katarak). Gangguan penglihatan pada pasien ini kemungkinan besar berupa katarak senilis. Operasi dapat dilakukan jika pasien & keluarganya menyetujui dan kondisi kesehatan pasien memungkinkan. Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang selama ini terganggu akibat gangguan penglihatan ( kemungkinan salah satu penyebab pasien terjatuh ). Indikasi operasi katarak :

Gangguan penglihatan dengan Snellen aquity ( visus ) 20/50 atau dibawahnya. Ketidakmampuan salah satu mata untuk melihat. Kontraindikasi :

4)

Jika penglihatan pasien dapat dikoreksi dengan penggunaan kaca mata atau alat bantu lainnya. Kondisi kesehatan pasien tidak memungkinkan. Fisioterapi. Setelah dilakukan tindakan operasi untuk mengatasi fraktur dibutuhkan fisioterapi ( rehabilitasi ) yang penting untuk mengembalikan fungsi alat gerak dan mengurangi disabilitas selama masa penyembuhan. Penggunaan

alat bantu berjalan misalnya tongkat biasanya dibutuhkan untuk membantu permulaan berjalan kembali dan untuk mendukung aktifitas sehari-hari lainnya. 5) Perbaikan status gizi. Penyusunan menu disesuaikan dengan kebutuhan kalori pasien setiap harinya dan kemampuan untuk mencerna makanan. Pemberian makanan diberikan secara bertahap.dimulai dengan porsi kecil tetapi sesering mungkin diberikan. 6) Kontrol penyakit dan penggunaan obat-obatan. Hindari polifarmasi yang justru lebih banyak menimbulkan efek samping,khususnya pada pasien beresiko tinggi. 7) Pendidikan keluarga. Jika fraktur yang diderita oleh pasien mengharuskan immobilisasi untuk beberapa lama.keluarga harus senantiasa mengawasi,merawat pasien dengan mencegah pasien terlalu banyak berbaring ( posisi diubah-ubah ) untuk mencegah dekubitus dan penyakit iatrogenik. Berikan perhatian dan kasih sayang agar pasien tidak merasa terisolasi dan depresi. Penilaian dan Faktor Resiko Lingkungan saat jatuh sebelumnya Tatalaksana Perubahan lingkungan dan aktivitas untuk mengurangi kemungkinan jatuh berulang Konsumsi obat-obatan Obat-obat beresiko tinggi (benzodiazepin, obat tidur lain, neuroleptik, antidepresi, antikonvulsi, atau antiaritmia kelas IA) Konsumsi 4 macam obat atau lebih Penglihatan Visus < 20 / 60 Penurunan perception) Penurunan sensitivitas terhadap kontras Katarak Tekanan darah postural (setelah 5 menit dalam posisi berbarnig / supine, segera setelah berdiri, dan 2 menit setelah berdiri) tekanan sistolik turun 20 mmHg (atau 20%), dengan atau tanpa Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika memungknkan ; review dan kurangi obatobatan ; modifikasi dan restriksi garam ; hidrasi yang adekuat ; strategi kompensasi (elevasi persepsi kedalaman (depth Penerangan yang tidak menyilaukan ; hindari pemakaian kacamata multifokal saat berjalan ; rujuk ke dokter spesialis mata Review dan kurangi konsumsi obat-obatan

gejala, segera atau setelah 2 menit berdiri

bagian kepala tepat tidur, bangkit perlahan atau latihan dorsofleksi) ; stoking kompresi ; terapi farmakologis jika strategi di atas gagal

Keseimbangan dan gaya berjalan Laporan ketidakstabilan Gangguan pada penilaian singakt (uji get up and go atau performance-oriented assessment of mobility) Pemeriksaan neurologis Gangguan proprioseptif Gangguan kognitif Penurunan kekuatan otot pasien atau observasi adanya

Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika memungknkan ; kurangi obat-obatan yang mengganggu keseimbangan ; intervensi

lingkungan ; rujuk ke rehabilitasi medik untuk alat bantu dan latihan keseimbangan dan gaya berjalan

Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika memungknkan ; tingkatkan input proprioseptif (dengan alat bantu atau alas kaki yang sesuai, berhak rendah dan bersol tipis) ; kurangi obatobatan yang mengganggu fungsi kognitif ; kewaspadaan pendamping mengenai adanya defisit kognitif, kurangi faktor risiko

lingkungan ; rujuk ke rehabilitasi medik untuk latihan gaya berjalan, keseimbangan, dan kekuatan Pemeriksaan muskuloskeletal : pemeriksaan Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika memungknkan ; rujuk ke rehabilitasi medik untuk latihan kekuatan, lingkup gerakan sendi, gaya berjalan, dan keseimbangan serta alat untuk bantu ; gunakan alas kaki yang sesuai ; rujuk ke podiatrist Pemeriksaan kardiovaskular Sinkop Aritmia (jika telah diketahui adanya penyakit kardiovaskular, terdapat EKG yang abnormal, dan sinkop) Evaluasi terhadap bahaya di rumah setelah dipulangkan dari rumah sakit Rapikan karpet yang terlipat dan gunakan lampu malam hari, bathmats yang tidak licin, dan pegangan tangga ; intervensi lain yang diperlukan Rujuk ke dokter spesialis jantung ; pemijatan sinus karotis (pada kasus sinkop)

tungkai (sendi dan lingkup gerak sendi) dan pemeriksaan kaki

b. 1) a)

Pencegahan Identifikasi faktor resiko Pemeriksaan faktor intrinsik risiko jatuh, assesmen keadaan neurologi, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang mendasari.

b)

Pemeriksaan faktor ekstrinsik, lingkungan rumah yang berbahaya harus dihilangkan, penerangan rumah harus cukup, lantai datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang mungkin sulit dilihat. Kamar mandi dibuat tidak licin, diberi pegangan pada dindingnya

c)

Obat-obatan yang menyebabkan hipotensi postural, hipoglikemik atau penurunan kewaspadaan dapat diberikan secara selektif.

d)

Alat bantu berjalan baik berupa tongkat, tripod, kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah brgeser serta sesuai dengan tinggi badan lansia

2)

Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait) Penilaian postural sway sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat beresiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan dari rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat :

Apakah penderita menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah Apakah penderita mengangkat kakinya dengan benar pada saat berjalan Apakah kekuatan otot extremitas bawah penderita cukup kuat untuk berjalan tanpa bantuan Bila terdapat penurunan dalam kesemuanya diatas maka perlu dikoreksi.

3)

Mengatur / mengatasi faktor situasional Faktor situasional yang bersifat akut/eksaserbasi akut penyakit yang diderita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan kesehatan lansia secara periodik.

1. Adelman. M Alan, Mel P. Daly. Geriatric. McGrow-Hill. International Edition, 2001 2. Bowlby Carol, BA, BScOT, ODH. Therapeutic Activities with Persons disabled by Alzheimer's Disease and releated disorder. An Aspen Publication, Maryland, 1993 3. Holden Una, Robert T. Woods. i Positive Approach es to Dementia Care. 3rd Edition. Churcill Living Stone 4. Banks, W Brain. Activities for Older People. Butter Worth Heinemann. 2000 5. Datmojo R. Boedhi, Hadi mationo. Geriatri. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1999 6. Hazzard R. William, John P. Blass, etc. Principles of Geriatric Medicine and Gerontology. 4th Edition. McGrowHill, 1999.

Sabtu, 22 Oktober 2011 MENGUNGKAP RAHASIA KEBUTUHAN GIZI LANSIA (LANJUT USIA)

Dalam kehidupan ini manusia tidak dapat terhindar dalam proses penuaan yang berlaku dalam kehidupan dirinya.Banyaknya gigi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan fungsi mengunyah yang dapat berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut. Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu makan, serta susah buang air besar (BAB) yang

dapat menyebabkan wasir. Kemampuan motorik menurun, selain menyebabkan menjadi lamban, kurang aktif dan kesulitan menyuap makanan, juga dapat mengganggu aktivitas kegiatan sehari-hari.

Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi, kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas yang mempunyai tujuan (apraksia) dan gangguan dalam menyususn rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan, daya abstraksi, yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam emlakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun. Gejala pertama adalah pelupa, perubahan kepribadian, penurunan kemampuan untuk pekerjaan sehari-hari dan perilaku yang berulang-ulang, dapat juga disertai delusi paranoid atau perilaku anti sosial lainnya.

Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut. Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua. Antara lain : 1. Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah, mengakibatkan juga jumlah cairan tubuh yang berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis menetap. Oleh karena itu, pada lansia seringkali terlihat kurus. 2. Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada lansia sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam folat. Sedangkan gangguan pada indera pengecap dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn yang juga menyebabkan menurunnya nafsu makan. Penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.

Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, : a) b) c) d) e) Penurunan daya ingat jangka pendek, Melambatnya proses informasi, kesulitan berbahasa, Kesulitan mengenal benda-benda, Kegagalan melakukan aktivitas yang mempunyai tujuan (apraksia) dan Gangguan dalam menyususn rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan, daya abstraksi, yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun.

Gejala pertama adalah pelupa, perubahan kepribadian, penurunan kemampuan untuk pekerjaan sehari-hari dan perilaku yang berulang-ulang, dapat juga disertai delusi paranoid atau perilaku anti sosial lainnya. kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga bekurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran natrium sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.

Incontinentia urine (IU) adalah pengeluaran urin diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut, sehingga usia lanjut yang mengalami IU seringkali mengurangi minum yang dapat menyebabkan dehidrasi.

Secara psikologis pada usia lanjut juga terjadi ketidakmampuan untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara lain sindrom lepas jabatan yang mengakibatkan sedih yang berkepanjangan>

Batasan usia lansia a. b. c. d. e. f. Batasan : lansia adalah mereka yang telah diatas usia 65 tahun Menurut Durmin : Young ederly (65-75 th), older ederly (75 th) Munro dkk : older ederly dibagi 2, usia 75-84 th dan 85 th M.Alwi Dahlan : usia diatas 60 th Menurut usia pensiun : usia diatas 56 th WHO : usia pertengahan(45-59), usia lanjut(60-74), usia tua(75-90), usia sangat tua(>90)

Status gizi pada usia lanjut. a. Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status gizi lansia cenderung mengalami kegemukan/obesita. b. c. d. Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit, akibatnya cenderung kegemukan/obesitas. Ekonomi meningkat, konsumsi makanan menjadi berlebihan, akibatnya cenderung kegemukan/obesitas. Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi tidak enak dan nafsu makan menurun, akibatnya lansia menjadikurang gizi (kurang energi protein yang kronis). e. Gizi (kurang energi protein yang kronis).

f.

Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan yang berserat (sayur, daging) dan cenderung makan makanan yang lunak (tinggi kalori), hal ini menyebabkan lansia cenderung kegemukan/obesita.

g.

Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan, hal ini mengganggu penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya lansia menjadi defisiensi zat-zat gizi mikr.

h.

Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar, sehingga lansia menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan dan memicu terjadinya anemia.

i.

Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat menurunkan nafsu makan yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis atau kanker hati.

j.

Gangguan kemampuan motorik, akibatnya lansia kesulitan untuk menyiapkan makanan sendiri dan menjadi kurang giz.

k.

Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya nafsu makan menurun dan menjadi kurang gizi.

l.

Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi menurun akibatnya menjadi kurang gizi.

m. Dimensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa makan, yang dapat menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi.

Masalah gizi yang dihadapi untuk para manula : Aktivitas biologis tubuhnya. dan konsumsi pangan yang kurang seimbang akan memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun.

Kalori : a. Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada orang-orang berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya massa otot dan aktivitas. b. c. d. Kalori (energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk lansia laki-laki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas.

Protein : a. b. 1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya per hari berkurang. Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak berkurang, harus lebih tinggi dari orang dewasa, lansia efisiensi penggunaan senyawa nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang (disebabkan pencernaan dan penyerapannya kurang efisien).

c.

Beberapa penelitian merekomendasikan, untuk lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi untuk orang dewasa.

d.

Sumber protein yang baik diantaranya adalah pangan hewani dan kacang-kacangan.

Lemak : a. Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi energi) penyakit atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah ke jantung). b. Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut adalah asam lemak tidak jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). c. Minyak nabati merupakan sumber asam lemak tidak jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak mengandung asam lemak jenuh.

Karbohidrat dan serat makanan : a. Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus. b. Serat makanan telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan tersebut. Sumber serat yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-buahan segar dan biji-bijian utuh. c. Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara komersial), karena dikuatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat sehingga tidak dapat diserap tubuh. d. Lansia dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-gula sederhana dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari kacang-kacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai sumber energi dan sumber serat.

Vitamin dan mineral : a. b. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia Kurang mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D, dan E umumnya kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya konsumsi makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran, c. Kekurangan mineral yang paling banyak diderita lansia adalah kurang mineral kalsium yang menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi menyebabkan anemia. d. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting untuk membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain. Sayuran dan buah hendaknya dikonsumsi secara teratur sebagai sumber vitamin, mineral dan serat.

Air : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh Mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine), Membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja ginjal). Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas per hari. Kebutuhan gizi lansia setiap individu sangat dipengaruhi oleh : Umur. Jenis kelamin Aktivitas/kegiatan fisik dan mental Postur tubuh Pekerjaan Iklim/suhu udara Kondisi fisik tertentu Lingkungan.

Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan Untuk manula dalam sehari

KOMPOSISI Energi (kal) Protein (gram) Vitamin A (RE) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Vitamin B12 (mg) Asam folat (mcg) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg)

LAKI-LAKI 1960 50 600 0,8 1,0 8,6 1 170 40 500 500

PEREMPUAN 1700 44 700 0,7 0,9 7,5 1 150 30 500 450

Besi (mg) Seng (mg) Iodium (mcg)

13 15 150

16 15 150 Sumber : Akhli Gizi Ejawantah's Blog

===== %%%=====

Menu makan siang

Menu untuk manula dalam sehari

WAKTU Pagi Selingan Siang

MENU Roti-telur-susu Papais Nasi Semur Pepes tahu Sayur bayam

PORSI 1 tangkep 1 gelas 2 bungkus 1 piring 1 potong 1 bungkus 1 mangkok

Pisang Selingan Malam Kolak pisang Mie baso Pepaya

1 buah 1 mangkok 1 mangkok 1 buah Sumber : Akhli Gizi Ejawantah's Blog

==== %%% ====

Menu Makan Malam

Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk manula dalam sehari :

a.

Menciptakan pola makan yang baik, kemudian bersahabat dengannya Cobalah menciptakan suasana yang menyenangkan di meja makan semenarik mungkin sehingga dapat menimbulkan selera

b.

Memperkuat daya tahan tubuh. Makanlah makanan yang mengandung zat gizi yang mengandung zat gizi yang penting untuk kekebalan, seperti : biji-bijian utuh, sayuran berdaun hijau, makanan laut.

c.

Mencegah tulang agar tidak menjadi keropos dan mengerut .Santaplah makanan yang mengandung vitamin D. Pada usia diatas 60 tahun kemampuan penyerapan kalsium menurun, vitamin D membantu penyerapan kalsium dalam tubuh, contoh makanan sumber vitamin D adalah susu.

d.

Memastikan agar saluran pencernaan tetap sehat, aktif dan teratur .Karena itu harus makan sedikitnya 20 gram makanan yang mengandung serat, seperti biji-bijian, jeruk dan sayuran yang berdaun hijau tua

e.

Menyelamatkan penglihatan dan mencegah terjadinya katarak .Santaplah makanan yang mengandung vitamin C, E dan B karoten (antioksidan), seperti : sayuran berwarna kuning dan hijau, jeruk sitrun dan buah lain

f.

Mengurangi resiko penyakit jantung yaitu dengan membatasi makanan berlemak yang banyak mengandung kolesterol dan natrium dan harus banyak makan makanan yang kaya vitamin B6, B12, asam folat, serat yang larut, kalsium dan aklium, seperti biji-bijian utuh, susu tanpa lemak, kacang kering daging tidak berlemak, buah, termasuk nanas dan sayuran.

g.

Agar ingatan tetap baik dan sistem syaraf tetap bagus, harus banyak makan vitamin B6, B 12 dan asam folat

h.

Mempertahankan berat badan ideal dengan jalan tetap aktif secara fisik, makan rendah lemak dan kaya akan karbohidrat kompleks. Menjaga agar nafsu makan tetap baik dan otot tetap lentur

i.

Dengan jalan melakukan olah raga aerobik (berjalan atau berenang). Olah raga dilakukan menurut porsi masing-masing usia serta tingkat kebugaran setiap orang.

j.

Tetaplah berlatih setiap harinya.

FISIOLOGI NYERI- physiology of pain

A. DEFINISI NYERI

Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk) Ganong, (1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut) antara lain:

(1).Serabut A delta (A) Bermielin dengan garis tengah 2 5 (m yang menghantar dengan kecepatan 12 30 m/detik yang disebut juga nyeri cepat (test pain) dan dirasakan dalam waktu kurang dari satu detik, serta memiliki lokalisasi yang dijelas dirasakan seperti ditusuk, tajam berada dekat permukaan kulit. (2).Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4 1,2 m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar. Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Teori Specificity suggest menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu mengatakannya

B. ISTILAH DALAM NYERI Nosiseptor : Serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri Non-nosiseptor : Serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri System nosiseptif : System yang teribat dalam transmisi dan persepsi terhadap nyeri Ambang nyeri : Stimulus yg paling kecil yg akan menimbulkan nyeri Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yg individu ingin untuk dpt ditahan C. SIFAT-SIFAT NYERI Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi Nyeri bersifat subyektif dan individual Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya

Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan Nyeri mengawali ketidakmampuan Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal

Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut: Nyeri bersifat individu Nyeri tidak menyenangkan Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi Bersifat tidak berkesudahan

D. FISIOLOGI NYERI Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini: Resepsi : proses perjalanan nyeri Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri

FISIOLOGI NYERI : Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius aktivitas elektrik reseptor terkait. Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto). Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto). Ada dua jenis transmisi saraf :

1. Ionotropik dimana mediator bekerja langsung pada pintu ion ke dalam sel. Ciri jenis transmisi itu adalah (i) proses berlangsung cepat dan (ii) masa proses Singkat. 2. Metabotropik dimana mediator bekerja lewat perubahan biokimia pada

membrane post-sinaps. Ciri transmisi cara ini adalah (i) lambat dan (ii) berlangsung lama. Prostaglandin E 2 termasuk dalam golongan metabotropik; Hiperalgesia karena prostaglandin E 2 terjadi lambat tapi berlangsung lama. Morfin dan obat-opiat lainnya juga masuk golongan metabotropik, tetapi obat-obat ini menghambat hiperalgesia bekerjanya juga lambat dan berlangsung lama. Trauma mekanik (dan juga trauma fisika dan kimia? ) rupa-rupanya langsung merusak integritas membran dan tergolong ionotropik , bersama bradykinin. Rasa nyeri timbul cepat dan berlangsung singkat, kecuali bila kerusakan yang ditimbulkannya hebat tentu rasa nyeri dapat berlangsung lama.

TRANSDUKSI Pada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi, konversi stimulus yang intens apakah itu stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi pada jaringan yang meradang , stimulus panas diatas 420C, atau kekuatan mekanis. Disini didapati adanya protein transducer spesifik yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer. Proses ini tidak melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh siklo-oksigenase, sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh penghambat enzim COX-2. (7) . Neuron transduksi diperankan oleh suatu nosiseptor berupa serabut A- dan serabut C yang menerima langsung suatu stimulus noksius. (3) Serabut A- merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1- 3 mm dan diliputi oleh selaput mielin yang tipis. Kecepatan transimisi impuls pada serabut A- adalah sekitar 20m/s. Seperti serabut sensorik lainnya, serabut A- merupakan perpanjangan dari pesudounipolar neuron dimana tubuh selnya berlokasi pada akar ganglion dorsal. (4) Sedangkan serabut C merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1 mm dan tidak memiliki mielin. Karena serabut ini sangat tipis dan karena tidak memiliki mielin yang mempercepat transmisi saraf, kecepatan konduksi rendah, dan suatu rangsang berespon dengan kecepatan 1m/s. (4) Selain dari peran serabut A- dan serabut C, disebutkan juga terdapat peran dari neuroregulator yang merupakan suatu substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, biasanya substansi ini ditemukan pada nosiseptor yaitu akhir saraf dalam kornu dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik. Neuroregulator ada dua macam, yaitu neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik antara 2 serabut saraf dan neuromodulator berfungsi memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa mentransfer secara langsung sinyal saraf melalui synaps (4) TRANSMISI Disini terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke neuron di kornu dorsalis, selanjutnya ke neuron proyeksi yang akan meneruskan impuls ke otak. Transmisi ini melibatkan pelepasan asam amino decarboxilic glutamate, juga peptida seperti substantia P yang bekerja pada reseptor penting di neuron post-sinaptic. Selanjutnya ini akan memungkinkan transfer yang cepat dari input mengenai intensitas, durasi, lokasi, dari stimuli perifer yang berbeda lokasi. Secara umum, ada dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai susunan saraf pusat, yaitu melalui

traktus neospinothalamic untuk nyeri cepat spontan dan traktus paleospinothalamic untuk nyeri lambat. (9) Pada traktus neospinothalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui serabut A- dan kemudian berujung pada kornu dorsalis di medulla spinalis dan kemudian bersinapsis dengan dendrit pada neospinothlamaik melalui bantuan suatu neurotransmitter. Akson dari neuron ini menuju ke otak dan menyebrang ke sisi lain melalui commisura alba anterior, naik keatas dengan columna anterolateral yang kontralateral. Serabut ini kemudian berakhir pada kompleks ventrobasal pada thalamus dan bersinapsis dengan dendrit pada korteks somatosensorik. Nyeri cepat-spontan ini dirasakan dalam waktu 1/10 detik dari suatu stimulus nyeri tajam, tusuk, dan gores. (9) Sebenarnya terdapat beragam jalur khusus hantaran sinyal dari kerusakan jaringan dibawa ke berbagai tujuan, dimana dapat memprovokasi proses kompleks. Transmisi nosiseptif sentripetal memicu berbagai jalur : spinoreticular, spinomesencephalic, spinolimbic, spinocervical, dan spinothalamic. (9) Traktus spinoreticular membawa jalur aferen dari somatosensorik dan viscerosensorik yang berakhir pada tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus spinomesencephalik mengandung berbagai proyeksi yang berakhir pada tempat yang berbeda dalam nukleus diencephali. Traktus spinolimbik termasuk dari bagian spinohipotalamik yang mencapai kedua bagian lateral dan medial dari hypothalamus dan kemudian traktus spinoamygdala yang memanjang ke nukleus sentralis dari amygdala. Traktus spinoservikal, seperti spinothalamik membawa sinyal ke thalamus. (3) MODULASI Pada fase modulasi terdapat suatu nteraksi dengan system inhibisi dari transmisi nosisepsi berupa suatu analgesic endogen. Konsep dari system ini yaitu berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk koneksi antara periaqueductal gray matter dan nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar dan menuju ke medulla spinalis Analgesik endogen meliputi : - Opiat endogen - Serotonergik - Noradrenergik (Norepinephric) Sistem analgesik endogen ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam menyalurkan input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status emosional & kultur seseorang. Secara skematik proses modulasi dapat dilihat pada skema dibawah ini

PERSEPSI Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka akan terjadi suatu reaksi yang kompleks. Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi. (8) Fase ini dimulai pada saat dimana nosiseptor telah mengirimkan sinyal pada formatio reticularis dan thalamus,

sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan afek. Sinyal ini kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini mengandung sel sel yang bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi terhadap suatu nyeri. Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera menghasilkan emosi. (7, 9) RESEPSI Stimulus Pengeluaran histamin bradikinin, kalium, (mekanik, termal, kimia) Kornu dorsalis Serabut syaraf perifer Impuls syaraf Nosiseptor Pusat syaraf di otak Neurotransmiter (substansi P)medulla spinalis Respon reflek protektif. Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protektif. Contoh: Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika. Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut: Trauma Obat-obatan Pertumbuhan tumor Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus)

PERILAKU ( BEHAVIOR ) Terdiri dari perilaku verbal dan non verbal dalam merespon suatu nyeri seperti keluhan atau komplain, rintihan, sikap dan ekspresi wajah.

PENANGANAN Seperti yang kita ketahui bahwa nyeri klinis umumnya terdiri atas nyeri inflamasi dan nyeri neuropatik. Keduanya menunjukkan simtom yang sama tetapi berbeda dalam strategi pengobatan yang disebabkan perbedaan dalam patofisiologi. (9) . Nyeri nosiseptif timbul akibat stimulasi reseptor nyeri yang berasal dari organ visceral atau somatik. Stimulus nyeri berkaitan dengan inflamasi jaringan, deformasi mekanik, injuri yang sedang berlangsung atau destruksi. Oleh karena itu penting untuk mencari dan mengobati jaringan yang rusak

atau yang mengalami inflamasi sebagai penyebab nyeri. Sebagai contoh, pasien datang dengan nyeri nosiseptif akibat polymyalgia rheumatic maka diberikan kortikosteroid sistemik. Akan tetapi, sementara mencari penyebab nyeri, tidak ada pendapat yang melarang pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri. 10,11 Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri : 1. Budaya (etnis, keluarga, jenis kelamin, usia) 2. Agama 3. Strategi menyelesaikan masalah (coping strategy) 4. Dukungan dari lingkungan 5. Kecemasan atau stressor lain 6. Pengalaman sakit yang lalu Untuk nyeri nosisepsi kronik, penanganannya berupa terapi farmaka, blok transmisi saraf, dan alternatif. 12 Terapi farmaka terdiri dari Terapi analgesik seperti NSAID/ Paracetamol-opiod Terapi analgesik ajuvan, seperti antidepresan, antikonvulsan Terapi blok transmisi Irreversibel, yaitu operasi dan destruksi saraf. Reversibel, yaitu injeksi anestesi lokal Terapi alternatif Stimulator Akupuntur Hipnosis Psikologi Tujuan keseluruhan dalam pengobatan nyeri adalah mengurangi nyeri sebesar-besarnya dengan kemungkinan efek samping paling kecil.

E. SUMBER

Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87. Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80 Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan. Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm : 123-136. Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63 Potter. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533.

Anda mungkin juga menyukai