Anda di halaman 1dari 19

DAMPAK AIR LIMBAH BATUBARA DAN CARA PENGOLAHANNYA

OLEH

MAHASISWA MATA KULIAH GAMBUT DAN BATUBARA FKIP KIMIA UNLAM BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Tak dapat dipungkiri bahwa batubara merupakan salah satu bahan tambang Indonesia yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Bahkan Indonesia kini telah menempati urutan kedua setelah Australia sebagai penyumbang batubara dunia. Total sumber daya batubara Indonesia sampai akhir tahun 2010 mencapai 104,7 miliar ton dengan cadangan terbukti sebesar 21,1 miliar ton. Kemudian pada akhir 2011 tercatat totalnya sebesar 161 miliar ton dengan cadangan 28 miliar ton. Sumber daya batubara ini tersebar di Sumatera sebesar 68%, 31% di Kalimantan, dan sisanya terdapat di Jawa Barat, Sulawesi dan Irian Jaya. Pada bulan Maret 2003, PT Tambang Batubara Bukit Asam dan New Energy and Industrial Technology Devolepment Organization (NEDO) Jepang, menemukan sumber cadangan batubara sebesar 230 juta ton di Kungkilan Timur, Sumatra Selatan. Dengan demikian dampak positif dari segi ketersediaan sumber daya batubara, tingginya kebutuhan batubara di masa mendatang tidaklah mengkhawatirkan. Selain mendatangkan keuntungan, ternyata kegiatan pertambangan juga memberikan dampak negatif, terutama bagi lingkungan yang ada di sekitar areal tambang. Air asam tambang merupakan limbah utama yang dihasilkan dari kegiatan penambangan batubara baik pada tahap ekstraksi dan juga pada tahappemrosesan. Limbah ini merupakan limbah cair yang terbentuk dari terpaparnya mineral sulfida (pada umumnya pyrite) terhadap air dan udara yang mengakibatkan teroksidasinya sulfur dan menghasilkan keasaman yang tinggi dan meningkatnya konsentrasi sulfur, besi dan logam lainnya. Pada tahap ekstraksi, terganggunya aliran air pada aliran permukaan dan

aliran di bawah tanah yang terdapat pada areal tambang dapat menghasilkan air asam tambang, baik pada pertambangan bawah tanah ataupun pertambangan terbuka dengan perbandingan satu ton air asam tambang untuk setiap seribu ton batubara yang dihasilkan [Bruce G. M., 2005]. Sedangkan pada tahap pemrosesan yang meliputi pencucian, penghancuran, dan penghilangan air, air asam tambang juga dihasilkan dalam jumlah besar. Kalimantan Selatan dengan potensi batubaranya besar sehingga

pengolahannya pun dalam jumlah besar. Hal ini terkadang menimbulkan kurangnya pemahaman terhadap masyarakat akan dampak air asam tambang yang tercemar di sungai. Sehingga perlu adanya pemberian info terkait penjernihan air asam tambang ini.

B. Tujuan 1. Memberikan penjelasan mengenai konsep air tercemar, air limbah batubara dan dampaknya. 2. Memberikan beberapa cara untuk menjernihkan air yang tercemar akibat pertambangan serta bagaimana cara agar air tersebut dapat dikonsumsi.

C. Manfaat 1. Sebagai upaya memperingatkan jajaran SMAN 1 Binuang maupun masyarakat sekitarnya akan dampak air asam tambang batubara. 2. Sebagai upaya alternatif bagi jajaran SMAN 1 Binuang maupun masyarakat sekitarnya untuk mendapatkan air bersih yang sesuai standar secara mandiri.

BAB II ISI

A. Air yang Tercemar Sebelum membahas tentang pencemaran air baiklah kita bicarakan terlebih dahulu apakah pencemaran lingkungan itu? Menurut UU Republik Indonesia No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup yaitu; masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup, oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Demikian pula dengan lingkungan air yang dapat pula tercemar karena masuknya atau dimasukannya mahluk hidup atau zat yang membahayakan bagi kesehatan. Air dikatakan tercemar apabila kualitasnya turun sampai ke tingkat yang membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya. Berdasarkan PP no 82 tahun 2001 pasal 8 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, klasifikasi dan kriteria mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas yaitu: Kelas 1 : yaitu air yang dapat digunakan untuk bahan baku air minum atau peruntukan lainnya mempersyaratkan mutu air yang sama Kelas 2 : air yang dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan, dan pertanian Kelas 3 : air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan dan pertanian Kelas 4 : air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman/ pertanian Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air diantaranya adalah : - DO (Dissolved Oxygen) - BOD (Biochemical Oxygen Demand) - COD (Chemical Oxygen Demad), dan - Jumlah total Zat terlarut 1. Air Yang Tercemar > DO/ Dissolved Oxygen (Oksigen Terlarut)

Yang dimaksud adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri. Agar ikan dapat hidup, air harus

mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen

terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut

digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Lalu apakah penyebab bau busuk dari air yang tercemar? Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob. 2. Air Yang Tercemar > BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand) artinya kebutuhan oksigen biokima yang

menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar B.O.D nya sedangkan D.O akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang B.O.D nya kurang dari 1 mg/l atau 1ppm, jika B.O.D nya di atas 4ppm, air dikatakan tercemar. 3. Air Yang Tercemar > COD (Chemical Oxygen Demand) COD (Chemical Oxygen Demand) sama dengan BOD, yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi kimia oleh bakteri. Pengujian COD pada air limbah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pengujian BOD.

Keunggulan itu antara lain sanggup menguji air limbah industri yang beracun yang tidak dapat diuji dengan BOD karena bakteri akan mati da waktu pengujian yang lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam 4. Air Yang Tercemar > Zat Padat Terlarut Air alam mengandung zat padat terlarut yang berasal dari mineral dan garam-garam yang terlarut ketika air mengalir di bawah atau di permukaan tanah. Apabila air dicemari oleh limbah yang berasal dari dan industri pertanian,

pertambangan

kandungan zat padat tersebut akan meningkat. Jumlah zat padat terlarut ini dapat digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran air. Selain jumlah, jenis zat pencemar juga menentukan tingkat pencemaran. Air yang bersih adalah jika tingkat D.O nya tinggi, sedangkan B.O.D dan zat padat terlarutnya rendah.

B. Air Limbah Batubara atau Air Asam Tambang Limbah pertambangan seperti batubara biasanya tercemar asam sulfat dan senyawa besi, yang dapat mengalir ke luar daerah pertambangan. Air yang mengandung kedua senyawa ini dapat berubah menjadi asam. Bila air yang bersifat asam ini melewati daerah batuan karang/ kapur akan melarutkan senyawa Ca dan Mg dari batuan tersebut. Selanjutnya senyawa Ca dan Mg yang larut terbawa air akan memberi efek terjadinya AIR SADAH, yang tidak bisa digunakan untuk mencuci karena sabun tidak bisa berbuih. Bila dipaksakan akan memboroskan sabun, karena sabun tidak akan berbuih sebelum semua ion Ca dan Mg mengendap. Limbah pertambangan yang bersifat asam bisa menyebabkan korosi dan melarutkan logam-logam sehingga air yang dicemari bersifat racun dan dapat memusnahkan kehidupan akuatik.

Selain pertambangan batubara, pertambangan lain yang menghasilkan limbah berbahaya adalah pertambangan emas. Pertambangan emas menghasilkan limbah yang mengandung merkuri, yang banyak digunakan penambang emas tradisional atau penambang emas tanpa izin, untuk memproses bijih emas. Para penambang ini umumnya kurang mempedulikan dampak limbah yang mengandung merkuri karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki. Biasanya mereka membuang dan mengalirkan limbah bekas proses pengolahan pengolahan ke selokan, parit, kolam atau sungai. Merkuri tersebut selanjutnya berubah menjadi metil merkuri karena proses alamiah. Bila senyawa metil merkuri masuk ke dalam tubuh manusiamelalui media air, akan menyebabkan keracunan seperti yang dialami para korban Tragedi Minamata. Bahaya dari pertambangan batubara adalah air buangan tambang berupa lumpur dan tanah hasil pencucian yang diakibatkan dari proses pencucian batubara yang lebih populer disebut sludge. Saat ini banyak analis pertambangan yang tidak mau menyebarkan secara detail tentang bahaya air cucian batubara. Limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung sangat berbahaya karena mengandung logamlogam beracun yang jauh lebih berbahaya dibanding proses pemurnian pertambangan emas yang menggunakan sianida (CN). Proses pencucian dilakukan untuk menjadi batubara ebih bersih dan murni sehingga memiliki nilai jual tinggi. Proses ini dilakukan karena pada saat dilakukan eksploitasi biasanya batubara bercampur tanah dan batuan. Agar lebih mudah dan murah, dibuatlah bak penampung untuk pencucian. Kolam penampung itu berisi air cucian yang bercampur lumpur. Salah satu LSM Lingkungan menyebutnya dana beracun yang berisis miliaran gallon limbah cair batubara. Sludge mengandung bahan kimia karinogenik yang digunakan dalam pemrosesan batubara seperti arsenik, merkuri, kromium, boron, selenium dan nikel. Dibandingkan tailing dari limbah pertambangan emas, unsur beracun dari logam berat yang ada pada limbah pertambangan batubara jauh lebih berbahaya. Sayangnya sampai sekarang tidak ada publikasi atau informasi dari perusahaan pertambangan terhadap bahaya sludge kepada masyarakat di sekitar pertambangan. Unsur berat menyebabkan penyakit kulit, gangguan pencernaan, paru dan penyakit kanker otak. Air sungai tempat buangan limbah digunakan masyarakat secara

terus-menerus. Gejala penyakit itu biasanya akan tampak setelah bahan beracun terakumulasi dalam tubuh manusia. Kegiatan penambangan batubara memiliki dampak positif maupun negatif bagi makhluk hidup dan lingkungan sekitarnya. Secara umum, dampak positif yang dihasilkan adalah terbukanya lapangan kerja baru serta menambah pendapatan daerah pada lokasi penambangan. Sementara itu, dampak negatif yang muncul adalah terganggunya lingkungan area penambangan yang disebabkan oleh penebangan hutan, pembukaan lahan untuk tambang dan terbentuknya air asam tambang. Selain itu, dihasilkan juga air limbah yang berasal dari coal processing plant (CPP). Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi dampak negatif tersebut melalui usaha seperti, revegetasi untuk lahan yang telah selesai ditambang, pembuatan saluran air dan kolam untuk menampung air limbah dari coal processing plant (CPP) dan mengolah air asam tambang. Air asam tambang merupakan residu yang berasal dari sisa pengolahan bijih setelah target mineral utama dipisahkan. Air asam tambang secara mineralogi terdiri atas mineral-mineral seperti silika, silikat besi, magnesium, natrium, kalium, dan sulfida. Sulfida mempunyai sifat aktif secara kimiawi, dan apabila bersentuhan dengan udara akan mengalami oksidasi sehingga membentuk garam-garam bersifat asam dan aliran asam mengandung sejumlah logam beracun seperti As, Hg, Pb, dan Cd. Polutan yang terdapat dalam limbah pertambangan terbukti mencemari perairan, berdampak buruk bagi kesehatan makhluk hidup di sekitarnya, dan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Beberapa perusahaan tambang di Kalimantan ditengarai tidak melakukan pengelolaan water treatment terhadap limbah buangan tambang dan juga tanpa penggunaan bahan penjernih Aluminium klorida, tawas dan kapur. Akibatnya limbah buangan tambang menyebabkan sungai sarana pembuangan limbah cair menjadi keruh.

C. Pengolahan Air Limbah Tambang Batubara Pengolahan air limbah sangat diperlukan sebab air tersebut pada akhirnya akan mengalir ke lingkungan sekitar, seperti sungai. Oleh karena itu, hasil akhir dari pengolahan air limbah dari coal processing plant (CPP) harus memenuhi baku mutu air yang telah ditetapkan. Baku mutu air limbah batu bara adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemaran yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah batu bara yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan. Parameter

yang dimonitoring pada air limbah kegiatan penambangan batubara adalah TSS, total Fe dan total Mn (KepMenLH no.113/2003). Pada wilayah perairan Standar baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 maupun berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan No.28 Tahun 1995 yaitu kandungan logam untuk timbal (Pb), tembaga (Cu), cadmium (Cd), dan derajat keasaman berturut-turut tidak boleh melebihi 0,03 ppm, 0,02 ppm, 0,01 ppm, dan 6-9. Pengolahan air bersih didasarkan pada sifat-sifat koloid, yaitu koagulasi dan absorpsi. Adsorpsi adalah penyerapan ion atau penyerapan listrik pada permukaan koloid. Koagulasi adalah peristiwa pengendapan atau penggumpalan partikel koloid. Proses koagulasi terjadi akibat tidak stabilnya sistem koloid; yang disebabkan penambahan zat elektrolit ke dalam sistem koloid tersebut. Sistem koloid stabil bila koloid tersebut bermuatan positif atau bermuatan negatif. Jika muatan pada sistem koloid tersebut dilucuti dengan cara menetralkan muatannya, maka koloid tersebut menjadi tidak stabil lalu terkoagulasi (menggumpal). Kegunaan koagulasi yaitu memudahkan partikel-partikel tersuspensi yang sangat lembut dan bahan-bahan koloidal di dalam air menjadi agregat/jonjot (proses sebelum penggumpalan) dan membentuk flok, sehingga dapat dipisahkan dengan proses pengendapan. Koagulan merupakan zat pengendap yang ditambahkan pada proses pengendapan dan penyaringan. Upaya yang telah dilakukan untuk menghilangkan logam berat dari limbah industri pertambangan adalah melalui berbagai perlakuan baik secara fisik dan kimia atau gabungan keduanya, misalnya dengan penambahan zat kimia tertentu untuk proses pemisahan ion logam berat atau dengan resin penukar ion (exchange resins), dan beberapa metode lainnya seperti penyerapan dengan menggunakan karbon aktif, elektrodialysis dan reverse osmosis. Teknologi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan dibandingkan dengan proses kimia adalah melalui pengolahan secara biologis untuk mengurangi ion logam berat dari air tercemar. 1. Pengolahan air limbah dengan tawas Ini ada cara yang mudah dan murah. Namun, sifat asam dari tawas hanya akan menambah keasaman air limbah batubara tersebut. Walaupun hasilnya air menjadi agak jernih, akan tetapi tidak baik untuk kesehatan apabila digunakan dalam jangka waktu lama. Persenyawaan Al2(SO4)3 disebut juga tawas, merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis (murah), mudah

didapatkan di pasaran, serta mudah penimpanannya. Selain itu bahan ini cukup efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Dengan demikian, makin banyak dosis tawas yang ditambahkan, pH makin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas optimum yang harus ditambahkan. Pemakaian tawas paling effektif antara pH 5,8-7,4. Untuk pengaturan (menaikkan) pH biasanya ditambahkan larutan kapor Ca(OH)2 atau soda abu (Na2CO3). Berdasarkan penelitian Praswasti PDK Wulan, Misri Gozan, Hardi Putra (Fakultas Teknik Kimia UI), endapan yang dihasilkan koagulan tawas tidak stabil sehingga apabila terjadi gangguan maka akan memerlukan waktu lama untuk mengendap kembali. Hal ini juga menyebabkan volume endapan menjadi lebih besar. Dalam tawas 50 ppm (5 ml tawas yang dilarutkan dalam 5000 ml air limbah batubara), memerlukan 8,2 kg kapur/hari untuk menetralkan pH. Penggunaan kapur karena tawas bersifat asam sedangkan kapur bersifat basa sehingga dapat menetralkan pH. 2. Pengolahan air limbah dengan biji kelor Penelitian sebelumnya mengenai pemanfaatan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai biokoagulan menunjukkan bahwa biji kelor (Moringa oleifera) mampu menurunkan kekeruhan, kadar logam berat dan jumlah bakteri pada pengolahan air limbah maupun air bersih. Berdasarkan hasil Studi Eksplorasi Tentang Bahan Koagulan Alami Dari Tumbuh-Tumbuhan Dan Efeknya Terhadap Kandungan Bakteri Coli, biji kelor (Moringa oleifera) dapat mereduksi bakteri Coli sekitar 28% (Juli, N., Suria, W., Birsyam, I., 1986). Biji kelor mengandung suatu zat aktif 4- 4r- rhamnosyloxy- benzylisothiocyanate yang berfungsi sebagai protein kationik. Zat aktif ini dapat membantu menurunkan gaya tolakmenolak antara partikel koloid dalam air. Prinsip utama mekanismenya adalah adsorbs dan netralisasi tegangan protein tersebut. Ion-ion logam yang terlarut akan diadsorbsi oleh biji kelor sedangkan koloid yang terbentuk akan terjadi netralisasi muatan oleh protein yang terkandung dalam kelor tersebut (Adfa dkk, 2006). Sehingga penambahan biji kelor tidak boleh diatas batas optimum karena konsentrasi optimum protein untuk mengikat logam berat sudah terlampaui dan kemampuan penyisihan logam berat akan menurun. Penelitian M. Hindun Pulungan mengenai pamanfaatan biji kelor (Moringa oleifera) untuk menjernihkan air limbah, menunjukkan penurunan turbiditas dari

limbah tahu sebesar 72,21% (Pulungan, H., 2007). Selain itu serbuk biji kelor (Moringa oleifera) juga memiliki efektifitas 99,529% untuk menurunkan kadar ion Fe dan 99,355% untuk Mn serta 99,868% kekeruhan dalam air (Srawaili, E. T., 2009). Kelebihan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai Biokoagulan dibanding koagulan kimia, yaitu mudah untuk dibudidayakan di lingkungan sekitar, karena tanaman biji kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah dengan ketinggian mulai dari pesisir laut sampai ke daerah dataran tinggi. Namun, besar efektifitas biji kelor ini dipengaruhi oleh karakteristik sampel air asam tambang dan dosis yang digunakan. Biji kelor dibiarkan sampai matang atau tua di pohon dan baru dipanen setelah kering. Sayap bijinya yang ringan serta kulit bijinya mudah dipisahkan sehingga meninggalkan biji yang putih. Bila terlalu kering di pohon, polong biji akan pecah dan bijinya dapat melayang terbang ke mana-mana. Biji tak berkulit tersebut kemudian dihancurkan dan ditumbuk sampai halus sehingga dapat dihasilkan bubuk biji Moringa. Jumlah bubuk biji moringa atau kelor yang diperlukan untuk pembersihan air bagi keperluan rumah tangga sangat tergantung pada seberapa jauh kotoran yang terdapat di dalamnya. Untuk menangani air sebanyak 20 liter (1 jeriken), diperlukan jumlah bubuk biji kelor 2 gram atau kira-kira 2 sendok teh (5 ml). Tambahkan sedikit air bersih ke dalam bubuk biji sehingga menjadi pasta. Letakkan pasta tersebut ke dalam botol yang bersih dan tambahkan ke dalamnya satu cup (200 ml) lagi air bersih, lalu kocok selama lima menit hingga campur sempurna. Dengan cara tersebut, terjadilah proses aktivitasi senyawa kimia yang terdapat dalam bubuk biji kelor. Saringlah larutan yang telah tercampur dengan koagulan biji kelor tersebut melalui kain kasa dan filtratnya dimasukkan ke dalam air 20 liter (jeriken) yang telah disiapkan sebelumnya, dan kemudian diaduk secara pelan-pelan selama 10-15 menit. Selama pengadukan, butiran biji yang telah dilarutkan akan mengikat dan menggumpalkan partikel-partikel padatan dalam air beserta mikroba dan kuman-kuman penyakit yang terdapat di dalamnya sehingga membentuk gumpalan yang lebih besar yang akan mudah tenggelam mengendap ke dasar air. Setelah satu jam, air bersihnya dapat diisap keluar untuk keperluan keluarga. Pengolahan air limbah kegiatan penambangan batubara dengan tanaman kelor ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan pada pemilihan alternatif tanaman

untuk reklamasi lahan bekas penambangan. Dengan pengolahan limbah yang tepat, selain pencemaran lingkungan akibat air limbah kegiatan penambangan batubara dapat dicegah, tanaman kelor (Moringa oleiera) yang dibudidayakan pada lahan bekas penambangan maupun lingkungan sekitar tambang, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk pengolahan air lainnya. Hal ini dapat menjadi menjadi salah satu nilai tambah perusahaan tambang dalam menerapkan Coorperate Social Responsibility (CSR) dan sistem manajemen lingkungan.

D. Cara Memperoleh Air Bersih Air yang kita minum harus bersih sesuai standar, demikian juga air yang kita gunakan untuk mandi, mencuci, memasak, juga harus bersih. Bersih disini artinya bersih dari segi fisik, kimiawi dan biologis. Bersih secara fisik artinya jernih, tidak berwarna, tawar dan tidak berbau. Secara kimiawi air yang kualitasnya baik adalah yang memiliki pH netral, tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) dan ion-ion logam, serta bahan organik. Sedangkan bersih secara biologis artinya tidak mengandung mikroorganisme seperti bakteri baik yang patogen/ menyebabkan penyakit atau yang apatogen. Ada 2 cara untuk mendapatkan air bersih dalam skala terbatas yaitu :

Tanpa Bahan Kimia, dan Dengan Menambahkan Bahan Kimia. Kedua cara penjernihan air ini melalui 2 tahap, yaitu tahap pengendapan dan

tahap penjernihan. Media penyaring yang digunakan adalah; pasir, arang batok, ijuk dan kerikil. Pada cara yang kedua, ditambahkan bahan kimia berupa tawas, kapur dan kaporit ke dalam bak pengendap untuk membantu menggumpalkan zat kimia pencemar. 1. Cara Memperoleh Air Bersih> Tanpa Bahan Kimia

Cara ini biasanya digunakan untuk sumber air terbuka dengan menggunakan 3 macam bak yaitu bak pengendap, bak penyaring dan bak penampung air bersih, yang ukurannya tergantung volume air yang akan dialirkan. Mula-mula air dari sumbernya dialirkan ke bak pengendap. Selanjutnya lewat saluran bambu yang pada bagian ujungnya di beri kawat kasa, dari bak pengendap air dialirkan ke dalam bak penyaring melalui parit yang berbelok-belok dan berbatuan untuk mendapatkan kandungan oksigen. Atau jika tidak mungkin parit dapat diganti dengan saluran bambu. Bak penyaring ini telah diisi dengan media penyaring, yang disusun berturut-turut dari bagian dasar bak berupa batu setinggi 10 cm, kerikil 10 cm, pasir halus setinggi 20 cm, arang 5 cm, ijuk 10 cm, pasir halus 15 cm dan lapisan paling atas diisi ijuk lagi setinggi 10 cm. Setelah melewati bak penyaring air di tampung di dalam bak penampung air bersih. Untuk keperluan minum dan masak, air ini tetap harus dimasak agar kumannya mati. Karbon atau arang aktif adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa, dan sebagainya. Dengan pengolahan tertentu yaitu proses aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi, dapat diperoleh karbon aktif yang memiliki permukaan dalam yang luas. Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif. Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut manjadi jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu

biasanya arang aktif di kemas dalam kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai. Reaktifasi karbon aktif sangat tergantung dari metode aktivasi sebelumnya, oleh karena itu perlu diperhatikan keterangan pada kemasan produk tersebut. Batubara muda (lignit) memiliki kandungan karbon, kadar air dan mineral anorganik yang tinggi namun memiliki energi yang rendah, sehingga

pemanfaatannya sebagai sumber energi menjadi tidak menguntungkan. Salah satu pemanfaatan batubara muda (lignit) adalah sebagai adsorben arang aktif pada pengolahan limbah cair. Adsorben dari batubara muda ini mampu menyerap logam besi (Fe) dan logam arsen (As) sekitar 92,08% (Damris, M. 2003). Arang aktif dengan perlakuan terbaik dapat digunakan sebagai bahan penjernih air sumur yang tercemar. Arang aktif dapat menjernihkan air sumur yang keruh, menyerap warna, menurunkan kadar logam seng, mangan, besi dan nikel (Rini Pujiarti, 2005).

2.

Cara Memperoleh Air Bersih> Dengan Menambahkan Bahan Kimia

Pada cara kedua ini digunakan 2 buah Drum yang berukuran sama yang dilengkapi dengan keran air, sebagaibak pengendap dan bak penyaring. Tinggi keran air dari dasar drum kira-kira 5-10 cm (harus lebih tinggi dari lumpur yang akan terkumpul). Tetapi drum bisa juga diganti dengan gentong. Setelah air kotor masuk kedrum pengendap, masukkan 1 gr tawas/ 1 gr kapur/ 2,5 gr kaporit untuk

setiap 10 liter air, lalu diaduk perlahan ke satu arah. Pengadukan sebaiknya dilakukan pada malam hari sehingga pengendapan berlangsung sempurna pada keesokan paginya. Pada drum yang berfungsi sebagai bak pengendap diberi media penyaring yang terdiri dari kerikil setinggi 5 cm di bagian dasar, kemudian berturut-turut ke atas diberi arang batok setinggi 10 cm, ijuk setinggi 10 cm dan pasir halus setinggi 20 cm. Ketika air yang dialirkan dari drum pengendap melewati media penyaring ini, air akan dijernihkan lagi melalui proses penyaringan. Sehingga ketika kran dibuka akan diperoleh air yang bersih. Apabila air yang keluar dari drum kedua sudah tidak jernih, media penyaring harus dicuci atau diganti dengan yang baru.

E. Prinsip Desinfeksi pada Air 1. Pengertian Yang dimaksud dengan desinfeksi adalah pembunuhan terhadap semua

mikroba yang membahayakan. Zat-zat yang dipergunakan untuk usaha desinfeksi ini dinamakan desinfektan. (Surbakti., 1987) Desinfeksi merupakan salah satu proses dari pengolahan air, yang mana proses desinfeksi adalah suatu proses atau usaha agar kuman patogen yang ada didalam air punah atau hilang. Bahan desinfeksi yang dipakai tidak boleh membahayakan, dapat diterima masyarakat pemakai, serta mempunyai efek desinfeksi untuk waktu yang cukup lama. Beberapa cara desinfeksi yang dapat dilakukan yaitu dengan: a. b. c. d. 2. Desinfeksi dengan pemanasan/perebusan Desinfeksi dengan klorinasi Desinfeksi dengan radiasi sinar ultra violet dan panas matahari Desinfeksi dengan ozonisasi

Desinfeksi dengan pemanasan/perebusan

Cara efektif dan sering kita lakukan adalah memasak atau merebus air yang akan kita konsumsi hingga mendidih. Cara ini sangat efektif untuk mematikan semua patogen yang ada dalam air seperti virus, bakteri, spora, fungi dan protozoa.

Lama waktu air mendidih yang dibutuhkan adalah berkisar 5 menit, namun lebih lama lagi waktunya akan lebih baik, direkomendasikan selama 20 menit. Walaupun mudah dan sering kita gunakan, kendala utama dalam memasak air hingga mendidih ini adalah bahan bakar, baik itu kayu bakar, briket batubara, minyak tanah, gas elpiji ataupun bahan bakar lainnya yang di sebagian daerah di Indonesia hal tersebut sulit didapatkan 3. Desinfeksi dengan klorinasi Klorinasi merupakan desinfeksi yang paling umum digunakan. Klorin yang digunakan dapat berupa bubuk, cairan atau tablet. Bubuk klorin biasanya berisi kalsium hipoklorit, sedangkan cairan klorin, berisi natrium hipoklorit. Desinfeksi air minum yang mempergunakan gas chlorine atau preparat chlorine disebut klorinasi. Sasaran klorinasi terhadap air minum adalah penghancuran bakteri melalui daya germisidal dari klorin terhadap bakteri. Khlorin telah terbukti hanya merupakan desinfektan yang ideal. Bila dimasukkan dalam air akan mempunyai pengaruh yang segera membinasahkan kebanyakan mikroba. yang berkurang dalam air. Secara umum kebanyakan air mengalami desinfeksi yang cukup baik bila residu khlorin bebas sebanyak kira-kira 0,2 mg/L diperoleh setelah khlorinasi selama 10 menit. Residu yang lebih besar dapat menimbulkan bau yang tidak enak, sedangkan yang lebih kecil tidak dapat diandalkan. Khlorin akan sangat efektif bila pH air rendah Chlorine merupakan senyawa desinfektan, yang banyak digunakan dalam proses pengolahan air. Desinfektan ini bekerja dengan baik untuk membunuh bakteri, fungi dan virus. Namun desinfektan ini juga dapat menimbulkan efek negative terhadap kesehatan manusia selain dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak pada air. Sebagai contoh Chlorine dapat bersifat merusak atau korosif pada kulit dan peralatan, selain itu Chlorine juga berpotensi merusak sistem pernafasan manusia dan hewan 4. Desinfeksi dengan radiasi sinar ultra violet dan panas matahari Metode ini sering disebut juga dengan nama SODIS (solar disinfectan water) yang merupakan cara pengolahan air mentah menjadi air minum yang aman dengan memanfaatkan sinar matahari dan sesuai untuk diterapkan pada tingkat rumah tangga, pemaparan air minum dengan sinar matahari terutama sinar UV-A akan merusak dan melumpuhkan mikroorganisme pathogen. Jika pada saat pemaparan

suhu air mencapai 50 C maka proses disinfeksi hanya membutuhkan waktu 1 jam pemaparan. Didaerah tertentu di pelosok negeri, terkadang gas elpiji dan atau minyak tanah itu sulit didapat dan harganya tidak terjangkau. Keadaan itulah yang menjadikan masyarakat disana mengkonsumsi air mentah tanpa direbus atau

disinfeksi terlebih dahulu yang menyebabkan meningkatnya kasus diare, dan water borne dissease lainnya. Untuk itulah perlu ditemukan terobosan baru dalam pensterilan air dan salah satunya adalah metode solar disinfection water. Pada dasarnya prinsip desinfeksi dengan SODIS adalah sinergi antara sinar UV-A dengan panas. Apabila temperatur mencapai di atas 50 C: radiasi yang dibutuhkan hanya sepertiganya saja.dengan SODIS E-Coli berkurang sampai 3-4 desimal (99,9%). 5. Desinfeksi dengan ozonisasi Ozon adalah molekul gas alami yang mudah larut dalam air dan tidak beracun. Di alam, ozon ditemukan di lapisan luar dari atmosfir dan berfungsi sebagai tameng terhadap radiasi ultra violet sinar matahari yang dapat menyebabkan penyakit kanker kulit. Ozon adalah molekul gas yang terdiri 3 atom Oksigen dan mempunyai rumus kimia O3. Molekul Ozon bersifat tidak stabil dan akan selalu berusaha mencari sasaran untuk dapat melepaskan satu atom Oksigen dengan cara oksidasi, sehingga dapat berubah menjadi molekul oksigen yang stabil (O2). Karena sifat oksidatornya yang sangat kuat, maka Ozon sangat unggul untuk disinfeksi (membunuh kuman), detoksifikasi (menetralkan zat beracun) dan deodorisasi (menghilangkan bau tidak enak) dalam air dan udara. Dalam hal disinfeksi/sterilisasi air, teknologi Ozon paling unggul dan sangat efektif. Ozon dapat menghancurkan kuman, bakteri, virus, jamur, spora, kista, lumut dan zat organik lainnya. Selain itu, juga dapat menetralisir zat organik/mineral yang berlebihan/ beracun. Penggunaan Ozon tidak menghasilkan zat sisa yang membahayakan kesehatan. Bahkan sebaliknya, akan menambahkan kadar olsigen dalam air sehingga lebih segar dan sehat.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini, antara lain : 1. Air limbah batubara atau air asam tambang atau Sludge mengandung bahan kimia karinogenik yang digunakan dalam pemrosesan batubara seperti arsenik, merkuri, kromium, boron, selenium dan nikel. Unsur berat menyebabkan penyakit kulit, gangguan pencernaan, paru dan penyakit kanker otak. Gejala penyakit itu biasanya akan tampak setelah bahan bercaun terakumulasi dalam tubuh manusia. 2. Beberapa cara pengolahan air limbah batubara yang dapat dilakuka secara mandiri oleh masyarakat sekitar, antara lain dengan koagulan tawas, biji kelor dan kulit singkong. B. Saran saran Saran-saran yang dapat kami berikan terkait pengolahan air limbah ini, antara lain : 1. Bagi masyarakat dapat segera mempraktekkannya di rumah. 2. Bagi para siswa dan guru di sekolah dapat melakukan percobaan lebih lanjut terkait efekivitas dan efisiensi pengolahan air limbah. 3. Bagi pemerintah dapat menyalurkan dana untuk masyarakat sekitar tambang agar mereka dapat mengolah air limbah tambang batubara secara mandiri. 4. Bagi perusahaan pertambangan batubara agar berusaha untuk konsisten

memperhatikan kualitas tambangya dengan membuat water treatment dan penguraian bahan penjernih air hingga limbah buangan aman bagi masyarakat dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai