Anda di halaman 1dari 8

PANCASILA

Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan olehPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, di undangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafah negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.

A. Landasan Pendidikan Pancasila


1. Landasan Historis Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit samapi datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Setelah melalui suatu proses yang cukup panjang dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengna bangsa lain, yang oleh para pendiri negara kita dirumuskan dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi lima prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila. 2. Landasan Kultural Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara senantiasa memiliki suatu pandangan hidup, filsafah hidup serta pegangan hidup agar tidak terombangambing dalam kancah pergaulan masyarakat internasional. Setiap bangsa memiliki ciri khas serta pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain. Negara komunisme dan liberalisme meletakkan dasar filsafat negaranya pada suatu konsep ideologi tertentu, misalnya komunisme mendasarkan ideologinya pada suatu konsep pemikiran Karl Max. Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada suatu asa kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah hanya merupakan suatu hasil konseptual seseorang saja melainkan merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilainilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Inodnesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara seperti Soekarno, M. Yamin. M. Hatta, Soepomo serta para tokoh pendiri negara lainnya. 3. Landasan Yuridis Landasan Yuridis perkuliahan Pendidikan Pancasila di pendidikan tinggi tertuang dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 39 telah

menetapkan bahwa isi kurikulumsetiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan, wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. 4. Landasan Filosofis Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia. Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan secara filosif dan objektif bahwa bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara mendasarkan pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila yang secara filosofis merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara. Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Syarat mutlak suatu negara adalah adanya persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat (merupakan unsur pokok negara), sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan berkerakyatan. Konsekuensinya rakyat adalah merupakan dasar otonologis demokrasi, karena rakyat merupakan asal mila kekuasaan negara.

B. Tujuan Pendidikan Pancasila


Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional dam juga termuat dalam SK Dirjen Dikti No/ 467/DIKTI/Kep/1999 dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dari golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat, ataupun kepentingan di atasi melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual, penuh tanggung jawab yang harus di miliki seseorang sebagai syarat untuk tertentu. Kompetensi lulusan pendidikan Pancasila adalah seperangkat tindakan intelektual, penuh tanggung jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sifat intelektual tersebut tercermin pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari aspek iptek, etika ataupun keparutan agama serta budaya. Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik dengan sikap dan perilaku, (1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) berperikemanusiaan yang adil dan beradab, (3) mendukung persatuan bangsa, (4) mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan individu maupun golongan. (5) mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dalam masyarakat. Melalui Pendidikan Pancasila, warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengna cita-cita dan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.

C. Pembahasan Pancasila secara Ilmiah


Berbeda dengan penataran P-4, kuliah Pancasila termasuk filsafat Pancasila harus memebuhi syarat-syarat ilmiah sebagaimana dikemukakan oleh J.R. Poedjowijatno dalam bukunya Tahu dan Pengetahuan yang merinci syarat-syarat ilmiah sebagai berikut: 1. Berobjek Syarat pertama bagi suatu pengetahuan yang memenuhi syarat ilmiah adalah bahwa semua ilmu pengetahuan itu harus memiliki objek. Oleh karena itu pembahasan Pancasila secara ilmiah harus memiliki objek, yang didalam filsafat ilmu pengetahuann dibedakan atas dua macam yaitu objek forma dan objek materia. Objek forma Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila, atau dari sudut pandang apa Pancasila itu dibahas. Objek materia Pancasila adalah suatu objek merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris maupun nonempiris. Pancasila adalah merupakan hasil budaya bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila atau sebagai asal mula nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu objek materia pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budayanya, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu objek meteria pembahasan Pancasila adalah dapat berupa hasil budaya bangsa Indonesia yang berupa, lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah, benda-benda budaya, lembaran negara, lembaran hukum maupun naskah-naskah kenegaraan lainnya, maupun adat-istiadat bangsa Indonesia sendiri. Adapun objek yang bersifat nonempiris antara lain meliputi nilai-nilai budaya, nilai moral, serta nilai-nilai religious yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2. Bermetode Setiap pengetahuan ilmiah harus memiliki metode yaitu seperangkat cara atau sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat objektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik objek forma maupun objek materia Pancasila. Salah satu metode dalam pembahasan Pancasila adalah metode analitico synthetic yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesis. Oleh karena objek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan objek sejarah oleh karena itu lazim digunakan metode hermeneutika yaitu suatu metode untuk menemukan makna di balik objek, demikian juga metode koherensi historis. serta metode pemahaman, penafsiran dan interpretasi, dan metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukumhukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan 3. Bersistem Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah itu harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian itu saling berhubungan, baik berupa hubungan interelasi (saling hubungan), maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, bahkan Pancasila itu sendiri dalam dirinya sendiri adalah merupakan suatu kesatuan dan keutuhan mejemuk tunggal yaitu kelima sila itu baik rumusannya, inti dan isi dari sila-sila Pancasila itu adalah merupakan suatu kesatuan dan kebulatan. Pembahasan Pancasila secara ilmiah dengan sendirinya sebagai suatu sistem dalam dirinya sendiri yaitu pada Pancasila itu sendiri sebagai objek pembahasan ilmiah senantiasa bersifat koheren (runtut), tanpa

adanya suatu pertentangan di dalamnya, sehingga sila-sila Pancasila itu sendiri adalah merupakan suatu kesatuan yang sistematik. 4. Bersifat Universal Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal, artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, ruang, keadaan, situasi, kondisi, maupun jumlah tertentu. Dalam kaitannya dengan kajian Pancasila hakikat ontologism nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal, atau dengan lain perkataan inti sari, essensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakikatnya adalah bersifat universal.

Tingkatan Pengetahuan Ilmiah


Tingkatan pengetahuan ilmiah tersebut, sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sebagai berikut ini. Pengetahuaan deskriptif -------------------suatu pertanyaan bagaimana Pengetahuan kausal-------------------------suatu pertanyaan mengapa Pengetahuan normatif----------------------suatu pertanyaan ke mana Pengetahuan essensial ----------------------suatu pertanyaan apa 1. Pengetahuan Deskriptif Dengan menjawab suatu pertanyaan ilmiah bagaimana, maka akan diperoleh suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat desktiptif. Pengetahuan macam ini adalah suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan, penjelasan secara objektif, tanpa adanya unsur subjektivitas. Dalam mengkaji Pancasila secara objektif, kita harus menerangkan menjelaskan serta menguraikan Pancasila secara objektif sesuai dengan kenyataan pancasila itu sendiri sebagai hasil budaya bangsa Indonesia. Kajian Pancasila secara deksriptif ini antara lain berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsi Pancasila,. 2. Pengetahuan Kausal Dalam suatu ilmu pengetahuan upaya untuk memberikan suatu jawaban dari pertanyaan ilmiah mengapa, maka akan diperoleh suatu jenis pengetahuan kausal, yaitu suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab dan akibat. Dalam kaitannya dengan kajian tentang Pancasila maka tingkatan pengetahuan sebab-akibat berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi empat kausa yaitu : kausa materialis, kausa formalis, kausa effisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber neilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma dalam negara, sehingga konsekuensinya dalam segal realisasi dan penjabarannya senantiasa berkaita dengan hukum kausalitas. 3. Pengetahuan Normatif Tingakatan pengetahuan normatif adalah sebagai hasil dari pertanyaan ilmiah ke mana. Pengetahuan normatif senantiasa berkaitan dengan suatu ukuran, parameter, serta normanorma. Dalam membahas Pancasila tidak cukup hanya berupa hasil dekripsi atau hasil kausalitas belaka, melainkan perlu untuk dikaji norma-normanya, karena Pancasila itu untuk diamalkan, direalisasikan serta dikonkritisasikan. Untuk itu harus memiliki norma-norma yang jelas, terutama dalam kaitannya dengan norma hukum, kenegaraan serta norma-norma moral.

4. Pengetahuan Essensial Dalam ilmu pengetahuan upaya untuk memberikan suatu jawaban pertanyaan ilmiah apa, maka akan diperoleh suatu tingkatan pengetahuan yang essensial. Pengetahuan essensial adalah tingkatan pengetahuan untuk hakikat segala sesuatu, dan hal ini dikaji dalam bidang ilmu filsafat. Oleh karena itu kajian Pancasila secara esensial pada hakikatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang inti sari atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila, atau secara ilmiah filosifis untuk mengkaji hakikat sila-sila Pancasila.

Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan


Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga meliputi pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan, realisasi Pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma hukum maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara. Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan Pancasila yuridis kenegaraan adalah meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal, dan normatif, adapun tingkatan pengetahuan ilmiah essensial dibahas dalam bidang filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila sampai inti sarinya, makna yang terdalam atau membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat hakikatnya.

D. Beberapa Pengertian Pancasila


Untuk memahami Pancasil secara kronologis baik menyankut rumusan maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila tersebut meliputi lingkup pengertian sebagai berikut: Pengertian Pancasila secara etimologis Pengertian Pancasila secara Historis Pengertian Pancasila secara terminologis 1. Pengertian Pancasila secara Etimologis Sebelum kita membahas isi arti dan fungsi pancasila sebagai dasar negara, maka terlebih dahulu perlu dibahas asal kata dan istilah Pancasila beserta makna yang terkandung di dalamnya. Secara etimologis istilahnya Pancasila berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sangsekerta perkataan Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu : panca artinya lima syila vokal i pendek artinya batu sendi, alas, atau dasar syiila vokal i panjang artinya peraturan tingkah laku yang baik, yang pentinga atau yang senonoh. Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan susila yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologi kata Pancasila yang dimaksudkan adalah istilah Panca Syila dengan vokal i pendek yang memiliki makna leksikal berbatu sendi lima atau secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Adapun istilah Panca Syiila dengna huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting (Yamin, 1960 : 437).

2.

Pengertian Pancasila secara Historis Proses perumusan Pancasila di awali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya yang akan di bahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Adapun secara terminologi historis proses perumusan Pancasila adalah sebagai berikut : a. Mr. Muhammad Yamin (29 Mei 1945) Pada tanggal 29 Mei 1945 tersebut BPUPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada kesempatan yang pertama untuk mengemukakan pemikirannya tentang dasar negara di hadapan sidang lengkap Badang Penyelidik. Pidato Mr. Muh Yamin ini berisikan lima asas dasar negara Indonesia Merdeka yang diidam-idamkan, sebagai berikut : 1) Peri Kebangsaan 2) Peri Kemanusiaan 3) Peri Ketuhanan 4) Peri Kerakyatan 5) Kesejahteraan Rakyat Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul tertulis mengenai rancangan UUD Republik Indonesia. Di dalam Pembukaan dari rancangan UUD tersebut tercantum rumusan lima asas dasar negara yang rumusannya adalah sebagai berikut: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kebangsaan Persatuan Indonesia 3) Rasa kemanusiaan yagn adil dan beradab 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalma permusyawaratan perwakilan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia b. Ir. Soekarno (1 Juni 1945) Pada tanggal 1 Juni tersebut Soekarno mengucapkan pidatonya di hadapan sidang Badan Penyelidik. Dalam pidato tersebut diajukan oleh Soekarno secara lisan usulan lima asas sebagai dasar negara Indonesia yang akan dibentuknya, yang rumusannya adalah sebagai berikut : 1) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia 2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan 3) Mufakat atau Demokrasi 4) Kesejahteraan Sosial 5) Ketuhanan yang berkebudayaan Selanjutnya beliau mengusulkan bahwa kelima sila tersebut dapat dipersas menjadi Tri Sila yang rumusannya 1) Sosio Nasional yaitu Nasionalisme dan Internasionalisme 2) Sosio Demokrasi yaitu Demokrasi dengna Kesejahteraan rakyat 3) Ketuhanan yang Maha Esa c. Piagam Jakarta (22 Juni 1945) Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional yang juga tokoh Dokuritu Zyunbi Tioosakay mengadakan pertemuan untuk membahas pidato serta usul-usul mengenai dasar

negara yang dikemukanan dalam sidang Badan Penyelidik Sembilan tokoh tersebut dikenal dengna Panitia Sembilan, yang setelah mengadakan sidang berhasil menyusun sebuah naskah piagam yang dikenal Piagam Jakarta yang di dalamnya memuat Pancasila, sebagai buah hasil pertama kali disepakati oleh sidang. Adapun rumusan Pancasila sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta sebagai berikut : 1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab 3) Persatuan Indonesia 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia 3. Pengertian Pancasila secara Terminologis Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negaranegara yang merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dlaam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 tersebut terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal, dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat. Dalam bagian Pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut: a. Ketuhanan Yang Maha Esa b. Kemanusiaan yang adil dan beradab c. Persatuan Indonesia d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaraan/perwakilan e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan Proklamasi dan eksistensi negara dan bangsa Indonesia maka terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut: a. Dalam Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) Dalam konstitusi RIS yang berlaku tanggal 29 Desember 1949 samapi dengan 17 Agustus 1950, tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Peri Kemanusiaan 3) Kebangsaan 4) Kerakyatan 5) Keadilan Sosial b. Dalam UUD (Undang-Undang Sementara 1950) Dalam UUDS 1950 yang beralku mulai tanggal 17 Agustus1950 sampai tanggal 5 Juli 1959, terdapat pula rumusan pancasila seperti rumusan yang tercantum dalam Konstitusi RIS, sebagai berikut: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa

2) 3) 4) 5)

Peri Kemanusiaan Kebangsaan Kerakyatan Keadilan Sosial

c. Rumusan Pancasila di Kalangan Masyarakat Selain itu terdapat juga rumusan Pancasila dasar negara yang beredar di kalangan masyarakat luas, bahkan rumusannya sangat beranekaragam antara lain terdapat rumusan sebagai berikut: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Peri Kemanusiaan 3) Kebangsaan 4) Kedaulatan Rakyat 5) Keadilan Sosial Dari bermacam-macam rumusan pancasila tersebut di atas yang sah dan benar secara konstitusional adalah rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Hal ini diperkuat dengan ketetapan No. XX/MPRS/1966, dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan, dan rumusan Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia yang sah dan benar adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai