Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
III
DASAR-DASAR
PERENCANAAN TATAGUNA LAHAN
TIK. Seteah selesai mengikuti kuliah bab ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan Dasar-Dasar Perencanaan Tataguna Lahan, yang meliputi tingkatan perencanaan, pendekatan perencanaan, penggunaan lahan, dan para pihak yang berperan dalam perencanaan
1
1. Tingkatan Perencanaan
a. b. Tingkatan Perencanaan : Perencanaan Tingkat Nasional Perencanaan Tingkat Provinsi Perencanaan Tingkat Kabupaten Perencanaan Tingkat Kecamatan dan Desa Tidak harus berurutan, tetapi berhubungan dengan pemerintah sebagai pengambil keputusan c. Jenis keputusan yang diambil berbeda-beda pada setiap keputusan pemerintahan, karena perbedaan kriteria, metodelogi, dan jenis perencanaannya. Namun demikian setiap tingkatan diperlukan strategi penggunaan lahan, kebijakan prioritas perencanaan, cara menangani prioritas, dan perencanaan operasional, agar keputusan tersebut dapat dilaksanakan. d. Semakin erat hubungan antar tingkatan semakin baik kualitas perencanaan, arus informasi berjalan dua arah (Gambar 1).
2
Hubungan Timbal-Balik antar Tingkat Pemerintahan Berbeda dalam Perencanaan Tataguna Lahan
Rencana Pembangunan Nasional Rencana Tataguna Lahan Nasional Kebijakan dan Prioritas Nasional Masalah dan Peluang Penggunaan Lahan Nasional
Rencana Pembangunan Provinsi Kebijakan dan Prioritas Provinsi Masalah dan Peluang Penggunaan Lahan NProvinsi
a. Tingkatan Nasional
Perencanaan umumnya difokuskan pada sasaran nasional dan alokasi sumberdaya. Umumnya perencanaan tataguna lahan ditujukan untuk pengembangan prioritas proyek-proyek tingkat daerah. Perencanaan tataguna lahan tingkat nasional, meliputi : Kebijakan penggunaan lahan berbagai sektor, Kebijakan rencana pembangunan nasional dan anggaran biayanya, Koordinasi badan-badan sektoral pengguna lahan, Membuat peraturan terkait perencanaan penggunaan lahan.
c. Tingkatan Lokal
Perencanaan tataguna lahan tingkat lokal, tidak selalu sama dengan perencanaan tingkat kecamtan, desa atau kelompok desa (kemukiman), DAS. Perencanaan tingkat ini yang terbaik sesauai keinginan masyarakatr (partisifatif) melalui pemanfaatn pengetahuan masyarakat lokal, seperti kearifan lokal. Oleh karena itu bukan merupakan panah timbal baik (Gambar 1). Contoh perencanaan tingkat lokal, antara lain : Detil desain saluran drainase, irigasi, jalan, usaha-usaha konservasi tanah, perkebunan, dll. Desain infrastruktur lokasi tempat pemasaran hasil, distribusi pupuk, pabrik, fasilitas lainnya. Lokasi tanaman tertentu pada lahan yang sesuai.
Ada 5 Pendekatan Perencanaan yang umum digunakan selama ini : Pendekatan politis; contoh pendekatan ini adalah program pembangunan yang ditawarkan oleh calon KepDa pada waktu kampanye, yang setelah terpilih program tsb diadopsi dan dikemas dalam RPJM atau RenStraDa Pendekatan teknokratis; rumusan rencana yang dibuat berdasar konsep teori akademis sebagai masukan proses paritipatoris/politis. Perencanaan tataguna lahan dimulai dari studi, misalnya klasifikasi kesesuaian lahan untuk komoditas tertentu.
Pendekatan partisipatif (partisipatoris); rumusan rencana yang dibuat dengan menggunakan proses partisipatif, melibatkan stakeholders setempat, baik pada tahap-tahap tertentu ataupun dalam semua tahap perencanaan
Pendekatan atas-bawah (top down); rumusan rencana yang dibuat dalam konteks birokrasi pemerintahan yang bersifat hierarkis, dari pusat, provinsi sampe kabupaten. Pendekatan model ini lama diterapkan oleh Pemerintah Indonesia, yang kenal dengan orde baru.
Pendekatan bawah-atas (bottom up); rumusan rencana yang dibuat dan ditawarkan oleh lapisan masyarakat atau komunitas bawah (grassroot akar rumput) kepada lapisan/tingkat governance atasan, dimulai dari desa, kecamatan. Kabupaten, provinsi, hingga ke pusat.
Keuntungan dari pendekatan bottom up planning : Semua target, pengelolaan, dan keuntungan diharapkan dapat disesuaikan dan digunakan untuk keperluan setempat, Masyarakat lebih antusias terhadap rencana tersebut, merasa memilikinya dan mereka akan dengan senang hati berpartisipasi dalam pelaksanaan dan pengeawasan, Lebih disadarinya dan diberikan perhatian yang lebih besar pada masalah-masalah, penghambat-penghambat setempat, baik yang berkaitan dengan sumberdaya alam maupun masalah-masalah sosial-ekonomi, dan Informasi yang lebih baik dapat diberikan ke tingkat yang lebih di atas.
10
Kerugian dan kelemahan dari pendekatan bottom up planning : Kepentingan lokal tidak selalu sejalan dengan kepentingan regional dan nasional, Timbul kesulitan ntuk memadukan rencana lokal ke dalam rencana yang lebih tinggi, Terbatasnyab pengetahuan teknis pada tingkat lokal, yang berarti diperlukan investasi, waktu, dan tenaga yang besar karena harus bekerja pada daerah-daerah yang berpencar, dan Usaha-usaha lokal dapat gagal karena tidak adanya dukungan dari tingkat yang lebih tinggi, terutama biaya.
11
Disadari perencanaan pembangunan, termasuk perencanaan penggunaan lahan melalui bottom-up planning masih banyak sekali kelemahan, maka dilakukan pendekatan partisifati. Pendekatan buttom-up planning, maish dapat membuat perencanaan di berbagai tingkatan tidak sinkron. Hal ini disebabkan oleh legislatif (DPRD) sebagai lembaga legislasi termasuk perencanaan dan penetapan tujuan, penganggaran, dan monitoring kebijakan, hanya ada di tingkat kabupaten. Sehingga bottom-up planning hanya dari tingkat kabupaten (Gambar sikulus b), sedangkan usul dari hasil UDKP (Unit Daerah Kerja Pembangunan istilah dulu) di kecamatan tidak difungsikan secara optimal.
12
Era otonomi Daerah, perencanaan ini mulai mengikuti alur perencanaan partisifatif (Gambar Siklus c). Dimana perencanaan dimulai di tingkat : 1. Desa (MUSRENBANG DESA), diikuti oleh perangkat Desa, Ulama, Imeum Menuansah, masyarkat Desa (tokoh pemuda, tokoh perempuan, PKK, dll. 2. Kecamatan (MUSRENBANG Kecamatan), diikuti oleh Camat dan seluruh perangkatnya, kepala desa, sekretaris desa, mukim, tokoh pemuda, tokoh perempuan, dan organisasi lainnya di tingkat kecamtan, dll. 3. Kabupaten (MUSRENBANGKAB), selanjutnya Provinsi (MUSRENANGPROV, terahir MUSRENBANGNAS di tingkat pusat) yang ketiga tingkatan ini menampung aspirasi dari Desa dan Kecamatan, dan ditingkat kabupaten telah dibahas/disesuaikan berdasarkan kepentingan tingkatan dan prioritas.
Mengankut penganggran dalam era otonomi diprogramkan dalam berbagai bentuk : 1. Dana Kabupaten (Dana Alokasi Umum DAU) 2. Dana Khusus (Dana Alokasi Khusus DAK) 3. Dana Dekonsentrasi (Dana DEKON) 4. Dana Sektoral 5. Dana Perbantuan 6. Dana OTSUS (Khusus Aceh dan Papua) 7. Dana MIGAS 8. dll
Kesemuanya dimulai dibahas di kabupaten berdasarkan usulan yang telah dilakukan secara partisifatif, mulai dari Desa dan berbagai elemen masyarakat disebut partisifatif.
14
Pendekatan Partisifatif
Pendekatan partisipatif (partisipatoris) merupakan perumusan rencana dengan menggunakan proses partisipatif, artinya melibatkan segenap stakeholders setempat, baik pada tahaptertentu tertentu ataupun dalam semua tahap perencanaan
15
Evaluasi
Pemrograman
Pengendalian
Penganggaran
Pengorganisasian
Gambar b. Siklus Perencanaan Partisipatif (kewenangan DPRD) Perencanaan dan Penetapan Tujuan Partisifatif Evaluasi Pemrograman
Pengendalian Partisifasif
Gambar c. Siklus Perencanaan Partisipatif (kehendak SH) Perencanaan dan Penetapan Tujuan Partisifatif Evaluasi Partisifatif Pemrograman Partisifatif
Pengendalian Partisifatif
Penganggaran Partisifatif
Perencanaan tataguna lahan melibatkan banyak pihak, yaitu pengguna lahan, pengambil keputusan dan tim perencana (Gambar 2).
Pengguna Lahan Pengguna lahan adalah orang-orang yang tinggal pada suatui daerah/wilayah yang direncanakan, seluruh hidup atau sebagian hidupnya tergantung dari keberadaan wilayah tersebut, seperti petani, peternak, pekebun, dll. Pengguna lahan ini perlu dilbatkan, karena mereka merupakan : 1. Sumber permintaan sumberdaya lahan, 2. Sumber tenaga kerja, modal dan pengelola, 3. Penghasil barang dan pemberi jasa pelayanan, dan 4. Pelaksana rencana tataguna lahan di lapangan.
20
Pengguna Lahan
Legislatif
Tim Perencana
Badan Sektoral
Pemerintah
(Eksekutif)
Pengambil
Keputusan
Pengambil Keputusan
Pengambil keputusan adalah mereka yang bertanggungjawab untuk mengambil keputusan tentang alternatif tataguna lahan dari berbagai alternatif perencanaan tataguna lahan. Pengambil keputusan tergantung tingkatan : Nasional (menteri), Provinsi (Gubernur), dan Kabupaten (Bupati). Tugas Pengambil Keputusan : Memimpin proses perencanaan Memberi pengarahan kepada badan-badan terkait dan tim perencana, Menentukan pilihan dan menyetujui rencana
22
Tim Perencana
Perencana adalah mereka yang bertugas membuat perencanaan tataguna lahan, dimulai dari evaluasi penggunaan lahan sekarang, perubahan penggunaan lahan yang diinginkan, kesesuaian lahan untuk berbagai penggunaan. Tim perencana merupakan ahli survei tanah, ahli evaluasi lahan, agronomist, kehutanan, teknik sipil, peternakan, dll. Tigas perencana meliputi : Membantu mengambil keputusan, Memberikan informasi tentang lahan dan penggunaannya, dan Menyiapkan rencana tataguna lahan.
23
Dalam proses perencanaan perlundilibatkan legislatif dan badanbadan sektoral. Fungsi legislatif sebagai otoritas hukum, termasuk hukum pertanahan, yang memberi legislasi atas rencana tersebut, seperti PERDA atau Qanun Tata Ruang (din Aceh). Fungsi badan-badan sektoral : Sumber informasi tentang data-data teknis, Melaksanakan kegiatan-kegiatan pekerjaan umum dan memberikan jasa-jasa pelayanan sesuai dengan idangnya, dan Action on plan.
24