Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH RANGKUMAN MATERI SETELAH UTS PATOK DUGA (BENCHMARKING)

ADRIE OKTAVIO

Oleh:

NPM: 1112215024

(KELAS SORE)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN UPN VETERAN JATIM SURABAYA 2012

PATOK DUGA (BENCHMARKING) PENDAHULUAN Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada mulanya konsep benchmarking berkembang di bidang perindustrian. Awal tahun 1950-an banyak pengusaha Jepang mengunjungi beberapa perusahan di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa barat. Tujuan kunjungan mereka adalah berusaha mendapatkan dua masukan, yaitu teknologi dan penerapan bisnis atau praktik baik. Masukan itu dikemas dalam bentuk perjanjian kerja. Dari tahun 1952 hingga tahun 1984 tidak kurang dari 42.000 perjanjian kerja telah ditandatangani. Hampir semua perjanjian itu berkisar tentang alih teknologi terbaik dan segala sesuatu (know-how) yang dimiliki negara barat. Jepang menggunakan proses mengambil dan memanfaatkan untuk kemajuan industrinya. Pada tahun 1960-an industri-industri Jepang telah menyamai industri-industri barat. Keberhasilan Jepang dalam menggunakan teknologi barat untuk melakukan benchmarking terhadap kinerja mereka sendiri, merupakan bukti reputasi mereka di dalam kancah perdagangan. Istilah benchmarking baru muncul pada permulaan tahun 1980-an dan menjadi trend dalam manajemen sebagai alat untuk meningkatkan kinerja perusahaan pada tahun 1990-an. Bahkan pada tahun 1990 separuh dari perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam Fortune 500 menggunakan teknik benchmarking. Benchmarking adalah pendekatan yang secara terus menerus mengukur dan membandingkan produk barang dan jasa, dan proses - proses dan praktik-praktiknya terhadap standar ketat yang ditetapkan oleh para pesaing atau mereka yang dianggap unggul dalam bidang tersebut. Benchmarking sebagai tolak ukur dalam suatu perusahaan. Benchmarking adalah suatu proses yang biasa digunakan dalam manajemen atau umumnya manajemen strategis, dimana suatu unit/bagian/organisasi mengukur dan membandingkan kinerjanya terhadap aktivitas atau kegiatan serupa unit/bagian/organisasi lain yang sejenis baik secara internal maupun eksternal. Dari hasil benchmarking, suatu organisasi dapat memperoleh gambaran dalam (insight) mengenai kondisi kinerja organisasi sehingga dapat mengadopsi best practice untuk meraih sasaran yang diinginkan. Hal yang sangat penting dan bernilai manfaat tinggi dalam benchmarking adalah bahwa dengan aktivitas ini memungkinkan korporasi untuk melihat jauh ke depan melampaui paradigma berpikir terkait dengan kinerja proses bisnis. Dengan melakukan benchmark terhadap perusahaan lain, korporasi dapat secara nyata meningkatkan kesesuaian solusi masa depan terhadap permasalahan saat ini. Dengan proses benchmark, korporasi dapat melakukan loncatan kuantum dalam kinerja dengan terjadinya penurunan waktu siklus belajar dan penetapan tujuan manajemen yang baru berdasar pada pengalaman dan praktek baik yang ada pada perusahaan pesaing yang diakui terbaik dalam bidangnya. Benchmarking adalah alat bantu untuk memperbaiki kualitas dengan aliansi antar partner untuk berbagi informasi dalam proses dan pengkuruan yang akan menstimulasi praktek inovatif dan pemperbaiki kinerja. Dalam aktivitas ini akan dapat ditemukan dan diterapkan praktek terbaik yang mempercepat laju perbaikan dengan memberikan model nyata dan merealisasikan perbaikan tujuan; sehingga praktek baik ini akan mendorong proses yang bersifat positif, proaktif, terstruktur yang mempengaruhi perubahan operasi organisasi.

Dengan benchmarking, korporasi melakukan pengukuran produk, layanan, dan praktek bisnisnya dengan membandingkan terhadap pesaing utama maupun korporasi yang diakui sebagai pemimpin dalam bisnisnya. Untuk dapat meningkatkan kinerjanya, korporasi perlu secara terus menerus mencari ide baru melalui metode, praktek, proses dengan mengadopsi fitur-fitur terbaik korporasi lain untuk menjadi best of the best. EVOLUSI KONSEP BENCHMARKING Menurut Watson (dalam Widayanto, 1994), konsep benchmarking sebenarnya telah mengalami setidaknya lima generasi, yaitu: 1. Reverse Engineering Dalam tahap ini dilakukan perbandingan karakteristik produk, fungsi produk dan kinerja terhadap produk sejenis dari pesaing. 2. Competitive Benchmarking Selain melakukan benchmarking terhadap karakteristik produk, juga melakukan benchmarking terhadap proses yang memungkinkan produk yang dihasilkan adalah produk unggul. 3. Process Benchmarking Memiliki lingkup yang lebih luas dengan anggapan dasar bahwa beberapa proses bisnis perusahaan terkemuka yang sukses memiliki kemiripan dengan perusahaan yang akan melakukan benchmarking. 4. Strategic Benchmarking Merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengevaluasi alternatif, implementasi strategi bisnis dan memperbaiki kinerja dengan memahami dan mengadaptasi strategi yang telah berhasil dilakukan oleh mitra eksternal yang telah berpartisipasi dalam aliansi bisnis. Membahas tentang hal-hal yang berkitan dengan arah strategis jangka panjang. 5. Global Benchmarking Mencakup semua generasi yang sebelumnya dengan tambahan bahwa cakupan geografisnya sudah mengglobal dengan membandingkan terhadap mitra global maupun pesaing global. DEFINISI PATOK DUGA (BENCHMARKING) 1. Gregory H. Watso Benchmarking sebagai pencarian secara berkesinambungan dan penerapan secara nyata praktik-praktik yang lebih baik yang mengarah pada kinerja kompetitif unggul. 2. David Kearns (CEO dari Xerox) Benchmarking adalah suatu proses pengukuran terus-menerus atas produk, jasa dan tata cara kita terhadap pesaing kita yang terkuat atau badan usaha lain yang dikenal sebagai yang terbaik. 3. IBM Benchmarking merupakan suatu proses terus-menerus untuk menganalisis tata cara terbaik di dunia dengan maksud menciptakan dan mencapai sasaran dan tujuan dengan prestasi dunia. 4. Teddy Pawitra Benchmarking sebagai suatu proses belajar yang berlangsung secara sisitematis dan terusmenerus dimana setiap bagian dari suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang terbaik atau pesaing yang paling unggul.

5. Goetsch dan Davis Benchmarking sebagai proses pembanding dan pengukuran operasi atau proses internal organisasi terhadap mereka yang terbaik dalam kelasnya, baik dari dalam maupun dari luar industri. Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan (Pawitra, 1994, p.12), yaitu: 1. Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya 2. Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahaan lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa menjalar ke arah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud perbandingan yang terus-menerus, jangka panjang tentang praktik dan hasil dari perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada. 3. Praktik benchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis pesaing, dll 4. Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan, pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di-benchmarking-kan, pemahaman dari organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok dan kemampuan untuk melaksanakan apa yang ditemukan dalam praktik bisnis. DASAR PEMIKIRAN PERLUNYA BENCHMARKING Benchmarking merupakan proses belajar yang berlangsung secara sistematis, terus menerus, dan terbuka. Berbeda dengan penjiplakan (copywriting) yang dilakukan secara diam-diam, kegiatan patok duga merupakan tindakan legal dan tidak melanggar hukum. Dalam dunia bisnis modern meniru dianggap sah asal tidak dilakukan secara langsung dan mentah-mentah. Benchmarking memang dapat diartikan sebagai meniru dari paling hebat untuk membuatnya sebagai referensi (Yamit, 2002: 134). Kegiatan ini dilandasi oleh kerjasama antar dua buah institusi (perusahaan) untuk saling menukar informasi dan pengalaman yang sama-sama dibutuhkan. Praktek benchmarking merupakan pekerjaan berat yang menuntut kesiapan fisik dan mental pelakunya. Secara fisik, karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara mental adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi. Pada titik ini sangat terbuka kemungkinan terjadinya merger atau akusisi, sehingga memberikan dampak yang positif dan saling menguntungkan. Ki Hadjar Dewantara beberapa puluh tahun lalu, diinisiasi telah mengemukakan konsep benchmarking dalam bentuk sederhana. Konsep yang diajukan dengan bahasa Jawa itu, adalah 3N, yaitu: Niteni (memperhatikan dengan seksama) Niru (mencontoh/memanfaatkan) Nambahi (mengadaptasi/ memperbaiki/menyempurnakan) Ungkapan tersebut menegaskan bahwa benchmarking tidak hanya sekadar memindahkan sistem dari satu institusi ke institusi lain, tetapi diperlukan upaya kreatif dan inovatif sesuai

dengan kondisi, budaya, dan kemampuan. Sementara itu, institusi yang dijadikan acuan/pembanding akan terdorong untuk melakukan perbaikan pengelolaan dan meningkatkan standar mutu. Dalam rangka peningkatan mutu secara berkelanjutan, suatu institusi perlu menetapkan standar baru yang lebih tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan benchmarking sebagai inspirasi atau cita-cita. Ada dua jenis benchmarking yaitu benchmarking internal dan benchmarking eksternal. Benchmarking internal upaya pembandingan standar antar bagian/jurusan/fakultas/atau unit institusi. Benchmarking eksternal adalah upaya pembandingan standar internal institusi terhadap standar eksternal institusi lain. Selain itu, diperlukan masukan dari hasil monitoring, evaluasi diri, temuan audit mutu akademik internal, permintaan tindakan koreksi (PTK), dan program peningkatan mutu sebagai cermin kemampuan diri. Monitoring dilaksanakan untuk mengamati menginformasikan tentang pelaksanaan standar, pelaksanaannya. Monitoring bermanfaat untuk ketidakpatuhan pelaksanaan terhadap rencana kelalaian. pelaksanaan standar. Hasil monitoring yang mencakup waktu, substansi, dan tahap meluruskan sesegera mungkin bila terjadi atau standar serta mengingatkan bila ada

Evaluasi diri adalah usaha untuk mengetahui kondisi nyata dari sebuah proses. Evaluasi diri harus memuat informasi yang sahih (valid) dan terpercaya (reliability). Di atas dua prinsip di atas, terdapat nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan evaluasi, yakni objektivitas (objectivity) dan kejujuran (honesty). Dengan evaluasi diri akan diketahui kondisi objektif sebuah institusi (perusahan/PT) dan sekaligus dapat ditentukan pengembangan serta peningkatannya pada masa berikutnya. Selain benchmarking dan masukan internal, diperlukan juga masukan dari stakeholders agar ada relevansi produk dengan stakeholders. Dorongan untuk melakukan benchmarking banyak ditentukan oleh faktor kepuasan stakeholders. Kepuasan stakeholders adalah tingkat perasaan seseorang/pengguna setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Semakin banyaknya perguruan tinggi misalnya, membuat stakeholders mengetahui dan meminta standar mutu dan pelayanan yang lebih baik. Kepuasan pelanggan pun semakin lama semakin meningkat. Kegiatan benchmarking pun juga harus dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga akan tercapai Continuous Quality Improvement (CQI). FAKTOR-FAKTOR YANG BENCHMARKING 1. Komitmen terhadap TQM 2. Fokus pada pelanggan 3. Product to market time 4. Waktu siklus pemanufakturan 5. Laba MENDORONG PERUSAHAAN MELAKUKAN

TUJUAN PELAKSANAAN BENCHMARKING Menemukan kunci atau rahasia sukses dari perusahaan pesaing yang paling unggul, kemudian mengadaptasikan dan memperbaikinya secara lebih baik untuk diterapkan, yang akhirnya akan mengungguli pesaing yang di benchmarking. Benchmarking digunakan untuk menentukan proses yang berkesinambungan (incremental) dan perubahan yang dibutuhkan. akan diperbaki secara

MANFAAT BENCHMARKING Beberapa manfaat benchmark adalah: 1. memperbaiki proses kritis yang ada dalam bisnis 2. memantapkan tujuan yang berorientasi pada pelanggan 3. menumbuhkan antusias staf dengan melihat yang terbaik 4. mengidentifikasi peluang-peluang baru yang terkadang muncul setelah membandingkan 5. menjadi lebih berdaya saing 6. memperpendek siklus perbaikan proses bisnis dengan percepatan pembelajaran. Secara umum manfaat yang diperoleh dari benchmarking dapat dikelompokkan menjadi (Ross, 1994 pp.239-240): 1. Perubahan Budaya Memungkinkan perusahaan untuk menetapkan target kinerja baru yang realisitis berperan meyakinkan setiap orang dalam organisasi akan kredibilitas target. 2. Perbaikan Kinerja Membantu perusahan mengetahui adanya gap-gap tertentu dalam kinerja dan untuk memilih proses yang akan diperbaiki. Perbaikan kinerja ini meliputi: a. Proses atau prosedur yang baru untuk standar atau target yang tetap/lama Situasi ini dapat terjadi apabila target atau standar yang telah ditetapkan ternyata sulit untuk dicapai atau proses/ metodenya gagal terus mencapai standar tersebut. b. Standar baru yang lebih baik: Keadaan ini dapat terjadi dalam upaya meningkatkan mutu dengan memperbaiki atau meningkatkan standar yang telah tercapai. c. Proses atau prosedur baru dan standar baru Hal ini dapat terjadi saat belum pernah dibuat standar atau prosedur sebelumnya, jadi merupakan suatu kegiatan atau tolok ukur yang baru. 3. Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Manusia Memberikan dasar bagi pelatihan. Karyawan menyadari adanya gap antara yang mereka kerjakan dengan apa yang dikerjakan karyawan lain diperusahaan lain. Keterlibatan karyawan dalam memecahkan permasalahan sehingga karyawan mengalami peningkatan kemampuan dan keterampilan. JENIS-JENIS BENCHMARKING 1. Benchmarking Internal Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan operasisuatu bagian dengan bagian internal lainnya dalam suatu organisasi. 2. Benchmarking Kompetitif Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan perbandingan dengan berbagai pesaing. 3. Benchmarking Fungsional Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan perbandingan fungsi atau proses dari perusahaan-perusahaan yang berada diberbagai industri.

4. Benchmarking Generik Melakukan perbandingan dengan proses bisnisfundamental yang cenderung sama di setiap industri. PERBEDAAN BENCHMARKING DENGAN ANALISIS PERSAINGAN Analisis Persaingan meliputi perbandingan antara produk-produk pesaing dengan produk yang dihasilkan perusahaan. Sedangkan Benchmarking lebih jauh daripada itu, yaitu membandingkan bagaimana suatu produk direkayasa, diproduksi, didistribusikan dan didukung. Perbedaan Benchmarking dengan Analisis Persaingan: Benchmarking Melihat pada proses Memeriksa bagaimana sesuatu Dapat membandingkan dengan industri lainnya Penelitian membagi hasil untuk manfaat bersama Dapat tidak kompetitif Membagi informasi Kemitraan Kerjasama/ Interdependen Dipergunakan untuk mencapai tujuan perbaikan Tujuan berupa pengetahuan prosesFokus pada kebutuhan pelanggan
Sumber: Forum PDAM Indonesia

Analisis Persaingan Melihat pada hasil Memeriksa apa yang telah terjadi dan dikerjakan Perbandingan di dalam industri Penelitian tanpa membagi hasil Selalu kompetitif Rahasia Tersendiri Mandiri Dipergunakan untuk memeriksa persaingan Tujuan berupa pengetahuan tentang industri Fokus pada kebutuhan perusahaan

METODE BENCHMARKING Proses benchmarking memiliki beberapa metode. Salah satu metode yang paling terkenal dan banyak diadopsi oleh organisasi adalah metode 12, yang diperkenalkan oleh Robert Camp, dalam bukunya The Search for Industry Best Practices that Lead to Superior Performance, Productivity Press .1989. Langkah metode 12 terlalu luas untuk dijabarkan. Agar mudah, metode 12 tersebut bisa diringkas menjadi 6 bagian utama yakni: 1. Identifikasi problem apa yang hendak dijadikan subyek. Bisa berupa proses, fungsi, output dan sebagainya. 2. Identifikasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktifitas/usaha serupa. Sebagai contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover karyawan sukarela di perusahaan, carilah perusahaan-perusahaan sejenis yang memiliki informasi turnover karyawan sukarela. 3. Identifikasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa. Anda bisa melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah finansial yang mana industri yang menjadi top leader di bidang sejenis.

4. Lakukan survey pada industri untuk pengukuran dan praktek yang dilakukan. Anda bisa menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan sesuai problem yang diidentifikasi di langkah awal. 5. Kunjungi best practice perusahaan untuk mengidentifikasi area kunci praktek usaha. Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam suatu konsorsium dan membagi hasilnya didalam konsorsium tersebut. 6. Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya. Setelah mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan metode/teknik cara pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja dan laksanakan program aksi untuk implementasinya. PROSES BENCHMARKING Proses benchmarking biasanya terdiri dari enam langkah yaitu: 1. Menentukan apa yang akan di-benchmark Hampir segala hal dapat di-benchmark: suatu proses lama yang memerlukan perbaikan; suatu permasalahan yang memerlukan solusi; suatu perancangan proses baru; suatu proses yang upaya-upaya perbaikannya selama ini belum berhasil. Perlu dibentuk suatu Tim Peningkatan Mutu yang akan menyelidiki proses dan permasalahannya. Tim ini akan mendefinisikan proses yang menjadi target, batas-batasnya, operasi-operasi yang dicakup dan urutannya, dan masukan (input) serta keluarannya (output). 2. Menentukan apa yang akan diukur Ukuran atau standar yang dipilih untuk dilakukan benchmark-nya harus yang paling kritis dan besar kontribusinya terhadap perbaikan dan peningkatan mutu. Tim yang bertugas mereview elemen-elemen dalam proses dalam suatu bagan alir dan melakukan diskusi tentang ukuran dan standar yang menjadi fokus. Contoh-contoh ukuran adalah misalnya durasi waktu penyelesaian, waktu penyelesaian untuk setiap elemen kerja, waktu untuk setiap titik pengambilan keputusan, variasi-variasi waktu, jumlah aliran balik atau pengulangan, dan kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan pada setiap elemennya. Jika memang ada pihak lain (internal dan eksternal) yang berkepentingan terhadap proses ini maka tuntutan atau kebutuhan (requirements) mereka harus dimasukkan atau diakomodasikan dalam tahap ini. Tim yang bertugas dapat pula melakukan wawancara dengan pihak yang berkepentingan terhadap proses tersebut (dapat pula dipandang sebagai pelanggan) tentang tuntutan dan kebutuhan mereka dan menghubungkan atau mengkaitkan tuntutan tersebut kepada ukuran dan standar kinerja proses. Tim kemudian menentukan ukuran-ukuran atau standar yang paling kritis yang akan secara signifikan meningkatkan mutu proses dan hasilnya. Juga dipilih informasi seperti apa yang diperlukan dalam proses benchmarking ini dari organisasi lain yang menjadi tujuan benchmarking. Ukuran kinerja yang biasa di implementasikan No KRITERIA KINERJA UNIT PENGUKURAN 1 Pangsa pasar Unit Rupiah 2 Profitabilitas Margin contribution, Return on total capital or equity 3 Pertumbuhan pesaing Pangsa pasar setiap segmen 4 Bahan baku (material) Proporsinya terhadap biaya total, Harga/ volume, Biaya Pengangkutan 5 Biaya tenaga kerja Jumlah karyawan pada setiap fungsi, Pangsa gaji langsung/ tidak langsung tiap/ variabel, Jam kerja produktif setiap karyawan, Profil karyawan

6 7 8 9 10

Biaya modal Karakteristik produk Kinerja Pelayanan Citra (image)

Tingkat turn over : Total asset, Fixed asset, inventory Kebijakan depresiasi output Per utility Waktu rata-rata tiap pelayanan, pemrosesan pesanan rutin, perencanaan produksi Customer awareness, Intensitas dan biaya pemasaran, Reaksi pelanggan terhadap kampanye pemasaran,

3. Menentukan kepada siapa akan dilakukan benchmarking Kemudian menentukan organisasi yang akan menjadi tujuan benchmarking ini. Pertimbangan yang perlu adalah tentunya memilih organisasi lain tersebut yang memang dipandang mempunyai reputasi baik bahkan terbaik dalam kategori ini. 4. Pengumpulan data/kunjungan Tim mengumpulkan data tentang ukuran dan standar yang telah dipilih terhadap organisasi yang akan di-benchmark. Pencarian informasi ini dapat dimulai dengan yang telah dipublikasikan: misalkan hasil-hasil studi, survei pasar, survei pelanggan, jurnal, majalah dan lain-lain. Tim dapat juga merancang dan mengirimkan kuesioner kepada lembaga yang akan di-benchmark, baik itu merupakan satu-satunya cara mendapatkan data dan informasi atau sebagai pendahuluan sebelum nantinya dilakukan kunjungan langsung. Pada saat kunjungan langsung (site visit), tim benchmarking mengamati proses yang menggunakan ukuran dan standar yang berkaitan dengan data internal yang telah diidentifikasi dan dikumpulkan sebelumnya. Tentu akan lebih baik jika ada beberapa obyek atau proses yang dikunjungi sehingga informasi yang didapat akan lebih lengkap. Asumsi yang perlu diketahui adalah bahwa organisasi atau lembaga yang dikunjungi mempunyai keinginan yang sama untuk mendapatkan informasi yang sejenis dari lembaga yang mengunjunginya yaitu adanya keinginan timbal balik untuk saling mem-benchmark. Para pelaku benchmarking telah dapat menyimpulkan bahwa kunjungan langsung kepada organisasi dengan praktik terbaik dapat menghasilkan pandangan dan pemahaman yang jauh lebih dalam dibandingkan dengan cara-cara pengumpulan data yang manapun. Kunjungan ini memungkinkan kita untuk secara langsung berhubungan dengan pemilik proses yaitu orang-orang yang benar-benar menjalankan atau mengelola proses tersebut. 5. Analisis data Tim kemudian membandingkan data yang diperoleh dari proses yang di-benchmark dengan data proses yang dimiliki (internal) untuk menentukan adanya kesenjangan (gap) di antara mereka. Tentu juga perlu membandingkan situasi kualitatif misalnya tentang sistem, prosedur, organisasi, dan sikap. Tim mengindentifikasi mengapa terjadi kesenjangan (perbedaan) dan apa saja yang dapat dipelajari dari situasi ini. Satu hal yang sangat penting adalah menghindari sikap penolakan; jika memang ada perbedaan yang nyata maka kenyataan itu harus dapat diterima dan kemudian disadari bahwa harus ada hal-hal yang diperbaiki. 6. Merumuskan tujuan dan rencana tindakan Tim menentukan target perbaikan terhadap proses. Target-target ini harus dapat dicapai dan realistis dalam pengertian waktu, sumber daya, dan kemampuan yang ada saat ini; juga sebaiknya terukur, spesifik, dan didukung oleh manajemen dan orang-orang yang bekerja dalam proses tersebut. Kemudian tim dapat diperluas dengan melibatkan multidisiplin yang akan memecahkan persoalan dan mengembangkan suatu rencana untuk memantapkan tindakan spesifik yang akan diambil, tahapan-tahapan waktunya, dan siapa-siapa yang

harus bertanggung jawab. Hasil ini akan diserahkan kepada para pelaksana penjaminan mutu (executive) untuk kemudian memantau kemajuan dan mengidentifikasi persoalanpersoalan yang timbul. Kesenjangan standar mungkin saja tidak dapat dihilangkan karena target organisasi terus saja berkembang dan memperbaiki diri. Yang lebih penting dari semata-mata mengejar kesenjangan adalah menjadikan benchmarking sebagai suatu kebiasaan, yang akan mendorong untuk terus memperbaiki diri. Jika perlu bahkan dapat dibuat atau dibentuk suatu departemen atau divisi tersendiri yang bertanggung jawab melaksanakan benchmarking secara terus menerus (berkelanjutan). Bertindak Merencanakan

Merinci/ Merencanakan mengadaptasi/ studi yang memodifikasi bersangkutan (menyempurnakan) Menganalisis data Pengecekan n Mengumpulkan data

Laksanakan

TAHAP-TAHAP DALAM PROSES TRANSFER ATAU BENCHMARKING 1. Inisiasi Meliputi semua hal yang membawa kepada keputusan mengenai perlunya untuk mentransfer praktek, seperti penemuan, ataupun proses kerja yang efektif dalam sebuah organisasi. 2. Implementasi Aliran sumber daya antara penerima dan unit sumber, hubungan sosial terjalin, dan upayaupaya untuk melakukan transfer sudah lebih dapat diterima oleh pelaku benchmark. 3. Ramp-up Dimulai ketika penerima mulai menggunakan pengetahuan yang diperoleh, dengan cara mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang tak terduga, sehingga kinerja meningkat secara bertahap 4. Integrasi Dimulai ketika penerima menerima hasil yang memuaskan dengan penggunaan pengetahuan yang diperoleh, dan terjadi proses institusionalisasi pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh BILAMANA BENCHMARKING DIGUNAKAN & TIDAK DIGUNAKAN Digunakan ketika: Proses yang ditargetkan adalah kritis bagi keberhasilan organisasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kinerja korporasi tidak terlalu kompetitif.

Peluang pertumbuhan yang signifikan terjadi dalam bisnis, namun korporasi tidak mampu mengambil keuntungan tersebut. Organisasi memahami proses saat ini dan ukuran kinerjanya Pemilik proses memiliki komitmen untuk perubahan meski secara radikal. Stakeholders akan menjadi bagian dalam team benchmarking. Tidak digunakan ketika: Organisasi tidak memahami proses yang ditargetkan Manajemen tidak mengetahui bagaimana kinerja organisasi dibandingkan dengan pesaingnya Manajemen tidak memahami apa yang dibutuhkan pelanggan dari proses ini Manajemen belum melakukan pemetaan proses dan tidak memiliki ukuran kinerjanya. Ada risistensi yang kuat untuk terjadinya perubahan organisasi Hanya diinginkan oleh beberapa orang yang akan melakukan studi. KENDALA DALAM MELAKUKAN BENCHMARKING Berhubung proses identifikasi dan transfer praktek bisnis cenderung memakan waktu (time consuming), maka kendala yang terutama dalam melakukan benchmarking adalah kurangnya motivasi untuk mengadopsi praktek bisnis, kurangnya informasi yang memadai mengenai cara adaptasi dan penggunaannya secara efektif dan kurangnya kapasitas (sumberdaya ataupun keterampilan) dalam penyerapan praktek bisnis. Kebanyakan orang mempunyai kecenderungan untuk belajar, membagi pengalaman, dan bertindak lebih baik. Kecenderungan ini dihalangi oleh sebab-sebab administratif, struktural, budaya yang berpengaruh negatif pada keseluruhan organisasi, antara lain: 1. Struktur organisasi silo, di mana masing-masing unit fokus pada tujuan sendiri, sehingga kepentingan bersama lebih dipandang dari sudut pandang masing-masing unit. 2. Budaya menghargai keahlian dan penciptaan pengetahuan lebih dominan disbanding budaya membagi keahlian. 3. Kurangnya kontak, hubungan dan perspektif bersama dalam suatu organisasi. 4. Sistem yang tidak memungkinkan atau menghargai upaya untuk melakukan knowledge sharing atau keterampilan Faktor-faktor budaya yang menghambat proses knowledge sharing yaitu: Kurangnya kepercayaan Perbedaan budaya, kosa kata, dan kerangka berpikir Kurangnya sarana baik waktu, tempat pertemuan, kesempatan untuk menampung ideide yang menunjang produktivitas Penghargaan atau status tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark Kurangnya kapasitas untuk menyerap pengetahuan Kepercayaan bahwa pengetahuan tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark, atau sindrom bukan hasil karya unit kami Kurang toleransi terhadap kesalahan atau dalam membutuhkan pertolongan KELEBIHAN BENCHMARKING

Benchmarking yang sebenarnya akan mendorong kita untuk melihat jauh ke dalam prosesproses di pesaing kita (atau sejawat kita) yang sejenis, yang barangkali diimplementasikan dengan lebih baik dan terbukti memberikan kualitas hasil atau keluaran yang lebih baik. Juga benchmarking ini dapat membantu untuk mendapatkan jalan pintas untuk mencapai tujuan (target), dengan meniru maka banyak hal dapat dihemat, antara lain kita dapat lebih mempersingkat proses pembelajaran (learning process), mengurangi kemungkinan kegagalan karena bisa belajar dari kegagalan dan kesalahan orang lain. INDIKATOR KEBERHASILAN BENCHMARKING Komitmen yang aktif untuk benchmarking dari manajemen Pemahaman yang jelas dan komprehensif bagaimana pekerjaan dilakukan sebagai dasar perbandingan terhadap praktik yang terbaik Keinginan untuk berubah dan beradaptasi berdasarkan temuan benchmarking Kesadaran bahwa kompetisi selalu berubah dan perlu mendahuluinya Keinginan membagi informasi dengan mitra benchmark Konsentrasi pada perusahaan terkemuka dalam bidang yang diakui oleh pemimpin Ketaatan pada proses benchmarking Usaha yang berkesinambungan Institusionalisasi benchmarking PATOK DUGA SEBAGAI INSTRUMEN PERBAIKAN Pada hakikatnya patok duga merupakan suatu instrumen untuk melakukan perbaikan. Langkah awal yang yang dilakukan adalah mengidentifikasi proses dan praktik pemanufakturan serta operasi lainnya dalam suatu perusahaan yang membutuhkan perbaikan. Langkah berikutnya adalah mencari perusahaan lain yang sukses dalam melakukan aktivitas operasi yang hampir sama (ekuivalen). Setelah itu diusahakan untuk melakukan pengamatan dan pengukuran secara terperinci mengenai perusahaan yang sukses melaksanakan aktivitas dan proses operasinya. Apabila informasi telah diperoleh, maka perusahaan yang melakukan patok duga dapat memulai perbaikan prosesnya dengan mengubah fokus organisasi dan mengembangkan keterampilan para manajer dan karyawannya. Pengembangan keterampilan yang dibutuhkan dalam patok duga meliputi empat faktor, yaitu: 1. Pengetahuan, terutama yang berkenaan dengan aspek proses dan praktik suatupekerjaan. 2. Motivasi, misalnya melalui berbagai bentuk dorongan dan reward yang dapat memotivasi setiap orang dalam organisasi untuk terus belajar. 3. Situasi, yaitu peluang bagi setiap orang untuk menerapkan pengetahuannyadalam rangka meningkatkan efisiensi dan produktivitas. 4. Kemauan setiap individu untuk mengembangkan pengetahuannya Dalam melakukan patok duga terdapat empat kategori atau cara yang bisa digunakan, yaitu: 1. Riset in-house Dilaksanakan dengan melakukan penilaian terhadap informasi dalam perusahaan sendiri maupun informasi yang ada di publik. 2. Riset pihak ketiga Cara ini ditempuh dengan jalan membiayai kegiatan patok duga yang akan dilakukan oleh perusahaan surveyor. Biasanya pihak ketiga ini melakukan patokduga untuk informasi yang sulit didapat dari pesaing bisnis. Selain itu, jugadapat menyelenggarakan forum

diskusi panel untuk memperoleh masukan yangluas dan banyak, misalnya mengenai keingina pelanggan. 3. Pertukaran langsung Pertukaran informasi secara langsung ini dilakukan melalui kuesioner, survey melalui telepon, dan lain-lain. Biasanya cara ini mengawali cara berikutnya, yaitu kunjungan langsung. 4. Kunjungan langsung Cara ini dilaksanakan dengan melakukan kunjungan kelokasi mitra patok duga, seperti wawancara dan tukar informasi. Cara ini juga dianggap paling efektif dalam patok duga. PRASYARAT BENCHMARKING 1. Kemauan dan Komitmen 2. Keterkaitan Tujuan Strategik 3. Tujuan Untuk Menjadi Terbaik, Bukan Hanya Untuk Perbaikan 4. Keterbukaan Terhadap Ide-Ide 5. Pemahaman Terhadap Proses, Produk dan Jasa Yang Ada 6. Proses Terdokumentasi, karena : a. Semua orang yang berhubugan dengan suatu proses harus memiliki pemahaman yang sama terhadap proses yang bersangkutan b. Dokumentasi sebelum adanya perubahan berguna dalam pengukuran peningkatan kinerja setelah dilaksanakannya benchmarking c. Mitra benchmarking belum tentu akrab dengan proses yang dimiliki suatu organisasi. 7. Ketrampilan Analisis Proses 8. Ketrampilan Riset,Komunikasi dan Pembentukan Tim PENUTUP Dapat dikatakan bahwa benchmarking membutukan kesiapan Fisik dan Mental. Secara Fisik karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara Mental adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi. Maka dapat disimpulkan beberapa hal yang harus diketahui oleh perusahaan maupun mereka yang berkecimpung dalam dunia bisnis bahwa: 1. Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugastugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya 2. Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahan lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa menjalar kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud perbandingan yang terus-menerus, jangka panjang tentang praktik dan hasil dari perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada. 3. Praktik banchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis pesaing, dll 4. Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan, pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di- benchmarking-kan, pemahaman dari

organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok dan kemampuan untuk melaksanakan apa yang ditemukan dalam praktik bisnis.

Anda mungkin juga menyukai